Anda di halaman 1dari 7

HUKUM WADH’I

Hukum wadhi’i, yaitu hukum yang menetapkan / firman


yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau
penghalang bagi sesuatu yang lain
diluar
kesanggupan
mukallaf
Sebab
Dpt diusahkan
Mukallaf

Syarat Haqiqi
Hukum wadhi’i
(Syar’i)
Syarat

Syarat Ja’li
Penghalang
(Mani’i)
Sebab, sesuatu yang terang dan tertentu yang dijadikan sebagai
pangkal adanya hukum, artinya dnegan adanya sebab, dengan
sendirinya akan terwujud hukum.
Contoh:
– Sebab diwajibkannya puasa Ramadhan karena telah
datangnya bulan ramadhan. Firman Allah SWT : (QS. Al
Baqarah : 185).
– Tergelincirnya matahari menjadi sebab (alasan) bagi
datangnya waktu sholat dhuhur, masuknya bulan ramadhan
menjadi sebab bagi kuwajiban melakukan puasa. (Diluar
Kemampuan Mukallaf).
– perjalanan menjadi sebab bagi bolehnya berbuka puasa
disiang hari ramadha, pembunuhan disengaja menjadi sebab
bagi dikenakan hukum qishash bagi pelakunya. (Dapat
diusahakan mukallaf)
Syarat, sesuatu dengan karenanya baru ada
hukum, dan dengan ketiadaannya tidak akan
ada hukum.
Contoh
• Syarat syar’i, yaitu syarat yang datang langsung dari syariat
itu sendiri. Misalnya keadaan rusyd (kemampuan untuk
mengatur pembelanjaan, sehingga tidak menjadi mubadzir)
bagi seorang anak yatim, dijadikan oleh syariat sebgai
syarta bagi wajib menyerahkan harta miliknya kepadanya,
sebagaimana firman Allah (QS. An Nisa :6)
• Syarat Ja’li, yaitu syarat yang datang dari kemauan orang
mukallaf itu sendiri. Misalnya seorang suami berkata pada
istrinya: “jika engkau memasuki rumah si Fullan maka
jatuhlah talakmu satu.”
Mani’, sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai
pengahalang bagi adanya hukum atau pengahalang
bagi berfungsinya suatu sebab.
• Contoh Seorang telah berkewajiban
membayar zakat akan tetapi dia mempunyai
hutang yang sampai mengurangi nisab zakat
maka dia menjadi tidak wajib membayar zakat
Sahih, Bathal, Fasid, Azimah & Rukhsah-
Imam Al-Amidi
a. Sahih atau sah, yaitu terpenuhinya sebab, syarat dan tidak ada mani’ sehingga
perbuatan tersebut telah memenuhi syarat dan rukunnya. Misalnya shalat yang
dihukumi sahih (sah) apabila memenuhi syarat dan rukunnya.
b. Bathal, sesuatu perbuatan yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Misalnya,
shalat tidak membaca al-fatihah maka bathal. Shlat hilang kesucian hadasnya maka
bathal.
c. Fasid atau rusak, yakni sesuatu perbuatan yang dilakukan dengan melanggar
pantangan syara’, misalnya: Nikah dengan saudara seayah atau seibu maka dihukumi
fasid. Shadaqah dengan hasil rampokan/korupsi.
d. Azimah, ialah keharusan yang sifatnya umum, mutlak tidak dibatasi waktu dan
tempat atau sesuatu hal. Misalnya: kewajiban shalat lima waktu, dalam keadaan
apapun, dimnapun dan kapanpun harus ditunaikan apa adanya.
e. Rukhsah atau keringanan, yakni karena adanya sesuatu maka ketentuan azimah itu
di ringankan, misalnya: karena hujan lebat maka orang tidak wajib shalat jum’at seperti
hukum awalnya. Karena bepergian seseorang mendapatkan keringanan dapat
mengqasar dan menjama’ shalatnya.
Wallahu’lam

Anda mungkin juga menyukai