BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) ditemukan pertama kali oleh
Carson dkk (1956) saat mereka menyelidiki suatu reaksi hemolitik yang timbul
pada individu ras kulit hitam yang mendapatkan primaquin, suatu 8aminoquinoline, sebagai terapi radikal malaria.1 Kemudian primaquine sensitivity
dikenali pula pada ras bangsa lainnya. Pada tahun 1960-an, empat sindrom,
termasuk hemolisis intravaskuler masif sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap
beberapa jenis obat dan bahan kimia, hemolisis setelah mengkonsumsi kacang
koro ( fava bean ) atau yang biasa disebut sebagai Favisme, hemolisis sebagai
komplikasi penyakit yang tidak biasa , dan ikterus neonatorum yang
menyebabkan kernicterus, semuanya dapat terjadi pada individu yang secara
genetik menderita defisiensi enzim G6PD.2,3,4
Enzim Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) adalah enzim yang memiliki peran
penting dalam proses metabolisme eritrosit. G6PD adalah enzim yang bekerja
pada tahap awal proses glikolisis, yaitu pada jalur Hexose Monophosphate shunt.
Jalur metabolisme ini berfungsi untuk mereduksi glutation yang melindungi gugus
sulfhidril hemoglobin dan membran sel eritrosit dari oksidasi yang disebabkan
oleh radikal oksigen. Kelainan pada jalur heksose monofosfat mengakibatkan
tidak adekuatnya perlindungan terhadap oksidan, yang menyebabkan oksidasi
gugus sulfhidril dan presipitasi hemoglobin yang dikenali sebagai Heinz bodies
dan lisisnya membran eritrosit.2,3,4,5
Diperkirakan 400 juta manusia di dunia menderita defisiensi G6PD, frekuensi
yang tinggi tersebar di belahan dunia timur. Varian mutan gen G6PD yang
mengakibatkan gejala anemia berat hampir seluruhnya berasal dari Afrika. Selain
itu defisiensi G6PD di dapatkan pula di Eropa Selatan , Semenanjung Arabia,
Brasilia kulit hitam, juga hampir seluruh negara-negara sekitar laut Tengah
(Mediterrania),benua Asia dan Papua New Guinea, termasuk Indonesia. 2,3,4,5
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini menjelaskan tentang patogenesa, patofisiologi,
masalah klinis dan tata laksana pada penderita defisiensi enzim G6PD.
BAB II
DEFISIENSI ENZIM GLUKOSA-6-FOSFAT DEHIDROGENASE
2.1. Struktur Enzim
Bentuk aktif enzim G6PD merupakan dimer (terdiri dari 2 subunit) dan tetramer
(terdiri dari 4 subunit) dengan subunit yang identik. Masing-masing subunit
tersusun oleh 514 asam amino dan mempunyai massa molekul 59.265 Dalton.
Bentuk dimer dan tetramer terdapat dalam keseimbangan tergantung pH, pada
pH neutral terdapat dalam proporsi yang sama. Pada tiap molekul dimer
didapatkan 2 molekul NADP (Nikotinamide Adenin Dinucleotide Phosphate
binding site) yang terikat erat dan penting bagi kestabilan protein . Binding site
koenzim ini diperkirakan terletak pada exon 10 urutan asam amino ke 386 dan
387 (lisin dan arginin), sedangkan tempat mengikat substrat glukosa 6 fosfat
(G6P binding site) terletak pada exon 6 dengan urutan asam amino (lisin) ke 205
Struktur enzim G6PD memiliki dua bagian, yaitu bagian NADP Binding dan bagian
besar (large domain). Bagian yang aktif terletak diantara dua bagian
tersebut.3,4,5,8.
2.2. Peran Enzim G6PD
Enzim G6PD terdapat dalam sitoplasma, tersebar di seluruh sel dengan kadar
yang berbeda. Enzim ini bekerja pada tahap pertama jalur pentosa
heksosemonofosfat (Pentosa Phosphate Shunt) yaitu jalur oksidasi glukosa yang
menghasilkan NADPH dan pentosa (ribose 5 fosfat untuk sintesis asam lemak,
kolesterol, hormon steroid, purin, pirimidin dan forfirin). Pada jalur pentosa fosfat,
G6PD mengkatalisis reaksi glukosa 6 fosfat (G6P) dan NADP+ menjadi 6 fosfo
glukonat (6GP) dan menghasilkan NADPH. NADPH merupakan koenzim yang
berfungsi sebagai donor hidrogen pada reaksi enzimatik pada berbagai alur
biosintetik. NADPH juga berfungsi sebagai koenzim pada reaksi pembentukan
GSH (glutation tereduksi) dari GSSG (glutation teroksidasi) oleh enzin glutation
reduktase (GSSGR). GSH sangat penting untuk melindungi sel terhadap
kerusakan oksidatif karena GSH dapat meredam hidrogen peroksida (H2O2)
menjadi H2O dengan bantuan enzim glutation peroksidase (GSHPX). Jalur
alternatif untuk meredam H2O2 adalah melalui enzim katalase, dalam keadaan
normal jalur ini tidak efektif karena aktivitas katalase terhadap H2O2 jauh lebih
rendah dari pada afinitas GSHPX. Pada keadaan dimana terjadi produksi H2O2
berlebihan maka katalase akan berperan lebih dari 50% meredam H2O2 yang
Localization of loci for hypoxanthine phosphoribosyltransferase and glucose-6phosphate dehydrogenase and biochemical evidence of nonrandom X
chromosome expression from studies of a human X- autosome translocation.
Proc. Nat. Acad. Sci 1980; 77: 2810-13
Gen G6PD terletak pada kromosom X, untuk itu kromosom X yang mengandung
alel G6PD mutan dituliskan sebagai Xo, sedangkan alel G6PD normal sebagai X .
3,5,6,11,12
Ada beberapa genotipe dan fenotipe yang kemungkinan didapatkan:
Genotipe Fenotipe
Pria X Hemizigot normal
Xo Hemizigot penderita
Wanita X / X Homozigot normal
X / Xo Heterozigot
XoXo Homozigot penderita
Kelainan akan muncul pada pria hemizigot mutan (XoY) atau pada wanita
homozigot mutan (Xo Xo ) dan sebagian heterozigot (Xo X). Pada penderita lakilaki, gen mutan ini didapat dari ibunya, sedangkan pada anak perempuan gen
mutan didapatkan dari ibu atau dari bapaknya atau dari keduanya.3,4,11,12
Contoh pedigree :
Tabel I. menunjukkan insiden defisiensi enzim G6PD pada beberapa etnis grup
tertentu di dunia dan Tabel II pada Asia Tenggara.
Tabel I. Distribusi dunia defisiensi enzim G6PD
Estimated Population Frequency(in males)
(x1000) 1966 %
Africa
West - Ghana 7,300 24
Nigeria 9,104 2-25
Central - Angola 5,084 11-27
Congo 15,300 6-23
East - Kenya 9,104 2-25
Tanzania 9,900 2-28
South Africa 17,474 3-9
Ethiopia 22,200 0
Algeria 11,600 <1
Americas
USA 192,119 11(in blacks)
Venezuela 8,427 2-12
Brazil 78,809 0
Asia
China 686,400 2-5
Hong Kong 3,692 3,7-5,5
India 471,627 4-19
Japan 96,906 <1
Europe
Greece 8,480 1-32
Italy 50,762 <1
Sardinia 3-35
Others rare
Dikutip dari WHO Scientific Group. Treatment and hemoglobinopathies and allied
disorders. WHO Tech Rep Ser 1972;509:61-3
Gugusan sulfhidril pada GSH berfungsi sebagai donor elektron, GSH oleh GSHPX
akan dioksidasi menjadi bentuk disulfida (GSSG). Ratio GSH/GSSG di dalam sel
normal tinggi oleh karena itu perlu mekanisme untuk mereduksi agar GSSG
kembali menjadi GSH. GSH didapat kembali dengan cara mereduksi GSSG oleh
enzim GSSGR. Aktivitas GSSGR memerlukan elektron dengan bantuan NADPH.
NADPH berasal dari jalur heksose monofosfat hasil kerja G6PD.3,4,5,24
Dasar yang tepat tentang destruksi dini pada sel eritrosit dengan defisiensi G6PD
belum diketahui dengan tepat. Beberapa obat-obatan dan bahan kimia tertentu
atau bahan makanan dan sebab lain yang dapat menghasilkan hidrogen
peroksida (H2O2). H2O2 merupakan salah satu SOR yang menyebabkan
hemolisis pada penderita defisiensi G6PD . 3,4,24
Oxyhaemoglobin
O2 O2 +H2O
SOD CAT
Hemoglobin Superoxide (O2*-) H2O2
MR GSH GSHPX
Methaemoglobin GSSGR
NADP+ H2O
PPP
GSSG
NADPH
CAT: Catalase MR: Methaemoglobin reductase
GSHPX : Glutathion peroxidase SOD: Cu-Zn Superoxide dismutase
GSSGR : Gltathione reductase PPP: Pentose phosphate pathway
Gambar 2.5. Pencegahan eritrosit terhadap kerusakan oksidatif
Dikutip dari Murray RK. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency is
frequent in certain areas and an important cause of hemolytic anemia. Dalam :
Murray RK, Grannu DK, Mayes PA, Rodwell VW,eds. Harpers Biochemistry. Edisi
ke 25. New York: McGraw-Hill 2000; 763-5.
Dalam keadaan normal H2O2 akan dihilangkan terutama melalui reaksi yang
dikatalisis oleh enzim glutation peroksida (GSHPX). Pada defisiensi G6PD, reaksi
tersebut berkurang atau bahkan menghilang sehingga terjadi penumpukan H2O2
yang mengakibatkan denaturasi hemoglobin, terjadi pelepasan ion fero (reaksi
Fenton) yang dapat berinteraksi dengan H2O2 dan O*- untuk membentuk radikal
hidroksil (OH*). OH* dapat merusak tiga jenis senyawa (DNA, protein dan asam
lemak) yang penting untuk mempertahankan integritas sel, karena sel eritrosit
dewasa tidak mengandung inti sel sehingga OH* tersebut hanya berdampak
negatif pada asam lemak terutama pada membran yang kaya mengandung
fosfolipid sebagai asam lemak tak jenuh dan proteinnya saja yang dikenal
dengan nama peroksidasi lipid (lipid peroxidation), yang menyebabkan
terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap
sel. Apabila lemak yang rusak adalah konstituen suatu membran biologi, susunan
lapisan ganda lemak yang kohesif dan organisasi struktural akan terganggu,
sehingga terjadi peroksidasi membran dan kerusakan tersebut akan
memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis selanjutnya protein berpresipitasi
di dalam eritrosit, dan membentuk badan Heinz. Badan Heinz ini merusak
kelenturan membran dan merapuhkan bentuk membran. Adanya badan Heinz
menunjukkan bahwa eritrosit telah mengalami stres oksidatif. Terbentuknya
badan Heinz dan adanya lipid peroksidatif dalam membran sel, memudahkan sel
eritrosit mengalami hemolisis. 3,4,5,24
Sel eritrosit pada orang yang menderita defisiensi G6PD tidak dapat
menghasilkan NADPH yang cukup untuk membentuk kembali GSH dari GSSG.
Selanjutnya akan mengganggu kemampuannya untuk meredam H2O2 dan
radikal oksigen sehingga berakibat peningkatan senyawa oksidan. Peningkatan
oksidan ini dapat menyebabkan oksidasi gugus SH dan kemungkinan pula
menimbulkan peroksidasi lipid membran sel eritrosit yang mengakibatkan lisis
membran sel eritrosit. Sebagian gugus SH pada hemoglobin akan teroksidasi, dan
protein berpresipitasi di dalam sel eritrosit, dan akan membentuk badan Heinz.
Adanya badan Heinz menunjukkan bahwa sel ertrosit telah mengalami stres
oksidatif .3,4,5,7,24
defisiensi enzim G6PD kurang dari 60% dari normal, terjadi setelah paparan obat
atau bahan kimia yang memicu terjadi anemia hemolitik akut. Umumnya, setelah
satu sampai tiga hari terpapar bahan bahan tersebut, penderita akan mengalami
demam, letargi, kadang disertai gejala gastrointestinal. Hemoglobinuria
merupakan tanda cardinal terjadinya hemolisis intravascular ditandai dengan
terjadinya urine berwarna merah gelap hingga coklat. Kemudian timbul ikterus
dan anemia yang disertai takikardia. Pada beberapa kasus berat dapat terjadi
syok hipovolemik. Dapat terjadi komplikasi berupa Acute tubular necrosis pada
episode hemolitik, terutama bila terdapat penyakit dasar berupa gangguan hepar
seperti hepatitis. 2,3,4,9,25,26,27
Kerusakan eritrosit akibat oksidatif yang parah seperti pada defisiensi enzim
G6PD ditandai dengan marker berupa eritrosit hemighost. Selain menegakkan
diagnosa dengan tepat, persentase sel hemighost dapat menunjukkan jumlah
eritrosit yang akan mengalami hemolisis dalam waktu 24-48 jam mendatang. Hal
ini juga dapat digunakan sebagai peringatan untuk mencegah terjadinya
kerusakan ginjal lebih lanjut. Pada pengecatan sel darah tepi dengan methyl
violet akan tampak adanya Heinz body. Tidak didapatkan haptoglobin dan sering
terjadi methemoglobinemia.2,3,4,5
Komplikasi dapat dicegah dengan mempertahankan Renal Blood Flow atau
menggunakan forced alkaline diuresis. Bila penderita mengalami gangguan
fungsi ginjal atau produksi urin rendah, penggunaan transfusi tukar untuk
menyingkirkan sel eritrosit rusak yang dapat merusak mikrosirkulasi akan
memperberat komplikasi pada ginjal. Pada beberapa penderita, komplikasi
berupa DIC (disseminated intravascular coagulation) dapat terjadi dan
memperparah keadaan. 2,3,4,5
defisiensi enzim G6PD ( seperti yang dilakukan Alving dkk pada tahun 1950an)
atau dengan menggunakan transfusi darah defisiensi enzim G6PD yang telah di
beri label radioaktif (51Cr) yang diberikan kepada individu normal yang kemudian
mendapat obat tertentu.
2. Case Reports dimana obat yang digunakan sebagai terapi penyakit tertentu
dicurigai merupakan pencetus terjadinya anemia hemolisis. Data ini lebih sulit
karena terdapat beberapa macam factor yang bekerja bersama, seperti variasi
individu dan variasi metabolisme. 5
Tabel III. Agen yang menyebabkan anemia hemolitik pada penderita defisiensi
enzim G6PD
Agen Control Studies Case Reports Agen Control Studies Case Reports
Anti malaria Lain lain
Primaquine ( 30 mg ) ++ ++ Chloramphenicol 0 +
Pamaquine ( 30 mg ) ++ Streptomycin IM 0 +
Pentaquine ( 30 mg ) + Isoniazid 0 +
Quinacrine ( 100 mg) 0 p-aminosalicylic acid 0 +
Quinine ( 2 g ) 0 ++ Neoarsphenamine +
Chloroquine( 300mg) 0 Nalidixic acid +
Pyrimethamine 0 Vitamin K 0 +
Sulfonamides Probenecid 0 +
Sulfanilamide ( 3.6g) + Quinidine +
Sulfacetamide + Dimercaprol (BAL) 0
Sulfapyridine ( 4.0g) + Methotrexate 0 +
Sulfamethozypyridazine + Phenytoin 0 +
Salicylazosulfapyridine + Methylene blue 0
Sulfadiazine 0 + Ascorbic acid 0
Sulfisoxazole (6.0 g) 0 + Naphthalene +
(8.0 g) Trinitrotoluene +
Sulphamethoxazole Fungicide ++
40mg/kg 0 Fava beans 0-->++
90mg/kg 0-->++ L-dopa 0 +
Sulfones Coptis chinensis & +
Sulfoxone 0 japonicum
Thiazolsulfone + Infeksi
Diaminodiphenylsulfone + Infeksi virus sal.napas + +
Nitrofurans Infeksi virus hepatitis +
Nitrofurantoin + ++ Bakterial pnemoni +
Furazolidone + Tifoid +
Furaltodone +
Nitrofurazone IM + Ketosis diabetes +
3.2.3.3. Splenektomi
Sel eritrosit yang defisien enzim G6PD tidak dihancurkan secara selektif di limpa.
Terjadinya pembesaran limpa membuktikan bahwa limpa turut berperan dalam
proses hemolisis. Splenektomi diindikasikan untuk keadaan :
1. Pembesaran limpa menimbulkan ketidaknyamanan
2. Pembesaran limpa yang terlalu masif
3. Terjadi anemia berat
Splenektomi terbukti dapat mengurangi hemolisis sehingga dapat merubah
penderita tergantung transfusi menjadi tidak lagi tergantung dengan
transfusi.2,3,4,5
3.2.3.4. Imunisasi
Beberapa jenis imunisasi yangdianjurkan bagi penderita defisien enzim G6PD
adalah imunisasi hepatitis A dan B. Imunisasi terhadap parvovirus B19 dianjurkan
karena infeksi virus ini dapat menyebabkan krisis aplastik pada penderita
defisien enzim G6PD. Imunisasi terhadap pnemococcus, meningococcus dan
hemophilus dalam vaksin polivalen juga direkomendasikan terutama bagi
penderita yang akan menjalani operasi splenektomi. 2,3,4,5,6
BAB IV
RINGKASAN
1. G6PD merupakan satu-satunya enzim yang menyediakan NADPH yang
dibutuhkan sebagai kofaktor untuk meredam senyawa oksidan (ROS) didalam sel
eritrosit. Kekurangan enzim ini diturunkan secara X-linked resesif dapat
menyebabkan hemolisis pada eritrosit dan manifestasi klinis lainnya terkait
berkurangnya perlindungan sel terhadap senyawa oksidan.
2. Prevalensi penderita defisiensi G6PD cukup tinggi di dunia, Asia Tenggara
maupun di Indonesia. Terutama di daerah endemis malaria, kelainan ini dapat
memberikan keuntungan selektif bagi individu penderita untuk survive terhadap
malaria.
3. Berdasarkan penelitian dan analisis molekuler selama lebih dari 40 tahun sejak
defisiensi enzim G6PD diidentifikasikan, jenis varian G6PD didapatkan 442 varian
dan diduga 400 juta penduduk dunia menderita kelainan ini. Berbagai jenis
mutasi (varian) gen G6PD dapat mengakibatkan penurunan aktivitas G6PD.
Mutasi pada exon 6 dan exon 10 dapat menyebabkan gejala klinis (anemia
hemolitik) yang berat. Gejala klinis pada umumnya asimptomatik, namun bila
terpapar bahan oksidan, infeksi atau makan fava beans mempunyai potensi
terjadinya anemia hemolitik, ikterus neonatorum (neonatal jaundice) yang sering
mengakibatkan kerusakan syaraf permanen dan dapat menyebabkan kematian.
Selain itu dapat juga menimbulkan katarak, kelelahan otot dan infeksi berulang.
4. Tata laksana hanya dititikberatkan pada upaya pencegahan, sebagaimana
penyakit herediter lainnya. Upaya pencegahan terbagi menjadi pencegahan
primer, pencegahan sekunder maupun pencegahan tersier.