Pembimbing:
dr. Yopi Budiman, Sp.B
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis Tanggal 5 Januari 2023, pukul 11:00 WIB
Keluhan Utama
Pasien merasakan nyeri pada luka bekas operasi dan terasa lemas karena masih
puasa.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan adanya benjolan pada perut bagian kanan bawah sejak ±2 tahun
yang lalu. Pada saat pasien menyadari adanya benjolan, pasien mengatakan
benjolan teraba permukaannya licin dan benjolan tidak bisa digerakkan. Awalnya
pasien sering merasakan begah diperut, dirasakan terus-menerus sehingga
membuat porsi makan berkurang dan sering terlambat makan, sehingga pasien
mengalami penurunan BB sebanyak 10 kg. Pasien lalu berobat ke dokter, dan
diketahui pasien juga menderita TB Paru. Pasien menjalani pengobatan TB
terlebih dahulu ±6 bulan, setelah itu baru melanjutkan pengobatan untuk benjolan
diperut. Pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan Abdomen,
dengan hasil terdapat massa intralumen colon asenden proksimal/caecum dengan
multiple limfadenopathia mesenterial/omentum. Kemudian pasien dianjurkan
untuk dilakukan operasi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat Kencing Manis : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi Obat/Makanan : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada riwayat benjolan atau kanker.
Ibu pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi.
Thorax
Cor : Bunyi Jantung Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-), Whz (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak adanya luka bekas operasi yang tertutup kasa
Palpasi : Supel, nyeri tekan abdomen (+)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU (+) Normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat (+/+), Udem kedua tangan (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), Udem kedua kaki (-/-)
V. RESUME
Laki-laki 49 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan pada perut bagian
kanan bawah sejak ±2 tahun yang lalu. Benjolan teraba permukaannya licin dan
tidak bisa digerakkan. Awalnya pasien sering merasakan begah diperut, dirasakan
terus-menerus sehingga membuat porsi makan berkurang dan sering terlambat
makan, sehingga pasien mengalami penurunan BB sebanyak 10 kg. Pasien
mempunyai riwayat penyakit TB Paru. Pasien menjalani pengobatan TB terlebih
dahulu ±6 bulan, setelah itu baru melanjutkan pengobatan untuk benjolan diperut.
Saat dilakukan CT-Scan Abdomen, didapatkan hasil terdapat massa intralumen
colon asenden proksimal/caecum dengan multiple limfadenopathia
mesenterial/omentum.
Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran
compos Mentis, TD 114/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu
36C, SpO2 98%, BB 49 kg. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan, tampak
adanya luka bekas operasi yang tertutup kasa, nyeri tekan abdomen (+).
X. FOLLOW UP
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Terapi
6-1-23 Nyeri pada bekas Ku: tampak sakit Tumor colon -RL 1000 cc/24
operasi berkurang, sedang, asendens post jam
cegukan Kesadaran: CM, op -Kalbamin 1000
TD: 102/58, N: hemikolektomi cc/24 jam
62, RR: 18, S: 36 hari ke-2 -Ceftazidine
2x1 gr
-Ketorolac 3x1
-Amikasin
2x500 mg
-Omeprazole
1x1
-Paracetamol
3x1 gr
-Ondancentron
3x4 mg
7-1-23 Nyeri luka bekas Ku: tampak sakit Post explorasi -Ceftazidine
operasi (+), lemas sedang, reseksi ileum 2x1 gr
Kesadaran: CM, kolon asendens -Ketorolac 3x1
TD: 113/76, N: + fistul -Amikasin
92, RR: 20, S: omentectomy 2x500 mg
36,6 hari ke-3 a/i -Omeprazole
Abdomen: nyeri tumor kolon 1x1
tekan (+), rembes asendens -Paracetamol
(+) warna 3x1 gr
kecoklatan -Ondancentron
3x4 mg
9-1-23 BAB cair 3x, Ku: tampak sakit Post explorasi -Ceftazidine
ampas (+), warna sedang, reseksi ileum 2x1 gr
cokelat kekuningan Kesadaran: CM, kolon asendens -Ketorolac 3x1
TD: 115/80, N: + fistul -Amikasin
88, RR: 20, S: omentectomy 2x500 mg
36,3 hari ke-5 a/i -Omeprazole
Abdomen: nyeri tumor kolon 1x1
tekan (+), rembes asendens -Paracetamol
(+) 3x1 gr
-Ondancentron
3x4 mg
-Haloperidol 5
mg
10-1-23 Nyeri luka bekas Ku: tampak sakit Post explorasi -Ceftazidine
operasi (+), mual sedang, reseksi ileum 2x1 gr
(+), muntah 1x, Kesadaran: CM, kolon asendens -Ketorolac 3x1
BAB cair 1x, TD: 110/75, N: + fistul -Amikasin
ampas (+), warna 80, RR: 20, S: 36 omentectomy 2x500 mg
kuning berlendir NGT (+) warna hari ke-6 a/i -Omeprazole
hitam kecoklatan tumor kolon 1x1
Abdomen: nyeri asendens -Paracetamol
tekan (+), rembes 3x1 gr
(+) -Ondancentron
3x4 mg
-Haloperidol 5
mg
11-1-23 Nyeri luka bekas Ku: tampak sakit Post explorasi -Ceftazidine
operasi (+), mual sedang, reseksi ileum 2x1 gr
(+), muntah 2x, Kesadaran: CM, kolon asendens -Ketorolac 3x1
nyeri ulu hati TD: 110/75, N: + fistul -Amikasin
82, RR: 20, S: omentectomy 2x500 mg
36,2 hari ke-7 a/i -Omeprazole
NGT (+) warna tumor kolon 1x1
hitam kecoklatan asendens -Paracetamol
Abdomen: nyeri 3x1 gr
tekan (+), rembes -Ondancentron
(+) 3x4 mg
-Haloperidol 5
mg
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar (kolon) atau
rectum relative umum. Adenokarsinoma dari usus besar dan rektum adalah
termasuk dalam tiga keganasan yang paling umum dijumpai sebagai kanker baru
dan penyebab kematian baik pada pria (setelah prostat dan paru-paru / bronkus)
dan wanita ( setelah payudara dan paru-paru / bronkus) di Amerika Serikat. 1
Diperkirakan bahwa pada tahun 2007, ada 112.340 kasus baru kanker usus besar
(55.290 pria dan 57.050 wanita) dan 41.420 kasus baru kanker rektal (23.840 pria
dan 17.580 wanita) didiagnosis. Pada tahun 2007, 52.180 orang Amerika (26.000
pria dan 26.180 wanita) diperkirakan meninggal akibat kanker kolorektal. Di
Amerika Serikat menempati urutan kedua untuk kanker organ visceral dan 20%
dari kematian karena penyakit kanker adalah akibat kanker kolorektal.1,2
Karsinoma kolorektal banyak terdapat di Eropa Barat, Amerika Utara. Di
Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena perbedaan pola hidup dan
makanan. Beberapa faktor antara lain lingkungan, genetik dan immunologi
merupakan faktor predisposisi tumbuhnya kanker kolon, di samping bahan
karsinogen, bakteri dan virus. Menurut Petrek, lokasi keganasan kolorektal
terbanyak pada rektum (22%), rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%), kolon
desenden (12%), flexura lienalis (8%), kolon tranversum (6%), flexura hepatika
(4%), kolon asenden (6%), cecum (12%),appendix (2%).2 Gejala klinik
karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker cecum dan kolon
asenden biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto
sigmoid dapat menyumbat lumen atau berdarah. Lebih dari 156.000 orang
terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal
setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan
dengan diagnosis dini dan tindakan segera.1
BAB II
TUMOR KOLON
2.1 DEFINISI
Neoplasma adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak
normal akibat proliferasi sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan
tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga
sebagai kanker. Jika menyerang kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai
di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum
maka disebut kanker kolorektal.3,4
sering di gaster dan colon, jarang pada oesophagus dan usus halus. Gejala
klinisnya adalah nyeri abdomen, diare, perdarahan, anorexia sehingga terjadi
penurunan berat badan, malabsorbsi, dan anemia. Remisi terjadi spontan atau
setelah pemberian terapi medikamentosa atau gastrectomy parsial.
Penatalaksanaan dengan polipectomy untuk diagnosis dan terapi suportif.5
Sindroma Peutz-Jeghers
Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh dan
area pigmentasi pada mukokutan. Sindroma ini diturunkan melalui gen autosomal
dominan. Seluruh traktus gastrointestinal dapat terkena, namun paling sering di
usus halus. Onsetnya pada usia muda, antara 10-30 tahun. Gejala klinik berupa
muntah, perdarahan, nyeri abdomen. Pembedahan merupakan terapi konservatif
untuk mengatasi gejala sekunder akibat ulserasi polip, obstruksi atau
intussussepsi. Progresifitas ke arah keganasan jarang terjadi. Beberapa pasien
mempunyai kecenderungan timbulnya keganasan pada organ lain seperti
pankreas, payudara, dan ovarium.4,5
b. Polip hiperplastik
Merupakan polip kecil yang berdiameter kurang dari 5 mm yang berasal
dari epitel mukosa yang hiperplastik. Dikenal juga sebagai polip metaplastik. Tipe
ini merupakan polip colon yang paling sering. Polip hiperplastik sendiri adalah
non-neoplastik, namun sering ditemukan pada pasien carcinoma colon.
Etiologinya belum jelas, diduga karena infeksi virus. Umumnya polip ini tidak
bergejala, tetapi disarankan dilakukan polypectomy dan dibiopsi untuk diagnosis
histologik.5
c. Polip inflamasi
Tipe polip ini dapat singel atau multipel. Bila multipel, biasanya terdapat
inflammatory bowel disease. Polip sebaiknya dibuang dan diperiksa secara
patologis. Jika terdapat colitis ulseratif aktif maka harus diterapi.4,5
2. Polip neoplasik
a. Polip adenomatous
Adenoma Villosum
Merupakan bentuk campuran bentuk tubular dan villi, dapat juga berupa
struktur adenoma villosum yang mengandung struktur tubuler.Pada adenoma tipe
ini struktur villi berkisar antara 35-75 %.4
b. Sindroma Gardner’s
c. Sindroma Turcot’s
d. Penatalaksanaan3,5
penderita kanker. Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia
dan Selandia baru, sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India,
Amerika Selatan dan Arab Israel. Didapatkan suatu hubungan yaitu 1) terdapat
perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat
seiring dengan usia 2) meningkatnya insiden kanker kolon seiring dengan
kepadatan penduduk 3) rendahnya insiden pada pria yang belum pernah
menikah.6,7
Kanker kolon merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering
terdapat pada pria maupun wanita. Di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus
kanker kolon, data di Departemen Kesehatan didapati angka 1,8 per 100 ribu
penduduk. Sejak tahun 1994-2003, terdapat 372 keganasan kolorektal yang datang
berobat ke RS Kanker Dharmais (RSKD). Berdasarkan data rekam medik hanya
didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari 203 (54,57%) pria
dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun.4,6
2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko
1. Kelainan di kolon
a. Polip
Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi
dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses
dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari
2. Faktor Genetik
a. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk
menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.7
b. Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal
menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling
penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat
kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih
kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker
kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan
adenoma yang besar. Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama
dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua
sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki
mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan
hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).7,8
3. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal.
Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan
resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti
epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker
kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi
mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level
insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini
mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut
dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah
identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat
karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut dapat
disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel
disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin
yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini
didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan
lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis
dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini
dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen
kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut,
misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan
fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet
dan resiko kanker kolorektal.6,7
4. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah
kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Pemakaian alkohol juga
menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.6
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,
obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap
hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker.
Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas
prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The
Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara
aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan
aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.7
5. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan
wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7
kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4
kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang
berusia lebih muda (30-64 thn). Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat
sesuai dengan usia.8
Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal :
Letak Persentase
Caecum dan colon ascendens 25
Colon transversum 10
Colon descendens 15
Rectosigmoid 50
Tabel 1. Carcinoma Colon
2.3.4 Klasifikasi
Sistem Dukes
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran
histologik dibagi menurut klasifikasi Dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan
dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.5,7
tahun
A Terbatas di dinding usus 97%
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
C Metastasis kelenjar limfe
C1 Beberapa kelenjar limfe dekat tumor 65%
primer
C2 35%
Dalam kelenjar limfe jauh
D <5%
Metastasis jauh
Tabel 2. Sistem Dukes
Stadium O menunjukkan cancer in situ. Sel kanker hanya terdapat di
dalam mukosa kolon. Pada umumnya kanker kolon pada tahap ini dapat ditangani
dengan polypectomy (menghilangkan massa jaringan yang berkembang di dalam
dinding).5
Pada kanker stadium IIa, sel kanker telah menyebar melewati dinding
kolon dan rektum dan mungkin telah menyebar ke jaringan sekitar. Kanker belum
menyebar ke limfonodi terdekat (T3, N0, M0). Pada stadium IIb, sel kanker
telah menyebar melewati kolon atau rektum. Kanker belum menyebar ke
limfpnodi terdekat (T4, N0, M0).5
Pada stadium IIIb, sel kanker telah tumbuh melewati dinding saluran
cerna atau organ sekitar dan terdapat pada satu sampai tiga limfonodi, tetapi
belum menyebar ke bagian tubuh yang lain (T3 atau T4, N1, M0).5
Pada stadium IIIc, sel kanker (semua ukuran) telah menyebar pada empat
atau lebih limfonodi, tetapi tidak pada organ distal tubuh. (semua T, N2, M0).5
Sistem TNM
2.3.6 Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid
atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan
terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di
colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di
bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2,7
2.3.7 Patofisiologi
Secara umumnya dinyatakan bahwa untuk perkembangan karsinoma kolon
merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan
multiple beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan
berkembang menjadi karsinoma kolon. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan
sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa,
adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna
dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan
kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.6
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan
sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan
gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan
pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis
(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,
karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel.
Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat
molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA,
menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas
genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi
pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker. 5,9
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan
kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi
proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi
ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan
baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus
sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi
melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan
menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian
sel akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang
tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga
kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi
adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak
berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi
pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel
yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.9
2.3.8 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik.
Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan
lokasi dari tumor. Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kolon
kanan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak
menimbulkan gejala obstruksi dan stenosis, terlebih karna feses sudah menjadi
padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair
sehingga tidak ada factor obstruksi.7
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta
isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh
besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah
samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah
makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.7
Tumor dari kolon kiri dan rectum dapat secara gradual mengoklusi lumen
yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau defekasi dengan
tenesmi. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan
konsistensi feses ialah semisolid. Makin ke distal letak tumor feses makin
menitips atau seperti kotoran kambing atau lebih cair di sertai darah dan lendir.
Tenesmi merupakan gejala yang biasa di dapatkan pada karsinoma rectum. Selain
itu Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan
seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada
pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua,
walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.7
Gambaran klinis tumor saecum dan kolon ascendens tidak khas.
Dyspepsia, kelemahan umum, penurunana berat badan dan anemia merupakan
gejala yang umum. Oleh karena itu penderita sering datang dengan keadaan yang
menyedihkan. Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,
sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada <
10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat
yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah.
Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air
besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak
mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi
nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi
pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis.
Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat
menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat
menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya
merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.8
Secara garis besar gejala pada tumor colon terbagi menjadi tiga, yaitu
FESES
FESES Normal/diare Normal Perubahan bentuk
berkala
DISPEPSIA Sering Jarang Jarang
ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat
MEMBURUKNY Hampir selalu Lambat Lambat
A
KEADAAN
UMUM
Tabel 4. Gambaran klinis karsinoma kolorektal
2.3.9 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang cermat sering dapat menentukan diagnosis. Gejala dan
tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah dyspepsia, hematokezia,
anemia, bemjolan, dan obstruksi. Yang perlu ditanyakan adalah perubahan pola
defekasi, frekuensi dan konsitensi tinja.8
Pemeriksaan Fisik9
Rectal toucher untuk menilai :
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang
asimptomatik, pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini
berdeasarkan tes serial karena kebanyakan carcinoma colorectal
berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan tes nonspesifik untuk
peroxidase yang terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan
traktus gastrointestinal akan memberikan hasil positif. Beberapa
makanan (daging, beberapa buah dan sayuran, dan viamin C)
dapat memberikan false positif, sehingga pasien sebaiknya diet
selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat ditingkatkan spesifik dan
sensitivitasnya dengan menggunakan immunochemical. Hasil positif
pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan
colonoskopi.8
c. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk
pasien carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang
paling umum digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin
digunakan. CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan
carcinoma colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining
yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena dapat
meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma
colorectal. Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga
dilakukan, meskipun antigen karsinoembrionik mungkin bukan
indicator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker kolon
karena tidak semua lesi menyekresi CEA. Pemeriksaan
menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis
prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat
harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada
tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan.9
d. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT,
SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon
sigmoideum bagian distal.8
Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dengan video atau fiberoptik dapat
memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu yang baik.
Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk diagnostik dan terapetik,
merupakan metode yang paling akurat untuk menilai colon. Prosedur ini sangat
sensitif untuk mendeteksi dan dapat untuk melakukan biopsi. Colonoskop untuk
diagnostik memiliki satu saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep
biopsi, elektrocauter, dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi.
Colonoskop untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara
simultan untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.9
Pencitraan
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam mengevaluasi pasien yang
diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna
untuk mendeteksi pola gas usus yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk
mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk
mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat
sulit, sehingga colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi massa colon yang
nonobstruksi.9
b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal,
karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi
untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan
kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian kontras
per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk melihat
carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap
dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan pada
obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah terjadinya false positif
akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak, dan
ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.9
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam
mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan
carcinoma colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah
sensitivitas.
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan
jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor
ganas. PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam
staging carcinoma colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan
kanker rekuren dengan fibrosis.8
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi
carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan.
Ultrasound dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan
integritas lapiasan submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor
superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian
ultrasound dalam mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar
antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi pembesaran nodus
limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus limfatikus,
dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat digunakan
untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.9
Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat
mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat
pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).9
2.3.10 Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima
sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolon. Pembedahan kuratif harus
mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi
sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Tumor yang
menyebabkan obstruksi pada kolon kiri dapat ditangani dengan dekompresi.
Tumor yang menyebabkan perforasi membutuhkan eksisi dari tumor primer dan
proksimal kolostomi, diikuti dengan reanastomosis dan closure dari kolostomi.9
b. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray
berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi
radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.
Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana
radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi
digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk
melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan
pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. 8
Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi
yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang
menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral,
parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat
radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan
dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara
sementara menetap didalam tubuh.8
c. Kemoterapi
Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit
dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Obat
kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-
fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara
kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan
survival ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta.
Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%,
menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.8
2.3.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu k1asifikasi
tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Berikut merupakan pembagian prognosis
dari karsinoma kolorektal berdasarkan klasifikasi dari Duke’s
:5,7 Klasifikasi Duke’s
Duke’s A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun
>90%
Duke’s B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
<1%>
Prognosis hidup setelah 5 tahun dengan klasifikasi TNM
Stadium I, 72%
Stadium II, 54%
Stadium III, 39%
Stadium IV, 7
BAB III
KESIMPULAN
5. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. Colon, Rectum and Anus
In Schwartz’s Principles of Surgery. USA: McGraw-Hill; 2020
6. Cuschieri, Grace, Darzi, Borley, Rowley. Disorders of the Colon and Rectum.
In Clinical Surgery. USA: Blackwell Publishing; 2013