Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH FARMAKOLOGI

ANTI TUBERKULOSIS

Disusun Oleh :
Evaliani Surachman (11334730)

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


FAKULTAS MIPA PROGRAM STUDI FARMASI
2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
dari mata kuliah Farmakologi.

Makalah ini membahas tentang anti tuberkulosis, penulis berharap


semoga makalah ini mendapatkan perhatian dan respon yang baik dari
Ibu Dosen dan bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan


baik dari segi isi maupun bahasanya, diharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi menyempurnakan makalah ini.

Jakarta, Mei 2012

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tuberkulosis ( TB ) adalah merupakan suatu
penyakit yang tergolong dalam infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam bentuk aktif, basil
Mycobacterium juga dapat menimbulkan penyakit pada berbagai macam
hewan misalnya sapi, anjing, babi, unggas, biri-biri dan hewan primata,
bahkan juga ikan.
Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu yang lama dalam pengobatannya. Penyakit TB dapat
menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria-wanita, tua-muda, kaya-
miskin serta dimana saja. Indonesia sendiri menduduki negara terbesar
ketiga didunia dalam masalah penyakit TB ini.

Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang


bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang
jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch sementara
tanggal 24 Maret sendiri diperingati dunia sebagai "Hari TB" karena pada
tanggal tersebut di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil
studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.

Sampai saat ini di Indonesia penyakit TB masih merupakan penyakit


rakyat yang banyak mengambil korban, hal ini disebabkan:

 Masih kurangnya kesadaran untuk hidup sehat.


 Perumahan yang tidak memenuhi syarat.(ventilasi dan masuknya
cahaya matahari)
 Kebersihan/hygiene
 Kurang gizi/gizi tidak baik.
Penularan kuman TB dapat melalui :

 Saluran pernafasan (sebaiknya penderita menutup mulut dengan


sapu tangan ketika batuk atau bersin.

 Lewat makanan dan minuman

1.2 Permasalahan

Dalam makalah ini penulis membatasi masalah TB dalam lingkup


tuberkulosis paru meliputi anatomi patofisiologi paru, obat anti
tuberkulosis ( OAT ) dan pengobatan OAT.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
tuberkulosis paru meliputi anatomi patofisiologi paru, obat anti
tuberkulosis ( OAT ) dan pengobatan OAT.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis atau TB ( singkatan TBC sekarang telah ditinggalkan )


paling sering menyerang paru-paru, 85% dari seluruh kasus TB adalah TB
paru, sisanya sekitar 15% menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit,
tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya.

Merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang


manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang peka terhadap obat, praktis dapat
disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosis akan mengakibatkan kematian
dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus.

Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai


Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut WHO
jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh
kasus di dunia.

Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk


jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih
dari 140 ribu lainnya meninggal.

Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang


tersering di Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan
ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan mempunyai dampak yang
besar karena pasien Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya pada
lingkungan,sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6
bulan pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu
dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan yang cukup lama seringkali
membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara
tidak teratur, kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak
berhasil dan kuman menjadi kebal yang disebut MDR ( multi drugs
resistance ) kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam
pengobatannya sehingga diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap
waktu demi pengentasan tuberkulosis di Indonesia

Penyakit TB ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui


saluran napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak
(droplet infection) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita
TB terbuka. Atau juga karena adanya kontak antara tetes ludah/dahak
tersebut dengan luka di kulit.

2.2 Anatomi Patofisiologi

2.2.1 Anatomi Paru-paru

Gambar 1. Anatomi Paru-Paru


Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung-gelembung hawa ( alveoli ). Alveoli ini terdiri dari
sel-sel epitel dan dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m2 dan pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O 2 masuk

ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Jumlah alveoli kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)

Paru-paru sendiri dibagi menjadi dua, yakni :


1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru)
a. Lobus pulmo dekstra superior
b. Lobus medial
c. Lobus inferior
2. Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus
a. Lobus pulmo sinister superior
b. Lobus inferior.

Tiap lobus tersusun oleh lobulus, diantara lobulus yang satu


dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-
pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-
tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 –
0,3mm. Paru-paru terletak pada rongga dada, dan dibungkus oeh selaput
yang bernama pleura.

Pleura dibagi menjadi dua :

 Pleura viseral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru


yang langsung membungkus paru-paru.
 Pleura parietal, yaitu selaput paru yang melapisi bagian
dalam dinding dada.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit
cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
sehingga gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bernafas
dapat terhindari.

2.2.2 Patofisiologi

Bakteri Mycobacterium tuberculosis pertama kali ditemukan oleh


Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang
jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TB
pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Gambar 2. Bakteri Mycobacterium tuberculosis

M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar


3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria
dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan
Pewarnaan Gram. Namun, sekali diberi warna oleh pewarnaan gram,
maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena
itu, maka Mycobacterium tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam
atau BTA. Pada dinding sel M.tuberculosis, lemak berhubungan dengan
arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan
permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.
Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel M.tuberculosis,
berperan dalam interaksi antara inang dan patogen menjadikan M.
tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.
Saat Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru,
maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB ini
akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri
itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB akan menjadi
dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini
akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah
yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang
telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positip terinfeksi TB.

Infeksi di dalam paru ini dapat menyebar melalui pembuluh darah


atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti paru-paru, otak, ginjal,
saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
2.2.3 Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah penyakit akibat infeksi kuman


mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir
semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan infeksi primer. Tuberkulosis merupakan bakteri kronik dan
ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.

Gejala Tuberkulosis Paru :


1. Demam
Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas ( bukan tifoid,
malaria atau lainnya ) dan terkadang disertai dengan badan yang
berkeringat di malam hari. Umumnya dimulai dengan demam
subfebris seperti influenza, terkadang panas mencapai 40-410C.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita
dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk
Batuk lama lebih dari 30 hari yang disertai ataupun tidak dengan
dahak, bahkan bisa disertai juga dengan darah. Batuk darah terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus, pada keadaan lanjut
disebabkan karena terdapat pembuluh darah yang pecah dan
merupakan tanda adanya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh
darah pada dinding kavitas. Kematian dapat terjadi karena
penyumbatan bekuan darah pada saluran nafas.
3. Sesak Nafas
Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
lnfiltrasinya sudah setengah bagian paru
4. Nyeri Dada
Terjadi bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis
5. Berat Badan Turun
Dikarenakan nafsu makan yang turun drastis sehingga sangat
mempengaruhi laju pertambahan berat badan.
6. Malaise ( Badan Lemah )
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit radang yang bersifat
menahun, nyeri pada otot dan keringat dimalam hari. Gejala-gejala
tersebut makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur dan berakibat menurunnya kondisi kebugaran tubuh.

2.3 Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) dan Pengobatan OAT

Mekanisme kerja OAT pada umumnya terbagi atas :

1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat


2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri
semidormant)
3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

Dalam pengobatan OAT dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu obat-obat


primer dan obat-obat sekunder.
1. Obat Primer

Obat-obat ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi


menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat
tunggal. Maka terapi selalu dilakukan dengan kombinasi dari 3-4
obat, karena bakteri yang sekaligus kebal terhadap dua atau lebih
jenis obat sangatlah jarang terjadi. Paling sering banyak digunakan
adalah kombinasi INH, Rifampisin dan Pirazinamida.

Contoh :

 INH (Isoniazid)

 Rifampisin

 Pirazinamida

 Streptomisin

 Etambutol.

2. Obat Sekunder

Obat ini memiliki kegiatan yang lebih lemah dan bersifat lebih
toksik, karena itu hanya digunakan bila terdapat resistensi atau
intoleransi terhadap obat primer, atau juga terdapat infeksi MAI
pada pasien HIV.

Contoh :
 Kanamisin

 Asam Aminosalisilat

 Etionamid

 Sikloserin

2.3.1 Jenis Obat

 Obat primer
• INH ( ISONIAZID )

Mekanisme kerja. Kerja obat ini adalah dengan menghambat


enzim esensial yang penting untuk sintesis asam mikolat dan
dinding sel mikobakteri. INH dapat menghambat hampir semua
basil tuberkel, dan bersifat bakterisida terutama untuk basil tuberkel
yang tumbuh aktif. INH dapat bekerja baik intra maupun
ekstraseluler. Aktivitas INH menghambat aksi enoyl – protein
pembawa asil dalam bentuk (InhA). InhA merupakan komponen
enzim penting dari sintesis asam lemak kompleks II (FAS-II). FAS-II
yang terlibat dalam sintesis rantai panjang asam mycolic. Asam
mycolic merupakan komponen struktural penting dari dinding sel
mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan. Dosis harian
yang dianjurkan adalah 5 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg\kg BB.
Farmakokinetik. Absorpsi secara oral. Pada distribusi, obat
masuk ke dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk CSF
(Cerebrospinal Fluid ) juga melintasi plasenta dan muncul dalam
ASI, ikatan protein 10% sampai 15%. Metabolisme oleh hati
terhadap isoniasid asetil dengan tingkat kerusakan genetik
ditentukan oleh fenotipe asetilasi, mengalami hidrolisis lebih lanjut
untuk asam asetil isonikotinik dan hidrazin. Waktu paruh: bisa
diperpanjang pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau
gangguan ginjal parah. Asetilator cepat: 30-100 menit. Asetilator
lambat: 2-5 jam. Waktu puncak konsentrasi serum, secara oral
dalam 1-2 jam. Eliminasi 75% sampai 95% diekskresikan dalam
urin sebagai obat, metabolit jumlah kecil diekskresi dalam tinja
dan saliva. Dialisis 50% sampai 100%.
Efek samping. Insiden dan berat ringannya efek non terapi INH
berkaitan dengan dosis dan lamanya pemberian. Reaksi alergi
obat ini dapat berupa demam, kulit kemerahan, dan hepatitis.
Efek toksik ini meliputi neuritis perifer, insomnia, lesu, kedut otot,
retensi urin, dan bahkan konvulsi, serta episode psikosis.
Kebanyakan efek ini dapat diatasi dengan pemberian piridoksin
yang besarnya sesuai dengan jumlah INH yang diberikan.
Indikasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk
tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk
profilaksis orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat
digunakan tunggal atau bersama-sama dengan anti tuberkulosis
lain.
Kontraindikasi. riwayat hipersensitifitas atau reaksi adversus,
termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut,
kehamilan.

• RIFAMPISIN

Mekanisme kerja. Obat ini menghambat sintesis DNA bakteri


dengan mengikat β-subunit dari DNA dependent –RNA
polimerase sehingga menghambat peningkatan enzim tersebut
ke DNA dan menghambat transkripsi messenger RNA (mRNA).
Transkrip RNA adalah persyaratan penting untuk sintesis protein.
In vitro dan in vivo, obat ini bersifat bakterisid terhadap
mikobakterium tuberkulosis, M. bovis, dan M. kansasii baik intra
maupun ekstraseluler. Konsentrasi bakterisid berkisar 3-12 μg/ml/
obat ini dapat meningkatkan aktivitas streptomisin dan INH, tetapi
tidak untuk etambutol, dapat membubuh kuman yang persisten
(dortmant) yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Dosis 10 mg\kg
BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3
kali seminggu.
Farmakokinetik. Absorpsi secara oral diserap dengan baik.
Distribusi, sangat lipofilik melintasi penghalang darah-otak dan
didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan
seperti hati, paru-paru, kandung empedu, empedu, air mata, dan
air susu ibu, mendistribusikan ke CSF ketika meninges
meradang. Ikatan protein 80%. Metabolisme, mengalami daur
ulang enterohepatik di metabolisme dalam hati menjadi diasetil
(aktif). Waktu paruh 3-4 jam, waktu yang berkepanjangan
mengakibatkan kerusakan hati. Waktu puncak konsentrasi serum
secara oral dalam 2-4 jam. Eliminasi terutama di feses (60%
sampai 65%) dan urin (~30%). Dialisis, rifampisin plasma
konsentrasi tidak signifikan dipengaruhi oleh hemodialisis atau
dialisis peritoneal.
Efek samping. Kurang dari 4% penderita mengalami efek
samping, seperti demam, kulit kemerahan, mual dan muntah,
ikterus, trombositopenia, dan nefritis. Gangguan hati yang
terberat terutama terjadi bila rifampisin diberikan secara tunggal
atau dikombinasikan dengan INH. Gangguan saluran cerna juga
sering terjadi, tidak enak di ulu hati, mual dan muntah, kolik, serta
diare yang kadang-kadang memerlukan penghentian obat.
Indikasi. Diindikasikan untuk obat anti tuberkulosis yang
dikombinasikan dengan anti tuberkulosis lain untuk terapi awal
maupun ulang.
Kontraindikasi. Sindrom syok, anemia hemolitik akut, dan
gangguan hati. penderita gangguan ginjal.

• PIRAZINAMIDA

Mekanisme kerja. Merupakan pro-drug dan diubah menjadi


bentuk aktif (asam pyrazinoic) oleh enzim peroksidase
nicotinamidase dikenal sebagai pyrazinamidase (PncA). Asam
Pyrazinoic menghambat aksi sintetase asam lemak I (FAS I).
FAS I adalah terlibat dalam sintesis asam mycolic rantai pendek
merupakan komponen struktural penting dari dinding sel
mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan. Obat ini
bersifat bakterisidal, terutama dalam keadaan asam dan
mempunyai aktivitas sterilisasi intraseluler. Dosis harian yang
dianjurkan 25 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten
3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg\kg BB.

Farmakokinetik. Absorpsi secara oral diserap dengan baik.


didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan
termasuk paru-paru, hati, CSF. Ikatan protein 50%. Metabolisme
dalam hati. Waktu paruh 9-10 jam, waktu yang berkepanjangan
menyebabkan fungsi ginjal atau hati berkurang. Waktu puncak
konsentrasi serum dalam 2 jam. Eliminasi dalam urin (4%
sebagai obat tidak berubah).
Efek samping. Obat ini bersifat hepatotoksik yang berkaitan
dengan dosis pemberian dan dapat menjadi serius. Obat ini
sangat efektif terhadap tuberkulosis bila digabungkan dengan
INH, tetapi dilaporkan lebih kurang 14% penderita akan
mengalami gangguan hati yang berat, serta kematian dapat
terjadi karena timbulnya nekrosis. Karena efek hepatotoksik,
pemeriksaan uji hati perlu dilakukan sebelum pemberian obat ini.
Penggunaan pirazinamid secara rutin menyebabkan
hiperuresemia, biasanya asimtomatik. Jika gejala penyakit gout
timbul, dan pengobatan dengan pirazinamid dibutuhkan,
penderita sebaiknya juga mendapat alopurinol/probenesid.
Indikasi. Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi
dengan anti tuberkulosis lain.
Kontraindikasi. Kontraindikasi terhadap gangguan fungsi hati
parah, porfiria, Hipersensitivitas.

• STREPTOMISIN

Mekanisme kerja. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis


protein pada ribosom mikrobakterium dan bersifat bakterisid,
terutama terhadap basil tuberkel ekstraseluler, dosis harian yang
dianjurkan 15 mg\kg BB, sedangkan pengobatan untuk intermiten
3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur
sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr\hari, sedangkan untuk umur
sampai 60 tahun lebih dosisnya 0,50 gr\hari.










Farmakokinetik. Pendistribusian ke dalam jaringan tubuh dan
cairan kecuali otak, jumlah kecil masuk kedalam CSF hanya
dengan meninges meradang, melintasi plasenta dan sejumlah
kecil muncul di ASI. Ikatan protein 34%.
Waktu paruh bagi bayi baru lahir 4-10 jam, dewasa 2- 4,7 jam
bila berkepanjangan menyebabkan kerusakan ginjal. Waktu
puncak konsentrasi serum, secara im dalam 1-2 jam. Eliminasi
30% sampai 90% dari dosis diekskresikan sebagai obat tidak
berubah dalam urin, dengan jumlah kecil (1%) diekskresikan
dalam empedu, saliva, keringat, dan air mata.
Efek samping. Sakit kepala atau lesu biasanya terjadi setelah
penyuntikan dan umumnya bersifat sementara. Reaksi
hipersensitivitas sering terjadi pada minggu pertama pengobatan
dan biasanya lebih ringan dibandingkan INH. Obat ini bersifat
ototoksik menimbulkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan dengan gejala vertigo, mual, dan muntah. Selain
itu, obat ini juga bersifat nefrotoksik.
Indikasi. Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama
isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang
dikontraindikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut.
Kontraindikasi. Hipersensitivitas terhadap streptomisin sulfat
atau aminoglikosida lain.

• ETAMBUTOL
Mekanisme kerja. Obat ini menghambat sintesis metabolisme
sel sehingga menyebabkan kematian sel. EMB menghambat
aksi arabinosyl (EmbB). EmbB adalah enzim membran terkait
yang terlibat dalam sintesis arabinogalaktan. Arabinogalactan
merupakan komponen struktural penting dari dinding sel
mikobakteri. Hampir sama strain M. tuberculosis, M. bovis, dan
kebanyakan M. kansasii rentan terhadap obat ini. Obat ini
bersifat bakteriostatik dan bekerja baik intra maupun
ekstraseluler. . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg Bb
sedangkan untuk pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg\kg BB.

Farmakokinetik. Absorpsi 80%. Pendistribusian ke seluruh


tubuh dengan konsentrasi tinggi di ginjal, paru-paru, saliva, dan
sel darah merah; konsentrasi dalam CSF rendah; melintasi
plasenta; diekskresikan ke dalam ASI. Ikatan protein: 20%
sampai 30%. Metabolisme 20% oleh hati untuk metabolit aktif.
Waktu paruh 2,5-3,6 jam (hingga 7 jam atau lebih dengan
gangguan ginjal). Waktu puncak konsentrasi serum dalam waktu
2-4 jam. Eliminasi 50%dalam urin dan 20% diekskresi dalam tinja
sebagai obat yang tidak berubah. Dialisis 5% sampai 20%.
Efek samping. Etambutol jarang menimbulkan efek samping bila
diberikan dengan dosis harian biasa dan efek toksik minimal.
Efek nonterapi yang berat dan berkaitan dengan dosis, yaitu efek
toksik di okular. Gangguan di mata biasanya bersifat bilateral,
yaitu berupa neuritis optik dengan gejala penurunan ketajaman
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna merah
dengan hijau, lapangan pandangan mata menyempit, dan dapat
terjadi skotoma perifer ataupun sentral. Gangguan ini biasanya
bersifat reversibel. Karena itu, sebelum etambutol diberikan, uji
ketajaman penglihatan dan uji buta warna sebaiknya dilakukan.
Indikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi
tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika
diduga ada resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini
dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak
usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.
Kontraindikasi. Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti
neuritis optik.

 Obat Sekunder
• KANAMISIN

Termasuk golongan aminoglikosida dan bersifat bakteriosid


dengan menghambat sintesis protein mikroba. Efeknya terhadap
M. tuberculosis hanyalah bersifat supresif. Pada pemberian IM
obat ini diserap dengan cepat dan sempurna, kanamisin sukar
masuk kedalam CBF. Metabolismenya dapat diabaikan,
ekskresinya melalui ginjal kira-kira 90% dan dalam bentuk utuh.
Masa paruh obat ini sekitar 2 Jam.

• ASAM AMINOSALISILAT

Karena kurang dapat diterima penderita, asam aminosalisilat


sekarang sudah jarang digunakan. Obat ini bersifat bakteriostatik
yang bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap asam p-
aminobenzoat (PABA) dalam biosintesis folat.

• ETIONAMID

Analog struktural isoniazid ini diperkirakan bekerja dengan


mekanisme yang lain. Etionamid efektif pada pemberian per oral
dan distribusikan secara luas keseluruh tubuh , termasuk cairan
serebrospinalis. Metabolismenya hebat. Etionamid dengan
menghambat asetilasi isoniazid. Air kemih adalah tempat
ekskresinya yang utama. Efek samping yang membatasi
penggunaannya meliputi iritasi lambung, hepatotoksisitas,
neuropati perifer dan neuritis optikus.

• SIKLOSERIN

Obat tuberkolostatik yang efektif per oral ini tampaknya


mengantagonis langkah-langkah sintesis dinding sel bakteri yang
melibatkan D-alanine. Distribusi seluruh tubuh termasuk cairan
serebrospinalis baik. Sikloserin mengalami metabolisme, dan obat
induk serta metabolitnya diekskresikan melalui urine. Pada
insufiensi ginjal akan terjadi akumulasi obat. Efek samping
melibatkan gangguan saraf pusat , dapat mencetuskan aktivitas
kejangepilepsi. Neuropati perifer juga merupakan suatu masalah
dengan sikloserin.

2.3.2 Pengobatan OAT

Sebelum ditemukan kombinasi obat-obat yang dapat memusnahkan


penyebab penyakit, bentuk pengobatan terbatas pada terapi simptomatis
seperti mengurangi batuk dan menghilangkan demam, istirahat total di
sanatorium dan diet makanan bergizi yang kaya lemak dan vitamin A.

Obat TB yang pertama kali ditemukan adalah streptomisin, disusul


kemudian dengan PAS dan INH. Sampai tahun 1970-an kombinasi
standar untuk pengobatan TB menggunakan ketiga obat di atas. Sesudah
tahun 1970 kombinasi standar untuk TB menjadi INH, ethambutol dan
rifampisin.

Dengan pengobatan modern, setelah 4 sampai 6 minggu pasien


bebas bermasyarakat seperti biasa karena tidak lagi menularkan kuman
TB. Basil TB terkenal sangat ulet dan sulit ditembus zat kimia (obat)
karena dinding sel bakteri mengandung banyak lemak dan lilin (wax),
sehingga pengobatan TB memerlukan periode waktu yang cukup lama .
Tujuan pengobatan kombinasi :

• Mencegah resistensi
• Praktis karena dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
• Mengurangi efek samping.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu :

1. Fase intensif (2-3 bulan)

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif


membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat
yang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri
dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis.
Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi
negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis
Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2
bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35
mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.

Rejimen pengobatan TB mompunyai kode standar yanq


menunjukkan tahap dan lama pengobatan. Jenis OAT cara pemberian
(harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan dosis tetap contoh :
2HR2E/4H3R3 atau 2HRZES/5HRE Kode huruf tersebut adalah
akronim dari nama obat yang dipakai, yakni:

H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin

Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau


frekwensi. Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE , artinya digunakan
selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk
angka dibelakang huruf, seperti pada "4H3R3" artinya dipakai 3 kali
seminggu ( selama 4 bulan). Sebagai contoh, untuk TB kategori I
dipakai 2HRZE/ 4H3R3, artinya : Tahap awal/intensif adalah 2HRZE :
Lama pengobatan 2 bulan. masing masing OAT (HRZE) diberikan
setiap hari Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama pengobatan 4 bulan.
masing masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.

2. Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu
yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat
selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi
selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan
Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat
diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.

Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi.


Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat
untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara
obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.

2.3.3 Perbedaan Infeksi TB Pasif dan Aktif

Infeksi TB ( TB Pasif ) Infeksi TB ( TB Aktif )


1.Tidak ada gejala-gejala 1.Terdapat gejala-gejala seperti:
- Batuk lebih dari 2 minggu
- Nyeri dada
- Batuk darah
- Dahak bercampur darah
- Badan lemah
- Nafsu makan menurun
- Berat badan turun
- Berkeringat pada malam hari
- Demam
2.Tidak menular ke orang lain 2. Menularkan ke orang lain

3.Hasil tes kulit positif 3. Hasil tes kulit positif

4.Hasil foto XRay dada dan tes 4. Hasil foto XRay dada dan tes dahak
dahak normal abnormal

2.3.4 Spesialite OAT

GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK

Isoniazid (Isoniazidum) INH Ciba Novartis Indonesia


Isonex Dumex
Rifampisin (Rifampicinum) Rifabiotic Bernofarm
Rifamtibi Sanbe
Pyrazinamid (Pyrazinamidum) Pezeta Novartis Indonesia
Ethambutol Cetabutol Soho
Kalbutol Kalbe farma
Etibi Rocella
Isoniazida+Vit B6 Pehadoxin Phapros
Inoxin Dexa Medica
INH+Vit B6+Ethambutol Intam 6 Rhone P
Meditam Medikon
Mycotambin-INH Forte UAP
Rifampicin+INH Rimetazid Biochemie
Ramicin-Iso Westmont

BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis ( TB ) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan


oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini paling sering menyerang paru-
paru kemudian organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam
seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya. Ketika seorang pasien TB paru
batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet
bakteri dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena
sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet bakteri tadi menguap.
Menguapnya droplet ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan
membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkulosis. Pengobatan terapi
kombinasi obat-obatan Isoniazida-Rifampisin-Pirazinamida saat ini
diyakini sebagai OAT pilihan pertama yang efektif dalam penyembuhan
pasien TB
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman


Nasional Penanggulangan Tuberculosis, cetakan ke-7. Jakarta
2. Lucya Nitri. 2010. Aktivitas antibiotik Isoniazida
terhadap Mycobacterium Tuberculosis. URL :
http://thitiechenree.blogspot.com/2010/10/makalah-
seminar-mata-kuliah.html.
3. Syarif, Amir dkk. 1987. Farmakologi dan Terapi Edisi 3. Bagian
Farmakologi, fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Tuberkulosis - Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia 2006. ISBN 979-96614-7-1

Anda mungkin juga menyukai