Anda di halaman 1dari 56

Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD)


01
Pendahuluan
Pendahuluan

● Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan


global yang memberikan dampak sosioekonomi yang besar
khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia.
● Bila tidak ditangani dengan baik, PGK akan berujung pada
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang pada akhirnya akan
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
penderitanya.
● Pada negara berkembang, angka laju pertambahan PGTA
setiap tahunnya berkisar antara 4,2-17,3%.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Pendahuluan

● CAPD seharusnya menjadi bentuk Terapi Pengganti Ginjal


(TPG) yang ideal di negara berpenghasilan rendah hingga
menengah, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah
pedesaan.
● Terlepas dari kunjungan rumah sakit yang lebih sedikit,
CAPD memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dengan
pekerjaan dan sekolah.
● Hal tersebut memungkinkan mereka yang tinggal jauh dari
pusat dialysis, kenyamanan dialisis di rumah.
Wearne, N., Kilonzo, K., Effa, E., Davidson, B., Nourse, P., Ekrikpo, U., & Okpechi, I. G. (2017). Continuous ambulatory peritoneal dialysis:
Perspectives on patient selection in low- to middle-income countries. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease, 10, 1–9.
https://doi.org/10.2147/IJNRD.S104208
Pendahuluan

● Saat ini tersedia tiga modalitas TPG yang dapat dipilih oleh
pasien PGTA, yaitu hemodialisis (HD), peritoneal dialysis (PD),
dan transplantasi ginjal.
● Hemodialisis merupakan modalitas yang paling banyak
digunakan, namun jumlahnya masih terbatas terutama pada
daerah terpencil.
● Sementara ketersediaan donor ginjal yang masih sedikit juga
menjadi kendala tersendiri.
● Pemanfaatan PD dapat menjadi solusi untuk pemerataan
layanan ginjal di Indonesia.
Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Pendahuluan

● Dari dua jenis PD yang tersedia (continuous ambulatory


peritoneal dialysis/CAPD dan automatic peritoneal dialysis),
hanya CAPD yang telah tersedia di Indonesia.
● Sejak tahun 1985 sampai dengan saat ini, penggunaan
CAPD di Indonesia belum begitu populer.
● Hampir seluruh pasien di Indonesia menjalani HD dan hanya
2% yang menggunakan CAPD.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Pendahuluan

● Masalah keuangan, kelangkaan fasilitas yang dapat


menyediakan CAPD, dan kurangnya tenaga kesehatan yang
terampil untuk CAPD adalah beberapa alasan mengapa
CAPD tidak berkembang dengan baik di Indonesia.
● Selain itu, salah satu penyebab kurangnya pemakaian
CAPD di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan atau
pengalaman klinisi tentang CAPD dan terlambatnya merujuk
ke nefrologis.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
02
Penyakit Ginjal Tahap Akhir :
Dialisis
PGTA dan Indikasi Dialisis

● PGTA ditentukan oleh kebutuhan dialisis kronis atau


transplantasi ginjal untuk mempertahankan hidup.
● Tidak ada tingkat kreatinin atau BUN absolut yang
mengharuskan dimulainya dialisis kronis.
● Biasanya inisiasi dialisis dipertimbangkan pada anak-anak
yang telah mencapai PGK stadium V (GFR <15 mL / menit /
1,73 m2) atau ketika PGK dipersulit oleh hipertensi yang
tidak terkontrol, kelebihan volume, gangguan metabolisme,
pertumbuhan yang buruk, atau komplikasi uremia.

Partin, A. W., Dmochowski, R. R., Kavoussi, L. R., & Peters, C. A. (2021). Campbell-Walsh-Wein Urology (Twelfth ed). Elsevier.
PGTA dan Indikasi Dialisis

● Ada dua modalitas dialisis kronis yang tersedia untuk bayi,


anak-anak, dan remaja: peritoneal dialisis dan hemodialisis.
● Pemilihan hemodialisis atau peritoneal dialysis bergantung
pada sejumlah faktor termasuk kebutuhan pasien dan
keluarga, ukuran pasien, usia, pilihan gaya hidup, dan risiko
psikososial.

Partin, A. W., Dmochowski, R. R., Kavoussi, L. R., & Peters, C. A. (2021). Campbell-Walsh-Wein Urology (Twelfth ed). Elsevier.
PGTA dan Indikasi Dialisis

● Peritoneal dialisis adalah modalitas awal yang paling umum


untuk anak-anak di bawah usia 9 tahun dan berat kurang
dari 20 kg, karena pengobatan diberikan di rumah dan tidak
memerlukan akses vena sentral.
● Peritoneal dialisis dapat diresepkan secara manual (continuous
ambulatory peritoneal dialysis) atau menggunakan mesin
otomatis (continuous cycling peritoneal dialysis).
● Continuous cycling peritoneal dialysis dilakukan untuk sebagian
besar pasien anak-anak di Amerika Serikat.

Partin, A. W., Dmochowski, R. R., Kavoussi, L. R., & Peters, C. A. (2021). Campbell-Walsh-Wein Urology (Twelfth ed). Elsevier.
PGTA dan Indikasi Dialisis

● Pada anak-anak yang berusia lebih dari 10 tahun,


hemodialisis adalah modalitas dialisis kronis yang dominan
di Amerika Serikat.
● Berbeda dengan peritoneal dialisis, hemodialisis membutuhkan
akses vena sentral kronis.
● Kemampuan untuk mempertahankan akses hemodialisis pada
bayi dan anak kecil menghadirkan tantangan utama dalam
perawatan PGTA pediatrik

Partin, A. W., Dmochowski, R. R., Kavoussi, L. R., & Peters, C. A. (2021). Campbell-Walsh-Wein Urology (Twelfth ed). Elsevier.
Menu

03
DEFINISI,
MEKANISME,
FISIOLOGI CAPD
DEFINISI PERITONEAL DIALYSIS

● Peritoneal dialysis adalah proses difusi dan ultrafiltrasi dari


kompartemen darah yang banyak mengandung toksin
uremik ke dalam cairan dialisat peritoneal yang bersifat
hiperosmolar melalui membran peritoneum.
● Dalam hal ini, membran peritoneum berfungsi sebagai
membran semipermeabel.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
FISIOLOGI CAPD

● Pada CAPD terdapat tiga proses yang terjadi secara


bersamaan, yaitu:
1. Difusi
2. Ultrafiltrasi
3. Absorbsi Cairan

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
DIFUSI

● Partikel terlarut yang mengandung toksin uremik (ureum,


kreatinin, kalium, dll.) berdifusi dari pembuluh kapiler peritoneum
menuju cairan peritoneal (dialisat).
● Sedangkan, glukosa atau bikarbonat pada cairan dialisat
berdifusi dari arah sebaliknya.
● Proses keberhasilan difusi pada CAPD bergantung pada
beberapa faktor, seperti gradien konsentrasi antara dua cairan,
luas permukaan peritoneum, resistensi membran peritoneum,
berat molekul partikel terlarut yang berdifusi, mass transfer area
coefficient (KoA), dan aliran darah peritoneal.
Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
ULTRAFILTRASI

● Pada dialisis, pembuangan kelebihan cairan pada tubuh


(ultrafiltrasi) merupakan faktor penting.
● Pada CAPD, proses ini tercapai dengan menambahkan
agen osmotik pada cairan dialisis seperti halnya dextrose,
asam amino, dextran, sehingga dijumpai perbedaan gradien
osmotik antara kapiler peritoneal dan cairan peritoneum.
● Pada CAPD, proses ultrafiltrasi akan terus berlangsung
hingga cairan dialisis berubah menjadi isotonik.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
ABSORBSI CAIRAN

● Absorpsi cairan dari rongga peritoneal terjadi melalui


drainase aliran limfatik dengan laju absorpsi yang konstan.
● Laju absorpsi peritoneal sekitar 1-2 ml/min.
● Faktor yang memengaruhi laju absorpsi cairan pada
peritoneal antara lain tekanan hidrostatik intraperitoneal dan
efektivitas saluran limfatik.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
PERITONEAL EQUILIBRATION TEST
(PET)

● Pemeriksaan PET ditujukan untuk menilai jenis membran


peritoneal pada masing-masing pasien untuk memandu
pemberian resep CAPD.
● Efektivitas transport peritoneal dihitung menggunakan rasio
equilibrasi antara dialisat dan urea plasma (D/P urea), kreatinin
(D/P Cr) dan Natrium (D/P Na).
● Rasio equilibrasi mengukur efek kombinasi dari difusi dan
ultrafiltrasi.
● Nilai PET dipengaruhi berat molekul solut dan permeabilitas
● membran peritoneal pasien serta luas permukaannya.
Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
PROTOKOL STANDAR PET

1. Dilakukan pagi hari setelah proses penggantian cairan


dialisat CAPD (biasanya >8 jam jika menggunakan CAPD).
2. Masukkan dialisat dengan 2,5% dextrose.
3. Segera ambil sampel dialisat, pada jam ke-2 dan jam ke-4
untuk menentukan kreatinin, urea, dan konsentrasi glukosa.
4. Ambil sampel darah 2 jam setelah infus dialisat untuk
menentukan kreatinin urea, dan kadar glukosa.
5. Keluarkan dialisat pada jam ke-4 dan catat vol.
pengeluaran.

Teitelbaum, I., & Burkart, J. (2003). Peritoneal Dialysis. American Journal of Kidney Diseases, 42(5), 1082–1096.
https://doi.org/10.1016/j.ajkd.2003.08.036
PROTOKOL STANDAR PET

6. Kalkulasi dialisat/plasma ratio (D/P ratio) untuk urea dan


kreatinin pada jam ke-2 dan ke-4. Kalkulasi dialisat/glukosa
dan bandingkan dengan konsentrasi inisial (D/Do) pada jam
ke-2 dan ke-4).
7. Plot hasil tersebut pada grafik standar PET untuk
menentukan tipe membrane peritoneal pasien.

Teitelbaum, I., & Burkart, J. (2003). Peritoneal Dialysis. American Journal of Kidney Diseases, 42(5), 1082–1096.
https://doi.org/10.1016/j.ajkd.2003.08.036
PERITONEAL EQUILIBRATION TEST
(PET)

● Hasil dari nilai PET dapat mengetahui tipe membran


peritoneal pasien yang kemudian bersama data klinis dapat
memandu dokter dalam membuat resep CAPD dan memilih
jenis konsentrasi cairan dialisat yang sesuai untuk pasien.
● Klasifikasi transpor membran peritoneal berdasarkan tes
PET adalah sebagai berikut:
1. High transporters
2. Low transporters
3. High-average dan low-average transpoters

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
High-Transporters

● High transporters, mencapai keseimbangan equilibrasi kreatinin


dan urea yang paling cepat karena memiliki luas permukaan
peritoneal yang besar dan/atau memiliki permeabilitas membran
yang tinggi.
● Namun, pada high transporters cepat terjadi kehilangan gradien
● osmotik untuk proses ultrafiltrasi karena dialisat glukosa
berdifusi melalui membran permeabilitas yang tinggi.
● Sehingga, membran jenis high transporter memiliki D/P Cr, D/P
Ur, dan D/P Na yang tinggi, tetapi ultrafiltrasi yang rendah.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Low-Transporters

● Low transporters, mencapai keseimbangan equilibrasi urea


dan kreatinin lebih lambat dari high transporters,
menunjukkan permeabilitas membran dan/atau luas
permukaan peritoneal yang lebih kecil.
● Sehingga, low transporters menunjukkan D/P Ur, D/P Cr, dan
D/P Na yang rendah, dengan D/Do G dan net ultrafiltrasi
● yang tinggi.
● Hilangnya protein lebih rendah, serum albumin lebih tinggi.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
High-Average and Low-Average

● Bernilai diantara high and low transporters.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Residual Kidney Function (RKF)

● Menjaga fungsi ginjal sisa (residual kidney function/ RKF)


sangat penting karena berperan dalam meningkatkan adekuasi
dialisis, kualitas hidup, dan mortalitas pada pasien dialisis.
● Laju penurunan RKF merupakan faktor prognosis yang lebih
kuat daripada baseline RKF pada all-cause mortality pasien
CAPD.
● Pada studi di Kanada, dilaporkan bahwa setiap 250 ml
penambahan volume urin, maka terjadi penurunan pada 2 tahun
kematian sebanyak 36%.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Residual Kidney Function (RKF)

● Sebuah studi menunjukkan CAPD memiliki 65% risiko


penurunan RKF lebih rendah daripada HD pada 1 tahun
pertama.
● Studi observasional pada 231 pasien CAPD menunjukkan
50% penurunan all-cause mortality pada setiap peningkatan
eGFR 1 ml/min.
● Pemilihan cairan dialisat peritoneal konsentrasi rendah dan
pemberian ACE inhibitor merupakan upaya untuk menjaga
RKF.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Cairan Dialisat untuk CAPD

● Pelaksanaan CAPD sangat fleksibel mengikuti gaya hidup


dan preferensi pasien.
● Cairan dialisat yang digunakan selalu berada di rongga
peritoneum, dan diganti hingga 3-4 kali sehari.
● Drainase dialisat yang terpakai dan dialisat baru
menggunakan gravitasi dari dalam dan keluar rongga
peritoneal.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
CAIRAN DIALISAT UNTUK CAPD

● Glukosa sebagai agen osmotik walaupun aman, murah, dan


sumber kalori, dapat menyebabkan hiperglikemia,
hiperinsulinemia, hiperlipidemia, peningkatan berat badan dan
akhirnya meningkatkan risiko mortalitas kardiovaskular.
● Saat ini, telah dikembangkan cairan dialisat CAPD untuk
mengurangi risiko toksisitas yang disebut glucose-sparing
solutions dengan pH netral dan rendah GDP.
● Tersedia dua macam cairan CAPD dengan komposisi tersebut,
yaitu icodextrin dan amino-acid base.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
ICODEXTRIN

● Merupakan cairan poliglukosa dan bersifat isoosmolar. Absorpsi


poligukosa melalui sistem limfatik lebih lambat dibanding glukosa.
● Icodextrin digunakan terutama pada malam hari menggunakan
CAPD dan dapat sepanjang hari menggunakan APD, dan indikasi
utama digunakan pada pasien dengan kegagalan ultrafiltrasi.
● Penggunaan icodextrin meningkatkan ultrafiltrasi dan status volume
pasien, memperbaiki kontrol glikemik, menurunkan berat badan,
dan menjaga fungsi membran peritoneal jangka panjang.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
AMINO-ACID BASE

● Digunakan sebagai suplemen nutrisi pada pasien dengan


gangguan nutrisi karena diserap pada akhir 4-6 jam proses
dialisis.
● Namun pada penggunaan cairan ini, ada risiko
meningkatkan asidosis.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
04
Keunggulan dan
Kontraindikasi CAPD
KEUNGGULAN CAPD

● Pemilihan modalitas antara CAPD dan HD banyak menjadi


pertimbangan pasien sebelum memulai terapi pengganti
ginjal.
● Telah banyak penelitian yang membandingkan CAPD
dengan HD mengenai survival pasien, risiko peritonitis,
technique survival, kualitas hidup, dan kepuasan pasien
(Tabel 1).

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KEUNGGULAN CAPD

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KEUNGGULAN CAPD

● Keberhasilan modalitas CAPD ditentukan oleh banyak faktor,


yaitu faktor pasien sendiri dan dukungan keluarga, tenaga
kesehatan yaitu dokter dan perawat pada senter dialisis
terkait, sistem edukasi, serta training dan monitoring yang
baik dan efektif.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
STUDI KEUNGGULAN CAPD

● Studi komparatif kualitas hidup antara pasien HD dengan


pasien CAPD oleh Jamila dan Herlina (2019) menunjukkan
pasien PGK yang menjalani terapi CAPD di RSPAD Gatot
Soebroto memiliki kesehatan fisik, kesehatan psikologis,
hubungan sosial, dan lingkungan yang lebih baik dibanding
pasien yang menjalani terapi HD.

Jamila, I. N., & Herlina, S. (2019). Study Comparatif Kualitas Hidup Antara Pasien Hemodialisis. Journal of Islamic Nursing, 4(2), 54–59.
KEUNGGULAN CAPD

● Beberapa alasan yang mengakibatkan manfaat CAPD


menurun seiring dengan waktu menjalani modalitas adalah
pertama, adanya penurunan bertahap dari RKF, ditambah
adanya proses dialisis yang tidak adekuat.
● Kedua, berkurangnya kemampuan ultrafiltrasi yang
disebabkan fibrosis peritoneal dan inflamasi lokal.
● Pasien CAPD harus dievaluasi secara teratur untuk menilai
apakah terdapat indikasi perubahan dosis dialisat atau risiko
perubahan modalitas dialisis.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KEUNGGULAN CAPD

● Obesitas juga berpengaruh pada peningkatan mortalitas


pasien CAPD dibanding HD terutama pada pasien dengan
IMT >30 kg/m2.
● Angka komplikasi peritonitis, dan kesulitan mencapai dialisis
yang adekuat memengaruhi luaran negatif dari CAPD pada
pasien obesitas.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KEUNGGULAN CAPD

● Saat ini, telah berkembang adanya CAPD incremental atau


peresapan CAPD dimana pertukaran cairan pada CAPD
dilakukan kurang dari empat kali sehari (dosis standar “full
dose”) dengan memperhitungkan RKF pada saat inisiasi
CAPD pertama kali.
● Dosis dialisis ini akan ditingkatkan secara bertahap sesuai
dengan penurunan RKF pasien seiring dengan lamanya
tindakan CAPD

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KEUNGGULAN CAPD

● Blake, dkk. mengajukan enam langkah pendekatan yang


dapat dilakukan sebelum memulai CAPD pada seorang
pasien.
1. Identifikasi kandidat potensial untuk CAPD
2. Menilai eligibilitas untuk CAPD
3. Menawarkan pilihan CAPD pada pasien
4. Pasien menentukan pilihan
5. Pemasangan kateter CAPD
6. Inisiasi CAPD

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Kontraindikasi CAPD

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
05
Komplikasi
CAPD
KOMPLIKASI CAPD

● Komplikasi CAPD dibagi menjadi komplikasi infeksi dan


komplikasi non-infeksi.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KOMPLIKASI INFEKSI (PERITONITIS)

● Peritonitis bacterial adalah komplikasi infeksi paling sering pada


CAPD dan berkaitan dengan morbiditas yang tinggi.
● Diagnosis peritonitis dapat ditegakkan bila ditemukan
manifestasi seperti nyeri abdomen, demam, cairan dialisat yang
keruh, hitung leukosit pada cairan dialisat lebih dari 100
leukosit/mm3 dan hasil kultur cairan dialisat yang positif.
● Sumber infeksi dapat disebabkan oleh kontaminasi akibat
sentuhan (touch contamination), infeksi yang berhubungan
dengan kateter (exite site/ tunnel infection), enteric, dan
iatrogenic (bakteremia dan ginekologis)
Popovich, R. P., Moncrief, J. W., Nolph, K. D., Ghods, A. J., Twardowski, Z. J., & Pyle, W. K. (1978). Continuous ambulatory peritoneal dialysis.
Annals of Internal Medicine, 88(4), 449–456. https://doi.org/10.7326/0003-4819-88-4-449
KOMPLIKASI INFEKSI (PERITONITIS)

● Jalur invasi bakteri yang paling sering adalah infeksi yang


berhubungan dengan kateter yaitu melalui lumen kateter dan
melalui rute perikateter.
● Penyebab bakteri terbanyak pada peritonitis adalah gram
positif: S. epidermidis > S. aureus > Enterococcus.
● Kuman S. aureus pada mukosa nasal dan kulit juga
berperan pada exit-site dan catheter-related infections pada
peritonitis.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KOMPLIKASI INFEKSI (PERITONITIS)

● Jalur invasi bakteri yang paling sering adalah infeksi yang


berhubungan dengan kateter yaitu melalui lumen kateter dan
melalui rute perikateter.
● Penyebab bakteri terbanyak pada peritonitis adalah gram
positif: S. epidermidis > S. aureus > Enterococcus.
● Kuman S. aureus pada mukosa nasal dan kulit juga
berperan pada exit-site dan catheter-related infections pada
peritonitis.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KOMPLIKASI INFEKSI (PERITONITIS)

● Studi identifikasi mikroorganisme dan sensitivitas antibiotic


pada pasien CAPD oleh Haryanti, et al. (2010) menunjukkan
Staphylococcus memiliki hubungan kuat terhadap kejadian
peritonitis dan tetrasiklin merupakan antibiotik yang memiliki
sensitivitas tertinggi.
● Pentingnya melakukan kultur pada cairan peritoneal dialysis
akan menurunkan angka kesakitan.

Haryanti, E., Kandarini, Y., Widiana, I., Sudhana, W., Loekman, J., & Suwitra, K. (2010). Kejadian Peritonitis Pada Pasien Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis: Identifikasi Mikroorganisme Dan Sensitifitas Antibiotik. Journal of Internal Medicine, 11(2).
TERAPI INISIAL PERITONITIS

● Terapi inisial antibiotik empiris harus meliputi bakteri gram-


negatif dan gram-positif.
● Nyeri perut biasanya berkurang dalam 48-72 jam setelah
pemberian antibiotik.
● Pada keadaan berat, apabila infeksi tidak teratasi, diperlukan
pencabutan kateter CAPD dan pasien sementara
dipindahkan untuk menjalani hemodialisis.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
TERAPI PERITONITIS

Terapi Inisial Peritonitis Terapi Relapsing Peritonitis Terapi Infeksi Exit-Side

Teitelbaum, I., & Burkart, J. (2003). Peritoneal Dialysis. American Journal of Kidney Diseases, 42(5), 1082–1096.
https://doi.org/10.1016/j.ajkd.2003.08.036
PENCEGAHAN PERITONITIS

Upaya pencegahan peritonitis dapat dimulai dengan:


● Menjaga kedisiplinan dan kebersihan tangan pada tahap
penggantian cairan dialisat.
● Pemberian antibiotik profilaksis seperti sefalosporin pada
saat pemasangan kateter.
● Pemberian krim Mupirocin pada exit-site yang dapat
mencegah infeksi S. Aureus atau penggunaan salep
gentamicin yang terbukti mengurangi infeksi Pseudomonas
dan gram negatif pada exit-site.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KOMPLIKASI NON INFEKSI (MEKANIK)

● Adanya cairan dialisat pada rongga peritoneum


meningkatkan tekanan intra abdomen.
● Peningkatan tekanan intraperitoneal berisiko menimbulkan
hernia, kebocoran perikateter, kebocoran diafragma, dan
nyeri.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KOMPLIKASI NON INFEKSI
(METABOLIK)

● Absorpsi glukosa dari cairan dialisat CAPD sebanyak 500-


800 kkal/hari, menyebabkan risiko hiperglikemia pada pasien
CAPD tanpa riwayat diabetes sebelumnya.
● Komplikasi metabolik lain, seperti hiperlipidemia,
hiponatremia, hipokalemia, hiperkalsemia,
hipermagnesemia, dan hipoalbuminemia juga dapat timbul
pada pasien yang menjalani CAPD.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KOMPLIKASI NON INFEKSI (EPS)

● Encapsulating peritoneal sclerosis (EPS) adalah komplikasi


yang jarang namun berbahaya, dengan insiden kumulatif
dari 0,5-4,4% yang meningkat seiring dengan lamanya
menggunakan CAPD.
● Pada kondisi ini, terjadi sklerosis masif pada membran
peritoneal, sehingga terjadi enkapsulasi jaringan intestinal.
● Hal ini mengganggu fungsi saluran cerna, gangguan
motilitas, gangguan absorpsi nutrisi, ileus obstruktif,
anoreksia, dan perburukkan klinis secara progresif.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
KOMPLIKASI NON INFEKSI (EPS)

● Kondisi ini dapat dilihat melalui gambaran CT scan.


● Belum ada terapi definitif pada EPS.
● Tindakan pembedahan dapat melepas adhesi pada
intestinal, namun dibutuhkan kehatihatian karena berisiko
menimbulkan fistula enterokutan.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari, C. G., Trihono, P. P., Kadaristiana, A., Tambunan, T., Mushahar, L., Puspitasari, H. A., Hidayati, E. L., & Pardede, S. O. (2019). Five-year
experience of continuous ambulatory peritoneal dialysis in children: A single center experience in a developing country. Medical Journal of
Indonesia, 28(4), 329–337. https://doi.org/10.13181/mji.v28i4.3807
Haryanti, E., Kandarini, Y., Widiana, I., Sudhana, W., Loekman, J., & Suwitra, K. (2010). Kejadian Peritonitis Pada Pasien Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis: Identifikasi Mikroorganisme Dan Sensitifitas Antibiotik. Journal of Internal Medicine, 11(2).
Jamila, I. N., & Herlina, S. (2019). Study Comparatif Kualitas Hidup Antara Pasien Hemodialisis. Journal of Islamic Nursing, 4(2), 54–59.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 7(3), 186. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i3.469
Partin, A. W., Dmochowski, R. R., Kavoussi, L. R., & Peters, C. A. (2021). Campbell-Walsh-Wein Urology (Twelfth ed). Elsevier.

Popovich, R. P., Moncrief, J. W., Nolph, K. D., Ghods, A. J., Twardowski, Z. J., & Pyle, W. K. (1978). Continuous ambulatory peritoneal dialysis.
Annals of Internal Medicine, 88(4), 449–456. https://doi.org/10.7326/0003-4819-88-4-449
Supono. (2010). FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERJADINYA PERITONITIS PADA PASIEN CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL
DIALYSIS (CAPD) DI RUMAH SAKIT UMUM Dr SAIFUL ANWAR MALANG. Jurnal Keperawatan, 1(2), 180–189.
https://doi.org/10.22219/jk.v1i2.403

Teitelbaum, I., & Burkart, J. (2003). Peritoneal Dialysis. American Journal of Kidney Diseases, 42(5), 1082–1096.
https://doi.org/10.1016/j.ajkd.2003.08.036
Vale, L., Cody, J. D., Wallace, S. A., Daly, C., Campbell, M. K., Grant, A. M., Khan, I., & Macleod, A. M. (2004). Continuous ambulatory peritoneal
dialysis (CAPD) versus hospital or home haemodialysis for end-stage renal disease in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews,
2004(4). https://doi.org/10.1002/14651858.CD003963.pub2
Terima
Kasih
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai