Anda di halaman 1dari 39

OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID

Obat anti inflamasi non steroid adalah obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit rheumatik dan mempunyai kapasitas untuk gejala inflamasi. Obat ini bersifat
antipiretik dan analgesic. Tapi anti inflamasi ini lebih banyak digunakan untuk
mengatasi gangguan nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi. Prototip dari
obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat ini disebut sebagai obat mirip aspirin
(aspirin-like drugs). Sebagian besar dari efek terapi dan efek samping dari obat ini
adalah berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin.

Klasifikasi

Nonselective COX Inhibitors

Sallicylic acid derivatives

Aspirin, sodium salicylate, choline magnesium trisalicilate, salsalate, diflunisal,


sulfasalazine, olsalazine

Para-aminophenol derivatives

Acetaminophen

Indole and indence acetic acids

Indometachin, sulindac

Heteroaryl acetic acids

Tolmetin, diclofenac, ketorolac

Arylpropionic acids

Ibuprofen, naproxen, flubiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oxaprozin

Anthranilic acids ( fenamates )

Mefenamic acid, meclofenamic acid

Enolic acids

1
Oxicam ( piroxicam, meloxicam )

Alkanones

Nabumetone

Selective COX-2 Inhibitors

Diaryl-substituted furanones

Refecoxib

Diaryl-substituted pyrazoles

Celecoxib

Indole acetic acids

Etodolac

Sulfonanilides

Nimesulide

Farmakokinetik

Meskipun terdapat banyak golongan dari OAINS tetapi hampir semuanya


memiliki sifat yang sama. Salah satunya hamper semua dari OAINS tergolong asam
organic yang lemah kecuali nabumetone.Hampir semua obat ini diserap dengan baik.
dan makanan tidak banyak mengubah bioavailability.OAINS dimetabolisme dengan
baik melalui mekanisme fase 1 dan fase 2 dan sisanya melalui glucoronidation.
Metabolisme ini berlansung di hati dengan enzim P450 families. Eksresinya sebagian
besar melalui ginjal. Sebagian besar dari OAINS (98%) berikatan dengan albumin.

Farmakodinamik

Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik analgesic dan anti inflamasi.
Misalnya parasetamol(asetaminofen) bersifat anti piretik dan anlgesik tetapi anti
inflamasinya lemah sekali.

2
Mekanisme Kerja

Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam


arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghanbat siklooksigenase
dengan cara yang berbeda. Khususnya parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya
terjadi bila lingkungannya rendah peroksid seperti di hipotalamus.

Adverse Event

Kebanyakan obat bersifat asam seperti di lambung, ginjal dan jaringan


inflamasi. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau
tukak peptik yang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.

Beratnya efek samping masing-masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung
ialah:

1. Iritasi yang bersifat local yang menimbulkan difusi kemalai asam lambung ke
mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan

2. Iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis
PGE2 dan PGI1. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan

3
fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mucus usus
halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme ini terjadi pada pemberian parenteral.

Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akaibat penghambatan


biosintesis tromboksan dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.

Penghambatan biosintesis PG di ginjal, terutama PGE2, berperan dalam gangguan


homeostasis ginjal yang ditimbulkan oleh obat mirip aspirin ini. Pada orang normal
gangguan ini tidak banyak empengaruhi fungsi ginjal. Tetapi pada penderita
hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asites dan penderita gagal jantung, alir darah
ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruli akan berkurang, bahkan dapat terjadi gagal
ginjal.

Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersesitivitas terhadap aspirin dan obat
mirip aspirin. Reaksi ini bisa berupa rhinitis vasomotor, udem angioneurotik, urtikaria
luas, asma bronchial, hipotensi sampai keadaan presyok dan syok. Diantara obat ini
dapat terjadi reaksi hipersensitivitas silang. Menurut hipotesis, mekanisme reaksi ini
bukan reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolism asam arakidonat ke arah
jalur hipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan produksi leukotrien inilah
yang mendasari gejala tersebut.

Indikasi

Berguna untuk mengobati gejala rema seperti A.R artrosis dan spondylosis.
Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma ( pukulan, benturan, kecelakaan ),
juga misalnya setelah pembedahan atau pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai
pula untuk pencegahan pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang
cukup tinggi.

Selanjutnya juga digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih serta
keluhan tulang pinggang dan nyeri haid, juga untuk nyeri kanker akibat metastase
tulang. Yang banyak digunakan dalam kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping
relatif sedikit yaitu ibuprofen, naproksen dan diklofenak.

4
Efek Analgesik

Sebagai analgesik, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialhi dan artralgia dan nyeri
lain yang bersal dari integument juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan
inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah dari efek analgesic opiate, obat mirip
aspirin ini tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping yang
merugikan. Obat ini hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak
mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen, tidak teratasi
dengan obat mirip aspirin. Sebaliknya nyeri paska bedah dapat diatasi.

Efek Antipiretik

Obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badab hanya pada keadaan
demam. WAlaupun obat ini banyak memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak
semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara
rutin atau terlalu lama. Fenilbetazon dan antireumatik lainyya tidak dibenarkan
digunakan sebagai antipiretik.

Efek Anti Inflamasi

Kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai
anti inflamasi pada pengobatan kelainan musculoskeletal,seperti arthritis rheumatoid,
osteoarthritis spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat obat ini hanya meringankan
gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak
menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada lelainan
musculoskeletal ini.

A. SALISILAT

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan
dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai
efek obat sejenis.

5
Kimia

Struktur kimia golongan salisilat ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya
yang dapat dipakai secara sistemik, adalah ester salisilat dari asam organik dengan
substitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal.

Farmakokinetik

Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk
utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi
dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian . kecepatan absorpsinya tergantung dari
kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu
pengosongan lambung. Absorpsi pada pemberian secara rectal lebih lambat dan tidak
sempurna sehingga cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit
sehat, terutama bila dipakai sebagai obat gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi
dengan olesan pada kulit yang luas. Metal salisilat juga diabsorpsi dengan cepat
melalui kulit utuh, tetapi penyerapan di lambung lambat dan lama bertahan di lambung,
oleh karena itu bila terjadi keracunan, bilas lambung masih berguna walaupun obat
sudah ditelan selama lebih dari 4 jam.

Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan


cairan transelular sehingga ditemukan dalam cairan synovial, cairan spinal, cairan
peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar
uri. Kira-kira 80%-90% salisilat plasma terikat pada albumin. Aspirin diserap dalam
bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya
kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma.

Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan, tetapi terutama di mikrosom


dan mitokondria hati. Salisilat diekskresi dalam bentuk metabolitnya terutama melalui
ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan empedu.

Farmakodinamik

Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai obat


analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif
sebagai antipiretik. Dengan dosis ini laju metabolisme juga meningkat. Pada dosis

6
toksik, obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga terjadi demam dan
hiperhidrosis pada keracunan berat.

Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik, kadar plasma perlu


dipertahankan antara 250-300mcg/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4
gram per hari untuk orang dewasa. Pada penyakit demam reumatik, aspirin masih
tetap belum dapat digantikan oleh obat AINS yang lain dan masih dianggap sebagai
standard dalam studi perbandingan penyakit artritis reumatoid.

Mekanisme Kerja

Efek antipiretik dan antiinflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis


prostaglandin di pusat pengaturan panas dalam hipotalamus dan perifer di daerah
target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga
mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi.

Adverse Event

 Efek terhadap pernapasan

Efek salisilat pada pernapasan sangat penting dimengerti. Salisilat merangsang


pernapasan, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pada dosis terapi,
salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian PCO2
akan merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli
bertambah dan PCO2 dalam plasma turun. Meningkatnya ventilasi ini pada
awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih dalam sedangkan frekuensi
hanya sedikit bertambah, seperti pada latihan fisik atau menghisap banyak CO2.
Lebih lanjut salisilat yang mencapai medula, merangsang langsung pusat
pernapasan sehingga terjadi ventilasi dengan pernapasan yang dalam dan cepat.
Pada keadaan intoksikasi, hal ini berlanjut menjadi alkalosis respiratoar.

 Efek terhadap keseimbangan asam-basa

Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi


oksigen dan produksi CO2 terutama di otot skelet karena perangsangan fosforilasi
oksidatif. Karbon dioksida yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan
perangsangan pernapasan sehingga karbon dioksida dalam darah tidak

7
meningkat. Ekskresi bikarbonat yang disertai Na+ dan K+ melalui ginjal meningkat,
sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH darah kembali normal.
Keadaan ini disebut alkalosis respiratoroar yang terkompensasi, dan sering
dijumpai pada orang dewasa yang mendapat terapi salisilat secara intensif.
Keadaan yang lebih buruk biasanya terjadi pada bayi dan anak yang mendapat
dosis toksik atau orang dewasa yang menelan dosis salisilat yang sangat besar.
Pada bayi dan anak, fase alkalosis respiratoar sering tidak terdeteksi sehingga
mereka baru dibawa ke dokter setelah keadaannya memburuk, yaitu setelah
terjadi asidosis metabolik.

 Efek urikosurik

Efek ini sangat ditentukan oleh besarnya dosis. Dosis kecil (1 g atau 2 g sehari)
menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah
meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah ekskresi asam urat.
Tetapi pada dosis lebih dari 5 g per hari terjadi peningkatan ekskresi asam urat
melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi
karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada
dosis tinggi salisilat juga menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir
peningkatan ekskresi asam urat. Efek urikosurik ini bertambah bila urin bersifat
basa. Dengan memberikan NaHCO3 kelarutan asam urat dalam urin meningkat
sehingga tidak terbentuk kristal asam urat dalam tubuli ginjal.

 Efek terhadap darah

Pada orang sehat, aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan. Hal ini
bukan karena hipoprotrombinaemia, tetapi karena asetil siklo-oksigenase
trombosit. Dosis tunggal 650 mg aspirin dapat memperpanjang masa perdarahan
kira-kira 2 kali lipat. Pada pemakaian obat antikoagulan jangka lama sebaiknya
berhati-hati memberikan aspirin, karena bahaya perdarahan mukosa lambung.
Sekarang, aspirin dosis kecil digunakan untuk profilaksis trombosis koroner dan
serebral.

Aspirin tidak boleh diberikan pada penderita dengan kerusakan hati berat,
hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K dan hemofilia, sebab dapat menimbulkan
perdarahan.

8
 Efek terhadap hati dan ginjal

Salisilat bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan dosis, bukan akibat reaksi
imun. Gejala yang sering terlihat hanya kenaikan SGOT dan SGPT, beberapa
penderita dilaporkan menunjukkan hepatomegali, anoreksia, mual dan ikterus.
Bila terjadi ikterus pemberian aspirin harus dihentikan karena dapat terjadi
nekrosis hati yang fatal. Oleh sebab itu aspirin tidak dianjurkan diberikan kepada
penderita penyakit hati kronik. Walaupun belum dapat dibutikan secara jelas,
tetapi secara penelitia epidemiologis ada hubungan erat antara salisilat dan
sindrom Reye. Pada sindrom ini terjadi kerusakan hati dan enselofali. Sindrom ini
jarang terjadi tetapi berakibat fatal dan dihubungkan pada pemakaian salisilat
pada infeksi varicella dan virus lainnya pada anak.

Salisilat dapat menurunkan fungsi ginjal pada penderita dengan hipovolemia atau
gagal jantung.

 Efek terhadap saluran cerna

Efek salisilat terhadap saluran cerna yang paling umum adalah distres
epigastrium, mual dan muntah. Perdarahan mikroskopik saluran cerna hampir
umum terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan aspirin. Aspirin adalah
asam. Pada pH lambung, asapirin tidak dibebaskan; akibatnya mudah menembus
sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi (menjadi bermuatan negatif) dan
terperangkap, jadi berpotensi menyebabkan kerusakan sel secara langsung.
Aspirin seharusnya diberikan bersama makanan dan cairan volume besar untuk
mengurangi saluran cerna. Pilihan lain, dapat juga diberikan bersama-sama
misoprostol.

 Hipersenitifitas

Sekitar 15 % pasien yang minum aspirin mengalami reaksi hipersensitivitas.


Gejala alergi yang asli adalah urtikaria, bronkokonstriksi, atau edema
angioneurotik. Jarang terjadi anafilaktik syok yang fatal.

 Sindrom Reye

Aspirin yang diberikan selama infeksi virus ada hubungannya dengan peningkatan
insidens sindrom Reye, seringkali fatal, menimbulkan hepatitis dengan edema

9
serebral. Terutama terjadi pada anak-anak, sehingga lebih baik diberi asitaminfen
daripada aspirin jika pengobatan dihentikan.

Indikasi

 Antipiresis

Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4
jam. Untuk anak 15-20 mg/kg BB, diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak
melebihi 3,6 g per hari.

 Analgesik

Salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri yang tidak spesisfik misalnya sakit
kepala, nyeri sendi, nyeri haif, neuralgia, mialgia. Dosis sama seperti pada
penggunaan antipiresis.

 Demam reumatik akut

Dalam waktu 24-48 jam setelah pemberian obat yang cukup terjadi pengurangan
nyeri, kekakuan, pembengkakan, rasa panas dan memerahnya jaringan setempat.
Sehu badan, frekuensi nadi menurun dan penderita merasa lebih enak. Dosis
untuk dewasa, 5-8 g per hari, diberikan 1 g per kali. Dosis untuk anak 100-125
mg/kg BB/ hari diberikan tiap 4-6 jam, selama seminggu. Setelah itu tiap minggu
dosis berangsur diturunkan samapai 60 mg/kg BB/ hari.

 Artitis rheumatoid

Walaupun telah banyak ditemukan obat antireumatoid baru, salisilat masih


dianggap obat standard pada studi perbandingan dengan obat anti-reumatik lain.
Sebagian penderita atitis rheumatoid dapat dikontrol dengan salisilat saja; bila
hasilnya tidak memadai, dapat digunakan obat lain. Selain menghilangkan nyeri,
salisilat jelas manghambat inflamasinya. Dosisnya ialah 4-6 g per hari, tetapi dosis
3 g sehari kadang-kadang cukup memuaskan.

 Penggunaan lain

Aspirin digunakan untuk mencegah trombus koroner dan thrombus vena dalam-
dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi trombosit. Laporan menunjukkan

10
bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat mengurangi
insiden infark miokard akut, dan penderita angina tidak stabil.

Kontraindikasi

 Pasien yang memiliki ulkus lambung dan duodenum.

 Penderita diatesis hemoragik (kecenderungan mengalami perdarahan).

 Anak berusia kurang dari 16 tahun.

Sediaan

Aspirin (asam asetil salisilat) dan natrium salisilat merupakan sediaan yang
paling banyak digunakan. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan
tablet 500 mg untuk dewasa. Metil salisilat (minyak wintergreen) hanya digunakan
sebagai obat luar dalam bentuk salep atau linimen dan dimaksudkan sebagai counter
irritant bagi kulit. Asam salisilat berbentuk bubuk, digunakan sebagai keratolitik dengan
dosis tergantung dari penyakit yang akan diobati.

Intoksikasi

Salisilat sering digunakan untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak
berarti sehingga banyak terjadi penggunasalahan ( misuse ) atau penyalahgunaan
( abuse ) bebas ini.

Keracunan salisilat yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya


keracunan salisilat bersifat ringan. Metil salisilat jauh lebih toksik daripada natrium
salisilat dan intoksikasinya sering terjadi pada anak-anak. 4 mL metil salisilat dapat
menimbulkan kematian pada anak-anak.

Salisillismus mirip sinkonsimus dengan gejala nyeri kepala, pusing, tinnitus,


gangguan pendengaran, penglihatan kabur, rasa bingung, lemas, rasa kantuk, banyak
keringat, haus , mual ,muntah, dan kadang-kadang diare. Pada intoksikasi yang lebih
berat gejala SSP menjadi lebih jelas disertai timbulnya kegelisahan, iritatif, inkoherensi,
rasa cemas, vertigo, tremor, diplopia, delirium yang maniacal, halusinasi, konvulsi
umum dan koma. Juga terjadi erupsi kulit, dan gangguan keseimbangan asam basa.

11
Suatu eksantem berupa pustule akneriform yang mirip eksantem pada
bromismus, dapat timbul jika terapi salisilat berlangsung lebih dari seminggu. Salisilat
juga dapat menimbulkan kelainan kulit berupa eritema, eksantem skarlatiniform,
pruritus, eksantem ekzematoid atau deskuamasi. Yang jarang terjadi ialah eksantem
bersifat bula atau purpura.

Gangguan keseimbangan asam-basa dan gangguan elektrolit plasma diduga


berdasarkan pengaruh saliisilat terhadap SSP, sehingga timbul hiperventilasi sentral
yang mengakibatkan alkalosis respiratoar. Alkalosis ini bisa hebat hingga timbul gejala
tetani disertai perubahan EKG yang khas. Ginjal kemudian mengadakan kompensasi
untuk memperkecil bahaya akibat kehilangan CO2 dengan mengeluarkan kation
sehingga pH serum menurun. Tetapi terjadinya asidosis ini tergantung dari hebat dan
lamanya hiperventilasi, kegagalan pernafasan dan pengaruh kompensasi oleh ginjal.
Dugaan bahwa asidosis metabolic ini berdasarkan gangguan metabolism karbohidrat,
diperkuat dengan ditemukannya hipoglikemia dan ketosis pada penderita.

Gejala demam sangat mencolok terutama pada anak. Dehidrasi dapat terjadi
karena hiperhidrosis, muntah dan hiperventilasi. Sering timbul gejala saluran cerna
misalnya rasa tidak enak di epigastrium, mual, muntah dan anoreksia dan kadang-
kadang nyeri perut. Gejala ini timbul sama seringnya, baik pada pemberian natrium
salisilat IV maupun oral. Jelaslah bahwa gejala ini timbul secara sentral, tidak
disebabkan oleh iritasi local pada mukosa lambung. Umumnya 50% penderita dengan
konsentrasi salisilat dalam darah melebihi 300 mg/ml akan mengalami mual. Gejala
saluran cerna lebih menonjol pada intoksikasi asam salisilat.

Kadang-kadang terjadi perdarahan yang sering ditemukan berupa petekia pada


waktu autopsy mayat penderita yang mati karena intoksikasi salisilat. Salisilat dapat
menimbulkan purpura pada thrombosis topenik sekunder, walaupun sangat jarang.

Stimulasi sentral pada intoksikasi berat akan disusul oleh depresi SSP dengan gejala
spoor dan koma. Akhirnya terjadi kolaps kardiovaskular dan insufisiensi pernafasan,
kadang-kadang timbul akibat konvulsi akibat asfiksia pada stadium terminal. Kematian
biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan. Bau khas dapat tercium dari hawa
nafas, urin dan muntahan penderita.

12
Terapi intoksikasi mencakup bilas lambung dan koreksi gangguan cairan dan elektrolit.
Bilas lambung dilakukan untuk mengeluarkan semua obat yang ditelan. Pada
intoksikasi metal salisilat tindakan ini dilakukan sampai tidak tercium bau minyak
wintergreen dalam cairan bilasan. Untuk mengatasi demam, kulit diusap dengan
alkohol.

SALISILAMID

Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgetik


dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi
salisilat. Efek analgesik antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena
salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga
hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Obat ini
mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Obat ini menghambat
glukuronidasi obat analgesik lain di hati misalnya Na salisilat dan asetaminofen,
sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan efek terapi dan cepat didistribusi ke
jaringan. Obat ini menghambat glukoronidasi obat analgesik lain di hati misalnya Na
salisilat dan asetaminofen, sehingga pemberian bersama daprt meningkatkan efek
terapi dan toksisitas obat tersebut. Salsilamid dijual bebas dalam bentuk obat tunggal
atau kombinasi tetap. Dosis analgesik antipiretik untuk orang dewasa 3-4 kali 300—
600 mg sehari untuk, anak-anak65 mg/kg bb/hari diberikan 6 kali per hari. Untuk febris
rheumatik diperlukan dosis oral 3-6 kali 2 g sehari.

DIFUNISAL

Obat ini merupakan derivat difluorofenil dari asam salisilat, tetapi in vivo tidak
diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgesik dan anti inflamasi tetapi hampir tidak
bersifat antipiretik. Stelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3 jam.
Sembilan puluh sembilan persen diflunisal terikat albumin plasma dan waktu paruh
berkisar 8-12 jam. Indikasi diflunisal hanya sebagai analgesik ringan sampai sedang
dengan dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam. Untuk osteoarthritis
dosis awal 2 kali 250-500 mg sehari dengan dosis pemeliharaan tidak melampaui 1,5
g/ hari. Efek sampingnya lebih ringan daripada asetosal dan tidak dilaporkan
menyebabkan gangguan pendengaran.

13
Kegunaan terapi di kedokteran gigi

Kegunaan utama aspirin dan obat NSAID yang lain adalah mengurangi rasa sakit yang
diikuti dengan proses patologi (pulpitis, dental alveolar abss) atau setelah prosedur
pembedahan. Diantara kedua situasi di atas NSAID dapat berkontribusi untuk efek
terapetik antiinflamasi.

B. ACETAMINOPHEN

Acetaminophen ( paracetamol, N-acetyl-p-aminophenol, tylenol, dan yang


lainnya ) merupakan metabolit aktif dari phenaletin, jadi disebut coal tar anakgetik.
Acetaminophen merupakan alternatif yang efektif untuk pengganti aspirin sebagai
anakgetik-antipiretik. Bagaimanapun juga, acetaminophen ini tidak seperti aspirin,
aktivitas antiinflamasinya rendah dan tidak bekerja sebagai agen yang berguna untuk
mengobati kondisi inflamasi. Karena acetaminophen sangat toleran, maka obat ini
memiliki kekurangan dan obat ini juga dijual bebas dipasaran tanpa perlu
menggunakan resep.Overdosis akut acetaminophen dapat menyebabkan kerusakan
hati yang fatal, keracunan, dan kematian, hal ini telah berkembang pesat dalam
beberapa tahun terkahir ini.

Farmakokinetik

Acetaminophen diserap dengan cepat dari traktus gastrointestinal. Konsentrasi


plasma mencapai 30-60 menit dan waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam setelah
pemberian terapi obat. Acetaminophen didistribusikan melalui cairan tubuh. Pengikatan
obat dengan protein plasma bervariasi, hanya 20%-50% berikatan pada konsentrasi
selama keadaan toksik akut. Setelah pemberian terapi obat, 90%-100% obat ini
ditemukan di urin selama hari pertama, setelah konjugasi hepatik dengan asam
gluconamid ( sekitar 60% ), asam sulfur ( sekitar 35% ), atau asan sistein kuronik
( sekitar 3% ), sejumlah kecil hydroxulated dan deacelated juga terdeteksi. Anak-anak
memiliki kapasitas yang rendah untuk glukoronidasi obat di banding orang dewasa.
Proporsi kecil dari acetaminophen melewati sitokrom P450-mediated N-hydroxylation
ke bentuk N-acetyl-benzoquinoneimine, intermediet reaktif tinggi. Metabolit ini bereaksi
secara normal dengan grup sulfhydryl dalam glutathione. Bagaimanapun juga, setelah
ingesti sejumlah besar dosis acetaminophen, metabolit sudah terbentuk dalam jumlah
yang cukup untuk menghilangkan hepatic glutathione.

14
Mekanisme Kerja

Mekanismenya bahwa acetaminophen ( paracetamol ) mengurangi demam dan


nyeri telah diperdebtakna secara luas karena ini mengurangi produksi prostaglandin
( bahan kima yang mendukung inflamasi ). Aspirin juga memblok produksi
prostaglandin, tapi tidak seperti aspirin, paracetamol hanya memiliki aksi anti inflamasi
yang lemah. Demikian juga, mengingat aspirin memblok produksi dari thromboxanes,
paracetamol tidak. Aspirin diketahui untuk memblok golongan enzim cyclooxygenase
( COX ), dan karena aksi paracetamol serupa dengan aspirin, banyak penelitian
difokuskan pada apakah paracetamol juga memblok COX. Sekarang telah jelas bahwa
paracetamol bereaksi melewati dua jalan.

Golongan enzim COX bertanggung jawab terhadap metabolisme arachidonic


acid dan prostaglandin H2, sebuah molekul yang tidak stabil, yanng mana mengubah
kepada banyak bahan anti inflamasi lainnya. Anti inflamatori klasik, seperti OAINS,
memblok tahap ini. Hanya ketika oksidasi enzim COX sangat aktif secara tepat.
Pracetamol mereduksi bentuk enzim COX yang telah dioksidasi, mencegah ini dari
pembentukan bahan kimia pro-anti inflamasi.

Paracetamol juga mengatur endogenous cannabinoid system. Paracetamol


dimetabolisasikan pada AM04, sebuah bahan campuran dengan serangkaian aksi,
yang paling penting, untuk memblok endogenous cannaboid atau vanilloid anandamide
oleh neuron. Ananmide akan menghasilkan aktivasi dari reseptor nyeri utama dari
tubuh, TRPV1( dahulu bernama reseptor vanniloid ). Selanjutnya, AM04 memblok
saluran natrium, seperti yang dilakukan oleh anastesik lidocaine dan procaine. Tiap
reaksi ini menunjukan kemampuan untuk mengurangi rasa nyeri, dan terdapat
mekanisme yang memungkinkan bagi paracetamol, meskipun telah didemonstrasikan
sebelumnya, setelah pemblokiran resptor cannabinoid dan oleh sebab itu membuat
aksi apapun dari cannabinoid menjadi tidak relevan, paracetamol kehilangan efek
analgesik, diperkirakan aksi pengurangan rasa nyerinya dimediasi oleh sistem
endogenous cannabinoid.

Satu teori bahwa paracetamol bekerja dengan memblok COX-3 isoform dari
grup enzim COX. Enzim ini, ketika diperlihatkan pada anjing, membagi kesamaan
kekuatan pada enzim COX lainnya, memproduksi bahan kima pro-anti inflamasi, dan
secara selektif memblok paracetamol. Bagaimanapun, beberapa penelitian telah

15
dikembangkan pada manusia dan tikus, enzim COX3 adalah tanpa akti anti inflamasi.
Kemungkinan lain adalah bahwa pracetamol memblok cyclooxygenase ( seperti aspirin
), namun hal ini terjasi dalam lingkungan yang inflamasi, dimana konsentrasi dari
peroksida tinggi, bagian oksidasi dari paracetamol tinggi untuk menghalangi aksinya.
Hal ini berarti bahwa paracetamol tidak memiliki efek langsung terhadap bagian
inflamasi namun aksi terhadap CNS untuk mereduksi temperatur, dimana lingkungan
tidak oksidatif. Mekanisme yang pasti dimana paracetamol dipercaya untuk
mempengaruhi COX3 telah dibantah.

Adverse Event

Pada dosis yang direkomendasikan, paracetamol tidak mengiritasi lambung,


setelah koagulasi darah sebanyak pada OAINS, atau mempengaruhi fungsi ginjal.
Bagaimanapun, penelitian telah menunjukan bahwa penggunaan dosis tinggi ( lebih
dari 2000 mg per hari ) dapat meningkatkan kerusakan pada bagian atas
gastrointestinal seperti pendarahan pada lambung. Paracetamol aman dikonsumsi oleh
wanita hamil, dan tidak memberikan efek penutupan ductus arterious pada janin
seperti OAINS. Tidak seperti aspirin, obat ini aman bagi anak-anak.

Seperti OAINS dan tidak seperti analgesik opioid, paracetamol tidak ditemukan
sebagai penyebab euphoria atau yang lainnya. Walaupun paracetamol dan OAINS
dapat membahayakan hati, mereka tidak menunjukan kemungkinan adiksi,
ketergantungan, toleransi, dan penarikan. Paracetaml dalam kombinasi dengan opioid
yang lemah, lebih mirip dengan OAINS dapat digunakan untuk sakit kepala, walaupun
tidak seperti ergotamine atau triptans yang digunakan untuk migrain.

Penggunaan paracetamol pada usia sekitar 6-7 tahun dapat meningkatkan


kemungkinan terjadinya rhinocnjuctivits dan eczema.

Indikasi

Acetaminophen merupakan pengganti yang tepat untuk aspirin bagi analgesik


atau penggunaan antipiretik, acetaminophen ini digunakan pada pasien yang memiliki
kontraindikasi terhadap aspirin atau ketika pemanjangan waktu pendarahan yang
disebabkan oleh aspirin dapat menjadi suatu kelemahan. Konvensional dosis oral
acetaminophen adalah 325-1000 mg, dosis total harian sebaiknya tidak mencapai

16
4000mg. Untuk anak-anak, dosis satuan sekitar 40-80mg, tergantung pada umur dan
berat badan, tidak lebih dari 5 dosis sebaiknya diberikan dalam 24 jam.

 Analgesik-antipiretik terhadap pasien yang alergi pada aspirin, gangguan


hemostatic, pendarahan diatheses, gangguan GI bagian atas, gouty arthritis.

 Penyakit arthrisi dan rematik meningkatkan neri musculoskeletal.

 Flu, infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang disertai nyeri dan demam.

 Prophilaktis untuk anak-anak yang mendapatkan vaksinasi DPT untuk mengurangi


nyeri dan demam.

Kontraindikasi

 Kontraindikasi terjadi pada orang yang memiliki alergi terhadap acetaminophen.

 Diperlukan perhatian khusus bagi pengguna yang memiliki kerusakan fungsi hati,
mengkonsumsi alkohol, wanita hamil dan menyusui.

Intoksikasi

Pada rekomendasi dosis terapeutik, acetaminophen biasanya ditoleransi


dengan cukup baik. Bercak pada kulit dan reaksi alergi lain jarang terjadi. Bercak
biasanya merupakan erythematous atau urtikarial, tapi terkadang dapat menjadi lebih
serius dan bersamaan dengan demam dan lesi mukosal. Pasien yang menunjukan
reaksi hipersensitif terhadap salisilat hanya sedikit yang menunjukan sensitivitas pada
acetaminophen. Dalam beberapa kasus yang telah diisolasi, penggunaan
acataminophen telah diasosiasikan dengan neutropenia, thrombocypenia, dan
pancytopenia.

Efek merugikan yang paling serius dari overdosis akut acetaminophen adalah
dose-dependent yang secara potensial dapat menyebabkan fatal hepatik nekrosis.
Nekrosis tubukar ginjal dan hypoglycemic coma dapat pula terjadi. Mekanisme yang
disebabkan oleh overdosis acetaminophen menuju pada luka hepatocellular dan
kematian menyertakan perubahannya terhadap metabolisme toksik yang reaktif. Jalan
singkat dari eliminasi acetaminhophen adalah melalui konjungasi dengan glucorunide
dan sulfat. Jalan utama dari metabolisme adalah melalui sitokrom P450s ke

17
intermediet, N-acetyl-para-benzoquinonimine, yang mana jalan ini sangat elektrofilik.
Pada keadaan normal, intermediet ini dieliminasi oleh kinjungasi dengan glutathione
(GTH) dan kemudian metabolisme selanjutnya ke asam mercapturic dan dieksekrikan
ke dalam urin. Bagaimanapun, pada pengaturan overdosis acetamiophen level
hepatocellular dari GTH menjadi berkurang. Dua akibat sebagai hasil dari
pengurangan GTH. Karena GSH adalah faktor penting dalam pertahanan terhadap
antioksidan, hepatosit dapat menyumbangkan kerentanan yang tinggi pada oxydant
injury. Pengurangan GSH dapat juga menyebabkan intermediet reaksi untuk berikatan
pada makromolekul sel, menuju kerusakan dari sistem enzim.

Toksisitas akut

Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis tubuli
renalis serta koma hiposlikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada
pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/KgBB) parasetamol. Gejala pada
hari pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya yang
mengancam. Anoreksi, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam
pertama dan dapat berlangsung selama 1 minggu atau lebih. Gangguan hepar dapat
terjadi pada hari kedua, dan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat
dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas
alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati dapat
mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat
pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Masa paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk


beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadinya
nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 24 jam meramalkan akan terjadinya kerusakan
hati. Kerusakan in tidak hanya disebabkan oleh parasetamol, tetapi juga oleh radikal
bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berkaitan secara kovalen dengan
makromolekul vital sel hati. Karena itu hepatotolsisitas parasetamol meningkat pada
penderita yang juga mendapat barbiturate, antikonvulsi lain atau pada alkoholik kronis.
Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrilobularis. Keracunan akut ini biasanya
diobati secara simtomatik dan suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya
dapat bermanfaat, yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation hati. N-aserilsistein
cukup efektif bila diberikan per oral 24 jam setelah minum dosis toksik parasetamol.

18
Penggunaan Terapetik Umum

Walaupun acetaminophen kurang lebih sama kuatnya dengan aspirin sebagai


analgesik dan antipyretik, ia bukan benar-benar obat anti inflamasi, maka aspirin dan
NSAID lain lebih ampuh untuk kondisi seperti artritis rematoid. Untuk pasien yang
memiliki kontraindikasi untuk aspirin dan NSAID lain, acetaminophen biasanya obat
pilihan. Walaupun acetaminophen tidak digunakan untuk mengurangi inflamasi, ia
dapat efektif dalam menangani rasa sakit yang dihasilkan dari inflamasi. Karena sifat
toksisitasnya yang rendah pada dosis terapetik (sampai 4 g per hari), acetaminophen
masih dianggap terapi garis depan untuk osteoarthritis, walaupun faktanya NSAID
bersifat lebih efektif. Acetaminophen tetap menjadi pilihan antipiretik untuk anak-anak
dan remaja karena tidak seperti aspirin, ia tidak terkait dengan berkembangnya
sindrom Reye.

Paracetamol sering dikombinasikan dengan aspirin untuk mengatasi rasa nyeri


pada rematik sebab paracetamol tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti aspirin
sehingga bila kedua obat ini digabung maka akan didapatkan sinergi pengobatan yang
bagus pada penyakit rematik. Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil dan
menyusui namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila
benar benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.

Pracetamol atau acetominofen termasuk dlm kelompok drug yg menyebabkan


opoptosis, dan artinya ada efek yg cukup perlu perhatian bila digunakan utk ibu yg
sedang hamil.
Karena Acetaminophen itu tidak mempunyai anti inflamasi maka dia
diperbolehkan untuk wantita hamil dan kemungkinan adanya efek terhadap bayi nya
sangat kecil.
Bagi yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya hati-hati dalam mengkonsumsi
obat-obatan yang mungkin dapat menghilangkan keluhan sakit Anda tapii, mungkin
obat tersebut dapat berbahaya bagi janin maupun bayi Anda. Apapun yang anda
makan akan mempengaruhi janin dan bayi Anda termasuk apapun yang anda oleskan
diluar tubuh Anda.

19
Penggunaan Terapetik pada Kedokteran Gigi

Publisitas yang luas terkait efek negatif aspirin telah meningkatkan jumlah
dokter gigi untuk menggantikan acetaminophen untuk aspirin dalam pengobatan sakit
paska operasi gigi, walaupun efek antiinflamasi acetaminophen bersifat minor. Pada
studi klinis, aspirin dan acetaminophen hampir sama efektifnya dalam mengurangi
sakit setelah pencabutan molar ketiga.Untuk sakit paska operasi gigi, acetaminophen
sering digunakan dikombinasikand engan agen analgesik opioid.

C. DERIVAT ASAM PROPIONAT

TURUNAN ASAM PROPIONAT

Bagi kebanyakan pasien, derivat asam propionar menguntungkan karena


mengambil keuntungan indometasin dan aspirin. Namun, harga obat ini relatif lebih
mahal dibanding aspirin. Derivat asam propionat terbagi lagi menjadi: ibuprofen,
naproksen, flubiprofen, fenoprofen, ketoprofen, dan oksaprozin. Berikut gambar
struktur dai masing-masing derivat asam propionat:

Ibuprofen (merupakan salah satu NSAID yang paling sering digunakan) dan

naproksen dijual bebas.

20
INDIKASI

Derivat asam propionat diindikasikan untuk pengobatan pada penderita


arthritis, osteoarthritis, ankylosing spondylitis, dan gout arthritis akut. Juga digunakan
sebagai obat analgesik bagi penderita tenditis dan bursitis akut, dan primary
dysmenorrhea.

FARMAKOLOGI

Obat derivat asam propionat memiliki fungsi antiinflamasi, analgesik, dan


antipiretik. Semua derivat asam propionat bersifat menginhibisi siklooksigenase
dengan potensi yang bervariasi. Misalnya saja naproksen yang 20x lebih berpotensi
dibanding aspirin, sedangkan ibuprofen, fenoprofen, dan aspirin memiliki potensi yang
hampir sama. Beberapa derivat asam propioniat (misal:naproksen) memiliki efek
inhibisi pada fungsi leukosit. Namun demikian, naproksen merupakan obat yang paling
bisa ditoleransi tubuh, kemudian diikuti oleh ibuprofen dan fenoprofen.

1. KETOPROFEN
Ketoprofen adalah anti-inflamasi non steroid yang digunakan sebagai
analgesik,antipiretik dan anti inflamasi berkekuatan sedang. OAINS hanya
meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya
secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan
jaringan pada kelainan muskuloskeletal.

FARMAKOKINETIK
Mekanismenya menghambat sintesa prostaglandin salah satu mediator
inflamasi, melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX). Absorpsi berjalan
cepat di lambung. Waktu paruh eliminasinya adalah 1-3 jam. Ketoprofen
dimetabolisme secara lengkap di hati, terutama menjadi glukoronide, yang bisa
mengalami pengaktifan kembali setelah melalui sirkulasi enterohepatis. Ekskresi
melalui ginjal.

INDIKASI

21
Sebagai anti inflamasi dan analgesik untuk pengobatan muskuloskeletal
seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa , dismenoreas (nyeri
menstruasi), sakit kepala, sakit gigi.
KONTRA INDIKASI
Pasien dengan penyakit asma, urtikaria, alergi aspirin atau oains lain (ibuprofen,
naproxen), pasien dengan ulserasi peptikum dan kelainan ginjal, kelainan hepar,
diabetes, kelainan jantung, hipertensi, anemia, perokok dan pengkonsumsi alkohol,
anak-anak dibawah 16 tahun,ibu hamil dan menyusui.

DOSIS
Oral (kapsul)

Pengobatan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis : 75 mg 3x sehari atau 50 mg 4x


sehari. Maksimal 300 mg sehari.

Nyeri sedang dan dismenorea : 25-50 mg setiap 6-8 jam tergantung kebutuhan.

Dosis tidak boleh melebihi 100 mg perhari(orang dengan gangguan ginjal)

EFEK SAMPING :
Gangguan gastrointestinal seperti ulserasi, dipsesia ringan-pendarahan lambung,
usea, gastritis, gangguan hepar dan ginjal, telinga berdengung, gangguan SSP (sakit
kepala hebat, pusing, rasa lelah, mengantuk)

INTERAKSI OBAT
Obat antikoagulan (warfarin), Cyclosporin, Probenecid, cidofovir, ketorolac, anti-
platelet(cilostazol, clopidogrel), kortikosteroid, cyclosporin, antidepresan
(fluoxetine, sertraline), NSAIDs (aspirin, ibuprofen or naproksen)

2. IBUPROFEN

Ibuprofen tersedia dalam bentuk tablet 200-800mg; hanya tablet 200mg yang bisa
dibeli tanpa resep. Ibuprofen oral sering kali diberikan dalam dosis rendah
(<2400mg/hari) dengan fungsi analgesik dan bukan antiinflamasi.

FARMAKOKINETIK dan METABOLISME

22
Ibuprofen diabsorbsi setelah pemberian oral. Obat ini akan melewati ruang synovial,
dan menetap di situ dengan konsentrasi yang lebih tinggi yang lama kelamaan
konsentrasi itu menurun hingga sama dengan konestrasi plasma. Itu sebabnya pada
hewan percobaan, ibuoprofen bisa dimetabolisme dengan mudah melewati plasenta.
Pada ibuprofen yang dimetabolisme utama adalah senyawa hidroksilat dan karboksilat.
Metabolismenya terjadi di hati dan dieksresikan melalui urin.

INDIKASI

Untuk penderita primary dysmenorrhea arthritis dan osteoarthritis. Untuk


penderita primary dysmenorrhea arthritis dan osteoarthritis biasanya dosis obat per
hari mencapai 3200mg yang dibagi dengan porsi tertentu. Untuk penderita primary
dysmenorrhea dosisnya biasanya diberikan sekitar 400mg setiap 4-6 jam. Obat ini
biasanya diberikan bersamaan dengan makanan atau susu untuk meminimalisir efek
samping.

KONTRAINDIKASI

Ibuprofen sebaiknya tidak digunakan untuk pasien dengan riwayat intoleransi


gastrointestinal dengan NSAID lain. Obat ini dikontraindikasikan secara relatif pada
orang dengan polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospatik terhadap aspirin.
Ibuprofen juga tidak dianjurkan bagi wanita hamil, dan ibu menyusui

EFEK SAMPING

Yang utama, ibuprofen mengiritasi gastrointestinal dan perdarahan (meskipun


efeknya tidak sehebat aspirin dan indometachin).

Selain itu, ibuprofen juga menimbulkan thrombocytopenia, gatal-gatal, pusing,


dan edema. Obat ini menimbulkan efek pada ginjal meliputi gagal ginjal akut, nefritis
interstitial, dan sindroma nefritik. Efek akhirnya menimbulkan hepatitis.

3. NAPROKSEN
Naproksen merupakan NSAID turunan asam propionat yang berkhasiat anti inflamasi,
analgesik, dan antipiretik. Naproksen telah menjadi salah satu pilihan pertama karena
lebih aman dan harga yang lebih terjangkau.

FARMAKOKINETIK dan FARMAKODINAMIK :

23
Identik dengan ketoprofen

INDIKASI

Pengobatan gejala reumatoid arthritis, osteoarthritis, spondilitis ankilosa, gout akut,


nyeri pasca operasi, dismenore primer.

KONTRAINDIKASI

Hipersensitif terhadap naproksen. Pasien yang mengalami sindroma asma, rinitis, dan
polip hidung karena aspirin atau analgesik (antiinflamasi nonsteroid) lain, hamil
trisemester ke-3, laktasi, anemia, kelainan perdarahan, hipertensi, kelainan ginjal dan
hepar, ulserasi intestin, stroke, pasca operasi jantung(koroner bypass)

DOSIS

Oral (tablet)

Untuk reumatoid arthritis, osteoarthritis, spondilitis ankilosa:

Dewasa : 550 mg atau 825 mg per hari dalam 2 dosis terbagi (pagi dan malam).
Maksimum : 1100 mg per hari. . Anak-anak : 5-15 mg/kgBB perhari

Untuk nyeri pasca operasi dan dismenore:

Dewasa : dosis awal 550 mg, selanjutnya 275 mg tiap 6-8 jam. Dosis total maksimum
1375 mg per hari. Anak-anak : resep dokter

Untuk gout akut:

Dewasa : awal 825 mg, selanjutnya 275 mg dengan interval 8 jam. Anak-anak :
resep dokter

EFEK SAMPING:

Mengantuk, sakit kepala, pusing, edema, palpitasi, takikardi, mual dispepsia, muntah,
diare, tinitus, alopesia, angiodema, pendarahan gastrointestinal, trombositopenia,
eosinofilia, anemia aplastik, gangguan penglihatan, eritema multiform, sindroma
nefrotik. Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen atau ibuprofen telah

24
dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan personalitas, pelupa, depresi,
insomnia, iritasi, rasa ringan kepala, hingga paranoid.

INTERAKSI OBAT

Ketorolac

D. DERIVAT INDOLE DAN INDENCE

Turunan indole dan indene mencakup beberapa obat yang sangat berguna dalam
perawatan radang akut dan kronis.

INDOMETHACIN

Obat ini merupakan derivate indole-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak
1963 untuk pengobatan arthritis rheumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif
tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti
inflamasi lebih kuat dari aspirin dan analgesic-antipireutic yang kira-kira sebanding
dengan aspirin. Telah terbukti bahwa indometasin memiliki efek analgesic perifer
maupun sentral. In-vitro, indometasin menghambat enzim siklo-oksigenase. Seperti
kolkisin, indometasin menghambat motilitas leukosit polimorfonuklear. Indometasin
bekerja dengan menghambat siklooksigenase secara reversible.

Farmakokinetik

Absorpsi indometasin setelah pemberian oral cukup baik ; 92-99% indometasin terikat
pada protein plasma. Metaboloismenya terjadi di hati. Indometasin diekskresi dalam
bentuk asal maupun metabolit melalui urine atau empedu. Waktu paruh plasma kira-
kira 2-4 jam.

Indomethacin diabsorbsi dengan baik pada traktus gastrointestinal dan puncak


konsentrasi plasma dicapai dalam waktu 1 – 2 jam. Obat ini mengelilingi protein
plasma. Setelah dosis single, sebagian besar obat dieliminasi pada urin pada waktu 24
jam. Waktu paruh plasmanya 2,5 jam.

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja dari indometasin adalah dengan menghambat siklooksigenase


secara reversible ( produksi prostaglandin ).

25
Adverse Event

Gangguan pada gastrointestinal seperti nyeri epigastric, nausea dan diare terjadi
secara berkala. Obat ini juga dapat menyebabkan perforasi dari esophagus, perut dan
duodenum, hasil dan hemoragi dapat menyebabkan fatal. Efek CNS, termasuk sakit
kepala yang berat sering terjadi. Kegilaan juga mungkin terjadi. Reaksi alergi,
leucopenia, aplastic anemia, thrombocytopenia dan hepatitis juga dapat terjadi,
beberapa reaksi ini dapat mengakibatkan kefatalan. Indomethacin berpotensi bereaksi
dengan banyak obat Penggumpalan atau koagulan dapat berbahaya bersamaan
dengan pemberian indomethacin ini.

Indikasi

Indometasin dapat digunakan untuk mengontrol rasa nyeri pada uveitis dan
postoperative ophthalmic procedure. Digunakan juga sebagai antipyretic pada
Hodgkins`s disease, dan seperti aspirin, indometasin dapat menunda labor (kerja)
dengan menekan (suppressing) kontraksi uterus.

Indomethacin digunakan sebagai antiperitik adalah dalam penyakit Hodgkin’s.


Penggunaan indomethacin dikhususkan untuk penyakit rheumatoid arthritis, ankylosing
spondylitis, dan osteoarthritis karena efeknya yang tidak terlalu berbahaya.
Indomethacin juga digunakan sebagai antiinflamasi jangka pendek pada pengobatan
bursitis, tendonitis, dan gouty arthritis. Obat ini juga mengatur tocolytic dan penutupan
duktus arteriosus. Dilihat dari mekanismenya dalam menghambat produksi PG
(prostaglandin), tidak indikasi bahwa indomethacin digunakan dalam kedokteran gigi.

Kontraindikasi

Indomethacin tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai antiperitik atau analgesik


sederhana.

Pada pasien yang mempunyai lesi gastrointestinal atau sejenisnya.

Terapeutic in dentistry
Tidak ada indikasi untuk indometasin dalam kedokteran gigi.

26
ETODOLAC

Etodolac adalah golongan OAINS yang dipakai di Amerika untuk mengobati


pankreas akut dan untuk mengatur tanda–tanda dan gejala dari rheumatoid arthritis
dan osteoarthritis. Walaupun etodolac diklasifikasikan sebagai obat OAINS yang
nonselektif, etodolac ini 3 kali lebih banyak dipilih untuk isoenzim inducible COX-2
daripada isoenzim konstitutif COX-1. Aktivitas relatif digunakan untuk menjelaskan
insiden yang lebih rendah terhadap efek samping gastrointestinal dan ulcerasi dilihat
dengan dosis jangka panjang dibandingkan dengan obat–obat AINS nonselektif
lainnya.

Farmakokinetik

Puncak konsentrasi plasma dicapai dalam waktu 1 – 2 jam setelah pemberian


obat. Etodolac memiliki plasma dengan waktu paruh 7 jam, dan memerlukan 200 – 400
mg setiap 6 – 8 jam untuk membunuh rasa sakit. Dosis perhari tidak boleh melebihi
120 mg. Etodolac telah dipelajari di dunia kedokteran gigi setelah berkembangnya ilmu
pembedahan pada mulut. Efek pertama dari analgesik muncul dalam waktu 30 menit
setelah pemberian obat, dan durasinya selama 4 – 6 jam. Pada pasien yang memiliki
rasa sakit yang hebat pada gigi, etodolac 200 mg memberikan efek analgesik yang
sangat bagus dibandingkan 650 mg aspirin, tetapi etodolac memiliki durasi yang lebih
lama. Dosis sebesar 400 mg umumnya memberikan rasa nyaman 5 – 6 jam sebelum
pasien di berikan pembiusan ulang. Pelepasan tambahan dari formula etodolac yang
hanya bisa diberikan sekali per hari, dapat digunakan untuk kondisi arthritis. Waktu
kerja obat ini sangat rendah apabila digunakan untuk menghilangkan rasa sakit setelah
pembedahan akut.

SULINDAC

Sulindac merupakan derivate indene, yang juga merupakan sulfoxide. Sulindac


adalah obat yang harus dikurangi pada sulfida sebelum menjadi aktif seperti OAINS.

Farmakokinetik

Konsentrasi plasma tertinggi tercapai dalam waktu 12 jam. Sulfida Sulindac


memili waktu paruh sekitar 15 jam. Sulindac ini memiliki waktu paruh yang relatif lama

27
mungkin disebabkan karena hasil dari obat ini masuk dalam sirkulasi hepar.
Metabolisme yang ekstensif menghasilkan sulfone dan sedikit konjugasi.

Indikasi

Sulindac digunakan untuk pengobatan rheumatoid arthritis dan penyakit inflamasi


lainnya.

E. DERIVAT PYRAZOLONE

Kelompok obat ini meliputi phenylbutazone, oxyphenbutazone, antipyrine, aminopyrine,


dan dipyrone. Obat-obatan ini telah digunakan di klinik selama bertahun-tahun.

PHENYLBUTAZONE

Phenylbutazone, suatu derivat pyrazolone, yang menjadi terkenal setelah


kemunculannya pada tahun 1949 untuk pengobatan sindroma reumatik. Memepunyai
efek anti inflamasi yang kuat tetapi aktivfitas analgesik dan antipiretiknya lemah. Sifat
toksiknya khususnya efek hematologik termasuk anemia aplastik, mengakibatkan obat
ini ditarik dari pasar Amerika Utara dan kebanyakan pasar di Eropa. Phenylbutazone
sekarang ini jarang digunakan lagi.

Farmakokinetik

Phenylbutazone diabsorbsi secara keseluruhan dengan cepat melalui


administrasi secara oral ataupun rektal. Metabolit aktifnya adalah oxyphenbutazone.

Adverse Event

 Agranulositosis

 Aplastic anemia

 Muntah, diare, rasa tidak nyaman di daerah epigastrik

 Ruam di kulit

 Retensi cairan dan elektrolit

 Vertigo, insomnia

28
 Pelnglihatan kabur

 Euphoria, gelisah

 Hematuria

Indikasi

Digunakan untuk mengobati gout akut dan rematoid arthritis akut ( terapi jangka
pendek, hanya stu minggu saja ).

Interaksi

 Warfarin

 Agent oral hypoglycemic

 Sulfonamide

F. OBAT AINS LAIN

ASAM MEFENAMAT

Asam mefenamat adalah obat anti inflamasi non steroid yang digunakan untuk
mengobati rasa sakit, termasuk sakit ketika menstruasi. Dianjurkan secara khusus
untuk digunakan secara oral.

Asam mefenamat menurunkan inflamasi dan kontraksi uterus dengan


mekasime yang sampai sekarang belum diketahui. Tetapi mekanisme kerjanya
berhubungan dengan menghambat sintetis prostaglandin.

Analog dari asam fenamat, merupakan campuran yang disintesis dari asam 2-
chlorobenzoat dan 2,3-xylidine.

Farmakodinamik

Ponstan ( asam mefenamat ) adalah obat anti inflamasi non steroid ( OAINS )
dikenal sebagai anti inflamasi, analgetik, dan antipiretik aktif pada studi hewan.

29
Mekanisme kerja dari ponstan, sama seperti obat OAINS lainnya, secara keseluruhan
belum dimengerti betul tetapi berkaitan dengan penghambatan sintesis prostaglandin.

Farmakokinetik

Absorpsi

Asam mefenamat sangat cepat diabsorpsi setelah administrasi oral. Dalam dua kali
500 mg dosis oral yang diteliti, menunjukkan luas daerah absorpsi sebesar 30,5
mcg/hr/mL ( 17% CV ).

Berdasarkan 1 gr dosis oral single, level puncak plasma mulai dari 10 sampai 20
mcg/mL3. Level puncak plasma dimulai dari 2 sampai 4 jam dam eliminasi waktu paruh
kira-kira 2 jam.

Efek makanan kecepatan dan luas daerah absorbsi dari asam mefenamat belum
diteliti. Ingesi dari antacid yang mengandung magnesium hidrokside bersamaan
dengan asam mefenamat, menunjukkan peningkatan yang signifikan dari kecepatan
dan luas daerah absorbsi asam mefenamat tersebut.

Distribusi

Asam mefenamat dinyatakan lebih dari 90% dikelilingi albumin. Volume distribusi yang
jelas ( Vzss/F ) diperkirakan mengikuti 500 mg dosis oral asam mefenamat yaitu 1,06
L/kg. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, ponstan diduga dieksresikan pada air susu
ibu pada manusia.

Metabolisme

Asam mefenamat dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 CYP2C9 menjadi 3-


hydroxymethyl mefenamic acid ( metabolite I ). Mengalami proses oksidasi lebih lanjut
mejjadi 3- carboxymefenamic acid ( metabolite II ). Level puncak plasma kira-kira 20
mcg/mL setelah 3 jam untuk hydroxy metabolite dan level puncak plasma untuk
carboxy metabolite adalah 8 mcg/mL setelah 6 sampai 8 jam.

Eksresi

Kira-kira 52 % dari dosis asam mefenamat dieksresikan melalui urine terutama sebagai
glucuronida asam mefenamat ( 6% ), 3-hydroxymefenamic acid ( 25% ), dan 3-

30
carboxymefenamic acid ( 21% ). Pengeluaran melalui feses sejumlah 20% dari dosis,
sebagian besar dalam bentuk 3-carboxymefenamic acid yang belum dikonjugasi.
Waktu paruh dari asam mefenamat kira-kira 2 jam.

Adverse Event

Asam mefenamat diketahui menyebabkan gangguan pada perut, antara lain iritasi
lambung, kolik usus dan mual. Oleh karena itu disarankan untuk dikonsumsi
bersamaan dengan makanan atau susu. Dapat menyebabkan mengantuk. Disarankan
untuk menghidari menyetir atau mengkonsumsi alkohol selaam mengkonsumsi obat
ini.

Efek lain yang diketahui dari asam mefenamat adalah sakit kepala, pusing, vertigo,
dispepsia, menimbulkan kegelisahan, dan muntah. Efek lain yang lebih serius seperti
diare, muntah berdarah, penglihatan kabur, ruam kulit, gatal-gatal dan pembengkakan,
sakit tenggorokkan dan demam. Disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter
secepatnya bila timbul gejala-gejala seperti di atas selama mengkonsumsi obat
tersebut.

Obat anti inflamasi non steroid memperburuk hipertensi. Orang dengan hipertensi,
disfungsi bilik kiri jantung, dan gangguan pada hati disarankan untuk menghidari obat-
obat AINS. Pada penggunaan terus menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih dari
sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik.

Indikasi

Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan
dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri
sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.

Kontraindikasi

Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma, urtikaria dan
hipersensitif terhadap asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati pada penderita
penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.

Dosis

31
Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan. Untuk dewasa dan
anak di atas 14 tahun dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250
mg tiap 6 jam. Untuk mengobati dismenore atau sakit saat menstruasi dosisnya
sebanyak 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit
dan dilanjutkan selama 2-3 hari. Untuk mengobati menoragia yaitu 500 mg 3 kali
sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau
sampai perdarahan berhenti.

Interaksi Obat

Asam mefenamat berinteraksi dengan obat-obat anti koagulan oral seperti warfarizn,
asetosal (aspirin), diuretik, methotrexate dan insulin.

DICLOFENAC

Diclofenac adalah obat anti inflamasi non steroid yang digunakan untuk mengurangi
inflamasi dan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa sakit pada kondisi seperti
arthritis atau injury akut. Obat tersebut juga bisa digunakan untuk mengurangi rasa
sakit saat menstruasi, dismenore. Nama obat tersebut diambil dari nama kimianya
yaitu 2-(2,6-dichloranilino) phenylacetic acid.

Klasifikasi

 Sistemik : oral, rectal, intramuscular, intravena (renal- and gallstones)

 Topikal

Farmakokinetik

Diclofenac dimetabolisme di hati, tidak ada metabolisme aktif. Waktu paruhnya 1,2
sampai 2 jam, 35% dari obat memasuki resirkulasi enterohepatic. Bioavaibilitassnya
100% dan mengikat protein lebih dari 99%. Dieksresikan oleh empedu dan hanya 1%
dalam urine.

Mekanisme Kerja

32
Mekanisme kerja secra tepat belum diketahui sepenuhnya, tetapi ada
hubungannya dengan mekanisme primer yaitu sebagai anti inflamasi, antipiretik,
analgesik yang menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenase (COX). Penghambatan COX juga meningkatkan prostaglandins pada
epitel lambung, dan membuat lebih sensitif terhadap kerusakan karena asam lambung.

Diclofenac juga merupakan anggota obat-obat AINS yang tergolong unik.


Berikut ini beberapa fakta bahwa diclofenac menghambat rangkaian perubahan
lipoxygenase, hingga menghambat formasi dari leukotriene ( juga pro-inflammatory
autacoids). Ini juga diduga menghambat phospholipase A2 sebagai bagian dari
mekanisme kerjanya. Mekanisme tambahan ini mungkin menjelaskan potensitas
diclofenac yang tinngi. Diclofenac merupakan obat AINS yang paling potensial.

Sejumlah target molekular lain dari diclofenac baru-baru ini diidentifikasi yang
mana memiliki konstribusi pada aksi mengurangi rasa sakit. Hal itu termasuk :

 Memblok voltage-dependent sodium channels ( setelah pengaktifan channel,


diclofenac menghambat reaktifasinya )

 Memblok acid-sensing ion channels (ASICs)

 Modulasi positif allosteric dari KCNQ dan BK-potassium channels ( diclofenac


membuka channel tersebut, memimpin proses hyperpolarization dari membran
sel)

Adverse Event

 Meningkatkan resiko serangan jantung

 Timbulnya ulcer dan pendarahan pada gastrointestinal

 Terjadi kerusakan hati

 Menyebabkan kerusakan ginjal akut

 Kehilangan sumsum tulang ( jarang terjadi )

 Mengganggu siklus menstruasi normal

Indikasi

33
Diclofenac digunakan untuk gangguan musculoskeletal, terutama arthritis
(rheumatoid arthritis, osteoarthritis, spondylarthritis, ankylosing spondylitis), gout, dan
mengelola rasa sakit yang disebabkan oleh batu ginjal dan batu empedu. Indikasi
tambahan yaitu untuk mengobati migrain akut. Diclofenac biasa digunakan untuk
mengobati nyeri ringan sampai sedang setelah operasi atau trauma, terutama ketika
terdapat inflamasi dan juga efektif untuk mengatasi nyeri saat menstruasi.

Kontraindikasi

 Hipersensitivitas terhadap diclofenac

 Riwayat reaksi alergi ( bronchospasm, shock, rhinitis, urticaria ) selama


menggunakan aspirin atau obat AINS lainnya

 Trimester ketiga saat kehamilan

 Pada pasien dengan ulserasi aktif pada lamung atau duodemun atau pendarahan
saluran cerna

 Pada pasien yang memiliki penyakit radang usus

 Pada pasien yang baru menjalani operasi jantung

 Pada pasien yang sedang mengalami demam berdarah dengue

NABUMETONE

Nabumetone adalah naphthylalkanone yang rumus kimianya adalah 4-(6-


methoxy-2-naphthalenyl)-2-butanone. Nabumetone adalah substansi crystalline putih
dengan berat molecular 228,3. Merupakan nonacidic dan pada kenyataannya tidak
larut dalam air, namun larut dalam alkohol dan kebanyakan pelarut organik.

Farmakokinetik

Setelah oral administration, hampir 80% dari dosis nabumetone ditemukan dalam
urin, yang menunjukkan bahwa nabumetone terabsorpsi dengan baik pada
gastrointestinal tract.

34
Adverse Event

Efek samping yang paling sering dilaporkan berhubungan dengan system


gastrointestinal, termasuk diare, gangguan pencernaan, dan abdominal pain.

Indikasi

Meringankan tanda-tanda dan gejala dari osteoarthritis dan rheumatoid arthritis.

Kontraindikasi

 Berisiko terhadap cardiovascular

OAINS bisa menyebabkan peningkatan risiko akan terjadinya thrombotic


cardiovascular, myocardial infarction, dan stroke yang bisa fatal. Risiko ini bisa
meningkat seiring dengan durasi penggunaan. Pasien dengan penyakit
cardiovascular berisiko lebih besar dalam menggunakan obat ini.

Piroxicam berkontraindikasi terhadap perawatan pada CABG (Coronary Artery


Bypass Graft) surgery.

 Berisiko terhadap Gastrointestinal

OAINS bisa meningkatkan risiko pada gastrointestinal antara lain, perdarahan,


ulceration, dan perforasi pada perut atau usus yang bisa menjadi fatal. Hal ini bisa
terjadi kapan saja seama penggunaan dan tanpa gejala peringatan. Pasien usia
lanjut berisiko lebih besar gastrointestinalnya dalam penggunaan obat ini.

Dosis

Dosis dan frekuensi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada pasien penderita
osteoarthritis and rheumatoid arthritis, dosis awal yang direkomendasikan adalah 1000
mg sebagai dosis tunggal, baik dengan atau tanpa makanan. Nabumetone bisa
diberikan sekali atau dua kali dalam sehari. Pasien dengan berat badan di bawah 50
kg mungkin saja tidak memerlukan dosis melebihi 1000 mg. Oleh karena itu, setelah
mengamati respon dari terapi pertama, dosis harus disesuaikan sesuai dengan
kebutuhan individual tiap pasien.

Interaksi Obat

35
 ACE-inhibitors

Dilaporkan bahwa OAINS bisa mengurangi efek antihypertensive dari ACE-


inhibitors. Interaksi ini harus dipertimbangkan pada pasien yang mengonsumsi
OAINS bersamaan dengan ACE-inhibitors.

 Aspirin

Ketika nabumetone berinteraksi dengan aspirin, ikatan proteinnya berkurang,


meskipun efek dari interaksi ini secara klinis belum diketahui signifikan atau
tidaknya. Oleh karena itu, seperti OAINS lainnya, administrasi bersamaan antara
nabumetone dan aspirin tidak dianjurkan dikarenakan potensinya dalam
meningkatkan adverse event.

 Methotrexate

Berdasarkan penelitian, OAINS (nabumetone) mempertinggi toksisitas dari


methotrexate. Oleh karena itu, ketika OAINS digunakan bersamaan dengan
methotrexate mesti hati-hati.

 Warfarin

Efek warfarin dan OAINS (nabumetone) dalam perdarahan gastrointestinal adalah


sinergis. Orang yang mengonsumsi kedua obat secara bersamaan memiiki risiko
perdarahan gastrointestinal yang lebih serius dibandingkan dengan yang hanya
mengonsumsi salah satu obat saja.

PIROXICAM

Piroxicam merupakan bagian dari grup oxicam pada OAINS. Nama kimia untuk
piroxicam adalah is 4-hydroxyl-2-methyl-N-2-pyridinyl-2H-1,2,-benzothiazine-3-
carboxamide 1,1-dioxide. Piroxicam berupa Kristal putih yang padat, larut dalam air,
dilute acid, dan sedikit larut dalam alcohol. Untuk penggunaan per oral.

Farmakokinetik

Absorption

36
Piroxicam terabsorbsi dengan baik pada oral administration. Konsentrasi plasma obat
proporsional untuk dosis 10-20 mg dan biasanya mencapai puncaknya 3-5 jam setelah
pengobatan.

Ekskresi

Piroxicam dan produk biotransformasinya diekskresikan melalui urin dan fese, dan di
urin sekitar 2x lebih banyak dibanding feses. Hampir 5% dari dosis piroxicam tidak
diubah saat diekskresikan. Waktu paruh piroxicam kira-kira 50 jam.

Farmakodinamik

Piroxicam adalah obat anti inflamasi non steroid yang berperan sebagai anti inflamasi,
analgesic, dan antipyretic. Mekanisme kerja piroxicam, seperti OAINS lainnya, tidak
sepenuhnya diketahui, tetapi berhubungan dengan prostaglandin synthetase inhibiton.

Adverse Event

Demam, infeksi, hipertensi, tachycardia, edema, anorexia, abdominal pain, konstipasi,


diare, mual, muntah, anemia, pusing dan sakit kepala, ruam, tinnitus, fungsi abnormal
renal, asma, insomnia, dll.

Indikasi

Meringankan tanda-tanda dan gejala dari osteoarthritis dan rheumatoid arthritis.

Kontraindikasi

 Berisiko terhadap cardiovascular

OAINS bisa menyebabkan peningkatan risiko akan terjadinya thrombotic


cardiovascular, myocardial infarction, dan stroke yang bisa fatal. Risiko ini bisa
meningkat seiring dengan durasi penggunaan. Pasien dengan penyakit
cardiovascular berisiko lebih besar dalam menggunakan obat ini.

 Piroxicam berkontraindikasi terhadap perawatan pada operasi CABG ( Coronary


Artery Bypass Graft ).

 Berisiko terhadap gastrointestinal

37
OAINS bisa meningkatkan risiko pada gastrointestinal antara lain, perdarahan,
ulceration, dan perforasi pada perut atau usus yang bisa menjadi fatal. Hal ini bisa
terjadi kapan saja seama penggunaan dan tanpa gejala peringatan. Pasien usia
lanjut berisiko lebih besar gastrointestinalnya dalam penggunaan obat ini.

Dosis

Untuk meringankan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis, dosis yang dianjurkan


adalah 20 mg per oral sekali dalam sehari.

Interaksi Obat

 ACE-inhibitors

Dilaporkan bahwa OAINS bisa mengurangi efek antihypertensive dari ACE-


inhibitors. Interaksi ini harus dipertimbangkan pada pasien yang mengonsumsi
OAINS bersamaan dengan ACE-inhibitors.

 Aspirin

Level plasma piroxicam turun mendekati 80% dari nilai normalnya ketika
berinteraksi dengan aspirin. Oleh karena itu, seperti OAINS lainnya, administrasi
bersamaan antara piroxicam dan aspirin tidak dianjurkan dikarenakan potensinya
dalam meningkatkan adverse event.

 Methotrexate

Berdasarkan penelitian, OAINS (piroxicam) mempertinggi toksisitas dari


methotrexate. Oleh karena itu, ketika OAINS digunakan bersamaan dengan
methotrexate mesti hati-hati.

 Warfarin

Efek warfarin dan OAINS (piroxicam) dalam perdarahan gastrointestinal adalah


sinergis. Orang yang mengonsumsi kedua obat secara bersamaan memiiki risiko
perdarahan gastrointestinal yang lebih serius dibandingkan dengan yang hanya
mengonsumsi salah satu obat saja.

G. OBAT AINS YANG DIGUNAKAN DALAM KEDOKTERAN GIGI

38
39

Anda mungkin juga menyukai