Anda di halaman 1dari 18

PENGANTAR ASESMEN PSIKOLOGI

“Prinsip Dasar Psikodiagnostik”

Dosen Pengampu:
Nindy Amita, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Oleh:
Nama Kelompok:
Amalia Fitri Yani/228110361
Ibtihal Qurratun ‘Aini/228110261
Nur Intan Adha/228110085
Tarisa/228110283
Yasirli Thursia/228110313

FAKULTAS PSIKOLOGI
PRODI ILMU PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2022/2023
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................2
2.1. Membaca.........................................................................................................2
2.2 Menulis...........................................................................................................5
2.3 Matematika.....................................................................................................7
2.4 SAINS................................................................................................................11
2.5 Studi Sosial........................................................................................................13
BAB III........................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................15
3.2 Saran.............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam banyak kasus, strategi pengajaran yang efektif dapat dilakukan
untuk semua mata pelajaran. Misalnya guru yang baik dalam suatu mata
pelajaran bisa mengajukan pertanyaan yang memunculkan rasa ingin tahu
murid, mendorong murid untuk mendalami topic dan mendapatkan
pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap suatu topic, memberi
perhatian kepada variasi individual dalam pembelajaran murid. Akan tetapi,
hal lain yang dibutuhkan guru selain strategi pengajaran umum adalah
pengetahuan isi pedagodis tentang cara mengajarkan suatu pelajaran tertentu
secara efektif.

Yang akan kita bahas di makalah ini adalah tentang:

 Membaca
 Menulis
 Matematika
 Sains
 Studi sosial
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Membaca
Menurut sebuah pandangan keahlian membaca berkembang melalui 5
tahap, dengan demikian tahap-tahap hal memberikan pemahaman umum
tentang perubahan develop mental dalam proses belajar membaca.

Tahap 0 dari kelahiran sampai grade 1 anak menguasai beberapa


prasyarat untuk membaca tahap 1 di grade 1 dan 2 banyak anak mulai belajar
membaca. tahap 3 digrade 2 dan 3 anak makin lancar dalam membaca. tahap 4
di grade 4 sampai 8 anak makin mampu mendapatkan informasi dari
bacaannya. Tahap 5 di sekolah menengah atas banyak murid yang telah
menjadi pembaca yang kompeten.

Pendekatan Untuk Membaca

 pendekatan fonetik dan keahlian dasar


pendekatan ini menggunakan pengajaran ponemik awareness (membagi dan
mengolah suara dalam kata) dan Phonics (mempelajari bahwa suara diwakili
oleh huruf yang dapat dipadukan untuk membuat kata). Materi bacaan awal
haruslah sederhana (Mayer, 2002) setelah mereka mempelajari aturan
fonologi barulah mereka dapat diberi buku dan puisi.
 Pendekatan bahasa keseluruhan
pendekatan ini mengasumsikan bahwa instruksi membaca harus paralel
dengan pembelajaran bahasa alamiah anak sejak awal, materi bacaan harus
menyeluruh dan bermakna. Artinya, dalam pengajaran membaca awal anak
harus diberi materi dalam bentuk yang kompleks, seperti cerita dan puisi.
Dengan cara ini kata pendukung pendekatan ini anak belajar memahami
fungsi komunikasi dari bahasa pendekatan. Bahasa keseluruhan
mengimplikasikan bahwa semua kata pada dasarnya adalah kata yang terlihat
yang dikenali murid tanpa perlu mendeteksi bagaimana setiap huruf
membentuk suara. dalam pendekatan ini, membaca harus dihubungkan
dengan keahlian menulis dan juga mendengarkan.

Pendekatan Kognitif

 Decoding dan pemahaman kata

Pendekatan kognitif menekankan pada proses kognitif yang terlibat dalam proses
decoding (penguraian) dan pemahaman kata. Dalam hal ini, yang penting adalah
keahlian metakognitif dan keotomatisan pemprosesan informasi. Metakognisi
diperlukan dalam kegiatan membaca, yakni dalam pengertian bahwa pembaca yang
baik akan mengembangkan kontrol atas kemampuan membaca mereka sendiri dan
punya pemahaman tentang bagaimana cara membaca yang baik.

 Menyusun makna

Dalam pendekatan kognitif teks mengandung makna yang harus dipahami atau
dikontruksi oleh pembaca bukan sekedar diuraikan. Pembaca secara aktif
mengkonstruksi makna ini dengan menggunakan pengetahuan yang sudah mereka
punya, dan dengan pengetahuan tentang kata dan bagaimana kata-kata itu
dihubungkan (Heilman, Blair, & Rupley, 2002).

Mengembangkan strategi membaca ahli

Dalam pendekatan kognitif periset berusaha tidak memfokuskan pada apakah satu
pendekatan pengajaran, seperti bahasa keseluruhan, lebih baik ketimbang pendekatan
lain, seperti Phonics. Tetapi, mereka lebih menitikberatkan pada pencarian proses
kognitif dasar yang bisa menerangkan proses membaca. Pencarian ini memunculkan
minat pada aspek strategi, terutama strategi pembaca ahli (expert reader)
dibandingkan dengan pembaca pemula (novice reader). Preset ini telah menyarankan
pada guru agar membimbing murid dalam mengembangkan strategi membaca yang
baik. Michael Presley dan kawan-kawannya (1992) mengembangkan pendekatan
instruksi strategi transional sebuah pendekatan kognitif untuk membaca yang
menekankan pada instruksi dalam strategi terutama strategi metakognitif, menurut
mereka strategi ini akan mengontrol kemampuan murid untuk mengingat apa yang
telah mereka baca.

Pendekatan konstruktivis sosial

Pendekatan konstruktif sosial mengikutsertakan aspek sosial dari kegiatan membaca


(Hibert & Raphael, 1996; Slavin & Madden, 2001). Dua asumsi konstruktivisosial
tentang membaca adalah:

1. bahwa konteks sosial memainkan peran penting dalam proses belajar


membaca
2. pembaca yang berpengetahuan luas dalam kultur dapat membantu pembaca
yang kurang berpengetahuan dalam proses belajar membaca mereka.

Konteks sosial yang mempengaruhi aktivitas belajar membaca antara lain adalah
seberapa besar tekanan kultur pada kegiatan membaca, sejauh mana orang tua
memperkenalkan buku kepada anak sebelum mereka masuk ke sekolah formal,
keahlian komunikasi dari sang guru, sejauh mana guru memberi kesempatan kepada
murid untuk mendiskusikan apa yang telah mereka baca dengan guru dan teman-
temannya, dan pengaruh kurikulum wajib. Para penganut konstruktivis kognitif
menekankan pada pengontruksian makna oleh murid, sedangkan penganut
konstruktivis sosial menekankan bahwa makna itu dinegosiasikan secara sosial.

Pendekatan konstruktivis sosial menekankan arti penting dari pemberian kesempatan


kepada murid untuk melakukan dialog tentang buku yang telah mereka baca. Salah
satu caranya adalah melalui pengajaran resiprokal, pengajaran resiprokal adalah
bentuk pengajaran dimana guru pada awalnya menerangkan strategi dan
mencontohkan cara menggunakan strategi itu dalam memahami suatu teks kemudian
mereka meminta murid untuk mendemonstrasikan strategi tersebut serta memberi
dukungan saat mereka mempelajarinya.

2.2 Menulis
kebanyakan anak usia empat tahun di AS dapat menulis nama mereka
sendiri. Anak usia lima tahun dapat menulis huruf dan menyalin beberapa
kata. Saat mereka mengembangkan keterampilan menulis ini, mereka pelan-
pelan belajar membedakan ciri-ciri huruf, seperti apakah garis suatu huruf
harus lurus atau bengkok, terbuka atau tertutup, dan seterusnya. selama
sekolah dasar, banyak anak masih terbalik-balik dalam menulis huruf seperti b
dan d dan p dan q.

Pada titik perkembangan ini, jika aspek lain dari perkembangan anak adalah
normal, maka reversal huruf ini bukan prediktor akan adanya masalah literasi. Guru
dan orang tua harus mendorong anak untuk belajar menulis sejak dinitanpa perlu
terlalu memerhatikan ketepatan dalam menulis huruf atau ejaan. nulis Jennifer.
Kesalahan tulisan itu harus dianggap sebagi bagian alamiah dari perkembangan
anak dan tidak seharusnya dikritik atau diteliti secara kaku.

Koreksi ejaan dan tulisan dapat dilakukan secara positif dan bijak tanpa
mengurangi kesenangan dan spontanitas anak dalam menulis (Hughey & Slack,
2001).ik membutuhkan banyak waktu dan atihan (Bruning & Horn, 2001). Anak
harus diberi banyak kesempatan berlatih menulis pada masa SD dan SMP. Saat
kemampuan bahasa dan kognitif mereka meningkat, kemampuan menulis mereka
biasanya juga meningkat. Misalnya, pemahaman yang lebih baik tentang sintaksis
dan tata bahasa akan membantu memperkuat kemampuan menulis yang
baik,Selama menjalani pendidikan di SD, SMP, dan SMA, murid makin menguasai
metode yang canggih. Mulai menata ide-ide mereka.
Pendekatan kognitif untuk menulis menekankan banyak tema yang
sama dengan yang kita diskusikan dalam aktivitas membaca, seperti
pengkonstruksian makna dan mengembangkan strategi (Kellogg, 2000; Olson,
2001). Perencanaan pemecahan masalah, revisi, dan strategi metakognitif
dianggap amat penting dalam meningkatkan kemampuan menulis dari siswa.

Perencanaan, yang mencakup penyusunan garis besar dan penataan


informasi isi, adalah aspek penting dari menulis (Levy & Randsell, 1996).
Murid perlu diberi tahu cara membuat garis besar dan menata suatu makalah,
dan mereka perlu diberi umpan balik tentang kompetensi dari usaha mereka.
Salah satu studi mengkaji bagaimana aktivitas pra-menulis dapat
memengaruhi kualitas tulisan (Kellogg, 1994).

Pemecahan Masalah. Kebanyakan instruksi menulis di sekolah


melibatkan upaya mengajari murid cara menulis kalimat dan paragraf dengan
benar. Akan tetapi, menulis bukan sekadar menghindari kalimat yang “
bertele-tele" atau memastikan bahwa suatu paragraf mendukung “kalimat
topik” (Mayer, 1999). Menulis juga sejenis pemecahan masalah. Seorang
psikolog menamakan pemecahan masalah dalam menulis sebagai "pembuatan
makna” (Kellogg, 1994). Sebagai pemecah masalah, penulis perlu menyusun
tujuandan berusaha mencapainya. Penulis juga bisa dianggap dibatasi oleh
kebutuhannya untuk mengintegrasikan pemahaman tentang subjek,
pengetahuan tentang cara kerja sistem bahasa, dan problem penulisan itu
sendiri. Problem penulisan antara lain tujuan dari makalah, audien, dan peran
penulis dalam paper yang akan dibuat (Flower & Hayes, 1981).

Revisi adalah komponen utama dari penulisan yang sukses (Mayer,


1999). Revisi melibatkan penulisan beberapa draf, mencari umpan balik dari
individu yang punya banyak pengetahuan tentang menulis, dan belajar cara
menggunakan umpan balik untuk memperbaiki tulisan.Revisi juga melibatkan
pendeteksian pengoreksian kesalahan, Memantau kemajuan tulisan seseorang
adalah penting untuk menjadi penulis yang baik (Graham & Harris, 2001).
2.3 Matematika
Anak-anak mungkin memasuki SD dengan level pemahaman
matematika yang berbeda-beda (NCTM, 2000; Schoenfels, 2002). Beberapa
naak akan membutuhkan dukung tambahan untuk pembelajaran matematika.
Menurut NCTM (2000), penilaian awal harus dipakai untuk mendapatkan
anak yang pandai matematika dan yang tidak.

Pemahaman aspek dasar dari angka dan geometris sangat di masa


taman kanak-kanak sampel grade 2(NCTM, 2000). Misalnya, pada level grade
ini, anak perlu belajar system penghitung berbasis sepuluh. Mereka harus tahu
bahwa kata sepuluh mungkin merepresentasikan satu entitas tunggal atau
sepuluh unit terpisah (10 satuan) dan bahwa representasi ini bisa
dipertukarkan.

Grade 3 sampai 5. tiga tema utama dari matematika di grade 3 sampai


5 adalah:

Penalaran multiplikatif (multiplicative reasoning). Penekanan pada


penalaran ini akan membantu mengembangkan pengetahuan yang diperoleh
murid saat mereka akan masuk ke grade pertengahan, dimana fokusnya adalah
pada penalaran pemahaman mereka tentang fraksi sebagai baigan dari
keseluruhan dan sebagai sebuah atau bagian.

Ekuivalensi (equivalence). Konsep ekuivalensi membantu murid untuk


mempelajari representasi metekatika yang berbeda-beda dan member
kesempatan untuk mengekolorasi ide-ide aljabar.

Kelancaran penghilang (computational fluency). Murid harus


mempelajari metode berhitung yang efisien dan akurat yang didasarkan pada
pemahaman yang benar terhadap property dan hubungan angka. Misalnya,
298 x 42 bisa dilihat sebagai (300 x 42) – (2 x 42), atau 41 x 16 adalah sama
dengan mengalihkan 41 x 8 = 328 lalu dikalikan 2 sehingga diperoleh 656.

Grade 6 sampai 8. Di sekolah menengah (SMP), murid mendapat


manfaat dari pelajarn matematika yang memasukkan palajaran aljabar dan
geomerti. Guru dapat membantu murid memahami bagaimana aljabar dan
geomerti. Guru dapat membantu murid memahami bagaimana aljabar dan
geometri saling terkati. Matematika di sekolah menangah juga harus
mempersiapkan murid untuk menangani solusi koantitatif dalam kehidupan
mereka di luar sekolah.

Murid mengembangkan penalaran matematika dengan lebih kuat


apabila mereka mempelajari aljabar. Persamaan tunggal dapat
merepresentasikan variasi situasi mempelajari aljabar. Persamaan tunggal
dapat merepresentasikan variasi yang tak terbatas. Akan tetapi, bahkan dapat
merepresentasikan variasi situasi yang tak terbatas. Akan tetapi, bahkan
banyak murid yang mendapatkan nilai baik di pelajari aljabar. Akan tetapi,
bahkan banyak murid yang mendapat nilai baik di palajaran aljabar.
Persamaan tunggal dapat merespresentasikan nilai baik di pelajaran aljabar,
mengingat persamaan matematika. Pendekatan ini mungkin bagus di kelas,
tetapi membatasi kemampuan murid menggunakan aljabar di dalam konteks
dunia nyata (Heid, 2002).

Grade 9 sampai 12. NCTM (2000) merekomentasikan agar semua


murid harus mempelajari matematika di sepanjang SMA. Karena minat murid
mungkin berubah selama dan sesudah SMA, mereka mungkin akan mendapat
manfaat dari pelajaran matematika. Mereka harus mengalami kamampuan
aljabar, geomerti, statistic, probabilitas, dan matematika diskrit (termasuk
matematika computer). Mereka haru pandai dalam menvisualisasikan,
mendeskripsikan, dan menganalisis situasi dalam term matematika. Mereka
juga harus bisa menjustifikasi dan membuktikan ide-ode barbasisi
matematika.

Matematika adalah salah satu bidang studi yang diajarkan sejak


Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi (Hadi & Novaliyosi, 2019;
Nasaruddin, 2018; Rahmah, 2018). Pembelajaran matematika di sekolah itu
sendiri bertujuan agar mahasiswa memiliki kemampuan melakukan matema-
tisasi dalam kehidupan sehari hari, mem- punyai kemampuan memecahkan
masalah, dapat menggunakan matematika sebagai alat untuk kehidupan,
mengomunikasikan gaga- san melalui simbol matematika, memiliki
kemampuan bernalar dan berpikir kritis dan kreatif terhadap suatu
permasalahan (BNSP, 2006). Hal ini menunjukkan pembelajaran matematika
di sekolah menuntut mahasiswa memiliki kemampuan berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah salah satu keterampilan yang penting dalam


meng- hadapi abad 21 (Bell & Loon, 2015; Ebiendele Ebosele Peter, 2012;
EL-Shaer & Gaber, 2014). Berpikir kritis penting bagi mahasiswa karena
dapat membantu dalam memecahkan masalah dan memiliki komunikasi yang
efektif dan akurat. Belajar berpikir kritis adalah salah satu tujuan
pembelajaran diinginkan dari sistem pendidikan (Radulović & Stančić, 2017).
Berpikir kritis dapat membuat sese- orang membuat keputusan yang rasional
dan valid (Facione, 2016; Ku & Ho, 2010). Berdasarkan fakta tersebut maka
berpikir kritis penting dalam kehidupan sehari-hari.

Barak dkk (2007); Sanders & Moulenbelt (2011); Ebiendele Ebosele


Peter (2012); Aizikovitsh-Udi & Cheng (2015) . Berpikir kritis dapat
dimasukkan dalam instruksi mate- matika dan hasilnya dapat meningkatkan
prestasi belajar mahasiswa (Aizikovitsh-Udi & Cheng, 2015). Dengan
menggunakan instrumen penilaian berpikir kritis maka terdapat peningkatan
yang signifikan pada komponen ketrampilan berpikir (Barak dkk, 2007).
Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang aktif dalam proses
pembelajaran dapat meningkatkan kemam- puan berpikir kritis pada
mahasiswa tingkat sekolah menengah (Ebiendele Ebosele Peter, 2012). Studi-
studi ini telah menun- jukkan pentingnya pemikiran kritis yang perlu
dipelajari dan ditinjau secara mendalam. Peninjauan berpikir kritis secara
mendalam dapat dilihat dari pendapat beberapa ahli tentang berpikir kritis.

Beberapa ahli memberikan penda- pat tentang pengertian dari berpikir


kritis. Berpikir kritis adalah sebuah pemikiran reflektif yang masuk akal dan
berfokus pada memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan (R. H.
Ennis, 2011). Berpikir kritis mengacu pada penggunaan keterampilan atau
strategi kognitif yang meningkatkan kemungkinan hasil yang diinginkan
(Halpern, 1998). Berpikir kritis didefinisikan sebagai pemikiran yang terampil
dan bertanggung jawab yang memfasilitasi penilaian yang baik karena
bergantung pada kriteria dan peka terhadap konteks (Lipman, 2003).Masalah
yang dihadapi seseorang tentulah tidak sama karena bergantung kepada nilai
kebenaran yang sudah diperoleh sebelumnya. Adanya masalah kontroversial
yang ditemui seseorang memunculkan keinginan untuk mengenali adanya
kontra- diksi dan melakukan eksplorasi secara mendalam komponen yang
menyebabkan adanya kontradiksi lalu melakukan proses klarifikasi. Masalah
kontroversial adalah keadaan yang memunculkan suatu perde- batan karena
perbedaan dalam hal sudut pandang seseorang. Pada bidang mate- matika,
kontroversi itu sendiri terjadi pada saat seseorang menjumpai masalah yang
berbeda dari yang biasanya ditemui sehingga memunculkan perbedaan
pendapat. Pada lingkungan belajar yang terdapat pertukaran argumen terlepas
dari validitas matema- tisnya, menimbulkan keterlibatan mahasiswa

pada suatu ide dan menyusun argument dalam bentuk penalaran dan
guru sebagai penengahnya (Mueller & Yankelewitz, 2014). Dalam hal ini,
saat menghadapi masalah kontroversi, seseorang memerlukan suatu argumen
yang logis dari masalah yang dihadapi. Berdasarkan hal itulah dibutuhkan
suatu penalaran yang logis dari mahasiswa dalam menyelesaikan masalah
kontroversial.
Pada saat mahasiswa menyele- saikan masalah kontroversial, peran
guru bergeser dari menjadi penengah yang benar dan yang salah ke
memfasilitasi mahasiswa dalam membela dan menantang argumen.
Seringkali, guru tidak mengizinkan maha- siswa untuk berbagi
kesalahpahaman mereka dalam diskusi kelompok dan sebagai gantinya hanya
menyajikan strategi dan solusi yang benar (Santagata, 2005). Selama proses
pembelajaran apabila ada mahasiswa yang mengerjakan belum benar,
diarahkan guru menuju ke jawaban yang sesuai. Masalah yang dimunculkan
adalah perma- salahan yang ada dalam kehidupan sehari-

hari yang dijumpai mahasiswa.

Sehubungan dengan uraian di atas,

untuk mendapatkan gambaran bagaimana mahasiswa menyelesaikan


masalah kontro- versial perlu dilakukan studi pendahuluan. Dalam studi
pendahuluan ini seorang mahasiswa diberi soal yang di dalamnya terdapat
permasalahan kontroversial lalu dilakukan wawancara.

Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa calon subjek (S) pada saat
menye- lesaikan permasalahan yang diberikan, bisa membedakan mana yang
logis dan tidak, hal ini sesuai dengan kriteria umum dari berpikir kritis
(Zeidler, Lederman & Taylor, 1992). Dari hasil studi pendahuluan terlihat
bahwa calon subjek (S) memiliki pemikiran reflektif yang masuk akal dan
berfokus pada memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan (Ennis,
2018).

2.4 SAINS
Pembahasan sejauh mana anak-anak terlibat dalam pemikiran
ilmiah (scientific) dan sifat dari pendidikan sains (science).

Pemikiran Ilmiah
Proses pemecahan masalah oleh anak sering kali dibandingkan dengan
proses yang dilakukan ilmuwan. Penalaran ilmiah sering kali dimaksudkan
untuk mengidentifikasi hubungan kausal atau sebab-akibat. Seperti ilmuwan,
anak-anak sering menekankan meka- nisme sebab-akibat (Frye dkk., 1996).
Namun, anak-anak menghadapi kesulitan lebih besar dalam memisahkan teori
mereka dengan bukti yang mereka dapatkan, sering kali, ketika mereka
mencoba mempelajari tentang fenomena baru, mereka mempertahankan teori
lama tanpa peduli pada bukti (Kuhn, Schauble, & Garcia- Mila, 1992).

Jadi, walaupun ada kemiripan antara anak dan ilmuwan,dalam hal rasa
ingintahu dan jenis pertanyaan yang mereka ajukan, tetapi ada juga perbedaan
penting dalam hal pembedaan mereka terhadap teori dan bukti dan dalam
kemampuan mereka mendesain eksperimen yang konklusif (Lehrerm,
Schauble, & Petrosino, 2001; Schauble, 1996).

Pendidikan Sains

Pengajaran sains yang efektif haruslah bisa membantu murid untuk


membedakan antara kesalahan yang berguna dan miskonsepsi, antara
kesalahan yang berada di jalur yang benar dengan pemahaman yang tidak
lengkap, dan ide yang benar-benar salah yang perlu diganti dengan konsep
yang benar-benar akurat. Strategi efektif untuk membantu murid mengatasi
miskonsepsi adalah strategi demonstrasi interaktif.

Strategi demonstrasi interaktif adalah Strategi untuk membantu


murid mengatasi mis-konsepsi dalam sains di mana guru memperkenalkan
suatu demonstrasi kejadian dan meminta murid untuk mendiskusikannya
dengan teman mereka dan memprediksikan akibatnya, dan ke- mudian
melakukan demonstrasi itu.

Strategi untuk Mengajar Sains


1. Bantu siswa belajar cara berpikir seperti ilmuwan. Ciptakan suasana
yang mengharuskan siswa untuk melakukan pengamatan yang cermat,
bekerja secara efektif dengan data, dan memecahkan masalah ilmiah.
2. Pantau miskonsepsi siswa tentang sains dan bekerja sama dengan
mereka untuk mengembangkan konsepsi yang lebih akurat.
Miskonsepsi ilmiah yang umum termasuk penyebab alasan terjadinya
musim dan fase-fase bulan.
3. Bimbing siswa dalam mengembangkan keterampilan penyelidikan.
Saat mengajarkan keterampilan penyelidikan, jangan biarkan siswa
sepenuhnya sendiri; gunakan panduan penyelidikan.
4. Jadikan sains menarik dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengeksplorasi masalah sains sehari-hari. Minta siswa membuat
pertanyaan sains yang ingin mereka jawab dan bantu mereka untuk
menentukan cara terbaik untuk menjawab pertanyaan mereka.

Strategi Pengajaran Konstruktivis

Pengajaran konstruktivis menekankan bahwa anak harus membangun


sendiri pengetahuan dan pemahaman sains mereka. Pada masing-masing
langkah dalam pembelajaran sains, mereka harus menginterpretasikan
pengetahuan baru mereka dalam konteks apa-apa yang telah mereka pahami.
Ketimbang menyetorkan pengetahuan lengkap ke pikiran murid, akan lebih
baik jika guru membantu murid mengkonstruksi interpretasi yang valid secara
ilmiah tentang dunia dan membimbing mereka mengubah miskonsepsi ilmiah
mereka (Martin, Sexton, & Gerlovich, 1999). Beberapa pendekatan
konstruktivis untuk pengajaran sains ini menggunakan cara eksplorasi
problem sains sehari-hari, yakni aktivitas yang membantu siswa berpikir
tentang bagaimana sains bekerja, dan konteks sosial dari sains.

2.5 Studi Sosial


Secara umum studi sosial , juga disebut ilmu sosial, berusaha
mempromosikan kompetensi warga sipil. Tujuannya adalah membantu murid,
sebagai warga masyarakat demokratis dengan latar belakang kultural yang
beragam, untuk membuat keputusan yang rasional dan berdasarkan informasi
yang luas demi kebaikan umum dalam dunia yang saling bergantung. Dalam
sekolah, studi sosial dambil dari ilmu seperti antropologi, ekonomi, geografi,
sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi dan ilmu agama.

Studi sosial diajarkan di TK sampai grade 12 di AS. Di masa SD, murid


sering kali mempelajari studi sosial yang terintegrasi di dalam beberapa disiplin ilmu
Ini sering kali berbentuk unit-unit yang disusun di seputar tema luas yang di- kaji
dalam term waktu, kontinuitas, dan perubahan (Martorella & Beal, 2002; Sunal &
Haas, 2002). Di SMP dan SMA, pelajaran ini mungkin bersifat inter-disipliner-seperti
pelajaran sejarah yang diambil dari geografi, ekonomi, dan ilmu politik-atau
difokuskan pada satu disiplin saja, seperti ilmu sejarah itu sendiri (Martorella, 2001).

National Council for the Social Sciences (2000) mengusulkan sepuluh tema
yang mereka anggap harus ditekankan dalam pelajaran ilmu sosial: Waktu,
kontinuitas, dan perubahan. Adalah penting bagi murid untuk mema- hami akar
sejarah mereka. Identitas personal murid dibentuk oleh kultur, kelompok, dan
institusi. Murid dapat mengeksplorasi pertanyaan seperti: Siapa saya? Bagaimana
orang belajar, berpikir, dan berkembang? Bagaimana orang memenuhi kebutuhannya
dalam berbagai situasi dan konteks? Di sekolah, tema ini biasanya muncul dalam
pelajaran yang difokuskan pada psikologi dan antropologi. Individu, kelompok, dan
institusi. Adalah penting bagi murid untuk belajar tentang bagaimana sekolah, gereja,
masjid, keluarga, agen pemerintah, dan pengadilan memainkan peran penting dalam
kehidupan manusia. Murid dapat mengeksplorasi peran berbagai institusi di AS dan
negara lain. Di sekolah, tema ini biasanya muncul dalam pelajaran antropologi,
psikologi, ilmu politik dan sejarah. Kekuasaan, otoritas, dan tata pemerintahan.
Memahami perkembangan kekuasaan, otoritas dan tata pemerintahan di AS dan di
negara lain adalah sangat penting untuk mengembangkan kompetensi warga negara
sipil. Dalam tema ini, murid mengeksplorasi topik-topik seperti: Apa itu kekuasaan
dan apa bentuk-bentuknya? Bagaimana orang meraih kekuasaan, menggunakan dan
menjustifikasinya? Bagaimana orang-orang dapat membuat pemerintah selalu
tanggap terhadap kebutuhan dan kepentingan mereka? Bagaimana konflik dalam
negara dan antarnegara dapat diselesaikan? Tema seperti ini biasanya muncul dalam
pelaiaran vang dititikberatkan pada pemerintahan. ilmu politik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut sebuah pandangan keahlian membaca berkembang melalui 5
tahap, dengan demikian tahap-tahap hal memberikan pemahaman umum
tentang perubahan develop mental dalam proses belajar membaca.

Pendekatan kognitif untuk menulis menekankan banyak tema yang


sama dengan yang kita diskusikan dalam aktivitas membaca, seperti
pengkonstruksian makna dan mengembangkan strategi (Kellogg, 2000; Olson,
2001). Perencanaan pemecahan masalah, revisi, dan strategi metakognitif
dianggap amat penting dalam meningkatkan kemampuan menulis dari siswa.

3.2 Saran
Dalam menyusun makalah ini mungkin masih kurang sempurna, baik
dari segi penulisan maupun dari segi pembahasan, oleh karena itu kami
berharap kepada dosen dan rekan-rekan mahasiswa dapat memberikan saran
dan kritik demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami
selaku penulis menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun agar
kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi makalah yang sempurna.

Anda mungkin juga menyukai