Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kita sering mendengar lupus tapi tak tahu secara pasti apa lupus itu?
Sebagian orang yang menganggap bahwa lupus merupakan penyakit kutukan
dari Tuhan. Penyakit lupus ada 2 bentuk, yaitu : lupus eritematosus diskoid
yang mengenai kulit saja dan sistemik lupus eritematosus (SLE) yang
menyerang lebih dari satu sistem organ selain kulit serta bersifat fatal.
Istilah lupus sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti serigala (wolf)
dan erythematosus artinya warna kemerahan pada kulit (terutama kulit daerah
muka). Dahulu kerusakan kulit mirip dengan gigitan dari serigala. Baru pada
tahun 1828. dr.Laurent T. Biett seorang dokter kulit yang berasal dari Prancis
memperkenalkan penyakit ini. Empat puluh lima tahun kemudian tepatnya
tahun 1873, dokter Moriz Khon Kaposi dari Austria menyatakan bahwa
penyakit ini selain mengenai kulit juga menyerang organ dalam. Pada tahun
1954 ditemukan adanya otoantibodi pada penderita lupus.
Pada makalah ini ada pembatasan masalah, kelompok hanya membahas
SLE. Lupus Eritematosus Sistemis (SLE) adalah penyakit radang atau
inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan
sistem imun. Tanda gejalanya sering ditemukan ruam merah pada wajah /
butterfly rash, nyeri pada persendian, rambut rontok, dll.
Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia
(yayasan lupus Indonesia). Prevalensi pada berbagai populasi berbeda-beda
bervariasi antara 3-400 orang per 100000 penduduk (alba, 2003). SLE lebih
sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika Amerika, Cina
dan mungkin juga Filiphina. Di Amerika Serikat, penyakit ini menyerang
perempuan Afrika Amerika tiga kali lebih sering daripada perempuan
Kaukasia dan jika penyakit ini baru muncul pada usia di atas 60 tahun,
biasanya akan mudah untuk diatasi.
Untuk mengetahui mengenai SLE lebih lanjut dan asuhan
keperawatannya, akan diulas di bab tinjauan teori.

1|Page
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi SLE ?
2. Bagaimana penyebab / etiologi SLE ?
3. Bagaimana patofisilogi SLE ?
4. Bagaimana tanda dan gejala SLE ?
5. Bagaimana komplikasi SLE ?
6. Bagaimana epidemiologi SLE ?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik SLE ?
8. Bagaimana penatalaksanaan SLE ?
9. Bagaimana pertimbangan khusus SLE ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada SLE ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi SLE.
2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab / etiologi SLE.
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi SLE.
4. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala SLE.
5. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi SLE.
6. Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi SLE.
7. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik SLE.
8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan SLE.
9. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan khusus pada penderita
SLE.
10. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan SLE.

2|Page
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Syndrome Lupus Erythematosus

Istilah lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti serigala (wolf) dan
erythematosus artinya warna kemerahan pada kulit (terutama kulit daerah
muka). Dahulu kerusakan kulit mirip dengan gigitan dari serigala. Baru pada
tahun 1828. dr.Laurent T. Biett seorang dokter kulit yang berasal dari Prancis
memperkenalkan penyakit ini. Empat puluh lima tahun kemudian tepatnya
tahun 1873, dokter Moriz Khon Kaposi dari Austria menyatakan bahwa
penyakit ini selain mengenai kulit juga menyerang organ dalam. Pada tahun
1954 ditemukan adanya otoantibodi pada penderita lupus.
Lupus Eritematosus Sistemis (SLE) adalah penyakit radang atau
inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan
sistem imun. LES termasuk penyakit kolagen-vaskuler yaitu suatu kelompok
penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah
yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan
yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit kolagen-vaskuler sering tidak
diketahui, tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit
tersebut. (Helmi, hal.251)
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh.
Lupus eritematosus merupakan gangguan inflamasi kronis jaringan ikat
yang muncul dalam dua bentuk : lupus eritematosus diskoid yang mengenai
kulit saja dan sistemik lupus eritematosus (SLE) yang menyerang lebih dari
satu sistem organ selain kulit serta bersifat fatal. SLE ditandai oleh remisi dan
eksaserbasi yang rekuren dan sering dijumpai terutama pada musim semi
serta musim panas. (Kowalak, Wels, Mayer, hal 494)
Seperti yang diungkapkan dalam buku kecil care for lupus (syamsi
dhuha), lupus adalah sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai
lupus eriteematosus. Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan

3|Page
menderita penyakit lupus erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada
dirinya sendiri. Penyakit lupus adalah istilah dari bahasa latin yang berarti
serigala. Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya memiliki
butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa di
pipi serigala, tetapi berwarna putih.

Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut systemic lupus


erythematosis (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh
tubuh atau system internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan
tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada lupus,
tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan
membuat terlalu banyk antibody yang akhirnya menyerang tubuh.

2.2 Etiologi
Penyebab pasti SLE masih merupakan misteri, tetapi bukti yang ada
menunjukkan faktor-faktor imunologi, lingkungan, hormonal, dan genetik
yang saling terkait. Faktor-faktor ini dapat meliputi :

1. Stres fisik atau mental


2. Infeksi streptokokus atau virus
3. Pajanan cahaya matahari atau ultraviolet
4. Imunisasi
5. Kehamilan
6. Metabolisme estrogen yang abnormal
7. Terapi dengan obat tertentu, seperti prokainamid (Pronestyl), hidralazin
(Apresoline), antikonvulsan, dan yang lebih jarang, penisilin, obat-obat
sulfa, serta kontrasepsi oral (pil KB).

2.3 Patofisiologi
Patofisiologi SLE (Epstein,1998)

Berdasarkan profil sitokinin sel T dibagi menjadi 2 yaitu Th1 dan Th2.
Sel Th1 berfungsi mendukung sel-cell-mediatin immunity, sedangkan Th2
menekan sel tersebut dan membantu sel B untuk memproduksi antibodi. Pada

4|Page
pasien SLE ditemukan adanya IL-10 yaitu sitokinin yang diproduksi oleh sel
Th2 yang berfungsi menekan sel Th1 sehingga mengganggu cell-mediatin
immunity.
Sel T pada SLE juga mengalami gangguan berupa berkurangnya
produksi IL-2 dan hilangnya respon terhadap rangsangan menentukan IL-2
yang dapat membantu meningkatkan ekspresi sel T(mok dan lau, 2003).
Abnormalitas dan disregulasi system imun pada tingkat seluler dapat
berupa gangguan fungsi limfosit T dan B, NKC, dan APCs. Hiperaktifitas sel
T terjadi seiring dengan limfositopenia sel T karena antibody antilimfosit T.
Peningkatan sel B yang teraktifasi menyebabkan terjadinya
hipergammaglobulinemia yang berhubungan dengan reaktivitas self-antigen.
Pada sel B, reseptor sitokin, IL-2, mengalamai peningkatan sedangkan CR1
menurun (silfia and Isenberg, 2001). Hal ini juga meningkatkan heat shock
protein 90 (hsp 90) pada sel B dan CD4+. Kelebihan hsp 90 akan terlokalisasi
pada permukaan sel limfosit dan akan menyebabkan terjadinya respon imun.
Sel B mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor atau sitotoksik) dan CD4+
(Inducer atau helper). SLE ditandai dengan peningkatan sel B terutama
berhubungan dengan subset CD4+ dan CD45R+. CD4+ membantu
menginduksi terjadi supresi dengan menyediakan signal bagi CD8+ (Isenberg
and Horsefal, 1998). Berkurang jumlah total sel T juga menyebabkan
berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai ke CD8+ juga
berkurang dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B yang
hiperaktif. Berkurangnya kedua subset sel T ini yang umum disebut double
negative ( CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis dan sekresi autoantibodi (mok
and lau, 2003). Cirri khas autoantibodi ini adalah bahwa mereka tidak spesifik
pada suatu jaringan tertentu dan merupakan komponen integral dari semua
jenis sel sehingga menyebabkan inflamasi dan kerusakan organ secara luas
( albar, 2003) melalui 3 mekanisme yaitu pertama kompleks imun (misalnya
DNA-Anti DNA) terjebak dalam membran jaringan dan mengaktifkan
komplemen yang memnyebabkan kerusakan jaringan. Kedua koma auto
antibody tersebut mengikt komponen jaringan atau antigen yang terjebak
dalam jaringan , komplemen akan teraktivasi dan terjadi kerusakan jaringan.

5|Page
Mekanisme yang terakir adalah autoantibody menempel pada membrane dan
menyebabkan aktivasi komplemen yang berperan dalam kematian sel atau
autoantibody masuk kedalam sel dan berikatan dengan inti sel dan
menyebabkan menurunnya fungsi sel tetapi belom diketahui mekanismenya
terhadap jaringan (Epstain, 1998) .
Gangguan system imun pada SLE dapat berupa gangguan klerens
kompleks imun, gangguan pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan
penurunan up-take kompleks imun pada limfa (albert,2003) gangguan klirens
kompleks imun dapat disebabkan berkurangnya CR1 dan juga fagositisis yan
inadekuat pada IgG2 dan IgG3 karna lemahnya ikatan reseptor FcyRIIIA. Hal
ini juga berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen C1, C2, C4.
Adanya gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan antigen
terhadap system imun dan terjadinya deposes kompleks imun ( mok lau,2003)
pada berbagai macam organ sehingga terjadi fiksasi komplemen pada organ
tersebut. Peristiwa ini menyebabka aktivasi komplemen yang menghasilkan
mediato-mediator inflamasi yang menimbulkan radang. Reaksi radan inilah
yang menyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau tempat yang
bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus korodeus, kulit dan
sebagainya (albar, 2003).
Pada pasien SLE, adanya rangsangan berupa UVB (yang dapat
menginduksi appoptasis sel kreatonosit) atau beberapa obat (seperti
klorpromazi yang menginduksi opotosis sel limfoblas) dapat meningkatkan
apoptosis sel yang dilakukan oleh makrofag. Sel dapat mengalami apoptosis
melalui kondensasi dan frakmentasi inti serta kontraksi sitoplasma.
Phosphatidylserine (PS) yang secara normal berada dalam membrane sel,
pada saat apoptosis berada dibagian luar membrane sel. Selanjutnya terjadi
ikatan dengan CRP, PSP, SAP,dan komponen komplemen yang akan
berinteraksi dengan sel fagosit melalui reseptor membrane seperti transporter
APC 1, komplemen reseptor (CR1, 3, 4) reseptor alfa beta3, CD36, CD14,
lektin, manosereseptor (MR) yang menghasilkan sitokin anti inflamasi.
Sedangkan pada SLE yang terjadi adalah ikatan dengan autoantibody yang
kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Fcyr yang akan menghasilkan

6|Page
sitokin pro inflamasi. Selain gangguan apoptosis yang dilakukan oleh
makrofag pada pasien SLE juga terjadi gangguan apoptosis yang disebabkan
oleh gangguan Fas dan bcl-2 (bijl et al.,2001)

2.4 Tanda dan Gejala


Awitan SLE bisa akut atau insidius dan tidak menghasilkan pola klinis
yang khas.

TANDA=TANDA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK


Diagnosis lupus eritematosus sistemik sulit ditegakkan karena
penyakit ini kerap kali menyerupai penyakit lain; gejalanya mungkin tidak
jelas dan sangat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lain.
Karena alasan inilah, American Rheumatism Association
mengeluarkan daftar kriteria klasifikasi SLE yang terutama digunakan
untuk keperluan konsistensi data dalam survei epidemiologi. Biasanya
dalam perjalanan penyakit ini terdapat empat atau lebi tanda klinis yang
ditemukan secara bersamaan.
1. Ruam malar auat diskoid
2. Fotosensitivitas
3. Ulserasi oral atau nasofaring
4. Artritis nonerosif (pada dua atau lebih sendi perifer)
5. Pleuritis atau perikarditis
6. Proteinuria hebat (lebih dari 0,5 g/hari) atau sedimen seluler yang
berlebihan dalam urine
7. Serangan kejang (seizures) atau psikosis
8. Anemia hemolitik, leukopenis, limfopenia, atau trombositopenia
9. Anti dsDNA (anti-double-stranded deoxyribonucleic acid) atau hasil
pemeriksaan antibodi antifosfolipid yang positif (kenaikan antibodi
antikardiolipin, imunoglobin [ig] G atau IgM, hasil tes yang positif
untuk antikoagulan lupus, atau tes serologi positif palsu untuk
penyakit sifilis)
10. Titer antibodi antinukleus (ANA) yang abnormal

7|Page
Meskipun SLE dapat mengenai setiap sistem organ, namun tanda dan
gejalanya berhubungan dengan cedera jaringan dan inflamasi serta nekrosis
yang kemudian terjadi sebagai akibat serangan kompleks imun. Umumnya
gejala klinis SLE meliputi :
1. Demam
2. Penurunan berat badan
3. Rasa tidak enak badan (malaise)
4. Keluhan mudah lelah
5. Ruam
6. Poliartralgia

Tanda dan gejala tambahan dapat meliputi :

1. Lesi pada sendi yang serupa dengan artritis rematoid (meskipun artritis
lupus biasanya tidak erosif)
2. Lesi kulit yang paling sering berupa ruam eritematus di daerah yang
terpajan cahaya (ruam bentuk kupu-kupu yang klasik pada hidung dan
pipi terdapat pada kurang dari 50% pasien) atau ruam berbentuk papula
dan skuama (yang menyerupai psoriasis), khususnya di bagian tubuh
yang terkena cahaya matahari
3. Vaskulitis (khususnya pada jari-jari) yang mungkin terjadi karena lesi
yang bersifat infark, ulkus tungkai yang nekrotik atau gangren pada jari-
jari
4. Fenomena Raynaud (sekitar 20% pasien)
5. Patchy alopecia dan ulkus yang tidak terasa nyeri pada membran mukosa
6. Abnormalitas paru, seperti pleuritis, efusi pleura, pneumonitis, hipertensi
pulmoner dan yang lebih jarang terjadi, perdarahan pulmoner
7. Kelainan jantung, seperti perikarditis, miokarditis, endokarditis, dan
aterosklerosis koroner yang dini
8. Hematuria mikroskopik, piuria, dan sedimen urine dengan silinder seluler
(celluler casi) akibat glomerulonefritis yang mungkin berlanjut menjadi
gagal ginjal (khususnya bila tidak ditangani dengan baik)

8|Page
9. Infeksi saluran kemih yang mungkin disebabkan oleh peningkatan
kerentanan pasien terhadap infeksi
10. Gangguan serangan kejang (seizures) dan disfungsi mental
11. Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP), seperti ketidakstabilan emosi,
psikosis, dan sindrom otak organik
12. Sakit kepala, iritabilitas, dan depresi (sering terjadi)

Gejala konstitusional SLE meliputi :


1. Rasa pegal, tidak enak badan, dan mudah lelah
2. Demam dengan derajat rendah (subfebris) atau dengan lonjakan suhu
tubuh (spiking fever) dan menggigil
3. Anoreksia dan penurunan berat badan
4. Pembesaran limfonodus (difus, lokal, dan tidak nyeri ketika ditekan)
5. Nyeri abdomen
6. Mual, muntah, konstipasi
7. Haid yang tidak teratur atau amenore selama fase aktif SLE

2.5 Komplikasi
Komplikasi SLE yang mungkin terjadi meliputi :
1. infeksi lain yang terjadi secara bersamaan
2. infeksi saluran kemih
3. gagal ginjal
4. osteonekrosis tulang pinggul/pangkal paha akibat penggunaan steroid
jangka panjang

2.6 Epidemiologi
Penyebab mortalitas paling tinggi yang terjadi pada awal perjalanan
penyakit LES adalah infeksi yang disebabkan oleh pemakaian
imunosupresan, sedangkan mortalitas pada penderita LES dengan komplikasi
nefritis paling banyak ditemukan dalam lima tahun pertama ketika dimulainya
gejala. Penyakit jantung dan kanker yang berakaitan dengan inflamasi kronik
dan terapi sitotoksik juga merupakan penyebab mortalitas. The Framingham

9|Page
Offspring Study menunjukkan bahwa wanita dengan usia 35-44 tahun yang
menderita LES mempunyai risiko 50 kali lipat lebih besar untuk terkena
infark miokard daripada wanita sehat. Penyebab peningkatan penyakit
coronary artery disease (CAD) merupakan multifaktor termasuk disfungsi
endotelial, mediator inflamasi, kortikosteroid yang menginduksi
arterogenesis, dan dislipdemia yang berkaitan degan penyakit ginjal (salah
satu manifestasi klinis dari LES). Dari suatu hasil penelitian menunjukkan
penyebab mortalitas 144 dari 408 pasien dengan LES yang dimonitor lebih
dari 11 tahun adalah lupus yang aktif (34%), infeksi (22%), penyakit jantung
(16%), dan kanker (6%).
Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia
(yayasan lupus Indonesia). Prevalensi pada berbagai populasi berbeda-beda
bervariasi antara 3-400 orang per 100000 penduduk (alba, 2003). SLE lebih
sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika Amerika, Cina
dan mungkin juga Filiphina. Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1 kasus
per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10000 populasi (bartels,
2006). Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1:1000 (isenbreg and horsfall,
1998). Meskipun bahasa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai
prevalansi yang tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang
ditemukan pada orang yang berkulit hitam yang hidup di Afrika. Di Inggris
SLE mempunyai prevalansi 12 kasus per 100000 populasi, sedangkan di
swediya 39 kasus per 100000 populasi. Di Indonesia sendiri jumlah penderita
SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah
penderita SLE di Amerika yaitu 1500 juta orang (yayasan lupus, Indonesia).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Tes digunakan unuk mendiagnosis LES.
1. Pemeriksaan CRP (C-ractive protein) dan LED
2. Darah rutin, biasanya menunjukkan adanya penurunan kadar leukosit,
hemoglobin, atau platelet

10 | P a g e
3. Tes antibodi, termasuk Antinucleat antibodi (ANA) panel, Anti-double
strand (ds) DNA, Antifosfolipid antibodi, Anti-Smith antibodi, atau
Lupus anticoagulant Multiple test (eg. Direct Russel Viper Venom test)
4. Level komplemen dengan menilai C3 dn C4
5. X-ray dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

Hasil pemeriksaan yang dapat menunjukkan SLE meliputi :


1. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis yang mungkin memperlihatkan
anemia dan penurunan jumlah sel darah putih
2. Jumlah trombosit yang dapat menurun
3. Laju endap darah yang sering meninggi
4. Elektroforesis sering yang dapat memperlihatkan hipergamaglobulinemia

Hasil pemeriksaan diagnostik lain meliputi :

1. Pemeriksaan ANA dan tes sel LE yang menunjukkan hasil positif pada
pasien SLE aktif
2. Antibodi anti-dsDNA (anti-double-stranded deoxyribonucleic acid); tes
ini paling spesifik untuk SLE, memiliki korelasi dengan aktivitas
penyakit, khususnya bila terjadi gangguan pada ginjal, dan membantu
pemantauan hasil terapi; kadar antibodi ini bisa bisa rendah atau tidak
terdapat pada keadaan remisi.
3. Pemeriksaan urine yang mungkin memperlihatkan keberadaan sel darah
merah serta sel darah putih, silinder serta sedimen urine, dan kehilangan
protein yang khas (lebih dari 0,5 g/24jam)
4. Pemeriksaan komplemen serum yang memperlihatkan penurunan kadar
komplemen (C3 dan C4); hasil ini menunjukkan penyakit yang aktif
5. Foto rontgen toraks yang mungkin menunjukkan pleuritis atau
pneumonitis lupus
6. Elektrokardiografi yang mungkin memperlihatkan defek hantaran dengan
gangguan jantung atau perikarditis
7. Biopsi ginjal untuk menentukan stadium penyakit dan luas lesi pada ginjal

11 | P a g e
8. Tes antikoagulan lupus dan antikardiolipin yang mungkin positf pada
sebagian pasien (biasanya pasien dengan kecenderungan menderita
sindrom antifosfolipid pada keadaan trombosis abortus, dan
trombositopenia).

2.8 Penatalaksanaan
Penanganan SLE dapat meliputi :
1. Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk
mengendalikan gejala artritis
2. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison buteprat (Aticort) atau
triamsinolon (Aristocort) untuk lesi yang kuat
3. Penyuntikan kortikosteroid intralesi atau pemberian obat antimalaria,
seperti hidrosiklorokuin sulfat (Plaquenil), mengatasi lesi kulit yang
membandel
4. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan
mencegah eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius
yang berhubngan dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis,
perikarditis, nefritis lupus, vaskulitis serta gangguan pada SSP
5. Terapi steroid dosis tinggi dan terapi sitotoksik (seperti siklofosfamid
[Cytoxan] untuk mengatasi glomerulonefritis proliferatif yang difus
6. Dialisis atau transplantasi ginjal untuk gagal ginjal
7. Obat-obat antihipertensi dan modifikasi diet untuk meminimalkan efek
lesi pada ginjal

Pengobatan SLE
Pengobatan penderita lupus disesuaikan dengan kebutuhan penderita,
umur, jenis kelamin, keadaan kesehatan umumnya,gejala klinis yang diderita,
dan car hidup penderita. Tujuan pengobatan selin mengatasi keluhan dan
gejala klinis penderita juga untuk mencegah kekambuhan, dan mengurangi
terjadinya kerusakan organ dan mencegah komplikasi.

12 | P a g e
Obat-obat byang dapat diberikan adalah:
NSAID, (Non Steroidal Anti-Infmlammatorry drugs), misalnya ibuprofen
dan mapraxzn, menghambat inflamasi, mengurangi nyeri sendi, nyeri dada
dan mengatasi demam.

2.9 Pertimbangan Khusus


Pengkajian yang cermat, tindakan suportif, dukungan emosi, dan edukasi
pasien semua merupakan bagian penting dalam rencana asuhan keperawatan
bagi pasien SLE :
1. Awasi gejala konstitusional: nyeri atau kaku sendi, kelemahan, demam,
rasa mudah lelah, dan menggigil. Amati kemungkinan dispnea, nyeri
dada, dan edema pada ekstremitas. Catat ukuran, tipe dan lokasi lesi pada
kulit. Periksa adanya hematuria, periksa apakah kulit kepala mengalami
kerontokan rambut, dan periksa apakah terdapat petekie, perdarahan,
ulserasi, pucat dan memar pada kulit serta membran mukosa
2. Terapkan diet seimbang. Lesi pada ginjal dapat memerlukan diet rendah
protein rendah geram
3. Anjurkan pasien banyak istirahat. Jadwalkan tes diagnostik dan tindakan
lain untuk memberi kesempatan istirahat lebih lama. Jelaskan kepada
pasien semua tes atau pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan. Beri
tahu pasien bahwa pada awalnya harus dilakukan beberapa kali
pengambilan darah dan kemudian tindakan ini akan dilakukan secara
periodik; semua ini diperlukan untuk memantau perjalanan penyakit
4. Lakukan kompres panas untuk meredakan rasa nyeri dan kaku sendi.
Anjurkan latihan teratur untuk mempertahankan rentang pergerakan sendi
(RPS) penuh dan mencegah kontraktur. Ajarkan latihan RPS dan teknik
meluruskan tubuh (body aligment) serta teknik postural. Atur jadwal
fisioterapi dan konseling okupasi jika diperlukan
5. Jelaskan manfaat yang diharapkan dari pemberian obat-obat yang
diresepkan dokter. Awasi kemungkinan efek samping obat yang
merugikan, khususnya ketika pasien menggunakan kortikosteroid dosis
tinggi

13 | P a g e
6. Sarankan pasien yang memakai obat siklofosfamid untuk mejaga hidrasi
yang adekuat. Jika obat ini digunakan, berikan mesna untuk mencegah
sistitis hemoragik dan ondansetron untuk mencegah nausea serta vomitus
7. Pantau tanda-tanda vital, asupan dan haluaran cairan, berat badan, dan
hasil laboratorium. Cek frekuensi deyut nadi dan awasi kemungkinan
ortopnea. Periksa feses dan sekret GI untuk menemukan darah.
8. Awasi hipertensi, kenaikan berat badan, dan tanda-tanda gangguan ginjal
lain
9. Kaji tanda-tanda kerusakan neurolog; perubahan kepribadian, perilaku
psikotik atau paranoid; ptosis atau diplopia. Waspadai kemungkinan
serangan kejang. Jika terdapat fenomena Raynaud, hangatkan dan
lindungi kedua belah tangan dan kaki pasien
10. Berikan saran kosmetik, seperti menganjurkan pemakaian alat makeup
hipoalergenik dan rujuk asien kepada penata rambut yang ahli di bidang
kulit kepala
11. Nasihati pasien untuk menebus resep obat dengan jumlah yang penuh.
Ingatkan pasien agar tidak menggunakan obat-obat “mujiza” yang
dipromosikan dapat mengurangi gejala artritis
12. Rujuk pasien kepada Yayasan Lupus dan Artritis jika diperlukan

14 | P a g e
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Kasus

Pasien datang ke IGD RSAM dengan keluhan mata dan muka terasa
panas dan gatal yang disertai dengan nyeri pada bibir dan mulut sehingga
sulit mengunyah, timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan. Kulit
muka kemerahan sudah dirasakan pasien sejak + 3 tahun yang lalu. Awalnya
kemerahan pada kulit hanya berupa titik-titik saja dan tidak terlalu banyak
tetapi semakin lama semakin banyak dan semakin besar. Mata dan muka
terasa panas dan gatal dirasakan sudah lama kira-kira 2 tahun yang lalu hilang
timbul dan semakin parah saat 3 hari yang lalu. Keluhan panas dan gatal
tersebut semakin jelas apabila terkena matahari, oleh sebab itulah pasien
akhir-akhir ini jarang keluar rumah pada siang hari. Selain itu juga bintik-
bintik merah ini timbul di daerah badan dan punggung tetapi daerah tangan
dan kaki tidak terdapat bintik-bintik merah. Sebelum terdapat gejala demikian
pasien mengaku pernah bekerja di pabrik pengolahan udang selama 7 tahun
sejak tahun 1998. Saat bekerja di pabrik tersebut pasien mengaku sering
gatal-gatal dan panas pada wajah, oleh sebab itulah pasien berhenti bekerja.
Setelah berhenti bekerja bintik-bintik merah pada wajah baru timbul. Satu
bulan yang lalu pasien pernah mengunjungi dokter untuk berobat di klinik
dekat rumahnya. Oleh dokter setempat pasien diberikan obat salep dan tablet
tetapi pasien lupa nama obatnya. Saat pagi hari pasien sulit membuka
matanya karena mata pasien banyak terdapat kotoran atau belek. Selain itu
juga mulut pasien semakin lama semakin panas dan pecah-pecah dan
terkadang mengeluarkan darah. Sendi kaki dan tangan pun terasa nyeri
terutama karena sangat menggangu dalam aktivitasnya sehari-hari. Karena
keluhan tersebutlah pasien dibawa ke IGD RSAM untuk mendapatkan
penanganan medis lebih lanjut.

15 | P a g e
3.2 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny. A No. RM : 091230

Umur : 39 tahun Tgl. MRS : 01-11-2014

Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosa : SLE

Suku/Bangsa : Jawa/ WNI

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA Sederajat

Alamat : Jl. X

Tanggungan : BPJS/Sendiri

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. E
Umur : 41 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Suami
Pekerjaan : Wirausahawan
Alamat : Jl. X

2. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat Sebelum Sakit


Penyakit berat yang penah diderita: Klien mengatakan tidak pernah
mengalami penyakit yang berat
Obat-obat yang biasa dikonsumsi : CTM
Kebiasaan berobat : klien mengatakan biasanya berobat
di dokter dekat rumahnya

16 | P a g e
Alergi : klien mengatakan tidak mempunyai
riwayat alergi
Kebiasaan merokok/alkohol : klien mengatakan tidak merokok

2) Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluhan utama :
P: klien mengatakan keluhan mata dan muka terasa panas dan gatal
yang disertai dengan nyeri pada bibir dan mulut sehingga sulit
mengunyah, timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan
Q: klien mengatakan intensitasnya sering mata dan muka terasa panas,
rasa nyeri di bibir seperti ditusuk-tusuk jarum
R: klien mengatakan rasa panas, gatal, bintik-bintik merah di muka dan
badan, nyeri di bibir
S: klien mengatakan nyerinya skala 5
T: klien mengatakan rasa panas, gatal dan nyerinya semakin parah sejak
3 hari yang lalu

3) Riwayat keluhan utama


Upaya yang telah dilakukan :

Klien mengatakan kulit muka kemerahan sudah dirasakan pasien sejak


+ 3 tahun yang lalu. Awalnya kemerahan pada kulit hanya berupa titik-
titik saja dan tidak terlalu banyak tetapi semakin lama semakin banyak
dan semakin besar. Mata dan muka terasa panas dan gatal dirasakan
sudah lama kira-kira 2 tahun yang lalu hilang timbul dan semakin parah
saat 3 hari yang lalu. Keluhan panas dan gatal tersebut semakin jelas
apabila terkena matahari.

Terapi/operasi yang pernah dilakukan:


Klien mengatakan satu bulan yang lalu pernah mengunjungi dokter
untuk berobat di klinik dekat rumahnya. Oleh dokter setempat klien
diberikan obat salep dan tablet tetapi klien lupa nama obatnya. Saat pagi
hari klien sulit membuka matanya karena mata klien banyak terdapat
kotoran atau belek. Selain itu klien mengatakan mulut pasien semakin

17 | P a g e
lama semakin panas dan pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan
darah. Sendi kaki dan tangan pun terasa nyeri terutama karena sangat
menggangu dalam aktivitasnya sehari-hari. Karena keluhan tersebutlah
klien dibawa ke IGD RSAM

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan keluarganya tidak mempunyai riwayat penyakit
seperti dirinya
5) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Klien mengatakan sebelum terdapat gejala demikian klien mengaku
pernah bekerja di pabrik pengolahan udang selama 7 tahun sejak tahun
1998. Saat bekerja di pabrik tersebut klien mengaku sering gatal-gatal
dan panas pada wajah, oleh sebab itulah pasien berhenti bekerja
6) Riwayat Kesehatan Lainnya:
Alat bantu yang dipakai:

-Gigi palsu :  ya  tidak


-Kaca mata :  ya  tidak
-Pendengaran :  ya  tidak
-Lainnya (sebutkan): - (tidak ada)

3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan umum :
Composmentis (CM)
2) Tanda-tanda vital, TB dan BB:
S : 37,50C N : 90x/mnt TD : 100/60 mmHg RR: 20 x/mnt

TB : 155 cm BB rata-rata : 48 kg BB sekarang : 44 kg

4.Body Systems

Pernapasan (B1: Breathing)

Hidung : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan


Trachea :
 nyeri  dyspnea  orthopnea  cyanosis  batuk darah

18 | P a g e
 napas dangkal  retraksi dada  sputum  tracheostomy
 respirator
Suara nafas tambahan :
 wheezing : lokasi …………………………
 ronchi : lokasi …………………………
 rales : lokasi …………………………
 crackles : lokasi …………………………
Bentuk dada :

 simetris  tidak simetris

 lainnya (sebutkan) ……………………………….


Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
 nyeri dada  pusing  sakit kepala  kram kaki  palpitasi

 clubbing finger

Suara jantung:

 normal

 ada kelainan (sebutkan)

Edema:

 palpebra  anasarka  extremitas atas  ekstremitas bawah

 ascites tidak ada

 lainnya (sebutkan):

Persyarafan (B3: Brain)


 composmentis  apatis  somnolent  sopor  koma 
gelisah

Glasgow Coma Scale (GCS):

E:4 V:5 M:4 Nilai total : 13

Kepala dan wajah :


Wajah : Butterfly rash

19 | P a g e
Mata: klien mengatakan nyeri dan Susah membuka mata saat bangun
tidur karena terdapat kotoran mata

Sklera :  putih  icterus  merah  perdarahan

Conjungctiva :  pucat  merah muda

Pupil :  isokor  anisokor  miosis  midriasis

Leher (sebutkan) : tidak ada pergeseran tulang dan benjolan

Refleks (spesifik) : tidak ada gangguan reflek menelan

Persepsi sensori:

Pendengaran :

- kiri : tidak ada gangguan pendengaran

- kanan : tidak ada gangguan pendengaran

Penciuman : tidak ada gangguan penciuman

Pengecapan :  manis:  asin:  pahit:

Penglihatan :

- kiri : tidak ada gangguan pengelihatan

- kanan : tidak ada gangguan pengelihatan

Perabaan :  panas:  dingin:  tekan:

Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)


Produksi urine : 750 ml Frekuensi : 8 x/hari
Warna : kuning pekat Bau : ………
 oliguri  poliuri  dysuri  hematuri  nocturi  nyeri 
dipasang kateter
 menetes  panas  sering  inkotinen  retensi 
cystotomi
 tidak ada masalah
 Alat Bantu (sebutkan)
Klien tidak memakai alat bantu

20 | P a g e
 lainnya (sebutkan)
Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)

Mulut dan tenggorok :

- bibir tampak pecah-pecah, ulser pada mulut


- klien mengatakan bibirnya panas dan terkadang mengeluarkan darah

Abdomen : tidak ada nyeri tekan


Rectum :
BAB : 1 x/ hari Konsistensi: padat
 diare  konstipasi  feses berdarah  tidak terasa
 kesulitan
 melena  olostomy  wasir  pencahar
 lavament
 tidak ada masalah
 Alat Bantu (sebutkan)
 lainnya (sebutkan)
Diet khusus:
Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Kemampuan pergerakan sendi :  bebas  terbatas
- Parese :  ya  tidak
- Paralise :  ya  tidak
- Parese :  ya  tidak
- Lainnya (sebutkan) :
Klien mengatakan sendi kaki dan tangan nyeri
Extremitas:
- Atas :  tidak ada kelainan  peradangan  patah tulang
 perlukaan
Lokasi ………………………………………………………………
- Bawah :  tidak ada kelainan  peradangan  patah tulang
 perlukaan
Lokasi ……………………………………………………………..

21 | P a g e
Tulang belakang …………………………………………………..

Kulit :
-Warna kulit :  ikterik  cyanotik  pucat  kemerahan
 pigmentasi
 lainnya : Dada : Makula eritema ukuran miliar – lentikuler ; Perut :
Makula eritema ukuran miliar – lentikuler
-Akral :  hangat  panas  dingin kering  dingin basah
-Turgor :  baik  cukup  jelek/menurun
Sistem Endokrin
Terapi hormon: ………………………………….
Karakteristik sex sekunder: ………………………
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik:
 Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki pada waktu dewasa
 Kekeringan kulit atau rambut
 Exopthalmus
 Goiter
 Hipoglikemia
 Tidak toleran terhadap panas
 Tidak toleran terhadap dingin
 Polidipsi
 Poliphagi
 Poliuria
 Postural hipotensi
 Kelemahan
Sistem Reproduksi
Laki-laki :
- Kelamin : Bentuk  normal 
Tidak normal (jelaskan) ........................…
Kebersihan  bersih  kotor (jelaskan) …………………………
Perempuan :

22 | P a g e
- Payudara : Bentuk  simetris  asimetris
Tidak normal (jelaskan) ….…………………
Benjolan  tidak ada  ada (jelaskan) ………..…………………
- Kelamin : Bentuk  normal 
tidak normal (jelaskan) ………………...
Keputihan  tidak ada  ada (jelaskan) …………………………..
- Siklus haid: 28 hari  teratur
 tidak teratur (jelaskan) …………………

5. Pola Aktivitas (di Rumah dan di RS)


1) Makan:

Rumah Rumah Sakit

Frekuensi 1X/hari 2x/hari

Jenis menu variasi Nasi tim, sayuran, dan


buah

Porsi ½ porsi ½ porsi

Yang disukai Suka semua Suka semua

Yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada

Pantangan Tidak ada Tidak ada

Alergi Tidak ada Tidak ada

Lain-lain - -

2) Minum:

Rumah Rumah Sakit

Frekuensi sering sering

Jenis minuman Air putih, teh hangat, jus Air putih. Teh hangat

Jumlah (Lt/gelas) 800 ml 1L

23 | P a g e
Yang disukai Air putih Air putih

Yang tidak disukai kopi Kopi

Pantangan Tidak ada Tidak ada

Alergi Tidak ada Tidak ada

Lain-lain - -

3) Kebersihan diri:
Rumah Rumah Sakit

Mandi 2x/hari 1x/hari

Keramas 2 hari sekali -

Sikat gigi 3x/hari -

Memotong kuku 1 minggu sekali -

Ganti pakaian 2x/hari 1x/hari

Lain-lain - -

4) Istirahat dan aktivitas:


Istirahat Tidur
Rumah Rumah Sakit

Tidur Siang Lama 2jam Lama 4 jam


Jam 13.00 s/d jam 15.00 Jam 10.00 s/d jam 14.00

Tidur Lama 8 jam Lama 11 jam


Malam Jam 21.00 s/d jam 05.00 Jam 19.00 s/d jam 05.00

Gangguan Tidak ada Tidak ada


Tidur

Aktivitas
Rumah Rumah Sakit

Aktivitas Lama 12 jam Lama 14 jam


sehari-hari Jam 05.00 s/d jam 17.00 Jam 05.00 s/d jam 19.00

24 | P a g e
Jenis Aktifitas Merawat anak dan suami Bedrest total

Tingkat - -
ketergantunga
n

6. PSIKOSOSIAL SPIRITUAL
1) Sosial/Interaksi:
Hubungan dengan klien :

 kenal  tidak kenal


 lainnya (sebutkan) ………………
Dukungan keluarga :
 aktif  kurang  tidak ada
Dukungan kelompok/teman/masyarakat :
 aktif  kurang  tidak ada
Reaksi saat interaksi :
 tidak kooperatif  bermusuhan 
mudah tersingung
 defensif
 curiga  kontak mata
 lainnya (sebutkan): klien kooperatif
Konflik yang terjadi terhadap :
 Peran  Nilai
 lainnya (sebutkan) ………………

2) Spiritual :
Konsep tentang penguasa kehidupan :

 Tuhan  Allah  Dewa  Lainnya


(sebutkan) ……………………….
Sumber kekuatan/harapan saat sakit :

25 | P a g e
 Tuhan  Allah  Dewa  Lainnya
(sebutkan) ……………………….
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini :
 Sholat  Baca kitab suci Lainnya (sebutkan)
……………………….
Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan
ritual agama yang diharapkan saat ini :
 Lewat ibadah  Rohaniawan Lainnya(sebutkan)
……………………….
Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama :
 Makanan  Tindakan  Obat-obatan
Lainnya(sebutkan): tidak ada
Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam
menghadapi situasi sakit saat ini :
 Ya  Tidak
Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat disembuhkan :
 Ya  Tidak
Persepsi terhadap penyebab penyakit :
 Hukuman  Cobaan/peringatan
 Lainnya (sebutkan) …………………………

7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Darah rutin
Hb : 4,6 gr/dl
LED : 62 mm/jam
Leukosit: 2400/ul
Urine lengkap
Protein: 500mg/dl

8. Terapi
Non-medikamentosa : bedrest, diet lambung

26 | P a g e
Medikamentosa : IVFD RL 20 tetes/menit
Injeksi Dexamethason 1 ampul/8 jam
Injeksi Ranitidne 1 ampul/12 jam
Kandistatin drops 3 gtt l
Tranfusi PRC 6 kolf (900cc)
Hindari pajanan matahari

9. Analisa Data

NO DATA (DS/DO) ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Inflamasi atau Nyeri kronik
Klien mengatakan nyeri pada kerusakan jaringan
bibir, mulut dan sendi-sendi
kaki dan tangan, muka terasa
gatal dan panas disertai
bintik-bintik merah
DO :
-bibir pecah-pecah
-ulser pada mulut
-TD : 100/60 mmHg
S : 37,5ºC

27 | P a g e
DS :
2. - klien mengatakan keluhan Ruam, fotosensitivitas Kerusakan
mata dan muka terasa panas integritas kulit
dan gatal yang disertai
dengan nyeri pada bibir dan
mulut, timbul bintik-bintik
merah pada muka dan badan
- klien mengatakan semakin
panas dan gatal bila terkena
sinar matahari
DO :
-Butterfly rash pada wajah

-bintik-bintik kemerahan
pada wajah dan badan

DS :
Klien mengatakan nyeri pada
3. Nyeri kronis Intoleran aktivitas
kaki dan tangan sehingga
menganggu aktivitas
DO :

- Klien mendapatkan terapi


nonmedikamntosa/tirah
baring
- TD : 100/60 mmHg

DS :
4. Klien mengatakan dirumah Gangguan mengunyah Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari

28 | P a g e
makan hanya 1 kali/hari kebutuhan
DO :
- BB rata-rata : 48 kg ; BB
sekarang : 44 kg
- Makan : habis ½ porsi
- Ulser mulut

5. DS : Nyeri kronis, intoleran Defisit perawatan


aktivitas diri
Klien mengatakan nyeri pada
kaki dan tangan sehingga
menganggu aktivitas

DO :
- Di RS klien mandi dan
ganti pakakian hanya 1 kali

10. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kronik berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ruam, fotosensitivitas
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri kronis
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan gangguan mengunyah
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri kronis, intoleran
aktivitas

29 | P a g e
11. Intervensi Keperawatan

No. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional


Hasil

1 Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan nyeri 1. Nyeri hampir selalu ada


tindakan keperawata pada beberapa derajat
3x24 jam rasa nyeri beratnya keterlibatan
dapat berkurang jaringan/kerusakan
dengan kriteria hasil : 2. Istirahatkan klien 2. Istirahat berguna untuk
mengalihkan rasa nyeri
1. Secara subjektif pasien
klien mengatakan 3. Ajarkan teknik relaksasi
3. Memfokuskan kembali
penurunan nyeri pernapasan dan masagge perhatian, meningkatkan
dengan skala 3 relaksasi dan
punggung
2. TTV dalam batas meningkatkan rasa
normal control, yang dapat
3. Mampu menurunkan
menggunakan ketergantungan

30 | P a g e
tindakan nyeri farmakologis
dengan non- 4. Lakukan kompres hangat
analgesik 4. Mengurangi rasa nyeri
Tindakan kolaborasi
5. Berikan analgesik

5. Untuk menurunkan nyeri


hebat

2. Setelah dilakukan 1. Kaji kulit setiap hari


1. Menentukan garis dasar di
tindakan keperawatan meliputi ruam, warna dan
man perubahan pada
selama 3x24 jam ulser mulut
status dapat di bandingkan
diharapkan pasien
dan melakukan intervensi
dapat menunjukkan
yang tepat
perilaku/teknik untuk
meningkatkan
penyembuhan, 2. Instruksikan hygiene kulit
2. Mempertahankan
mencegah komplikasi
kebersihan karena kulit
dengan kriteria hasil :
yang kering dapat menjadi
barier infeksi
3. Nasehati pasien untuk
1. Klien dapat 3. Untuk menghindari
menggunakan kosmetik kerusakan kulit lebih jauh
mendemonstrasikan
dan preparat tabir surya
aktivitas perawatan
kulit rutin yang
efektif Tindakan kolaborasi
2. Memiliki warna
4. Berikan obat topikal
kulit normal
sesuai indikasi 4. Digunakan pada kulit yang
3. Memakai alat
ruam
5. Berikan NSAID dan
pelindung kulit yang 5. Untuk menghambat
kortikosteroid
dapat menyebabkan inflamasi dan mengurangi
iritasi atau infeksi rasa nyeri pada sendi
berulang
6. Rujuk ke perawat ahli
6. Untuk mendapatkan

31 | P a g e
enterostoma bantuan dalam
pencegahan dan
penanganan luka atau
kerusakan kullit

3. 1. Untuk mengatahui
Setelah dilakukan 1. Kaji respon pasien adanya ADL
tindakan terhadap aktivitas 2. Untuk menyelesaikan
keperawatan 3x24 2. Ajarkan teknik sesuatu sebanyak
jam tidak terjadi penyimpanan energi mungkin dengan
intoleran aktivitas 3. Libatkan keluarga dalam meminimalkan
dengan kriteria rencana keperawatan pengeluaran energi
hasil: 4. Anjurkan pasien untuk 3. Untuk meningkatkan
1. Klien dapat istirahat teratur dan dukungan pada pada
mendemosntra sesuai dengan yang pasien dan keluarga
sikan dibutuhkan mengerti tentang
peningkatan
penyakit dan komplikasi
intoleran
4. Untuk sementara
aktivitas yang
membalikkan efek dari
dapat dikur
keletihan
2. TD dalam
batas normal

12. Implementasi

32 | P a g e
Tanggal/ No. Tindakan Respon Paraf
Jam Dx

1 November 1 1. Mengkaji keluhan nyeri 1. Klien mengatakan Kanza


2014 nyeri pada bibirnya
dan persendian
08.00 WIB kaki dan tangan

08.10 WIB 2. Mengistirahatkan klien 2.Klien kooperatif Kanza

3. Mengajarkan teknik relaksasi


08.15 WIB 3.Klien tampak lebih
pernapasan dan masagge rileks Kanza
punggung Kanza
4. Klien mengatakan
08.30 WIB lebih nyaman di
4. Melakukan kompres hangat kompres, nyerinya
jadi berkurang
sedikit
Tindakan kolaborasi Kanza
08.40 WIB 5. Berikan asam mefenamat 5.Klien kooperatif
saat diberikan obat
sesuai petunjuk dari dokter

2.
14.00 WIB 1. Mengkaji kulit setiap hari 1. Di wajah warna
Kanza
meliputi ruam, warna dan kulit tampak
ulser pada mulut memerah/butterfly
rash, bintik-bintik
kemerahan di
badan, di bibir
tampak pecah-
pecah. Wajah klien
tampak meringis
menahan nyeri

33 | P a g e
Kanza
2.Klien merespon
non-verbal
14.10 WIB
2. Menginstruksikan hygiene mengangguk
kulit 3. Klien merespon Kanza
14.15 WIB non-verbal
mengangguk
3. Menasehati pasien untuk
menggunakan kosmetik dan
preparat tabir surya

4.Klien tampak Kanza


menyeringai saat
14.20 WIB Tindakan kolaborasi dioleskan obat
topikal Kanza
4. Memberikan obat topikal
sesuai indikasi 5. Klien kooperatif

14.25 WIB
5. Memberikan NSAID dan
6.Rujukan Kanza
kortikosteroid sesuai dosis
14.30 WIB yang diberikan dokter Kanza
6. Merujuk ke perawat ahli 1. Klien
mengatakan
enterostoma
20.30 WIB 3. masih
dibantu
anggota
20.33 WIB 1. Mengkaji respon pasien keluarga jika Kanza
beraktivitas
terhadap aktivitas 2. Klien
2. Mengajarkan teknik koopertif
20.38 WIB Kanza
penyimpanan energi 3. Keluarga
20.40 WIB klien
3. Melibatkan keluarga dalam
kooperatif
rencana keperawatan 4. Klien Kanza
4. Menganjurkan pasien untuk kooperatif
istirahat teratur dan sesuai
dengan yang dibutuhkan

34 | P a g e
13. Evaluasi

Tanggal/ No. Evaluasi Paraf


Jam Dx.

4 November 1 S : Klien mengatakan nyerinya berkurang, klien Kanza


2014 mengatakan masih nyeri kalau tidak konsumsi obat

10.00 WIB O : bibir pecah-pecah dan ulser mulut pada klien mulai
mengering

A : masalah sebagian teratasi

P : 1-5 dihentikan. Klien dipulangkan

35 | P a g e
2 S : klien mengatakan rasa panas dan gatal pada wajah dan Kanza
badan sudah mulai berkurang dari sebelumnya

O : masih terdapat ruam merah, butterfly rash, bintik-


bintik mulai berkurang

A : masalah sebagian teratasi

P : 1-6 dihentikan. Klien dipulangkan, pengobatan rawat


jalan

3 S : Klien mengatakan nyeri pada sendinya berkurang


sedikit, klien mengatakan sudah bisa beraktivitas tapi
terkadang masih dibantu

O : TD; 110/70 mmHg

A : masalah teratasi

P : 1-4 dihentikan, pasien dipulangkan

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Simpulan
Istilah lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti serigala (wolf) dan
erythematosus artinya warna kemerahan pada kulit (terutama kulit daerah
muka). Dahulu kerusakan kulit mirip dengan gigitan dari serigala. Lupus
eritematosus merupakan gangguan inflamasi kronis jaringan ikat yang
muncul dalam dua bentuk : lupus eritematosus diskoid yang mengenai kulit
saja dan sistemik lupus eritematosus (SLE) yang menyerang lebih dari satu
sistem organ selain kulit serta bersifat fatal. SLE ditandai oleh remisi dan

36 | P a g e
eksaserbasi yang rekuren dan sering dijumpai terutama pada musim semi
serta musim panas. (Kowalak, Wels, Mayer, hal 494).
Penyebab SLE masih menjadi misteri tapi yang sudah terbukti meliputi :
Stres fisik atau mental, Infeksi streptokokus atau virus, Pajanan cahaya
matahari atau ultraviolet, Imunisasi, Kehamilan, Metabolisme estrogen yang
abnormal, Terapi dengan obat tertentu, seperti prokainamid (Pronestyl),
hidralazin (Apresoline), antikonvulsan, dan yang lebih jarang, penisilin, obat-
obat sulfa, serta kontrasepsi oral (pil KB).
Tanda dan gejala yang khas SLE di wajah ruam merah seperti kupu-
kupu/butterfly rash. Penyakit ini lebih banyak menyerang perempuan
daripada laki-laki.

4.2 Saran
1. Sebaiknya orang-orang tidak mengucilkan orang yang terkena lupus.
2. Sebaiknya jangan beranggapan bahwa penyakit lupus itu penyakit
kutukan dari Tuhan dan tidak ada obatnya.

Daftar Pustaka

Wilkinson, Judith M, Nancy R. Ahern.2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan :


diagnosa NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC

NANDA Internasional.2012. Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC

Kowalak, Wels, Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

37 | P a g e
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta : EGC

Fitriani, rahmi. 2013. Systemic – lupus – erythematosus wordpress.com diakses


pada 1 november 2014 pukul 07.00

38 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai