Anda di halaman 1dari 3

BELL’S PALSY

No.Dokumen : SOP/164/UKP-NGT
No.Revisi : 00
SOP
Tanggal terbit : 17 Februari 2018
Halaman : 1/3
PUSKESMAS YUPITA
NANGA NIP.19670703
TAYAP 1989012 003

1. Pengertian Bell’s palsy adalah penyakit neurologis berupa paralisis otot


fasialis atas dan bawah yang bersifat unilateral dengan onset akut
ICD X : G51.0 Bells’ palsy
Tingkat kemampuan : 4A
2. Tujuan Sebagai acuan petugas dalam menentukan diagnosis dan
penatalaksanaan Bells’palsy
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas No. 32/KAPUS/I/2018
Tentang Penetapan Dokumen Esternal Yang Menjadi Acuan
Dalam Penyusunan Standar Pelayanan Klinis
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesis berupa:
a. Keluhan utama: paralisis otot fasialis atas dan bawah
unilateral dengan onset akut (periode 48 jam)
b. Riwayat penyakit sekarang: nyeri auricular posterior atau
otalgia ipsilateral, peningkatan produksi air mata (epifora)
yang diikuti penurunan produksi air mata yang dapat
mengakibatkan mata kering (dry eye) ipsilateral,
hiperakusis ipsilateral, penurunan rasa pengecapan pada
lidah ipsilateral, gejala awal: kelumpuhan otot otot fasialis
unilateral yang mengakibatkan hilangnya kerutan dahi
ipsilateral, tidak mampu menutup mata ipsilateral, wajah
merot/tertarik ke sisi kontralateral, bocor saat berkumur,
tidak bisa bersiul, nyeri tajam pada telinga dan mastoid,
penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral,
hiperakusis ipsilateral, gangguan lakrimasi ipsilateral
c. riwayat penyakit dahulu: infeksi, diabetes mellitus
d. riwayat penyakit keluarga
e. faktor resiko: paparan dingin (kehujanan, udara malam,
AC), infeksi terutama virus (HSV tipe 1), penyakit
autoimun, diabetes mellitus, hipertensi, kehamilan
2. Petugas melakukan pemeriksaan keadaan umum, kesadaran
dan tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan frekuensi
pernapasan)
3. Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang teliti pada kepala,
telinga, mata, hidung dan mulut pada semua pasien dengan
paralisis fasial
4. Jika ada indikasi petugas melakukan pemeriksaan penunjang
seperti darah lengkap, gula darah sewaktu, tes faal ginjal
(BUN/kreatinin serum)
5. Petugas menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis atau
menegakkan diagnosis banding (stroke, meningitis basilaris,
tumor Cerebello Pontine Angle)
6. Petugas memberikan terapi sesuai diagnosa yaitu:
a. Pengobatan inisial
 Steroid dan asiklovir (dengan prednison) mungkin efektif
untuk pengobatan Bells’ palsy
 Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan
perbaikan fungsi saraf kranial, jika diberikan pada onset
awal
 Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/day
selama 6 hari, diikuti
penurunan bertahap total selama 10 hari
 Antiviral: asiklovir diberikan dengan dosis 400 mg oral 5
kali sehari selama 10 hari. Jika virus varicella zoster
dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5 kali/hari
b. Lindungi mata
Perawatan mata: lubrikasi okular topikal (artifisial air mata
pada siang hari) dapat mencegah corneal exposure
c. Fisioterapi atau akupunktur: dapat mempercepat
perbaikan dan menurunkan sequele
7. Petugas memberitahukan rencana tindak lanjut (pemeriksaan
kembali fungsi nervus fasialis untuk memantau perbaikan
setelah pengobatan)
8. Jika ada indikasi petugas melakukan rujukan ke fasilitas
kesehatan lanjut (bila dicurigai kelainan supranuklear, tidak
menunjukkan perbaikan, terjadi kekambuhan atau
komplikasi)
9. Petugas memberikan resep kepada pasien untuk diserahkan
ke apotek
10. Petugas mendokumentasikan semua hasil anamnesis,
pemeriksaan, diagnosa dan terapi yang telah dilakukan dalam
rekam medis pasien
11. Petugas menyerahkan rekam medis ke petugas rekam medis.
6. Unit Terkait 1. Pendaftaran dan Rekam Medis
2. Ruangan Pemeriksaan Umum
3. Laboratorium
4. Ruang Farmasi
Rekaman historis perubahan
No Yang diubah Isi Perubahan Tanggal mulai diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai