DISUSUN OLEH :
NAMA : INDRIANI
NIM : A.18.10.026
Penilaian diri terhadap status kesehatan : NY,E mengatakan sakit yang dialaminya saat
ini merupakan sakit yang wajar dialami oleh orang yang sudah lanjut usia.
Kemampuan untuk melakukan ADL : NY,E mengatakan bahwa ia masih sering
mengikuti kegiatan-kegiatan disekitar rumahnya
Integumen Ya Tidak
Lesi/luka
Pruritus
Perubahan pigmentasi
Perubahan tekstur
Sering memar
Perubahan rambut
Perubahan kuku
Pemajanan lama terhadap matahari
Hemopoetik Ya Tidak
Perdarahan/memar abnormal
Pembengkakan kelenjar limfa
Anemia
Riwayat transfusi darah
Kepala Ya Tidak
Sakit kepala
Trauma berarti pada masa lalu
Pusing
Gatal kulit kepala
Perkemihan Ya Tidak
Disuria
Frekuensi
Menetes
Ragu-ragu
Dorongan
Hematuria
Poliuria
Oliguria
Nokturia
Inkontinensia
Nyeri saat berkemih
Batu
Infeksi
Gastrointestinal Ya Tidak
Disfagia
Tak dapat mencerna
Nyeri ulu hati
Mual/muntah
Hematemesis
Perubahan nafsu makan
Intoleran makanan
Ulkus
Nyeri
Ikterik
Benjolan/massa
Perubahan kebiasaan defekasi
Diare
Konstipasi
Melena
Hemoroid
Perdarahan rectum
Pola defekasi biasanya : Ny.Hj.N mengatakan biasa BAB 1-2 kali dalam sehari
Muskuloskeletal Ya Tidak
Nyeri persendian
Kekakuan
Pembengkakan sendi
Deformitas
Spasme
Kram
Kelemahan otot
Masalah cara berjalan
Nyeri punggung
Protesa
Pola kebiasaan latihan
Psikososial Ya Tidak
Cemas
Depresi
Insomnia
Menangis
Gugup
Takut
Masalah dalam mengambil keputusan
Kesulitan berkonsentrasi
Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan favourable untuk jawaban “ya” dan nilai 0 untuk
jawaban “tidak” sedangkan untuk pernyataan unfavourable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan
jawaban “ya” diberi nilai 0
Setelah dilakukan skoring maka kondisi klien dalam kategori menunjukkan tidak ada depresi
PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL
( Indeks Kemandirian Katz )
2 Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian
3 Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil
dan menggunakan pispot
4 Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur
atau kursi, tidak melakukan satu, atau lebih
perpindahan
5 Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total; penggunaan
6 Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral (NGT )
Analisis Hasil:
Nilai A :Kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB), berpindah, kekamar kecil,
mandi dan berpakaian. Klien mampu melakukan aktivitas diatas secara mandiri.
MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)
Keterangan:
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0-24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 – 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh
standar
Risiko tinggi > 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh
risiko tinggi
Dari data dapat ditentukan bahwa nilai total dri MFS yaitu 45, dimana nilai 45 tergolong tingkat
resiko rendah dan diperlukan tindakan pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar.
FORMAT DATA FOKUS
JK : Perempuan
Data Fokus
JK : Perempuan
Ds Mobilitas fisik
Do :
JK : Perempuan
Perawatan kenyamanan
Tindakan
Observasi
- identigfikasi gejala yang tidak menyenangkan
(mis, mual, nyeri, gatal, sesak)
- identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi
dan perasaannya
- identifikasi masalah emosional dan spiritual
Terapeutik
- berikan posisi yang nyaman
- berikan kompres dingin atau hangat
- ciptakan lingkungan yang nyaman
- berikan pemijatan
- berikan terapi akupresur’berikan terapi hypnosis
- dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam
terapi/pengobatan
- diskusikan menganai situasi dan pilihan
terapi/pengobatan yang diinginkan
Edukasi
- jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
terapi/pengobatan
- ajarkan terapi relaksasi
- ajarkan latihan pernapasan
- ajarkan teknik distraksi dan imajinasi terbimbing
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgesic, antipruritus,
antihistamin, jika perlu
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DISUSUN OLEH :
NAMA : INDRIANI
NIM : A.18.10.026
4. Faktor Predisposisi
5. Patofisiologi
Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti
penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai
obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Gangguan emosi,
obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang
berlebihan, tembakau dan obat-obatan dan faktor keturunan, faktor
umur. Faktor penyebab diatas dapat berpengaruh pada sistem saraf
simpatis. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari
pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem jarak simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi kelenjar adrenal terangsang, vasokonstriksi bertambah. Medula
adrenal mensekresi epinofrin menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat respons
vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
merangsang pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I dan diubah menjadi angiotensin II yang mengakibatkan
retensi natrium dan air yang menimbulkan odema. Vasokontriksi
pembuluh darah juga mengakibatkan peningkatan tahanan perifer,
meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan aliran balik darah
vena ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan berkompensasi untuk
meningkatkan curah jantung mengalami penurunan. Hal ini
mempengaruhi suplai O2 miokardium berkurang yang menimbulkan
manifestasi klinis cianosis, nyeri dada/ angina, sesak dan juga
mempengaruhi suplai O2 ke otak sehingga timbul spasme otot
sehingga timbul keluhan nyeri kepala/pusing, sakit pada leher.
Tingginya tekanan darah yang terlalu lama akan merusak pembuluh
darah diseluruh tubuh seperti pada mata menimbulkan gangguan pada
penglihatan, jantung, ginjal dan otak karena jantung dipaksa
meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan
darah. Diotak tekanan darah tinggi akan meningkatkan tekanan intra
kranial yang menimbulkan manifestasi klinis penurunan kesadaran,
pusing, dan gangguan pada penglihatan kadang-kadang sampai
menimbulkan kelumpuhan.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
6. Manifestasi Klinis
Biasanya Hipertensi tanpa gejala atau tanda- tanda peringatan untuk
hipertensi dan sering disebut “silent killer” (Udjianti, 2010).
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi
bertahun- tahun, dan berupa:
a. Sakit kepala saat terjaga, kadang- kadang disertai mual dan
muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal
e. Edema dependent dan peningkatan akibat tekanan kapiler
f. Palpitasi
g. Keringat berlebihan
h. Tremor otot
i. Nyeri dada
j. Epistaksis
k. Tinnitus (telinga berdenging)
l. Kesulitan tidur (Udjianti, 2010).
7. Klasifikasi
a. The Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru
yaitu : (Smeltzer, 2001)
8. Komplikasi
a. Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi
berkurang. Arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
aneurisma.
b. Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah.
Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
c. Gagal Ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran
darah ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan
edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
Terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat
cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan
ini menyebabakan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-
neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
e. Kejang
Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir
mungkin memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi
plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia
dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum
proses persalinan (Corwin, 2009)
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Hitung darah lengkap (complete blood cells count) meliputi
pemeriksaan Hemoglobin, Hematrokit untk menilai viskositas dan
indikator faktor resiko seperti Hiperkoagulabilitas, anemia.
b. Kimia Darah
1) BUN , Kreatin: peningkatan kadar menandakan penurunan
perfusi atau faal renal
2) Serum Glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah
presipitator hipertensi) akibat dari peningkatan kadar
katekolamin.
3) Kadar kolesterol atau trigliserida: peningakatan kadar
mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque
atheromatus.
4) Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme
primer.
5) Studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang
berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
6) Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko
hipertensi.
c. Elektrolit
1) Serum Potasium atau Kalium (hipokalemia mengindikasikan
adanya aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik)
2) Serum Kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap
hipertensi .
d. Urine
1) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine
mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes
2) Urine VMA (catecholamine metabolite): peningkatan kadar
mengindikasikan adanya pheochromacytoma
3) Steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan
hiperadrenalisme, pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary ,
Sindrom Chusing’s; kadar renin juga meningkat.
e. Radiologi
1) Intra Venous Pyelografi (IVP) : mengidentifikasi penyebab
hipertensi seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis ,
benign prostate hyperplasia (BPH).
2) Rontgen toraks: menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup
jantung, deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
f. EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi
atau disritmia. (Udjiati, 2010)
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat
dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal
jantung dan bisa memperbaiki keadaan LVH. Beberapa diet
yang dianjurkan antara lain:
a) Rendah garam,
Beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan
pengurangan komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi
system renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi
sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium yang
dianjurkan 50–100 mmol atau setara dengan 3-6 gram
garam per hari.
b) Diet tinggi potassium
Dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya
belum jelas.Pemberian Potassium secara intravena dapat
menyebabkan vasodilatasi,yang dipercaya dimediasi oleh
nitric oxide pada dinding vascular.
c) Diet kaya buah dan sayur.
d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
e) Tidak mengkomsumsi Alkohol.
2) Olahraga Teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan
jantung. Olaharaga isotonik dapat juga bisa meningkatkan
fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi
katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit
sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dinjurkan untuk
menurunkan tekanan darah.
3) Penurunan Berat Badan
Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas
berhubungan dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi
penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan
(1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan
dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian
khusus karena umumnya obat penurun berat badan yang terjual
bebas mengandung simpatomimetik, sehingga dapat
meningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala
gagal jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia.
4) Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik,
dan MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau
menggunakannya dengan obat antihipertensi.
5) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, jogging.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter
Ahli Hipertensi (Joint National Comittee on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan
bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang
ada pada penderita.
1) Diuretika
a) Tiazid : obat yang paling sering digunakan dan salah satu
obat golongan ini yang paling luas diteliti. Secara
tradisional, diuretika tiazid membentuk dasar sebagian besar
program terapeutik yang dibentuk untuk menurunkan
tekanan arteri dan biasanya efektif dalam 3-4 hari.
Selanjutnya obat ini ditujukan untuk mengurangi mortalitas
dan morbiditas dalam uji klinis jangka panjang. Contoh
diuretik tiazid yaitu hidroklorotiazida.
b) Diuretik yang bekerja pada angsa henle tubulus yang lebih
poten seperti furosemid dan bumetanid juga ditujukan
sebagai antihipertensi tetapi penggunaanya kurang luas
karena lama kerjanya yang lebih pendek.
c) Diuretik Hemat Kalium
Terdapat 3 jenis diuretik kalium yaitu Spironolakton,
Triamteren dan Amilorid. Ketiga diuretika hemat kalium ini
dapat diberikan bersamaan dengan diuretika tiazid untuk
mengurangi kehilangan kalium ginjal.
3) Vasodilator
a) Hidralazin, obat yang paling serba guna yang menyebabkan
relaksasi langsung otot polos vaskuler, obat ini efektif baik
secara oral maupun parenteralm, terutama bekerja pada
resistensi arteri dibandingkan kapasitas pembuluh vena.
b) Minoxidil, penggunaannya terbatas terutama pada pasien
dengan hipertensi berat dan insufisiensi renal
c) Diazoksid, derivat tiazid, terbatas penggunaannya pada
keadaan akut. Obat ini harus diberikan dengan cepat secara
intravena untuk menjamin efeknya. Obat ini segera bekerja
menurunkan tekanan darah, dan efeknya berakhir selama
beberapa jam.
d) Nitroprusid, diberikan secara intravena juga bekerja sebagai
vasodilator langsung, dengan mulai dan berhenti kerjanya
yang hampir segera.
11. Prognosis
Pasien yang menderita hipertensi mempunyai harapan hidup sebanyak
50 %. Tetapi bila ditangani secara tidak benar pasien tersebut akan
mempunyai prognosis yang jelek (menyebabkan kematian).
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi pengkajian mengenai nama, tempat/tanggal
lahir klien, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, golongan darah,
agama, status perkawinan klien, alamat, jenis kelamin, orang yang
paling dekat dengan klien atau yang bertanggung jawab, hubungan
orang tersebut dengan klien, alamat dan jenis kelamin orang
tersebut.
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Keluhan penderita hipertensi biasanya seperti sakit kepala,
fatigue, lemah dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi
peningkatan frekuensi denyut jantung, disritmia dan takipnea.
2) Pengetahuan/pemahaman dan penatalaksanaan masalah
kesehatan
3) Derajat keseluruhan fungsi relative terhadap masalah
kesehatan dan diagnose medis.
4) Alasan masuk panti (jika dipanti) :
a) Obat-obatan
Nama dan dosis obat yang diberikan, waktu dan cara
penggunaan
b) Status imunisasi
Tanggal terbaru imunisasi tetanus, difteria, dll
c) Alergi (catat agen dan reaksi spesifik)
d) Penyakit yang diderita
e) Nutrisi
Diet yang diberikan, riwayat peningkatan dan penurunan
BB, masalah dalam pemenuhan nutrisi, kebiasaan, pola
makan.
2. Diagnosa Keperawatan
Perawatan kenyamanan
Tindakan
Observasi
- identigfikasi gejala yang tidak menyenangkan (mis, mual, nyeri, gatal,
sesak)
- identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan perasaannya
- identifikasi masalah emosional dan spiritual
Terapeutik
- berikan posisi yang nyaman
- berikan kompres dingin atau hangat
- ciptakan lingkungan yang nyaman
- berikan pemijatan
- berikan terapi akupresur’berikan terapi hypnosis
- dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam terapi/pengobatan
- diskusikan menganai situasi dan pilihan terapi/pengobatan yang
diinginkan
Edukasi
- jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi/pengobatan
- ajarkan terapi relaksasi
- ajarkan latihan pernapasan
- ajarkan teknik distraksi dan imajinasi terbimbing
Kolaborasi
kolaborasi pemberian analgesic, antipruritus, antihistamin, jika perlu
1. Implementasi
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Nur Meity Sulistia. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik.
Edisi 2. Jakarta: EGC
Corwin,Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3.Jakarta:EGC
Doengoes, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C .2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Mubarak, Wahit Iqbal. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta:
Sagung Seto
Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 1.Jakarta: EGC
Santosa Budi.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth. Edisi 8 Volume 2.Jakarta: EGC
Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika
http://jurnalmedika.com/component/content/article/143-hipertensi-primer-
patofisiologi-dan-tata-laksana-klinis (diakses tanggal 16 Mei 2012)
http://siswa.univpancasila.ac.id/yoland08/2011/01/12/patofisiologi-hipertensi/
(diakses tanggal 16 Mei 2012)
PPNI. 2018. Standar diagnosis keperawatan Indonesia : definisi dan