Anda di halaman 1dari 16

SUMBER HUKUM DAN ASAS-ASAS HUKUM ACARA

PIDANA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana

Dosen Pengampu :

Riyan Ramdani, S.Sy., M.H

Disusun Oleh :

Andiena Shafira Y 1213010016


Aqlia Zakiah 1213010018
Arief Priyatna 1213010019

Cakti Luckyta Aji 1213010026

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sumber Hukum dan
Asas-Asas Hukum Acara Pidana” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang sumber hukum dan
asas-asas hukum acara pidana bagi para pembaca dan juga penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Riyan Ramdani, S.Sy., M.H
selaku Dosen Pengampu. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 3 Maret 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II 3

PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Sumber Hukum dan Asas-Asas Hukum 3

B. Sumber Hukum Acara Pidana 5

C. Asas-Asas Hukum Acara Pidana 6

BAB III 12

PENUTUP 12

A. Simpulan 12

B. Saran 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana,
oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan
yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu
kepolisisan, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan
negara dengan mengadakan hukum pidana.1
Polri merupakan salah satu aparat penegak hukum, karena Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat,
tertib dan tegaknya hukum, terselengggaranya perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya masyarakat yang menjunjung
tinggi hak asasi manusia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Pasal 4, keamanan dan ketertiban tersebut dapat tercipta dengan baik
apabila setiap orang mau dan mampu mematuhi peraturan Undang-Undang
yang ada yaitu KUHAP.2
Tidaknya hanya hukum pidana yang memiliki sumber hukum akan tetapi
hukum acara pidana pun memiliki sumber hukum. Sumber hukum ini penting
karena akan menjadi pedoman bagi hukum acara pidana. Maka dari itu makalah
ini akan membahas mengenai sumber hukum acara pidana.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah


sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum dan asas-asas hukum?
2. Apa sajakah sumber hukum acara pidana?
3. Apa sajakah asas-asas hukum acara pidana?

1
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 2-3
2
Penjelasan Pasal 4 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri

1
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka pada suatu penulisan perlu
dilandasi dengan alasan – alasan serta didukung oleh tujuannya. Maka
diperlukan adanya tujuan, Adapun tujuan penulisan ini sebagai berikut:
1. Memaparkan pengertian sumber hukum dan asas-asas hukum
2. Menjelaskan sumber hukum acara pidana
3. Memaparkan asas-asas hukum acara pidana

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber Hukum Dan Asas-Asas Hukum


Sumber hukum atau disebut juga sebagai asal muasal hukum adalah segala
sesuatu yang bisa menghasilkan adanya hukum. Artinya, sumber hukum adalah
awal sebuah aturan dibuat sehingga ditaati oleh masyarakat.
Definisi lain menyebutkan bahwa pengertian sumber hukum adalah segala
sesuatu yang bisa menciptakan aturan-aturan yang bersifat memaksa, sehingga
pelanggarnya akan mendapatkan sanksi. Secara umum, ada dua macam sumber
hukum yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal.
Sumber hukum material merupakan sumber hukum yang berasal dari segala
bentuk norma, aturan, atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi
pedoman dalam bertindak. Sumber hukum ini sangat ditentukan oleh
karakteristik dan keyakinan dari kelompok masyarakat atau individu. Adanya
pendapat dari masyarakat mengenai nilai-nilai dan norma yang berlaku
membuat proses pembentukan hukum bisa disahkan dan ditetapkan untuk
berlaku di suatu lingkungan masyarakat.
Sumber hukum formal merupakan sumber hukum yang berasal dari hasil
penerapan sumber hukum material. Hal ini memungkinkan adanya hukum
formal yang harus dipenuhi dan ditaati masyarakat. Sumber hukum formal
terdiri dari 5 jenis, yaitu Undang-undang, kebiasaan, keputusan hakim, traktat,
dan pendapat sarjana hukum.3
Sementara menurut Rahman Syamsuddin dalam buku Pengantar Hukum
Indonesia, sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan
sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara. Kata sumber hukum
sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu:
• Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,
misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa

3
C.S.T. Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka.

3
• Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada hukum
yang sekarang berlaku, misalnya hukum Perancis, hukum Romawi
• Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlakunya secara
formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat)
• Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen,
undang-undang, lontar, batu bertulis
• Sebagai sumber terjadinya hukum: sumber yang menimbulkan hukum
Pengertian Asas Hukum Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat tiga
pengertian asas, yaitu:
• Dasar, alas, pedoman, misalnya batu yang baik untuk alas rumah.
• Suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir (berpendapat
dan sebagainya); misalnya: bertentangan dengan asas-asas hukum pidana;
pada asasnya yang setuju dengan usul saudara.
• Cita-cita yang menjadi dasar (perkumpulan negara dan sebagainya);
misalnya: membicarakan asas dan tujuan.
Adapun pengertian asas hukum menurut para ahli diantaranya:
1. Menurut Belleford asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari
hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-
aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan pengendapan dari
hukum positif.
2. Menurut Van Der Delvan Asas hukum adalah tipe putusan tertentu yang
dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai situasi atau digunakan
sebagai pedoman berperilaku. Asas hukum didasarkan atas satu nilai atau
lebih yang menentukan situasi yang bernilai yang harus direalisasi.
3. Asas hukum menurut Mohammad Daud Ali adalah kebenaran yang
digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama dalam
penegakan dan pelaksanaan hukum. Misalnya asas hukum pidana menjadi
tolok ukur dalam pelaksanaan hukum pidana.

4
B. Sumber Hukum Acara Pidana
Sudikno Meertokusumo menyatakan, sumber hukum adalah tempat kita
dapat menemukan atau menggali hukumnya.4 Apabila dihubungkan dengan
frasa hukum acara pidana, maka sumber hukum acara pidana adalah tempat
kita dapat menemukan atau menggali hukum acara pidana yang tentunya
berlaku di Indonesia.
Selain dapat ditemukan normanya dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, tempat kita dapat menemukan atau menggali
hukum acara pidana yang berlaku adalah dalam Undang-Undang dan peraturan
pelaksanaannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. KUHAP beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (untuk selanjutnya cukup disebut “UU No. 14
Tahun 1985”) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (untuk selanjutnya cukup disebut “UU No. 3 Tahun
2009”)
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum (untuk selanjutnya cukup disebut “UU No. 2 Tahun
1986”) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum (untuk selanjutnya cukup disebut “UU No. 49 Tahun
2009”)
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman (untuk selanjutnya cukup disebut “UU No. 48
Tahun 2009”)
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (untuk selanjutnya cukup disebut
“UU No. 46 Tahun 2009”)

4
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 1999), 76.

5
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (untuk selanjutnya
cukup disebut “UU No. 30 Tahun 2002”) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (untuk selanjutnya cukup disebut “UU No. 19 Tahun
2019”).5
C. Asas-Asas Hukum Acara Pidana
1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.
Asas peradilan cepat, sederhana biaya ringan maksudnya adalah
diharapkan sebuah proses peradilan dilaksanakan dengan cepat dan
sederhana sehingga biaya bisa semakin diringankan. Maka dengan ini tidak
menghabiskan anggaran negara terlalu besar dan tidak memberatkan pihak
yang berperkara.
Peradilan cepat sering disebut constant justitie. Sementara dalam
Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), dalam penjelasan butir 3 e dikatakan:"peradilan yang harus
dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan
tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat
pengadilan”.
Masih dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), misalnya Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4),
27 ayat (4), 28 (4). Dalam pasal-pasal tersebut terdapat ketentuan jika lewat
waktu penahanannya seperti tercantum dari ayat sebelumnya maka hakim,
penuntut umum dan penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka atau
terdakwa dari tahanan. Hal itu mendorong hakim, penuntut umum dan
penyidik mempercepat penyelesaian perkara.
2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence).

5
Moch Choirul Rizal, Diktat Hukum Acara Pidana, (Kediri: Lembaga Studi Hukum Pidana
(LSHP).2021). Hlm. 5

6
Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of Innocence) adalah asas
yang wajib menganggap bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Asas ini disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam Penjelasan Umum butir
3 huruf c yang merumuskan: “Setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan"
3. Asas Oportunitas.
Asas oportunitas adalah adanya hak yang dimiliki oleh penuntut umum
untuk tidak menuntut ke Pengadilan atas seseorang. Tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dan ada juga dalam pasal 6 butir a dan butir b menyebutkan:
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang
untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenag oleh undang-
undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim.
A.Z Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai
berikut:
“Asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk
menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau
korporasi yang telah mewujudkan delikdemi kepentingan hukum.”6
4. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum.
Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum ialah asas yang
memerintahkan bahwa dalam tahap pemeriksaan, pengadilan terbuka untuk

6
A.Z Abidin Frid, Sejarah dan Perkembangan Asas Opportunitas di Indonesia, Ujung Pandang:
UNHAS, 1981. Hlm. 12

7
umum maksudnya yaitu boleh disaksikan dan diikuti oleh siapapun, kecuali
dalam perkara yang menyangkut kesusilaan dan perkara yang terdakwanya
anak-anak.
Asas ini terdapat pada Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan
sebagai berikut :
“Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak’.7
Dengan hal ini bahwa saat membuka sidang Hakim harus menyatakan
“sidang terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak
dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi
hukum” (Pasal 153 ayat (4) KUHAP) ada pengecualian dalam ketentuan ini
yaitu sepanjang mengenai perkara yang menyangkut kesusilaan atau
terdakwanya adalah anak-anak, yang dalam hal ini persidangan dapat
dilakukan dengan pintu tertutup.
5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum (equality before
the law).
Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum maksudnya
ialah hukum tidak membeda-bedakan siapapun tersangkanya atau apapun
jabatan dalam melakukan pemeriksaan.
“Asas persamaan di muka hakim tidak secara eksplisit tertuang dalam
KUHAP, akan tetapi asas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
KUHAP. Ditempatkan asas ini sebagai satu kesatuan menunjukan bahwa
betapa pentingnya asas ini dalam tata kehidupan Hukum Acara Pidana di
Indonesia”.8
Asas ini berdasarkan hukum tercantum pula dalam Undang-Undang
Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 19821 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam penjelasan
umum butir 3a Pasal 5 ayat (1) tersebut merumuskan:

7
Yahman, Pengantar Hukum Acara Pidana, Qiara media, Pasuruan, 2021. hlm 13
8
Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Bina Cipta, Jakarta, 1983. hlm. 30

8
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang".
6. Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannnya dan Tetap
Asas ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa
dilakukan oleh Hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Hakim-hakim
tersebut diangkat oleh kepala negara secara tetap. Ini disebut dalam Pasal 31
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang memutuskan:
“(1) Hakim pengadilan di bawah Mahkamah Agung merupakan pejabat
negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang berada pada badan
peradilan di bawah Mahkamah Agung.
(2) Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat merangkap
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. ”.
7. Asas Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum (Asas legal
asistance).
Asas berhak mendapat bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa
adalah suatu upaya yang secara filosofi melindungi hak asasi manusia dari
diri tersangka maupun terdakwa dalam suatu perkara untuk memperoleh
bantuan hukum dari seorang penasehat hukum.
Ketentuan Pasal 69 sampai Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur tentang bantuan hukum
dimana tersangka/terdakwa mendapatkan kebebasan-kebebasan yang sangat
luas. Kebebasankebebasan itu antara lain sebagai berikut:
1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau
ditahan.
2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka / terdakwa pada semua
tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.
4. Pembicaraan anatar penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh
penyidik dan penuntut umum, kecuali pada delik yang menyangkut
keamanan Negara.

9
5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penaehat hukum
guna kepentingan pembelaan.
6. Penasihat hukum berhak mengirimkan dan menerima surat dari tersangka
/ terdakwa.
8. Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatior dan Inquisitor)
Asas akusator mempunyai arti bahwa menempatkan kedudukan
terdakwa sebagai subjek pemeriksaan, terdakwa tidak lagi dipandang
sebagai objek. Sedangkan pemahaman dalam asas inkisitor, terdakwa
dipandang sebagai objek pemeriksaan.
Asas inkisitor ini sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan
tersangka merupakan alat bukti terpenting, sehingga untuk mendapatkan
pengakuan tersangka sering digunakan tindakan kekerasan ataupun
penganiayaan.
Asas akusator ini telah ditunjukan dalam Pasal 54 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berisi
ketentuan untuk memberikan kebebasan kepada tersangka maupun terdakwa
untuk mendapatkan penasehat hukumnya.Pasal 54 Undang-Undang Nomor
54 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa :
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak
mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatcara
yang ditentukan dalam undang-undang ini.”
9. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan.
Asas Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan artinya yaitu,
dalam acara pemeriksaan pengadilan, pemeriksaan dilakukan oleh Hakim
secara langsung kepada terdakwa dan saksi. Ini berbeda dengan acara perdata
di mana tergugat dapat mewakili oleh kuasanya. Sedangkan arti dari lisan
sendiri yaitu pemeriksaan hakim bukan dilakukan secara tertulis tetapi secara
lisan antara Hakim dan terdakwa.
Asas ini diatur dalam Pasal 153 ayat (2) dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa;

10
a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang
dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh
terdakwa dan saksi.
b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan
yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara
tidak bebas.
Bambang Poernomo berpendapat bahwa “Pemeriksaan perkara pidana
antara pihak yang terlibat dalam persidangan harus dilakukan tidak secara
tertulis tetapi harus dengan lisan atau satu sama lain agar dapat diperoleh
keterangan yang benar dari yang bersangkutan tanpa tekanan dari pihak
manapun. Tata cara pemeriksaan perkara pidana dengan mendengarkan
keterangan langsung adalah memberikan kesempatan terutama kepada
terdakwa untuk mengeluarkan pendapatnya atau jika perlu memberikan
keterangan ingkar karena pada waktu pemeriksaan permulaan tidak bebas
keterangannya yang diperiksa secara tertutup”.9

9
Bambang Poernomo, Pola Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta,
1985.

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Sudikno Meertokusumo menyatakan, sumber hukum adalah tempat kita
dapat menemukan atau menggali hukumnya. Apabila dihubungkan dengan frasa
hukum acara pidana, maka sumber hukum acara pidana adalah tempat kita dapat
menemukan atau menggali hukum acara pidana yang tentunya berlaku di
Indonesia. Selain dapat ditemukan normanya dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tempat kita dapat menemukan atau
menggali hukum acara pidana yang berlaku adalah dalam Undang-Undang dan
peraturan pelaksanaannya, salah satunya adalah KUHAP beserta peraturan-
peraturan pelaksanaannya.
Menurut Belleford asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari
hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-
aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan pengendapan dari
hukum positif.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun
dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, R. (1983). Bunga Rampai Hukum Acara Pidana. Jakarta: Bina Cipta.

Frid, A. A. (1981). Sejarah dan Perkembangan Asas Opportunitas di Indonesia.


Ujung Pandang: UNHAS.

Kansil, C. (2002). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Balai Pustaka.

Marpaung, L. (2005). Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Mertokusumo, S. (1999). Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Poernomo, B. (1985). Pola Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana.
Yogyakarta: Liberty.

Rizal, M. C. (2021). Diktat Hukum Acara Pidana. Kediri: LSHP.

Yahman. (2021). Pengantar Hukum Acara Pidana. Pasuruan: Qiara Media.

Penjelasan Pasal 4 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri

13

Anda mungkin juga menyukai