Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN


DI SEKOLAH INKLUSI

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Mega Adyna Movitaria,M.Pd

Disusun oleh :

Cici Intan Permata Sari (2030111027)

Ghina Zahara (2030111052)

Lidya Rahmadhani (2030111069)

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH

IBTIDAIYAH UIN MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR

1444 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, dan
Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai syarat
pemenuhan tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi yang berjudul “Perencanaan dan
Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Inklusi”.

Dalam makalah ini penulis akui masih ada beberapa kekurangan, karena penulis masih
dalam proses belajar. Oleh sebab itu, penulis berharap kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnananya.

Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-
besarnya, kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan ini yang tidak
bisa kami sebutkan satu persatu semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal
kepada mereka Aamiin Yaa Rabbal „Alamin.

Batusangkar, 27 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................

Bab II PEMBAHASAN

A. Perencanaan Pembelajaran Sekolah Inklusi..............................................


B. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran ........................................................
C. Merencanakan Kegiatan Pembelajaran.....................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu upaya sadar keluarga, masyarakat, dan


pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan langsung di sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan anak didik agar mampu berperan baik dalam
setiap lingkungan yang ditemuinya hingga masa depan. Proses pendidikan yang
berlangsung di sekolah memerlukan pedoman, contoh, dan rencana untuk
menempuhnya sehingga dapat memudahkan tercapainya tujuan pendidikan tersebut
yang disebut Kurikulum No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan di
sana dijelaska, bahwa kurikulum adalah seperangkat recana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan pedoman lainnya.

Peserta didik berkebutuhan khusus mempunyai kekhususan yang beraneka


ragam, baik dari jenis ketunaan, kemampuan, potensi, dan kebutuhannya. Dengan
demikian pelayanan untuk peserta didik berkebutuhan khusus juga harus disesuaikan
dengan kerakteristik dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus itu sendiri.
Pada pelaksanan penyelenggaraan pendidikan inklusi menempatkan peseta didik
berkebutuhan khusus pada kelas-kelas reguler bersama dengan teman seusianya.
Meski demikian, peserta didik yang masuk dalam pendidikan inklusi ini harus
dilayani sesuai dengan kebutuhan dan karakteristikya masing-masing.

Pendidikan inklusi sebagai layanan yang mengikutsertakan anak ABK belajar


bersama dengan anak normal seusianya di kelas reguler di sekolah terdekat dengan
tempat tinggalnya. Penerimaan ABK di sekolah terdekat tempat tinggal merupakan
sebuah kemudahan bagi ABK untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah dasar yang
sudah terlanjut menerima tidak langsung dengan mudah menangani anak yang masuk
dengan memiliki kebutuhan khusus tersebut. Banyak kendala yang dihadapi oleh
sekolah antara lain : (a) Kurikulum harus dapat disesuaikan dengan kelas yang
heterogen dan karakteristik ABK di kelas reguler. (b) Guru belum siap menangani
anak di kelasnya dengan karakteristik yang berbeda. Akhirnya guru yang berhadapan
langsung dengan peserta didik ABK tersebut mengeluh dan sulit dalam mengajarkan
peserta didik normal dan ABK dalam satu metode dan perlakuan yang sama sehingga
tujuan pembelajaran tidak tercapai sesuai yang diharapkan. (c) Dan yang
menimbulkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran yaitu perencanaan dan
penyusunan program pembelajaran yang tidak sesuai dengan karakteristik peserta
didik. Pemberian layanan bagi Peserta didik ABK yang masuk di sekolah inklusi tidak
bisa disamakan dengan anak normal lainya dikarenakan ABK memilki karakteristik
khusus yang harus ditangani dengan khusus pula.

B. Rumusan Masalah
1. Bagimana perencanaan Pembelajraran inklusi?
2. Bagimana Pelaksanaan Pembelajaran Inklusi?

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana perencanaa pembelajaran Inklusi
2. Mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran inklusi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perencanaan Kegiatan Pembelajaran


1. Pengertian Perencanaan
Memahami definisi Perencanaan Pembelajaran dapat dikaji dari kata-kata
yang membangunnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa
perencanaan adalah proses, cara, perbuatan merencanakan (merancangkan),
sementara pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar.
Sementara Herbert Simon mendefinisikan perencanaan adalah sebuah
proses pemecahan masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu pilihan.
Bintoro Cokroamijoyo menyebut perencanaan adalah proses mempersiapkan
kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan utuk mencapai tujuan tertentu.
Sedang Hamzah B. Uno menjelaskan perencanaan sebagai suatu cara yang
memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan
berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi
sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi,
perencanaan dapat diartikan sebagai suatu proses pemecahan masalah dengan
mempersiapkan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Berkaitan dengan pengertian perencanaan pembelajaran, para ahli memiliki
pendapat berlainan meskipun memiliki tujuan yang sama, diantaranya adalah:
Branch yang mengartikan perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistem yang
berisi prosedur untuk mengembangkan pendidikan dengan cara yang konsisten
dan reliable. Ritchy memberi arti perencanaan pembelajaran sebagai ilmu yang
merancang detail secara spesifik untuk pengembangan, evaluasi dan pemeliharaan
situasi dengan fasilitas pengetahuan diantara satuan besar dan kecil persoalan
pokok. Sementara Smith & Ragan menyebut rencana pembelajaran sebagai proses
sistematis dalam mengartikan prinsip belajar dan pembelajaran kedalam
rancangan untuk bahan dan aktifitas pembelajaran, sumber informasi dan evaluasi.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan
pembelajaran sebagai suatu proses kerjasama, tidak hanya menitikberatkan pada
kegiatan guru atau kegiatan siswa saja, akan tetapi guru dan siswa secara bersama-
sama berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Dari pengertian perencanaan dan pembelajaran yang telah diuraikan di atas,
maka juga dapat disimpulkan pengertian dari perencanaan pembelajaran adalah
proses pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan
tujuan pembelajaran tertentu, yaitu perubahan tingkah laku serta rangkaian
kegiatan yang hatus dilakukan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan
memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada. Hasil dari proses
pengambilan keputusan tersebut adalah tersusunnya dokumen yang dapat
dijadikan acuan dan pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dari
pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa perencanaan pembelajaran
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Perencanaan pembelajaran merupakan hasil dari proses berpikir, artinya suatu
perencanaan pembelajaran tidak disusun sembarangan tetapi dengan
mempertimbangkan segala aspek yang mungkin dapat berpengaruh, dan segala
sumber daya yang tersedia yang dapat mendukung keberhasilan proses
pembelajaran.
2. Perencanaan pembelajaran disusun untuk mengubah perilaku siswa sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Sehingga ketercapaian tujuan merupakan
fokus utama dalam perencanaan pembelajaran.
3. Perencanaan pembelajaran berisi tentang rangkaian kegiatan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan pembelajaran dapat berfungsi
sebagai pedoman dalam mendesain pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

2. Fungsi Perencanaan Pembelajaran


Perencanaan pembelajaran memainkan peranan penting dalam
pelaksanaan pembelajaran yang meliputi rumusan tentang apa yang akan
diajarkan pada siswa, bagaimana cara mengajarkannya, dan seberapa baik
siswa dapat menyerap semua bahan ajar ketika siswa telah menyelesaikan
proses pembelajarannya.
Perencanaan tersebut sangat penting bagi guru karena kalau tidak
ada perencanan yang baik, tidak hanya siswa yang akan tidak terarah dalam
proses belajarnya tapi guru juga tidak akan terkontrol, dan bisa salah arah
dalam proses belajar yang dikembangkannya pada siswa.
Berkaitan dengan fungsi perencanaan pembelajaran, mungkin pendapat
Oemar Hamalik bisa dijadikan sebagai acuan, yakni;
1. Memberi guru pemahaman yang lebih luas tentang tujuan pendidikan
sekolah, dan hubungannya dengan pembelajaran yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan tersebut.
2. Membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan
pengajarannya terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
3. Mengurangi kegiatan yang bersifat trial and error dalam mengajar dengan
adanya organisasi kurikuler yang baik, metode yang tepat dan hemat waktu.
4. Murid-murid akan menghormati guru yang dengan sungguh-sungguh
mempersiapkan diri untuk mengajar sesuai dengan harapan-harapan mereka.
5. Memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk memajukan pribadinya
dan perkembangan profesionalnya.
6. Membantu guru memiliki perasaan percaya diri pada diri sendiri dan
jaminan atas diri sendiri.
7. Sebagai acuan untuk melaksanakan proses
belajar mengajar di kelas agar dapat berjalan lebih efektif dan efisien

Sementara itu juga ada yang menjabarkan kegunaan atau fungsi perencanaan
pembelajaran sebagai berikut:
a. Fungsi kreatif
Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang akan
dapat memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai
kelemahan yang ada sehingga akan dapat meningkatkan dan memperbaiki
program.
b. Fungsi Inovatif
Suatu inovasi pasti akan muncul jika direncanakan karena adanya
kelemahan dan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan
tersebut akan dapat dipahami jika kita memahami proses yang
dilaksanakan secara sistematis dan direncanakan dan diprogram secara
utuh.
c. Fungsi selektif
Melalui proses perencanaan akan dapat diseleksi strategi mana yang
dianggap lebih efektif dan efisien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini
juga berkaitan dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
d. Fungsi Komunikatif
Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada
setiap orang yang terlibat, baik guru, siswa, kepala sekolah, bahkan pihak
eksternal seperti orang tua dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus
dapat mengkomunikasikan kepada setiap orang baik mengenai tujuan dan
hasil yang hendak dicapai dan strategi yang dilakukan.
e. Fungsi prediktif
Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat
menggambarkan apa yang akan terjadi setelah dilakukan suatu tindakan
sesuai dengan program yang telah disusun. Melalui fungsi prediktifnya,
perencanaan dapat menggambarkan berbagai kesulitan yang akan terjadi,
dan menggambarkan hasil yang akan diperoleh.
f. Fungsi akurasi
Melalui proses perencanaan yang matang, guru dapat mengukur setiap
waktu yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu,
dapat menghitung jam pelajaran efektif.
g. Fungsi pencapaian tujuan
Mengajar bukanlah sekedar menyampaikan materi, tetapi juga
membentuk manusia yang utuh yang tidak hanya berkembang dalam aspek
intelektualnya saja, tetapi juga dalam sikap dan ketrampilan. Melalui
perencanaan yang baik, maka proses dan hasil belajar dapat dilakukan
secara seimbang.
h. Fungsi kontrol dan evaluatif
Mengontrol keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu proses pembelajaran.
Melalui perencanaan akan dapat ditentukan sejauh mana materi pelajaran
telah dapat diserap oleh siswa dan dipahami, sehingga akan dapat
memberikan balikan kepada guru dalam mengembangkan program
pembelajaran selanjutnya.
3. Prinsip-prinsip Perencanaan Pembelajaran
Berdasarkan pengertian-pengertian perencanaan pembelajaran di atas
dapat ditarik suatu penegasan, bahwa perencanaan pembelajaran adalah sebagai
kegiatan yang terus menerus dan menyeluruh, dimulai dari penyusunan suatu
rencana, evaluasi pelaksanaan dan hasil yang dicapai dari tujuan yang sudah
ditetapkan.
Sementara dalam prakteknya, pengembangan perencanaan pembelajaran
harus memperhatikan prinsip-prinsip sehingga proses yang ditempuh dapat dapat
dilaksanakan secara efektif, diantara prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Kompetensi yang dirumuskan dalam perencanaan pembelajaran harus jelas,
makin konkrit kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat kegiatan- -
kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.
2. Perencanaan pembelajaran harus sederhana dan fleksibel, serta dapat
dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan pembentukan kompetensi siswa
3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam perencanaan
pembelajaran harus menunjang, dan sesuai dengan kompetensi yang telah
ditetapkan.
4. Perencanaaan pembelajaran yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh,
serta jelas pencapaiannya.

Lebih jauh Oemar Hamalik menyoroti hal-hal yang harus diperhatikan dalam
membuat perencanaan pembelajaran, yakni:
1. Rencana yang dibuat harus disesuaikan dengan tersedianya sumber- sumber.
2. Organisasi pembelajaran harus senantiasa memperhatikan situasi dan kondisi
masyarakat sekolah.
Guru selaku pengelola pembelajaran harus melakssiswaan tugas dan fungsinya
dengan penuh tanggung jawab.

B. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran


1. Desain Pembelajaran Pendidikan Inklusi
Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk
perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi, dimana anak berkebutuhan khusus
dan anak-anak pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama.
Pendidikan inklusi merupakan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dapat menerima
pendidikan yang setara di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.
Pelaksanaan sekolah inklusi pastinya membutuhkan desain
pembelajaran, desain pembelajaran sendiri merupakan pengembangan sistem
pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk
meningkatkan mutu belajar. Seorang guru bertugas untuk memilih dan
menentukan metode apa yang dapat digunakan untuk mempermudah
penyampaian bahan ajar sehingga siswa mudah menerima apa yang
disampaikan guru.
Jadi, desain pembelajaran inklusi adalah desain pembelajaran yang
memiliki sifat inklusif, yaitu adanya upaya untuk mengakomodasi semua
kebutuhan dan hambatan belajar peserta didik yang sangat beragam. Dalam
pendidikan inklusi ada beberapa konsep yang dikembangkan, yaitu konsep
tentang anak, konsep tentang sistem pendidikan atau sekolah, konsep tentang
keberagaman dan diskriminasi, dan konsep tentang sumber daya.
Dalam kelas yang inklusif, dilakukan asesmen terhadap siswa ABK
untuk menentukan kebutuhan belajar yang diwujudkan dalam bahan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum. Sedangkan untuk siswa
non-ABK, materi pelajarannya dapat langsung diambil dari kurikulum.

Desain pembelajaran yang inklusif dioperasionalkan dalam alur


sebagai berikut:
Desain pembelajaran dirancang yang diperlukan secara bersama-sama
untuk siswa ABK dan non-ABK yang disebut desain pembelajaran yang
inklusif. Komponen-komponen utama dari desain yang dirancang terdiri dari
metode, materi, media, dan evaluasi. Terhadap komponen-komponen ini harus
dilakukan modifikasi agar dapat mengakomodasi semua keragaman siswa.
Dalam pelaksanaan desain tersebut harus memperhatikan empat aspek
penting yang disarankan oleh Sternberg & Tylor yaitu:

1. Pengaturan lingkungan fisik


2. Prosedur pengajaran
3. Materi/isi pembelajaran
4. Penggunaan alat yang adaptif
Dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran kelas inklusif
perlu dirancang suatu desain pembelajaran yang terdiri atas metode, materi,
media, serta evaluasi pembelajaran. Desain pembelajaran tersebut disusun
berdasarkan kebutuhan masing-masing siswa yang sangat beragam. Peran guru
disini sangatlah penting. Dalam merancang desain pembelajaran, hendaknya
terlebih dahulu guru harus memahami masing-masing karakteristik peserta
didiknya sehingga bisa dipilih desain yang cocok yang sesuai kebutuhan.

2. Penempatan Peserta Didik


Menurut Badrudin, penempatan peserta didik yaitu kegiatan
pengelompokan peserta didik yang dilakukan menggunakan sistem kelas.
Pengelompokan peserta didik pada kelas (kelompok belajar) dilakukan
sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran. Pengelompokan
tersebut dapat dilakukan berdasarkan kesamaan yang ada pada peserta
didik, yaitu jenis kelamin dan umur.
Pengelompokan juga dapat didasarkan pada perbedaan individu
yang berupa minat, bakat, dan kemampuan. Pengelompokan lazim dikenal
dengan grouping didasarkan atas pandangan bahwa disamping peserta didik
mempunyai kesamaan, juga mempunyai perbedaan. Pengelompokan bukan
dimaksudkan untuk mengkotak-kotakkan peserta didik, melainkan justru
bermaksud membantu mereka agar dapat berkembang seoptimal mungkin.
Mitchun mengemukakan dua jenis pengelompokan peserta didik,
yaitu: ability grouping dan sub-grouping with in the class. Ability
grouping adalah pengelompokan berdasarkan kemampuan di
dalam setting sekolah, sedangkan sub-grouping with in the class adalah
pengelompokkan berdasarkan kemampuan di dalam setting kelas.[6]
Menurut Prihatin, pengelompokan berdasarkan karakteristik peserta
didik dibagi menjadi tujuh, yaitu:

1. Pengelompokkan berdasarkan minat (interest grouping)


2. Pengelompokkan berdasarkan kebutuhan khusus (special need
grouping)
3. Pengelompokkan beregu (team grouping)
4. Pengelompokkan tutorial (tutorial grouping)
5. Pengelompokkan penelitian (research grouping)
6. Pengelompokkan kelas utuh (full class grouping)
7. Pengelompokkan kombinasi (combined class grouping).

Jadi, dengan adanya pengelompokan peserta didik bukan


dimaksudkan untuk membeda-bedakan peserta didik, melainkan untuk
membantu mereka agar dapat berkembang seoptimal mungkin melalui setiap
keistimewaan yang dimiliki. Serta memudahkan pendidik dalam memilih
model pembelajaran yang akan disesuaikan dengan masing-masing
kebutuhan.

3. Tata Ruang–Desain Bangku dan Meja


Lingkungan fisik kelas yang baik adalah ruangan kelas yang menarik,
efektif, serta mendukung siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Kelas
yang tidak ditata dengan baik akan menjadi penghambat bagi siswa dan guru
dalam proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran berlangsung dengan
baik, guru harus menata tempat duduk dan barang-barang yang ada di ruangan
kelas sehingga dapat mendukung dan memperlancar proses pembelajaran.
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan
terjadinya tatap muka. Dengan posisi seperti itu, guru sekaligus dapat
mengontrol tingkah laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk yang akan
mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran.[8]
Untuk kelas anak yang berkebutuhan khusus diperlukan tata ruang
tersendiri untuk kelas yang digunakan dalam proses belajar untuk
mengembangkan pelajaran yang dia terima. Dengan tata ruang yang sesuai
dengan apa yang anak itu alami, maka anak tersebut akan merasa nyaman
ketika proses belajar berlangsung.
Pada dasarnya penempatan siswa di kelas harus memenuhi prinsip-
prinsip, diantaranya yaitu: siswa tidak terus menerus menempati tempat duduk
yang sama sepanjang tahun, harus ada perubahan. Siswa yang lebih pendek,
punya kekurangan dalam pandangan, kurang pendengarannya diutamakan
duduk di depan. Siswa yang sering membuat kegaduhan, suka mengganggu
temannya dijauhkan dengan anak yang sejenis itu dan jangan ditempatkan
terlalu jauh dari guru. Siswa yang merenung, melamun, kurang
memperhatikan penjelasan guru jangan ditempatkan terlalu dibelakang.
Berikut ini beberapa alternatif dalam mendesain tata ruang khususnya
desain bangku dan meja yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik:[9]
1. Formasi Kelas bentuk Huruf U

Formasi kelas bentuk huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan


para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti
pelajaran. Dalam hal ini guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak
dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi secara langsung, sehingga
siswa akan mendapatkan respon dari pendidik secara langsung.

Dengan demikian, guru bisa memantau semua siswanya (khususnya


penyandang Tuna Netra dan Tuna Rungu) dan lebih cepat mengetahui setiap
gerak gerik peserta didik yang membutuhkan bantuan namun malu untuk
menyampaikannya.

2. Formasi Meja Pertemuan

Formasi meja pertemuan biasanya diselenggarakan di tempat-tempat


pertemuan dan seminar, baik di hotel maupun gedung pertemuan. Formasi ini
dapat digunakan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok,
dimana setiap kelompok tersebut mempunyai meja pertemuannya sendiri-
sendiri.

Dengan formasi meja pertemuan, diharapkan semua siswa bisa


menjalin hubungan baik kepada semua temannya. Guru bisa membagi
siswanya secara rata. Maksudnya, dalam setiap kelompok meja diisi dengan
siswa pandai dan siswa biasa-biasa saja serta mereka yang memiliki
kebutuhan khusus harus dikelompokkan dengan siswa normal agar mereka
bisa belajar bersama dan saling membantu.

Pada penyusunan ini anak dapat berusaha mengerjakan keterampilan


mereka secara bersama-sama. Atau gaya off-set, yaitu dengan sejumlah
murid duduk dibangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung. Gaya ini
dilakukan ketika guru ingin menguji muridnya satu persatu dengan
ketrampilan yang mereka miliki.

3. Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout Groupings)

Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat


meletakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan
aktifitas belajar yang dipecah menjadi beberapa tim. Guru dapat
menempatkan susunan pecahan, pecahan kelompok tersebut berjauhan,
sehingga tidak saling mengganggu. Tetapi, hendaknya dihindari
penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil yang terlalu jauh dari ruang
kelas supaya mudah diawasi.

Dalam model formasi ini, hindari untuk menempatkan peserta


didik yang sering membuat kegaduhan berada di tempat yang jauh dari
jangkauan guru. Usahakan tidak menempatkan anak tersebut bersama
teman dekatnya yang memungkinkan mereka berbuat gaduh. Usahakan
menempatkan mereka secara acak dan membaur dengan teman-teman lain.

Begitu juga dengan penempatan anak berkebutuhan khusus.


Jangan menempatkan mereka disamping jendela yang akan memecah
konsentrasi mereka, atau di dekat pintu yang akan membuat mereka untuk
terus menatap keluar.

4. Formasi Lingkaran

Formasi lingkaran adalah formasi yang disusun melingkar tanpa


menggunakan meja dan kursi. Formasi ini digunakan untuk melakukan
pembelajaran dalam satu kelompok, dimana guru memiliki peran untuk
membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran tersebut.

Dengan formasi lingkaran, guru bisa memposisikan diri sebagai


pembimbing yang baik dengan cara melakukan pendekatan kepada peserta
didiknya. Melalui formasi ini, guru bisa memantau bagaimana gaya belajar
siswanya dan lebih mudah untuk memberikan bimbingan belajar kepada
mereka.
Dari beberapa alternatif pilihan posisi penempatan peserta didik,
dapat disimpulkan bahwa dalam setiap formasi yang ada memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing, dimana penggunaannya
disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan peserta didik. Dalam
memposisikan anak yang memiliki kebutuhan khusus, guru hendaknya
tidak menempatkan mereka di dekat jendela atau di samping pintu supaya
tidak memecah konsentrasi belajar mereka. Begitu juga, mereka harus
ditempatkan dengan teman-teman yang lainnya agar bisa membaur dan
bersosialisasi dengan baik supaya rasa minder mereka terhadap kekurangan
yang dimiliki bisa dihilangkan.

Selain pengaturan formasi tempat duduk, dalam menciptakan


lingkungan yang nyaman, guru dan siswanya perlu melakukan kerjasama
untuk mendesain kelas mereka. Misalnya dengan menempelkan poster
bertemakan pendidikan karya anak-anak, menempelkan foto pahlawan di
dinding kelas, maupun mengajak mereka untuk menanam tanaman di teras
kelas. Dengan adanya lingkungan belajar yang nyaman, siswa akan merasa
nyaman saat sedang belajar.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari penjelasan materi yang telah pemakalah uraikan di atas dapat
pemakalah simpulkan bahwa perencanaan pembelajaran adalah proses
pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan
tujuan pembelajaran tertentu, yaitu perubahan tingkah laku serta rangkaian
kegiatan yang hatus dilakukan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut
dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada.

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, pemakalah sudah berusaha sebaik
mungkin untuk memaksimalkan penyajian materi dalam makalah. Namun,
pemakalah sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini akan selalu terdapat
ketidaksempurnaannya. Maka dari itu, pemakalah mengharapkan saran dan
masukan dari pembaca untuk makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hufron, dkk.,”Manajemen Kesiswaan pada Sekolah Inklusi”, dalan


Jurnal Pendidikan Humaniora, vol.4, No. 2, Juni 2016.
Indah Permata Darma & Binahayati Rusyidi, “Pelaksanaan Sekolah Inklusi di
Indonesia”, dalam Jurnal Penelitian, vol.2, No. 2, Maret 2018.
Juang Sunanto dan Hidayat, “Desain Pembelajaran anak berkebutuhan
Khusus dalam Kelas Inklusif”, dalam Jurnal Penelitian, vol. 17, No. 1,
Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai