Anda di halaman 1dari 21

Pediatric Stroke

Disusun Oleh :
Sharon Natalia Runtulalo
112021162

Pembimbing :
dr. Ivan Widjaja, Sp.A (K)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD KOJA Jakarta Utara
Periode 7 Februari – 16 April 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1
Penyakit stroke atau serebrovaskuler bisa ditemukan pada anak-anak sejak mulai
neonatus sampai anak yang sudah besar. Dibandingkan dengan stroke pada orang dewasa, stroke
pada anak sangatlah berbeda mulai dari etiologi sampai patogenesisnya. Pada anak-anak,
perbedaan biologic fundamental membuat tantangan dalam analisis patofisiologi, faktor risiko,
tampilan klinis, diagnosis, pengobatan dan luaran (outcome) stroke. Sickle cell anemia dan
gangguan jantung sering menyebabkan stroke pada anak.1

Klasifikasi stroke dibagi atas stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik dibagi atas
stroke iskemik arterial (arterial ischemic stroke)/AIS dan trombosis sinovenosus serebral
(cerebral sinovenosus thrombosis)/TSS. Pada oklusi arterial yang disebabkan tromboemboli,
mengakibatkan infark fokal di dalam teritorial arteri. Pada TSS, terjadi trombosis simtomatik
dari vena serebral dan/atau sinus venosus dura, tetapi bisa juga mengakibatkan terjadinya infark
venosa parenkimal. Sebaliknya, stroke karena ruptur vaskuler disebut strok hemoragik dan
diklasifikasi secara primer dengan lokasi intrakranial. Bisa terjadi perubahan stroke iskemik
menjadi hemoragik pada berbagai keadaan dimana awalnya infark iskemik bland (tidak ada
darah yang tampak) kemudian menjadi hemoragik.1

Stroke jarang terjadi pada anak-anak tetapi dapat mempengaruhi angka morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Kira-kira 10-25% anak-anak dengan stroke akan meninggal, hingga
25% anak-anak akan mengalami kekambuhan, dan hingga 66% akan mengalami defisit
neurologi persisten atau mengalami kejang, belajar, atau masalah perkembangan berikutnya. Hal
ini tentunya akan berdampak pada kualitas hidup anak dan keluarga, biaya ekonomi dan
emosional bagi masyarakat menjadi lebih besar. Pengenalan dini stroke pada anak harus
mengarah pada konsultasi neurologis yang lebih cepat, pencitraan, pengobatan, dan hasil yang
lebih baik.2 Ketepatan diagnosis dan kecepatan penanganan yang tepat akan menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas stroke pada anak.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
Definisi

Stroke adalah cedera neurologis yang disebabkan oleh oklusi atau pecahnya pembuluh
darah otak. Stroke bisa iskemik, hemoragik, atau keduanya. Stroke iskemik lebih sering
disebabkan oleh oklusi arteri, tetapi dapat juga disebabkan oleh oklusi vena serebral vena atau
sinus. Stroke hemoragik adalah akibat dari perdarahan dari arteri serebral yang pecah atau dari
perdarahan ke lokasi stroke iskemik akut (AIS).2

Epidemiologi

Perkiraan terbaru insiden stroke pada anak adalah sebanyak 2 sampai 13 per 100.000
anak per tahun. Pada penilitian yang dilakukan Agrawal dkk dengan menggunakan retrospektif
untuk studi radiologi berdasarkan pengkodean diagnostik stroke untuk melihat populasi 2,3 juta
anak-anak berusia kurang dari 20 tahun di California Utara, dari penelitian ini ditemukan bahwa
kejadian stroke iskemik arteri sebanyak 2,4 per 100.000 anak per tahun, yang secara signifikan
lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Stroke hemoragik menyumbang sekitar setengah dari
anak-anak yang mengalami stroke, sedangkan trombosis sinus vena serebral (CSVT) pada anak
jarang terjadi, yaitu dengan insiden 0,67 per 100.000 anak per tahun. Namun, stroke pada anak
sering tidak terdiagnosis atau salah diagnosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor
termasuk tingkat kecurigaan yang rendah oleh dokter dan pasien yang datang dengan gejala yang
menyerupai penyakit lain. Dalam satu laporan, 19 dari 45 anak dengan stroke tidak menerima
diagnosis yang benar hingga 15 jam untuk 3 bulan setelah presentasi awal. Studi lain
menunjukkan penundaan hingga 28 jam dalam mencari perhatian medis sejak timbulnya gejala
dan rata-rata 7,2 jam penundaan setelah presentasi sebelum pencitraan otak dilakukan. Namun,
insiden stroke pada anak dilaporkan telah lebih lebih dari dua kali lipat dari perkiraan dekade
sebelumnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kombinasi peningkatan kelangsungan
hidup pada anak-anak dengan faktor risiko stroke, seperti penyakit jantung bawaan, sickle-cell
disease, dan leukimia. Pada beberapa penelitian mengenai gender dan perbedaan etnis
dikemukakan bahwa anak laki-laki dan anak-anak dengan kulit hitam memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk stroke dibanding anak perempuan dan kelompok etnis lainnya.2,3

Klasifikasi

3
Stroke pada anak dapat dibagi menjadi 2, yaitu stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik dibagi lagi menjadi 2, yaitu stroke iskemik arterial (arterial
ischemic stroke/AIS) dan trombosis sinovenosus serebral (cerebral sinovenous
thrombosis/CSVT).1

Stroke Non Hemoragik

Stroke Iskemik Arterial (Arterial Ischemic Stroke/AIS)

Darah arteri mencapai otak melalui sirkulasi anterior (karotis interna) dan posterior
(vertebrobasilar), konvergen pada lingkaran Willis. Stroke paling sering melibatkan wilayah
arteri serebral tengah tetapi dapat terjadi pada arteri serebral dengan ukuran berapa pun. AIS
merupakan infark otak fokal yang dihasilkan dari oklusi arteri ini. AIS sering timbul dalam pola
vaskularisasi; oklusi proksimal MI (infark MCA seluruhnya), distal MI (basal ganglia spare),
anterior dan posterior trunk/M2 oklusi (frontal atau parietal/temporal), lentikulostriata (basal
ganglia dan deep white matter saja). Arteri lentikulostriata sebagai end artery, mempunyai
kolateral yang kurang dan memiliki risiko tinggi kejadian infark permanen yang mengenai
kapsula interna dan merupakan 50% kasus AIS anak. Bila AIS merupakan isolated
lenticulostriate maka sering disertai parainfectious atau arteriopathy inflammatory.1,4

AIS disebabkan karena oklusi trombotik atau embolik arteri serebral sehingga terjadi
iskemik fokal otak. Trombus bisa terbentuk dari dalam arteri serebral (trombus lokal) atau bisa
datang dari sumber embolik di luar arteri serebral. Trombus lokal bisa dari penyakit arteri
serebral (inflamasi vaskuler), darah (gangguan protrombotik), aliran darah (stenosis slow-flow)
atau kombinasi faktor-faktor tersebut. Embolisasi nontrombotik serebral dapat terjadi termasuk
emboli infeksius dalam endokarditis, emboli lemak dan inert material selama prosedur
intravaskular.1

Mekanisme infark otak tergantung pada; durasi iskemik dan waktu restorasi perfusi,
kemampuan suplai darah arteri kolateral, volume dan komponen fungsional dari struktur otak
yang terkena, status maturasi otak, dan proses penyakit yang menyertai serta status metabolik
jaringan otak iskemik.1

Onset akut dari defisit neurologis fokal pada anak adalah stroke sampai terbukti
sebaliknya. Presentasi fokal yang paling umum adalah hemiparesis tetapi defisit visual, bicara,

4
sensorik, atau keseimbangan akut juga terjadi. Yang penting, kejang awitan baru, terutama
kejang motorik fokal, sering menandai stroke pada anak-anak. Anak-anak dengan presentasi ini
memerlukan neuroimaging mendesak dan konsultasi dengan ahli saraf anak, karena intervensi
darurat dapat diindikasikan.4

Trombosis Sinovenosus Serebral (Cerebral Sinovenous Thrombosis/CSVT)

Merupakan stroke non hemoragik karena oklusi pada sistem vena serebralis bisa
menimbulkan gejala simtomatik atau non-simtomatik. Terjadi pada 1 dalam 100.000 anak per
tahun termasuk neonatus serta 1 dalam 4 kasus stroke iskemik anak.1

Drainase vena serebral terjadi melalui sistem sinovenosa serebral. Sistem superfisial
(yaitu vena kortikal, sinus sagital superior) dan sistem dalam (yaitu vena serebral internal,
straight sinus) berkumpul di torcula untuk keluar dari kubah kranial melalui sinus transversal dan
sigmoid berpasangan dan vena jugularis. Pada trombosis sinovenosa serebral (CSVT), oklusi
trombolitik pada struktur vena ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial regional
atau difus, edema serebral, dan pada 50% kasus infark vena atau perdarahan (stroke vena).
CSVT lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa, dan risiko terbesar
pada periode perinatal.4

Mekanisme kejadian CSVT berbeda dengan AIS dalam hal faktor yang membuat
thrombosis di dalam kanal vena serebral. Platelet kurang berperan namun lebih pada faktor
kaskade koagulan dan thrombosis kaya thrombin. Sering pada abnormalitas koagulan bawaan
atau dapatan termasuk obat-obata protrombotik. Berkurangnya trombomodulin pada endothelial
lining pada sinus serebralis dapat meningkatkan kejadian trombosis. Dapat disimpulkan bahwa
CSVT bisa disebabkan oleh karena abnormalitas komponen darah, aliran darah atau dinding
pembuluh darah. Pada kebanyakan anak mekanisme pasti tidak diketahui. Dehidrasi merupakan
faktor risiko untuk tromosis karena menurunkan aliran venus. Pada kasus CSVT septic, infeksi
pada leher atau kepala bisa langsung masuk ke kanal vena menyebabkan tromboflebitis vena
serebralis.1

Mekanisme infark oklusi sinus venosus serebralis akan menyebabkan kenaikan tekanan
vena yang menekan jaringan otak sehingga terjadi infark. Lama-lama akan terjadi infark non-
hemoragik (bland) menjadi hemoragik.1

5
Neonatus dan bayi <1 tahun sering mengalami CSVT. Gambaran klinis tergantung usia
dan sulit melihat tanda dan gejala pada neonatus dan bayi. Tanda bisa muncul dalam hitungan
jam, hari atau bisa tiba-tiba memburuk. Paling sering muncul gejala sakit kepala, letargi, mual
dan muntah, papil edema, paresis N.VI. Gejala mirip hipertensi intrakranial. Kejang lebih sering
terjadi daripada pada AIS. Survey Canadian Pediatric Ischemic stroke registry mendapatkan:
kejang (48%), sakit kepala (54%), papil edema (22%), perubahan kesadaran (49%), dan tanda
fokal (53%).1

Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik termasuk perdarahan intrakranial nontraumatic dan diklasifikasikan


berdasarkan komponen intrakranial yang mengandung hemoragik. Perdarahan intraparenkim
dapat terjadi di lokasi manapun, sedangkan perdarahan intraventrikular dapat diisolasi atau
perluasan dari perdarahan intraparenkim. Pendarahan di luar otak dapat terjadi di ruang
subarachnoid, subdural, atau epidural.4

Gangguan pembuluh darah, komponen darah menjadi faktor penyebab namun jenis lesi
akan mempengaruhi lokasi. Pada anak, kebanyakan kejadian supratentorial namun kanan dan kiri
sama. Adanya hematoma merusak BBB menyebabkan edema otak sehingga terjadi defisit
neurologis, kejang dan kenaikan tekanan intrakranial.1

Presentasi klinis bervariasi sesuai dengan lokasi, penyebab, dan tingkat perdarahan.
Perdarahan akut dapat menampilkan sakit kepala sesaat atau thunderclap, kehilangan kesadaran,
dan kaku kuduk di samping defisit neurologis fokal dan kejang. Stroke hemoragik bisa berakibat
fatal dengan cepat. Pada perdarahan yang berhubungan dengan malformasi vaskular, tinnitus
berdenyut, bruit kranial, makrosefali, dan gagal jantung high-output mungkin ada. Diagnosis
bergantung pada pencitraan, dan CT-scan sangan sensitif terhadap stroke hemoragik akut.
Namun, pungsi lumbal mungkin diperlukan untuk menyingkirkan perdarahan subarachnoid. MRI
sangat sensitif bahkan terhadap sejumlah kecil perdarahan akut dan kronis dan menawarkan
akurasi diagnostik yang lebih baik. Angiografi dengan CT, MR, atau alat katerisasi konvensional
sering diperlukan untuk menyingkirkan kelainan vaskular yang mendasari (misalnya malformasi
vaskular, aneurisma).4

Faktor Risiko dan Penyebabnya

6
Sebagian besar tanda dan gejala stroke tidak spesifik, dan dapat dengan mudah dikaitkan
dengan penyebab lain. Salah satu cara untuk menghindari keterlambatan atau kesalahan dignosis
adalah dengan mengidentifikasi faktor risiko stroke pada anak sehingga dapat dilakukan
penelusuran yang lebih awal dan cepat. Beberapa faktor risiko sering muncul pada anak-anak
dengan stroke sebanyak 25%, yang berarti dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut bahkan ketika
satu faktor risiko telah diidentifikasi.2,5

Perbedaan yang paling mendasar dari stroke pada anak dengan stroke pada dewasa adalah
bahwa faktor risiko stroke pada anak sangat beragam. Penyebab yang umum ditemukan adalah
penyakit jantung bawaan, penyakit sickle cell, trauma, infeksi dan gangguan protrombin.5

 Penyakit Jantung Bawaan


Penyakit jantung bawaan merupakan penyebab tersering stroke pada anak. Sekitar 19%
stroke pada anak ditemukan dengan trombosis arteri (Canadian Pediatric Ischemic
Stroke Registry). Anak dengan anomali anatomi jantung memiliki faktor risiko stroke 2-3
kali dari populasi pada umumnya. Sebelas penyakit jantung kongenital telah
diidentifikasi berperan pada 1/3 kasus stroke non hemoragik pada anak. Penyakit jantung
kongenital sianotik dengan right to left shunt memiliki risiko tertinggi. Hal ini karena
derajat hipoksemia yang lebih berat, sianosis, dan polisitemia sekunder dan anemia yang
terjadi akibat kelainan jantung tersebut. Pada pasien yang menjalani operasi bedah
jantung atau katerisasi jantung, hampir 50% mengalami stroke dalam 72 jam. Masa
perioperasi sangat berisiko untuk serangan stroke, karena makin besarnya risiko
hipoperfusi serebral oleh karena aritmia jantung dan cardiac output yang rendah,
tromboemboli dan infark serebri. Faktor lain yang harus dipertimbangkan sebagai faktor
risiko stroke adalah endokarditis bakterialis dengan embolisme septic. Penyakit jantung
bawaan merupakan faktor risiko stroke yang penting pada anak. Anak dengan penyakit
jantung bawaan dan telah menjalani bedah jantung masih memiliki risiko tinggi stroke
walaupun setelah 5 tahun pasca tindakan, diperkirakan sekitar 7% stroke iskemia dan 2%
stroke perdarahan.5
 Hematologi
Penyakit sickle cell merupakan salah satu penyebab stroke yang sering pada anak.
Insidens penyakit sickle cell adalah 0,13% pada bayi kurang dari 1 tahun dan meningkat

7
sampai dengan 1% pada anak 2-5 tahun. Insidens stroke pada penderita penyakit sickle
cell sebanyak 280 kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Stroke pada
penyakit sickle cell terjadi karena vaskulopati pada bagian distal arteri carotis interna,
dan bagian proksimal arteri cerebri media dan arteri cerebri anterior.5
 Infeksi
Infeksi memainkan peran pada AIS (artrial ischemic stroke) pada anak. Sepertiga kasus
stroke pada anak disebabkan oleh infeksi dan stroke pada anak yang penyebabnya belum
jelas, sekitar 20% memiliki riwayat infeksi varicela (cacar air). Angiopati setelah infeksi
varicela dihubungan dengan stroke iskemik. Infeksi varicela dapat menimbulkan infark
pada ganglia basalis. Akhir-akhir ini, infeksi saluran pernafasan akut bagian atas juga
ditemukan sebagai faktor risiko.5
Infeksi HIV dapat menyebabkan stroke secara sekunder akibat vaskulitis dan vaskulopati
dengan aneurisma atau perdarahan akibat trombositopenia. Mikroorganisme yang
dihubungkan dengan stroke pada anak adalah mycoplasma, chlamydia, enterovirus,
parvovirus 19, influenza A, coxsackie, dan lain-lain. Sekitar 5-12% anak dengan
meningitis bakteri, meningitis tuberkulosa dan ensefalitis virus akan mengalami stroke
akibat vaskulitis dan trombosis.5
 Vaskuler
Kelainan vaskuler yang sering sebagai faktor risiko stroke pada anak adalah malformasi
arteri-vena (AVM), fistula arteri-vena dan aneurisma. Angka kejadian faktor risiko
vaskuler diperkirakan sekitar 42-90% kasus stroke pada anak. Malformasi arteri-vena
merupakan penyebab stroke perdarahan yang sering pada anak dan dapat juga
menimbulkan stroke trombosis. AVM sering dihubungkan dengan sindrom
neurokutaneus seperti Sturge Weber Syndrome, neurofibromatosis.5
Penyakit moyamoya merupakan kelainan vaskuler lain yang dapat menyebabkan stroke
dan dihubungkan dengan sindrom down, neurofibromatosis dan penyakit sickle cell.
Penyakit moyamoya ditandai oleh stenosis yang bersifat kronik dan progresif pada bagian
distal arteri karotis interna dan bagian proksimal arteri cerebri media, anterior dan
posterior.5
 Syndrome dan Penyakit Metabolik

8
Anak dengan sindrom marfan memiliki risiko komplikasi neurovaskuler berupa iskemia.
Anak dengan tubersklerosis memiliki risiko tinggi untuk mengalami emboli dan dapat
terjadi stroke hemoragik akibat hipertensi, akibat tumor, atau rupture pembuluh darah
yang abnormal. Homocysteinuria dapat menyebabkan stroke iskemik akut (AIS).
Defisiensi asam folat atau vitamin B12 juga dapat menyebabkan hiperhomocysteinemia
yang dapat memicu terjadinya stroke.5
 Vaskulitis
Serebral vaskulitis lebih sering terjadi pada anak yang berusia diatas 14 tahun. Beberapa
penyakit vaskulitis yang dapat merupakan faktor risiko stroke adalah penyakit kawasaki,
Henoch-Sconlein Purpura (HSP), polyarteritis nodosa, takayasu’s arteritis, juvenil
rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus (SLE), inflammatory bowel disease,
sarcoidosis, sjogren syndrome atau behcet disease.5
 Keganasan
Tumor intracranial dapat menimbulkan komplikasi perdarahan intracranial. Leukimia dan
limfoma dapat menyebabkan status hiperkoagulasi dan hiperviskositas. Pemberian terapi
Lasparaginase dan prednisone dapat mencetuskan trombosis vena. Terapi radiasi dapat
menimbulkan vaskulopati yang merupakan risiko stroke.5
 Trauma
Trauma kepala dan leher juga merupakan risiko terjadinya iskemia.5
 Obat-obatan
Infark serebri dan perdarahan telah dilaporkan terjadi pada pasien dengan
penyalahgunaan obat-obatan, seperti amphetamine, ektasi, cocain, phencyclidine (PCP).
Penggunaan berlebihan golongan obat ergot alkaloids pada terapi migrein juga
berhubungan dengan risiko iskemia.5

Anamnesis

Riwayat penyakit penting ditelusuri dalam menentukan diagnosis stroke pada anak.
Faktor risiko stroke harus digali seperti suku, riwayat keluarga terutama yang berhubungan
dengan penyakit koagulopati, gangguan serebrovaskuler, penyakit metabolik maupun gangguan
imunologi. Perhatian khusus terhadap penyakit sickle cell, penyakit jantung, riwayat trauma

9
kepala dan leher, adanya infeksi yang mendahului gejala, khususnya infeksi varicela, vaskulitis,
penggunaan obat-obatan dan penyakit kelainan darah.5

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dan neurologi yang lengkap harus dilakukan, karena terdapat hubungan
antara defisit neurologis dan territorial pembuluh darah yang terlibat. Gejala penyakit sistemik
dan gejala kardiovaskuler yang meningkatkan risiko stroke juga harus dikenali dan
diidentifikasi.5

Manifestasi Klinis

Ada beberapa generalisasi yang dapat dibuat tentang bagaimana stroke terjadi pada anak-
anak. AIS paling sering muncul sebagai defisit neurologis fokal. Hemiplegia adalah manifestasi
fokal yang paling umum, terjadi hingga 94% kasus. Stroke hemoragik paling sering muncul
sebagai sakit kepala atau perubahan tingkat kesadaran, dan lebih mungkin menyebabkan muntah
daripada AIS. Kejang sering terjadi pada stroke iskemik dan hemoragik. Mereka terjadi pada
hingga 50% anak-anak dengan stroke, tidak terbatas pada semua kelompok usia, dan tidak
terbatas pada jenis kejang tertentu.2

Secara umum adanya hemiparesis, disfasia/afasia, dan hemianopsia mengacu pada


keterlibatan area supratentorial serebri, sedangkan adanya ataksia merupakan ciri khas dari
keterlibatan infratentorial serebri atau lesi serebral. Sakit kepala terjadi pada 30% anak, dan
harus dibedakan dari hemiplegik migrain atau pecahnya arteri carotis atau vertebral. Kejang
terjadi pada 20-48% kasus dan merupakan bagian manifestasi klinis stroke pada semua usia dan
tidak tergantung pada jenis stroke. Kejang dapat timbul dalam 24 jam pertama sejak onset, dan
meningkatkan risiko epilepsi dalam 6 bulan setelahnya.5

Gejala klinis stroke pada anak bervariasi tergantung pada umur, penyebab, dan territorial
pambuluh darah yang terlibat. Biasanya stroke akibat emboli cenderung menunjukkan gejala
serangan yang mendadak sedangkan stroke akibat trombosis menunjukkan onset gejala yang
gradual. Gejala yang paling umum terjadi pada AIS adalah defisit neurologi fokal seperti lesi
saraf kranial, hemiparesis dan hemisensorik loss (mencapai 94% kasus).5

10
Stroke hemoragik paling sering menimbulkan gejala sakit kepala, penurunan kesadaran,
gangguan bicara, defisit neurologi fokal dan seringkali menimbulkan gejala muntah. Kejang
sering merupajan gejala baik pada AIS maupun stroke hemoragik (terjadi pada sekitar 50% anak
dengan stroke, tidak mengenal usia maupun tipe kejang tertentu). Manifestasi klinis stroke dapat
berbeda-beda tergantung pada usia anak.5

Mungkin ada perbedaan yang signifikan dalam presentasi klinis berdasarkan usia anak.
Semakin muda anak, semakin tidak spesifik gejalanya. Stroke perinatal lebih mungkin untuk
awalnya hadir dengan kejang fokal atau lesu dalam beberapa hari pertama setelah lahir.
Meskipun defisit neurologis fokal dari peristiwa ini mungkin tidak berkembang sampai
berminggu-minggu atau berbulan-bulan kemudian, bayi dalam tahun pertama kehidupan masih
dapat hadir secara akut dengan kelesuan, serangan apnea, atau hipotonia. Balita juga dapat hadir
dengan gejala protean seperti penurunan kondisi umum mereka, peningkatan menangis dan
kantuk, lekas marah, kesulitan makan, muntah, dan gejala seperti sepsis dengan ekstremitas
dingin. Anak-anak yang lebih besar menunjukkan cacat neurologis yang lebih spesifik mirip
dengan orang dewasa. Ini termasuk hemiparesis, bahasa (misalnya afasia) dan kesulitan bicara,
defisit visual, dan sakit kepala. Jika gejala berlangsung kurang dari 24 jam, mereka didefinisikan
sebagai serangan iskemik transien (TIA). Defisit sering singkat dan dapat sembuh cepat dalam
satu jam. Anak yang lebih besar bahkan mungkin dapat melaporkan episode sebelumnya dari
tanda atau gejala yang mencurigakan. Data terbaru menunjukkan bahwa 33% anak-anak dengan
stroke arteri memiliki TIA sebelumnya yang tidak terdiagnosis pada waktu itu.2

Jenis stroke tertentu juga akan muncul secara berbeda-beda pada setiap kelompok umur.
Misalnya, trombosis sinus vena dapat terjadi pada semua usia dengan demam dan lesu, tetapi
bayi muda dapat hadir dengan riwayat penurunan asupan oral atau gangguan pernapasan.
Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan vena kulit kepala yang melebar, pembengkakan
kelopak mata, atau ubun-ubun anterior yang besar sedangkan anak yang lebih besar
kemungkinan akan datang dengan tanda-tanda perkembangan yang lebih lambat, seperti muntah,
sakit kepala, atau tanda-tanda lain dari peningkatan tekanan intrakranial. Perdarahan
subarachnoid juga dapat muncul sebagai iritabilitas dan ubun-ubun menonjol pada bayi, tetapi
harus dicurigai pada anak-anak yang lebih besar yang mengeluhkan sakit kepala akut mendadak,
nyeri leher, meningismus, atau fotofobia.2

11
Presentasi klinis juga berguna untuk melokalisasi lesi. Mayoritas stroke iskemik pediatrik
terjadi pada distribusi arteri serebral tengah, yang menghasilkan hemiplegia dengan dominasi
ekstremitas atas, hemianopsia, atau disfasia. Terutama kelemahan ekstremitas bawah akan
menunjukkan keterlibatan arteri serebral anterior sedangkan vertigo, ataksia, dan nistagmus
konsisten dengan peristiwa iskemik pada sirkulasi posterior. Disfungsi bulbar dan disartria
menunjukkan keterlibatan batang otak bagian bawah sedangkan afasia menunjukkan keterlibatan
ganglia basalis, thalamus, atau hemisfer serebral. Jika belahan otak yang terlibat, maka mata
akan melihat ke arah lesi, bukan menjauh seolah-olah batang otak yang terlibat.2

Pemeriksaan Penunjang

Kunci utama dalam diagnosis stroke pada anak adalah menemukan penyebab,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan imaging/pencitraan.5

 Pencitraan (Imaging)
Pemeriksaan radiologi seiring dilakukan sebagai langkah pertama. Dua jenis pemeriksaan
yang dapat digunakan di ruang gawat darurat adalah CT-scan atau MRI. Pemeriksaan
imaging harus segera dilakukan pada anak dengan gejala klinis stroke yang menunjukkan
penurunan kesadaran sejak awal gejala, atau anak dengan gejala klinis yang memburuk.
Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam 48 jam, maka CT-scan dapat dilakukan sebagai
alternatif awal dilanjutkan segera dengan pemeriksaan MRI.5
CT-scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk menentukan
jenis patologi stroke, lokasi dan ekstensi lesi, serta menyingkirkan kemungkinan lesi non
vaskuler.5
Pemeriksaan MRI terutama yang digabungkan dengan DWI (diffusion weighted imaging)
dan PWI (perfusion weighted imaging) sangat baik untuk membantu diagnosis stroke.
Metode DWI paling sensitif dalam mendiagnosis sitotoksik edema, sehingga memberikan
keunikan dan memudahkan dalam diagnosis stroke termasuk pada kasus dengan
gambaran CT-scan dan MRI konvensional yang normal.5
Sampai saat ini perdarahan intrakranial dapat didiagnosis dengan CT-scam dan
identifikasi penyebab perdarahan seringkali sulit ditentukan tanpa magnetic resonance.
Sensitivitas MRI berkurang pada perderahan akut, namun penelitian lain menunjukkan
bahwa MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi perdarahan akut dan membedakan

12
perdarahan intrakranial spontan hematoma dari perdarahan akibat transformasi stroke
iskemik. Pada kenyataannya MR secara cepat dapat mengenali penyebab perdarahan dan
mengidentifikasi adanya malformasi pembuluh darah sehingga bermanfaat untuk
menentukan tatalaksana intervensi atau tindakan pembedahan. Kelemahan MRI adalah
memerlukan anak yang kooperatif atau harus menggunakan sedasi. Sedangkan CT-scan
lebih mudah dan lebih cepat dikerjakan meskipun pada pasien yang tidak stabil.5
Magnetic resonance angiography (MRA) merupakan metode non invasive yang berguna
untuk mendeteksi dan menentukan lokasi lesi arteri intraserebral, walaupun karakteristik
tipe lesi tidak dapat ditentukan dengan MRA.5
CT angiografi (CTA) merupakan metode non invasive untuk mengevaluasi sirkulasi
intrakranial dan ekstrakranial meskipun pada pasien yang tidak stabil. Kelemahan CTA
adalah paparan radiasi, penggunaan kontras, dan kesulitan menentukan waktu yang tepat
memberikan bolus kontras pada anak yang kecil.5
 Laboratorium penunjang lain
Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik neurologi, diperlukan pemeriksaan
penunjang laboratorium yang seharusnya dikerjakan dalam 48 jam setelah masuk rumah
sakit yaitu darah lengkap dengan LED, PT/APTT, kadar elektrolit serum, glukosa darah,
tes fungsi hati, urinalisis, BUN (blood urea nitrogen), kreatinin serum, dan EKG.5
Investiga lini kedua dapat diperiksa dalam minggu pertama setelah masuk rumah sakit,
atas indikasi tertentu berdasarkan etiologi yang diduga mendasarai stroke.
Ekokardiografi, transkranial atau carotid doppler, magnetic resonance angiogram
(MRA), EEG, evaluasi hiperkoagulobilitas (antitrombin III, protein C, mutasi faktor V
Leiden, antibodi antifosfolipid, antikardiolipin, antikoagulan lupus), faktor reumatoid,
kultur darah, elektroforesis hemoglobin, profil komplemen, VDRL, laktat/piruvat,
amonia, analisa cairan otak (jumlah sel, protein, glukosa, laktat) dan profil lipid.5
Investigasi lini ketiga adalah pemeriksaan yang dilakukan secara elektif atas indikasi
misalnya: HIV, MRI jantung, trans-esofageal ekokardiografi, angiografi serebral
(transfemoral) dan sebagainya.5
 EEG
Sekitar 20% pasien AIS disertai kejang, kejang tidak dihubungkan dengan lokasi infark,
tetapi lebih sering ditemukan pada anak dibawah 4 tahun. Sekitar 10% kejang terjadi

13
dalam 24 jam sejak pertama kali gejala muncul. EEG diperlukan untuk menentukan
tatalaksana selanjutnya stroke pada anak. Apakah perlu diberikan obat anti epilepsi
jangka panjang atau tidak, tergantung pada hasil pemeriksaan EEG setelah fase akut
terlewati.5

Diangosis Banding

Diagnosis stroke pada masa anak-anak membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi yang
diimbangi dengan kesadaran akan diagnosis banding untuk kejadian stroke. Onset akut dari
defisit neurologis fokal harus dianggap sebagai stroke sampai terbukti sebaliknya dan dinilai
dengan neuroimaging. Namun, stroke pada anak harus dibedakan dari gangguan mirip stroke
lainnya yang mungkin memerlukan perawatan khusus mereka sendiri yang mendasar.4,6

 Migrain
Anamnesis dan pemeriksaan yang cermat sering dapat menyarankan migrain sebagai
penyebab defisit fokal akut. Aura migrain harus berlangsung antara 5 sampai 60 menit
dan hilang sepenuhnya. Defisit neurologis yang terkait dengan migrain biasanya
berkembang perlahan dibandingkan dengan stroke, dengan gangguan sensorik atau
kelemahan yang menjalar di seluruh area tubuh selama beberapa menit. Meskipun evolusi
menjadi sakit kepala karena migrain diharapkan, sakit kepala juga dapat dapat disertai
infark akut. Selanjutnya, kelompok subtipe migrain yang tidak umum dapat terjadi tanpa
sakit kepala dan dapat lebih mirip dengan stroke pada anak-anak. Entitas ini termasuk
migrain hemiplegia famillial, migrain basilar, dan migrain aura tanpa sakit kepala.
Migrain juga dapat (jarang) menyebabkan stroke, yang disebut sebagai infark migrain.4,6
 Kejang
Aktivitas kejang fokal yang berkepanjangan sering diikuti oleh periode defisit neurologis
fokal (Todd paresis), yang biasanya sembuh dengan cepat selama beberapa jam setelah
kejang. Sangat jarang, kejang fokal dapat bermanifestasi hanya dengan gejala “negatif”
yang hanya menghasilkan hemiparesis atau defisit neurologis fokal onset akut lainnya.
Riwayat kejang yang diketahui sebelumnya, dan temuan EEG dapat membantu.
Pencitraan otak yang mendesak harus dipertimbangkan dalam kasus baru kejang fokal
yang berkepanjangan atau berulang dengan paresis Todd yang menetap karena stroke
pada anak-anak sering dokaitkan dengan kejang saat onset.4,6

14
 Infeksi
Ensefalomielitis diseminata akut, sindrom terisolasi secara klinis, multipel sklerosis, dan
kondisi demielinasi lainnya dapat muncul dengan defisit neurologis fokal akut. Onset
gejala dan perkembangan awal lebih bertahap dibandingkan dengan onset stroke (yaitu
biasanya jam atau hari dibandingkan dengan menit). Defisit multifokal, atau ensefalopati
bersamaan dalam kasus ensefalomielitis akut, akan menurunkan kemungkinan stroke.4,6
 Hipoglikemia
Penurunan akut kadar glukosa darah dapat menghasilkan defisit fokal yang menyerupai
stroke. Hipoglikemia awitan baru pada anak sehat jarang terjadi, tetapi kondisi
predisposisi termasuk diabetes tergantung insulin, insufisiensi adrenal, penghentian
steroid, dan diet ketogenik.4,6
 Global Hypoxic-Ischemic Encephalopathy
Penurunan umum pada perfusi serebral dapat menghasilkan area fokal dari infark otak,
yang bila asimetris, dapat menyerupai bentuk stroke yang bersifat vasooklusif. Watershed
ischemic injury harus disertai dengan hipotensi yang diketahui atau kondisi predisposisi
perfusi serebral yang rendah, seperti sepsis, dehidrasi, atau disfungsi jantung. Presentasi
klinis akan melibatkan disfungsi serebral yang lebhi umum dan bilateral dibandingkan
dengan stroke, dan lokasi anatomis infark berada di zona watersher bilateral yang khas
daripada sesuai dengan wilayah arteri yang sudah ditetapkan.4,6
 Ensefalopati Hipertensi
Sindrom leukoensefalopati reversibel posterior terlihat pada anak-anak dengan hipertensi,
seringkali dalam konteks peningkatan tekanan darah yang akut. Daerah posterior terlibat
secara selektif, mungkin mengakibatkan gejala disfungsi visual kortikal bilateral selain
ensefalopati dan kejang.4,6
 Inborn Errors Metabolism
Miopati mitokondria, ensefalopati, asidosis laktat, dan episode seperti stroke (MELAS)
adalah contoh klasik, meskipun penyakit mitokondria lainnya dapat menyerupai stroke.
Gambaran yang mendukung MELAS termasuk riwayat regresi perkembangan, lesi
posterior (dan seringkali bilateral) yang tidak mengenai wilayah vaskular pada MRI, dan
peningkatan serum atau cairan serebrospinal laktat (pada spektroskopi MR). berbeda

15
dengan jenis infark metabolik ini, anak-anak dengan penyakit Fabry,
hiperhomosisteinemia, dan homosistinuria berada pada risiko stroke iskemik.4,6
 Vestibulopati dan Ataksia
Vertigo awitan akut dan/atau ataksia dapat diperparah dengan stroke batang otak atau
serebral. Simple bedside test dari fungsi vestibular dengan dungsi batang otak yang utuh
adalah meyakinkan. Diagnosis banding ini meliputi neuronopati vestibular akut,
labirinitis virus, dan vertigo paroksismal jinak, serta ataksia serebral akut dan ataksia
episodik.4,6
 Channelopathies
Peningkatan jumlah mutasi saluran ion sistem saraf dijelaskan yang menampilkan defisit
neurologis fokal mendadak, sehingga mirip dengan stroke. Ini termasuk sindrom migrain
yang disebutkan di atas, serta daftar ataksia episodik yang terus bertambah. Riwayat
keluarga yang kuat menimbulkan kecurigaan, tetapi sebagian besar memerlukan
penyelidikan tambahan.4,6
 Alternating Hemiplegia Anak
Hemiplegia bergantian pada masa anak-anak biasanya muncul pada akhir masa bayi
dengan episode hemiplegia intermiten akut yang bergantian dari satu sisi tubuh ke sisi
lain. Hemiplegia bertahan selama beberapa menit hingga berminggu-minggu dan
kemudian sembuh secara spontan. Choreoathetosis dan gerakan distonik biasanya diamati
pada ekstremitas hemiparetik. Tanda-tanda secara spontan menghilang dengan tidur
tetapi muncul kembali saat bangun. Anak-anak yang terkena juga dapat mengalami
serangan mendadak kemerahan dan hangat (yaitu pembilasan) atau pucat yang tidak biasa
(yaitu pucat) pada kulit yang terjadi selama atau terpisah dari episode hemiplegia.
Hampir semua individu yang terkena memiliki beberapa tingkat keterlambatan
perkembangan dan cacat intelektual yang biasanya berkembang dari waktu ke waktu.
Neuroimaging termasuk MRA harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
moyamoya. Hemiplegia bergantian pada masa anak-anak terkait dengan mutasi pada gen
ATP1A3.4,6

Tatalaksana

16
Berbeda dengan populasi dewasa, uji klinik acak terapi stroke pada anak sangat terbatas.
Tatalaksana lebih bersifat umum untuk menstabilkan kondisi hemodinamik, suplementasi
oksigen, dan pengendalian suhu. Pengendalian suhu merupakan hal yang sangat penting;
berbagai penelitian mengkonfirmasi bahwa kondisi demam pada stroke iskemik akut secara
bermakna meningkatkan kematian, kecacatan, dan lama rawat inap. Manfaat antiplatelet dan
antikoagulan belum terbukti secara nyata pada populasi anak-anak. Rekomendasi AHA
(American Heart Association) menyarankan penggunaan heparin berat molekul rendah atau asam
asetilsalisilat (1 mg/kgΛhari) sampai etiologi stroke iskemik pada anak ditetapkan. Sebuah
penelitian prospektif menunjukkan bahwa efektivitas heparin berat molekul rendah dan asam
asetilsalisilat tidak berbeda bermakna dalam pencegahan stroke sekunder. Penggunaan terapi
trombolisis pada populasi anak-anak masih sangat terbatas dalam bentuk laporan kasus.7

Tindakan suportif universal yang direkomendasikan meliputi: pengendalian demam,


normalisasi glukosa serum, dan pemeliharaan oksigenasi normal karena tidak ada bukti bahwa
oksigen tambahan berguna pada nonhipoksia. Upaya harus dilakukan untuk memperbaiki
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), mengobati dehidrasi, dan anemia yang benar. Kontrol
hipertensi sistemik dianjurkan, tetapi harus berhati-hati karena penurunan tekanan darah yang
cepat telah dikaitkan dengan hasil neurologis yang lebih buruk dan infark yang lebih besar pada
orang dewasa. Tidak ada bukti yang mendukung antikonvulsan profilaksis tanpa bukti klinis atau
elektroensefalografi (EEG) kejang pada anak-anak dengan AIS. Namun, antikonvulsan dapat
dipertimbangkan pada anak-anak dengan stroke hemoragik dan trombosis sinus vena serebral
(CVST) hipotermia yang diinduksi tidak direkomendasikan di luar konteks uji klinis.2

Setelah jenis stroke diidentifikasi, pengobatan tergantung pada etiologi. Stroke


hemoragik dapat memerlukan manajemen medis di luar tindakan suportif. Pencegahan
perdarahan berulang termasuk koreksi kelainan koagulasi dan hematologi. Faktor rekombinan
VIIa (rFVIIa) mempromosikan hemostasis dan telah terbukti menstabilkan hematoma
intraserebral dan mengurangi perdarahan volume.2

Manajemen bedah pada stroke hemoragik masih kontroversial. Mungkin ada manfaat dari
evakuasi bedah dini di pasien dengan perburukan klinis karena efek massa. Anak-anak mungkin
memerlukan intervensi yang lebih agresif mengingat kurangnya atrofi serebral, pada orang
dewasa berpotensi mengakomodasi beberapa tingkat ekspansi hematoma. Pilihan bedah lainnya

17
termasuk bedah radio stereotaktik, teknik bedah mikro atau endovaskular, dan evakuasi bedah
endoskopi dari hematoma intraserebral atau obliterasi aneurisma dan AVM. Pertimbangan bedah
lainnya adalah splenektomi emergensi untuk perdarahan intraparenkim yang berhubungan
dengan purpura trombositopenik idiopatik.2

Tujuan lain yang spesifik untuk manajemen AIS termasuk mencegah kejadian iskemik
berikutnya. Pilihan medis dalam pengaturan akut untuk pencegahan termasuk antikoagulasi
dengan heparin berat molekul rendah (LMWH) atau heparin tak terfraksi (UHF). Meskipun
LMWH memiliki farmakokinetik yang dapat direproduksi dan membutuhkan lebih sedikit tes
pemantauan, itu tidak dapat secara andal dibalik dengan protamine, seperti UFH. Kasus baru-
baru ini menunjukkan bahwa rFVIIa dapat secara efektif membalikkan efek LMWH.2

Meskipun praktik memulai antikoagulasi jangka pendek sambil menunggu evaluasi


etiologi stroke pada populasi dewasa tidak lagi diterapkan, pedoman terbaru menyarankan bahwa
mungkin bijaksana untuk memulai antikoagulasi pada anak-anak. Hal ini kemungkinan karena
seorang anak memiliki kondisi mendasar yang akan mendapar manfaat dari antikoagulasi
(misalnya diseksi arteri cervicocephalic, vaskulopati, penyakit jantung yang tidak diketahui, dan
koagulopati) lebih tinggi daripada orang dewasa. Antikoagulasi juga sering digunakan pada
anak-anak dengan diseksi arteri, trombosis sinus dural, gangguan koagulasi, risiko tinggi emboli,
atau perburukan progresif selama evaluasi awal infark serebral baru.2

Antikoagulan jangka panjang di luar fase akut dapat diberikan dalam bentuk agen
antiplatelet seperti aspirin, clopidogrel, antagonis vitamin K oral seperti warfarin, atau injeksi
LMWH subkutan mingguan. Namun, langkah-langkah ini dapat dimulai dengan berkonsultasi
dengan spesialis yang tepat setelah manajemen awal dan stabilisasi dilakukan di instalasi gawat
darurat.2

Terapi trombolitik pada anak dengan stroke iskemik harus dilakukan secara hati-hati dan
bijaksana. Pedoman yang diterbitkan menunjukkan bahwa tPA dapat dipertimbangkan pada
kelompok anak tertentu dengan CVST, tetapi tidak dapat membuat rekomendasi lebih lanjut,
termasuk apakah pedoman dewasa dapat diterapkan pada remaja yang memenuhi kriteria
kelayakan dewasa. Meskipun ada laporan kasus dan rangkaian kasus tPA rekombinan IV untuk
anak-anak dengan stroke, ada sedikit hal lain yang menjadi dasar rekomendasi trombolitik.
Meskipun ada laporan dari trombolisis endovaskular yang sukses dan penggunaan tPA IV pada

18
anak-anak, ada laporan lain tentang risiko tinggi tingkat komplikasi hemoragik pada anak-anak
dengan trombolisis sistemik yang menerima tPA IV dan bukti yang tidak memadai untuk
memutuskan pasien mana yang merupakan kandidat terbaik. Sebuah studi multicenter
internasional, “TIPS” (trombolisis pada stroke prdiatrik), siap untuk memulai dengan tujuan
menilai keamanan tPA IV dalam 3 jam onset AIS, dan tPA intra arteri dalam 3-6 jam onset.2

Penatalaksanaan stroke pada anak dengan penyakit sel sabit perlu mendapat perhatian
khusus. Stroke iskemik harus diobati dengan hidrasi dan transfusi tukar sederhana atau parsial
untuk mencapai fraksi SS hemoglobin kurang dari 30% dan kadar hemoglobin tidak lebih besar
dari 10 g/dL untuk menghindari masalah hiperviskositas. Evaluasi untuk lesi vaskular struktural
pada anak-anak dengan penyakit sel sabit dan stroke hemoragik adalah wajar. Hal ini karena
sering ada aneurisma yang mendasari dengan potensi perdarahan ulang pada remaja dengan SCD
yang hadir dengan SAH.2

Prognosis

Prognosis stroke pada anak tergantung pada jenis stroke, lokasi lesi, usia penderita dan
proses patologi yang mendasarinya. Stroke hemoragik lebih sering menimbulkan kematian
dibanding dengan stroke non hemoragik. Setelah 1 bulan sejak terjadinya stroke, 60-80%
penderita stroke hemoragik dapat bertahan, sedangkan penderita stroke non hemoragik 85-95%.
Gejala sisa pasca stroke, baik hemoragik atau non hemoragik, dapat berupa paresis, gangguan
motorik, kejang, hemianopsia, gangguan berbahasa, gangguan perilaku atau retardasi mental.
Bila terjadi kejang pada saat mengalami serangan stroke akut, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk.5

19
BAB III

KESIMPULAN

Stroke pada anak berbeda dengan stroke pada populasi dewasa. Etiologinya sangat
berbeda, dan tindakan diagnosis yang dilakukan sering lebih mendalam untuk mencari etiologi.
Pemeriksaan baku emas untuk stroke pada anak adalah CT-Scan kepala. Ketepatan diagnosis dan
kecepatan penanganan yang tepat akan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas stroke pada
anak.

20
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sinardja AMG. Stroke Pada Anak. Bag Neurologi FK UNUD. 2013


2. Tsze DS, Valente JH. Pediatric Stroke: A Review. Emerg Med Int. 2011;2011:1–10.
3. Freundlich CL, Cervantes-Arslanian AM, Dorfman DH. Pediatric Stroke. Emerg Med
Clin North Am [Internet]. 2012;30(3):805–28. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.emc.2012.05.005
4. Dlamini N, Deveber G. Pediatric Stroke. In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor
NF, Behrman RE, editors. Nelson textbook of pediatrics. Philadelphia;Elsevier Inc: 2020.
h. 3209-18.
5. Mahalini DS. Recognition & diagnosis stroke in children. 2020;(Juni).
6. Beslow LA, Ichord RN, Gindville MC, et al: Frequency of hematoma expansion after
spontaneous intracerebral hemorrhage in children, JAMA Neurol 71(2):165–171, 2014.
7. Pinzon R. Stroke pada anak. CDK-191. 2012;39(3):202-4.

21

Anda mungkin juga menyukai