Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Aswaja 3
Dosen : Drs. H.M. Ikhwanuddin, M.Kom.I

Disusun Oleh
Nama

Fakultas
Prodi
Semester

: Putriningtyas Perdani
Inggit Puspita Sari
Okta Afriani
Tri Handayani
Meta Mura Yana
: Tarbiyah
: PGMI
: III (Tiga)

(13260043)
(13260025)
(13260039)
(13260057)
(13260034)

INSTITUT AGAMA ISLAM MAARIF (IAIM) NU

METRO-LAMPUNG
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayahNYA penulis
akhirnya dapat menyelesaikan makalah tentang Etos Kerja Muslim.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut menyelesaikan pembuatan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
isi maupun penulisannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi perbaikan dan penambahan pengetahuan dimasa
mendatang.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amiin

Metro,

Desember 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................

ii

DAFTARI ISI ................................................................................................

iii

BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................

BAB II

PEMBAHASAN ..........................................................................
A. ETOS KERJA MUSLIM ........................................................
1. Sumber Riwayat .................................................................
2. Mukharriul Hadis ...............................................................
3. Takhrijul Hadis....................................................................
4. Asbab al-Wurud ..................................................................
5. Fiqhul Hadis ........................................................................

iii

BAB I
PENDAHULUAN

Nabi Saw menegaskan dalam hadis tersebut di atas bahwa Tangan di


atas maksudnya adalah memberi, dan tangan di bawah adalah menerima.
Tangan yang bisa memberi adalah tangan yang bekerja dan menghasilkan. Tangan
yang hanya menerima adalah tangan sangat indah dan halus, namun tegas yaitu
agar supaya rajin bekerja. Bekerja yang bisa memberi adalah tidak hanya sekedar
asal bekerja, akan tetapi harus bekerja yang mendatangkan hasil. Bekerja dengan
baik dalam bahasa agama disebut sebagai amal salih, yaitu yang produktif,
memberikan manfaat, memenuhi syarat dan nilai serta sesuai dengan ajaran
agama. Manusia dianugerahkan Allah berupa daya atau kekuatan pokok, yaitu 1)
daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan. 2) daya pikir yang
mendorong pemiliknya berpikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan. 3) daya
kalbu yang menjadikan manusia mampu berkhayal, mengekspresikan keindahan,
beriman, dan merasa, serta berhubungan dengan Allah, sang pencipta, dan 4) daya
hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan
dan menanggulangi kesulitan. Menggunakan dan memanfaatkan keempat daya
tersebut secara optimal akan melahirkan kerja yang saleh sebagaimana yang
diharapkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. ETOS KERJA MUSLIM


)(
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, katanya aku mendengar Rasulullah Saw
bersabda: Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. (Hr. ad-Darimi).
1. Sumber Riwayat
Adapun sumber riwayat yang langsung mendengar dan menerima hadis
tersebut dari Nabi Saw adalah Ibnu Umar. Ibnu Umar adalah nama singkatan dan
populernya. Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Umar ibn Khattab.
Keturunannya bertemu dengan keturunan Nabi Saw pada kakek Nabi Saw yang
bernama Kaab ibn Luaiy ibn Ghalib ibn Fihr. Beliau termasuk salah seorang dari
al-abadalah al-arbaah (empat Abdullah) yang populer, yaitu Abdullah ibn Umar,
Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Amr ibn Ash, dan Abdullah ibn Zubaer.
Sebetulnya, sahabat Nabi Saw yang mempunyai nama Abdullah itu tidak kurang
dari 543 orang.
Abdullah bin Umar lahir ketika Nabi Saw tengah berkhalwat di Gua Hira
di Jabal Nur satu tahun sebelum Muhammad dilantik menjadi Nabi atau sekitar
tahun 10 SH. Ia masuk Islam bersama-sama dengan ayahnya Umar ibn Khattab
pada tahun ke-6 dari kenabian Muhammad Saw. Usianya ketika itu sekitar 7
tahun, sedangkan ayahnya Umar ibn Khattab berusia 27 tahun. Namun ada juga
ahli sejarah yang mencatat bahwa Abdullah ibn Umar masuk Islam lebih awal
sedikit dari ayahnya, hanya karena faktor keamanan yang tidak menjamin

sehingga ia menyembunyikan keislamannya, nanti secara formal dan transparan


ketika bersama-sama dengan ayahnya.
Abdullah ibn Umar termasuk urutan kedua dari tujuh orang dalam
kelompok

al-mukatstsirun

min

ar-Riwayah

(sahabat

yang

terbanyak

meriwayatkan hadis), ia telah meriwayatkan 2.630 hadis, 170 hadis yang


disepakati Bukhari dan Muslim. 81 hadis yang diriwayatkan sendiri oleh Bukhari
dan 31 oleh Muslim sendiri, selebihnya oleh para periwayat hadis lainnya dalam
berbagai kitab.
Ia sangat wara dan takwa, terkenal sebagai sahabat yang paling getol
memperhatikan dan menirukan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw sampai ia
dikhawatirkan ada ketidakberesan dalam otaknya bahkan ia terhitung sebagai
orang yang paling paham dan mengerti dalam masalah ibadah dan manasih haji
Rasulullah Saw. Ia telah menunaikan ibadah haji 60 kali seumur hidupnya dan
1000 kali ibadah umrah dan menyumbangkan 100 ekor kuda untuk keperluan
perang fi sabilillah.
Beliau wafat pada tahun 74 H dalam usia sekitar 84 tahun seusia hajinya
yang ke-60. Menurut riwayat, ia meninggal disebabkan oleh racun dari Hajjaj ibn
Yusuf at-Tsaqafi Gubernur wilayah Mekkah pada masa pemerintahan Abdul
Malik ibn Mekah pada masa pemerintahan Abdul Malik ibn Marwan dari Daulah
Umayyah.

2. Mukharriul Hadis
Adapun mukharrij yang mengeluarkan dan meriwayatkan hadis tersebut di
atas dan dihimpun dala kitab Susunannya hingga sampai ke tangan sekarang ini
adalah ad-Darimi. Nama lengkapnya ialah Abu Muhammad Abdullah ibn Abd arRahman ibn al-Fadhl ibn Bahram at-Tamimi ad-Darimi. Lebih populer dengan
nama ad-Darimi. Lahir pada tahun 181 H dan wafat pada tahun 255 H (868 M)
dalam usia 74 tahun. Ia sezaman dengan Bukhari, karena imam Bukhari wafat
setahun setelah ad-Darimi wafat, yaitu pada tahun 256 H. Bandar berkata,
penghapal-penghapal hadis di bumi ini ialah Abu Zurah, Bukhari, Ad-Darimi dan
Muslim. Jadi, ia termasuk salah seorang tokoh hadis yang terkemuka. Kredibilitas

keilmuannya diakui oleh sejumlah ulama besar, misalnya Muhammad ibn


Abdullah ibn al-Mubarak pernah berkata, wahai penduduk Khurasan, selama adDarimi berada di tengah-tengah kalian, maka janganlah mencari ilmu kepada
kepada orang lain. An-Nawawi (676 H/1277 M) pernah berkata, ad-Darimi adalah
salah seorang penghapal hadis yang menjadi kebanggaan umat Islam di masanya
yang sulit dicari tandingannya.
3. Takhrijul Hadis
Hadis tersebut di atas diriwayatkan ad-Darimi dalam susunannya pada no.
1652, 1653, dan 27500. bukhari juga meriwayatkannya dalam Shahihnya
sebanyak tujuh kali, masing-masing pada hadis no. 1428, 1429, 1472, 2750, 3143,
5355, dan 6441. Muslim juga meriwayatkannya dalam Shahihnya sebanyak lima
kali, masing-masing pada hadis no. 103, 1034, 1035, 1036 dan 1042. Tirmidzi
meriwayatkannya tiga kali dalam susunannya masing-masing pada hadis no.
1033, 1034, 1035, 1036, dan 1042. Tirmidzi meriwayatkannya tiga kali dalam
Susunannya masing-masing pada hadis no. 680, 2343, dan 2463. nasai dalam
Susunannya sebanyak tujuh kali; yaitu pada hadis no. 2531, 2533, 2534,2542,
2601, 2602, dan 2603. Abu Daud hanya sekali meriwayatkannya dalam Sunannya
pada hadis no 1648. Malik dalam Muwaththa pada no. 1881. dan Imam Ahmad
dalam Musnadnya meriwayatkannya sebanyak 26 kali, yaitu pada hadis no. 4460,
5695, 6003, 6366, 7115, 7275, 7683, 7807, 27467, 8526, 8878, 9330, 9796, 9816,
27278, 10133, 10406, 10437, 14122, 14318, 14893, 1402, 15146, 15149, dan
15150.
Kalau dihitung jumlah hadis seperti ini khususnya yang terdapat dalam
kitab al-kutub at-Tisah, maka jumlahnya sampai 51 kali, hanya ada dua hadis
yang susunan redaksinya agak sedikit berbeda, namun maksudnya sama, yaitu
riwayat Tirmidzi dan Ahmad.

Tangan pemberi lebih baik dari pada tangan di bawah

Hadis yang begitu banyak periwayatannya akan semakin memperkuat


kualitasnya, karena antara satu riwayat dapat saling memperkuat. Hadis yang pada
awalnya berkualitas hasan dapat berubah menjadi hadis sahih karena adanya hadis
lain yang mendukung, namanya hadis sahih li ghairihi. Demikian juga hadis yang
tadinya berkualitas daif (lemah), dapat berubah menjadi hadis hasan karena
adanya hadis lain yang mendukung, namanya hadis hasan li ghairihi. Hadis daif
yang dapat diperkuat dan menjadi hadis hasan adalah jika kedaifannya karena
keterputusan sanadnya, bukan disebabkan karena catatnya periwayatnya. Hadis
daif karena periwayatanya cacat misalnya pendusta atau tertuduh dusta, tidak bisa
berubah menjadi hadis

hasan, walaupun banyak hadis lain yang semakna

mendukungnya.

4. Asbab al-Wurud
Adapun latar belakang yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut adalah
sebagaimana diriwayatkan Bukhari yang bersumber dari Hizam, katanya: Aku
pernah meminta kepada Rasulullah Saw dan beliau memberi apa yang aku minta.
Lalu aku minta lagi dan beliau memberi lagi apa yang aku minta. Sesudah itu aku
minta lagi, dan beliau memberi lagi apa yang aku minta. Sesudah itu beliau
bersabda; Ya Hakim, harta itu sangat banyak dan ada di mana-mana. Maka
barangsiapa yang bersikap dermawan ia akan diberi berkah. Dan barangsiapa yang
menghadapi harta itu dengan jiwa yang rakus, maka ia laksana orang yang makan
namun tak pernah merasa kenyang. Tangan yang di atas lebih baik dari pada
tangan di bawah. Lalu Hakim berkata; Ya Rasulullah, Demi Zat yang
mengutus Tuan dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta-minta lagi
kepada siapa pun sesudah meminta kepada tuan sekarang ini hingga aku
meninggal dunia. dalam riwayat lain yang disampaikan oleh Imam Ahmad yang
juga bersumber dari Hakim ibn Hizam, kata: Aku meminta sesuatu kepada
Rasulullah Saw dan aku bersumpah. Lalu beliau bersabda kepadaku: Ya Hakim,
alangkah seringnya engkau meminta. Ya Hakim, harta itu subur dan ada di manamana, kendali pun demikian aku selalu bersikap dermawan kepada manusia. Dan
bahwasannya tangan Allah itu selalu berada di atas tangan orang yang memberi,

dan tangan orang yang memberi berada di atas tangan yang diberi. Adapun tangan
yang paling rendah adalah tangan yang menerima.

5. Fiqhul Hadis
Dilihat dari segi

historis sosial yang melatarbelakangi disabdakannya

hadis tersebut dia tas jelas bahwa hadis tersebut sebagai tanggapan dan protes
terhadap seorang sahabat yang sering meminta-minta. Meminta-minta merupakan
sikap tidak terpuji, dan justru memperlihatkan sikap mental lemah dan
kemalasannya serta membebanakn kebutuhannya kepada orang lain. Sikap mental
malas dan lemah ini hakekatnya adalah sikap tidak mensyukuri nikmat anugerah
Allah. Syukur dalam terminologi al-Quran, arti dasarnya adalah membuka,
menampakkan, atau memperlihatkan. Dan syukur lawannya adalah kufur yang
berarti menutup. Orang yang rajin bekerja keras adalah sama dengan orang yang
mensyukuri nikmat Allah, sebab bekerja berarti membuka dan menampakkan
jikmat itu dengan cara mengoptimalkan potensi yang ia miliki sebagai anugerah
dari Allah, baik berupa tenaga, pikiran, perasaan, dan lain-lain. Sebaliknya, malas
dan menganggur sama dengan tidak mensyukuri nikmat, karena ia menutup dan
menyia-nyiakan potensi yang ia miliki sebagai nikmat yang Alah berikan
kepadanya. Dalam Al-Quran semua dimensi waktu disumpahkan Allah, seperti
demi malam, demi siang, demi fajar, demi dhuha, demi ashar, dan lain-lain selalu
dikatkan dengan kehidupan manusia. Itu berarti bahwa waktu itu sangat penting
dan perlu diperhatikan, karena sangat besar pengaruh dan dampaknya bagi proses
perjalanan kehidupan manusia. Misalnya

yang biasa diartikan dengan

Demi masa atau Dem waktu ashar. Kata ini terdiri dari huruf

-- yang

arti dasarnya adalah Menekan dengan keras sehingga apa yang terdapat pada
bagian terdalamnya tampak keluar. Misalnya kelapa yang telah diparut lalu
diperas, maka sesuatu yang tadinya tidak tampak akhirnya muncul keluar. Sesuatu
yang keluar itu disebut santan sebagai hasil dari kerja keras memeras. Allah

bersumpah

maksudnya adalah agar supaya manusia benar-benar

memperlihatkan dan memanfaatkan waktu dengan car memeras pikiran dan


tenaga

untuk

mendatangkan

dan

mendapatkan

hasil

guna

memenuhi

kebutuhannya sehingga mampu memberi kepada orang lain dan tidak hanya
menerima. Sebaliknya, sikap malas dengan tidak memanfaatkan waktu untuk
bekerja keras, pasti merugi karena mentalnya sudah rusak, dan menyia-nyiakan
potensi nikmat, serta tidak memperoleh hasil yang bisa digunakan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Miskin dilihat dari segi etimologi berasal dari
akar kata (sa-ka-na) yang arti dasarnya adalah diam, tenang, tidak bergerak.
Maksudnya, bahwa orang miskin itu disebabkan karena ia tidak bergerak, malas,
pasif, dan tidak menggerakkan dan memanfaatkan potensi yang ia miliki.
Oleh karena itu, Rasulullah Saw dalam hadis di atas memprotes dan
mencela sikap meminta-minta seperti yang dilakukan sahabat hakim ibn Hizam,
dengan menggunakan bahasa yang sangat halus, indah dan menarik, yaitu
Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Ungkapan bahasa seperti
ini tentu saja tidak menyinggung perasaanj, tidak menyakitkan, tidak mematahkan
semangat tetapi justru membesarkan semangat dan memotivasi supaya rajin
bekerja sehingga tidak meminta-minta dan membebankan kebutuhannya kepada
orang lain. Dalam kesempatan ini, Nabi saw sebelum bersabda sebagaimana hadis
di atas, beliau terlebih dahulu mengajak dan menasehati agar rajin bekerja untuk
mendapatkan rezeki. Artinya, beliau merangkaikan perintah dan keutamaan
bekerja dengan ungkapan hadis di atas. Maka dari hasil usaha sendiri itu jauh
lebih baik dari pada mengemis dan meminta-minta. Hadis yang dimaksud adalah
riwayat Muslim bersumber dari Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda :

Sesungguhnya berpagi-pagi salah seorang diantara kamu pergi mencari


kayu bakar dan membawanya di atas punggungnya lalu menjualnya, kemudian ia
mensedekahkan hasilnya dan tidak tergantung pada orang lain itu adalah lebih
baik dari pada ia meminta-minta kepada seseorang, apakah ia memberinya atau
menolaknya. Sesungguhnya tangan di atas (memberi) lebih utama dari pada
tangan di bawah (menerima) dan mulailah kepada orang yang mempunyai
tanggungan dan beban hidup.
Bukhari juga meriwayatkan hadis lain yang bersumber dari Miqdam ibn
Madikarib, Nabi Saw. bersabda :


Sesungguhnya makan suatu makanan dari hasil usaha tangannya sendiri
adalah yang terbaik.
Uma Islam harus mensyukuri nikmat pemberian Allah kepadanya dengan
cara mengoptimalkan potensi yang dimiliki dengan cara bekerja keras dan
maksimal untuk mendapatkan rizki yang terdapat di berbagai bidang dan lini
kehidupan. Dengan mendapatkan rizki sebagai hasil dari bekerja keras itu, maka
ia dapat memenuhi kebutuhan, memberi dan mengeluarkan infaq dan zakat
sebagaimana yang banyak diperintahkan dalam ajaran agama, baik dalam ayat alQuran maupun hadis. Ayat al-Quran yang memerintahkan mengeluarkan zakat.




Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
maha mendengar lagi maha mengetahui. (QS. At-Taubah (9) : 103).

Dan katakanlah (hati Muhammad kepada umatmu). Bekerjalah kalian.


Maka Allah, Rasulnya, dan orang-orang beriman akan melihat dan menyaksikan
hasil pekerjaan kalian. (QS. At-Taubah (9) : 105).
Ayat ini bisa dihapami bahwa perintah dan kewajiban zakat dapat
dilaksanakan dengan baik, kalau umat Islam rajin bekerja dengan baik. Dengan
kerja keras akan memperoleh penghasilan yang cukup bahkan lebih, sehingga
dengan penghasilan yang lebih itulah kewajiban zakat dapat dilaksanakan dan
ibadah-ibadah lain yang diperintahkan Allah dan Rasulnya. Dengan demikian,
Allah dapat melihat prestasi ibadah kita berkat hasil kerja keras itu. Begitu juga
Rasulullah Saw kelak akan menyaksikan umatnya bisa melaksanakan risalahnya
denganbaik. Dan orang-orang berimana kan melihat dan merasakan hasil dan
prestasi kerja keras kita.
Nabi Saw menegaskan dalam hadis tersebut di atas bahwa Tangan di
atas maksudnya adalah memberi, dan tangan di bawah adalah menerima.
Tangan yang bisa memberi adalah tangan yang bekerja dan menghasilkan. Tangan
yang hanya menerima adalah tangan sangat indah dan halus, namun tegas yaitu
agar supaya rajin bekerja. Bekerja yang bisa memberi adalah tidak hanya sekedar
asal bekerja, akan tetapi harus bekerja yang mendatangkan hasil. Bekerja dengan
baik dalam bahasa agama disebut sebagai amal salih, yaitu yang produktif,
memberikan manfaat, memenuhi syarat dan nilai serta sesuai dengan ajaran
agama. Manusia dianugerahkan Allah berupa daya atau kekuatan pokok, yaitu 1)
daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan. 2) daya pikir yang
mendorong pemiliknya berpikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan. 3) daya
kalbu yang menjadikan manusia mampu berkhayal, mengekspresikan keindahan,
beriman, dan merasa, serta berhubungan dengan Allah, sang pencipta, dan 4) daya
hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan
dan menanggulangi kesulitan. Menggunakan dan memanfaatkan keempat daya
tersebut secara optimal akan melahirkan kerja yang saleh sebagaimana yang

diharapkan. Untuk lebih jelas dan detail serta operasional kerja yang saleh di sini
akan dikemukakan rumusan Toto Tasmara mengenai kerja yang saleh yang oleh
beliau diistilahkan dengan etos kerja muslim, yaitu :
1. Memiliki jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan berarti suatu kemampuan untuk
mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran sehingga kehadiran dirinya
memberikan pengaruh pada orang lain dan lingkungannya.
2. Selalu berhitung. Setiap langkah dalam kehidupannya selau memperhitungkan
segala aspek resikonya dan tentu saja perhitungan yang rasional.
3. Menghargai waktu. Waktu merupakan sehelai kertas kehidupan yang harus
ditulis dengan kalimat kerja dan prestasi.
4. Tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan. Merasa puas di dalam berbuat
kebaikan adalah tanda-tanda kematian kreativitas.
5. Hidup berhemat dan efesien. Berhemat berarti mengestimasikan apa yang
akan terjadi di masa yang akan datang.
6. Memiliki jiwa wiraswasta. Memikirkan segala fenomena yang ada di
sekitarnya,

merenung

dan

kemudian

bergelora

semangatnya

untuk

mewujudkan setiap perenungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan


realistis dan setiap tindakannya diperhitungkan dengan laba rugi, manfaat dan
mudharat.
7. Memiliki insting bertanding dan bersaing. Insting bertanding merupakan
obsesif untuk selalu tampil meraih prestasi. Tidak akan menyerah pada
kelemahan dan atau pengertian nasib.
8. Keinginan untuk mandiri.
9. Harus untuk memiliki sifat keilmuan.
10. Berwawasan makro-universal. Dengan wawasan mikro akan menjadi manusia
bijaksana dan realistis dalam mebuat perecanaan dan tindakan. Mampu
membuat pertimbangan yang tepat, serta setiap keputusannya lebih mendekati
kepada tingkat ketepatan yang terarah dan benar.
11. Memperhatikan kesehatan dan gizi. Rasulullah Saw bersabda : Sesungguhnya
jasadmu mempunyai hak atas dirimu. Sebagai konsekuensinya adalah harus
dipelihara dan diperhatikan sesuai dengan ukuran-ukuran normatif kesehatan.

10

12. Ulet dan pantang menyerah. Keuletan merupakan modal yang sangat besar
dalam mengadapi segala macam tantangan dan tekanan.
13. Berorientasi pada produktivitas. Produktivitas artinya keluaran yang
dihasilkan berbanding dengan masukkan dalam bentuk waktu dan enerji.
14. Memperkaya

jaringan

silaturrahmi.

Dalam

pola

silaturrahmi

proses

komunikasi terjalin dan dikembangkan sehingga menjadi proses saling


mempengaruhi atau tukar menukar informasi.
Dengan demikian, Islam adalah agama kerja dan amal, artinya agama yang
tidak membiarkan umatnya sebagai pemalas dan pengangguran, tapi justru sangat
menekankan agar hidup umatnya lebih bermakna dan berkualitas melalui kerja
keras dan prestasi. Bahkan pada dasarnya manusia diciptakan Allah bertujuan
ingin menjadikan segala aktivitasnya (kerja dan usahanya) berkesudahan dan
menjadi ibadah kepada Allah. Hal ini dipahami dari firman Allah yang sangat
populer.


Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepadaKu. (QS. Ad-Dzariyat (51) : 56).
Prof. Dr. Quraish Shihab menafsirkan bahwa huruf lam (yang dibaca li)
pada kata (li yabudun) mengandung arti akibat, dampak, atau kesudahan,
bukan dalam arti agar oleh karena itu, dipahami bahwa segala aktivitas manusia
berakhir sebagai ibadah kepada Allah. Tentu saja aktivitas atau kerja yang
dimaksud adalah harus disertai dengan keikhlasan dan diawali dengan basmalah
untuk mengingatkan akan tujuan akhir yang ingin dicapai dari aktivitasnya itu.
Bekerja, berkarya, dan berprestasi adalah ciri khas seorang manusia.

11

Anda mungkin juga menyukai