Anda di halaman 1dari 6

1.

Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah


Kalau kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen
sekolah, maka guru merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan
sekolah. Pada gurulah aktivitas utama sekolah (pendidikan, pembelajaran)
digerakkan. Memperhatikan posisi yang demikian, maka guru
merupakan profesi yang menuntut keahlian. Dia harus paham mengenai
apa yang disampaikan, mengapa harus disampaikan, dan bagaimana
menyampaikannya. Dengan demikian, apa yang dihadapi dan menjadi
tugas profesi guru adalah menyangkut hal yang bersifat dinamis. Juga
karena adanya benang merah antara apa, mengapa, dan bagaimana
maka guru juga menjadi pusat penggerak dinamika itu.
Keberadaan guru menjadikan sesuatu bersifat dinamis. Karena
tugas guru sehari-hari terkait dengan pelaksanaan kurikulum di sekolah,
maka gurulah sebagai pihak yang mengalami dan mengapresiasi
kurikulum sekolah itu. Dari sini kemudian muncul kritik atau pemikiran-
pemikiran terkait dengan kurikulum tersebut. Selanjutnya, dengan
memperhatikan kewenangan yang melekat pada guru terutama dalam
konteks manajemen sekolah, maka peran guru dalam pengembangan
kurikulum sekolah di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Guru sebagai pemberi pertimbangan.
Keputusan-keputusan mengenai kurikulum sekolah secara
institusional ada di tangan kepala sekolah. Dalam kontenks inilah
guru menjadi pihak yang memberikan pertimbangan-pertimbangan
atas usaha pengembangan kurikulum sekolah. Sebagai pihak yang
profesional, guru memiliki keahlian di bidangnya, termasuk urusan
kurikulum atau secara lebih luas mengenai pendidikan. Oleh
karenanya, dalam rangka pengembangan kurikulum, guru memiliki
gagasan/ide mengenai kenyataan dan harapan-harapan sehingga
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

b. Guru sebagai pelaksana pengembangan kurikulum sekolah.

1
Konsep ini dapat ditarik kedalam dua konteks, yaitu (1)
guru sebagai pelaksana proses pengembangan kurikulum sekolah
dan (2) guru sebagai pelaksana kurikulum hasil pengembangan.
Sebagai pelaksana proses pengembangan, guru dapat terlibat
sebagai tim yang ditunjuk untuk membuat pengembangan
kurikulum sekolah. Di sini, guru harus mampu berpikir luas dan
komprehensif, bahkan menjangkau masuk ke ruang masa depan
(futuristik). Bersama tim, guru berpikir secara keseluruhan
mengenai kurikulum dan segenap potensi sekolah.
Pada sisi lain, guru sebagai pelaksana kurikulum hasil
pengembangan lebih terkonsentrasi pada tugas pokoknya sebagai
pengampu proses pembelajaran mata pelajaran tertentu. Di sini,
guru menjabarkan kurikulum sekolah menjadi bentuk-bentuk
program yang lebih detil/rinci (silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran) sampai dengan pengejawantahannya dalam bentuk
kegiatan pembelajaran.
Pada umumnya guru akan bersifat kritis dan menilainya, apakah
pengembanangan itu hanya bersifat teori, apakah dapat dilakukan dalam
kelasnya, atau menganggap bahwa cara yang lama lebih bermanfaat dan
yang baru terlampau banyak menuntut waktu dan tenaga. Jika ia
menyaksikan pelaksanaan, atau mengalami sendiri kegunaannya, maka ia
akan lebih mudah menerimanya karena instruksi atau paksaan, maka
pengembananganitu tidak akan lama bertahan. Dalam usaha untuk
mengadakan perubahan kurikulum, hendaknya diselidiki sikap dan reaksi
guru terhadap perubahan itu dan mempertimbangkannya. Perubahan harus
diterima dengan rasa komitmen agar berhasil baik.
Guru mempunyai pandangan sendiri tentang kurikulum dan
keberhasilan perubahan bergantung pada kesesuaiannya dengan nilai-nitai
guru dan taraf partisipasinya dalam perubahan itu. Penjelasan di atas
menunjukkan bahwa yang memegang peranan dalam proses
pengembanangan kurikulum ialah guru oleh sebab dialah yang paling

2
bertanggung-jawab atas mutu pendidikan anak-didiknya. Guru
menghadapi kesulitan tersendiri, oteh sebab pada hakikatnya ia bekerja
dalam dunia terisolisasi. Apa yang dikerjakan dalam kelasnya tertutup bagi
dunia luar. Jarang sekali pelajarannya dihadiri oleh orang luar, sehingga ia
tidak memperoleh input tentang proses belajar-mengajar dalam kelasnya.
Ia cenderung masuk cengkeraman rutin, mengulangi caranya mengajar
dari tahun ke tahun sampai akhir jabatannya.
Pertumbuhannya ini dapat dibantu, bila sekolah secara berkala
mengadakan rapat khusus untuk membicarakan hal-hal berkenaan dengan
kurikulum serta perbaikannya. Sebagian dari waktu libur sekolah dapat
dimanfaatkan untuk membicarakan kekurangan-kekurangan dalam
penyelenggaraan kurikulum dan secara bersama mencari usaha perbaikan.
Hasil pembicaraan akan diterapkan dalam kelas masing-masing lalu
didiskusikan kemudian untuk menilai pengalaman guru masing-masing.
Dengan demikian guru-guru lebih memahami seluk-beluk kurikulum dan
menyadari peranannya sebagai pengembang kurikulum, atau pelaksana
kurikulum yang kreatif evaluatif. Mereka akan lebih memahami bahwa
gurulah unsur utama dalam kurikulum.
Pada penerapan kurikulum yang lalu guru belum menganggap
dirinya seorang yang boleh bicara, bahkan yang mempunyai keahlian
dalam bidang kurikulum, khususnya dalam hal kurikulum kelas atau
bidang studinya. Ia menganggap dirinya hanya sebagai pelaksana, ibarat
tukang yang harus melaksanakan pekerjaan menurut instruksi. Jadi ia
hanya terlibat dalam praktik, tanpa memikirkan apa yang dilakukannya.

2. Peran Komite Sekolah dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah


Pertama-tama yang menyangkut keberadaan komite sekolah adalah
bergulirnya reformasi yang kemudian melahirkan otonomi sekolah.
Keberadaan komite sekolah (dan dewan pendidikan) secara legal formal
tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002. Dalam keputusan menteri ini, komite sekolah dimaksudkan

3
sebagai sebuah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur
pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Penamaannya
sendiri disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing satuan
pendidikan. Bisa saja misalnya dengan nama Majelis Madrasah, Majelis
sekolah, Komite TK, dan sebagainya.
Uraian mengenai komite sekolah dalam bahasan ini pada dasarnya
hanya akan dibatasi pada perannya dalam pengembangan kurikulum
sekolah. Namun, untuk memperoleh pijakan yang cukup, lebih-lebih
komite sekolah juga masih menjadi fenomena baru, maka dipandang perlu
untuk disinggung terlebih dahulu hal-hal dasar atas keberadaan komite
sekolah. Lebih lanjut, nanti akan dimanfaatkan untuk memperoleh
penjelasan mengenai peran komite sekolah dalam pengembangan
kurikulum sekolah.
Dibentuknya komite sekolah dengan tujuan:
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat
dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan
di satuan pendidikan
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang
bermutu di satuan pendidikan.
Dari tujuan tersebut akhirnya dapat dirumuskan peran komite
sekolah, yaitu sebagai advisory agency, supporting agency, controlling
agency, dan mediate agency. Penjelasan masing-masingnya adalah sebagai
berikut:
a. Advisory agence, komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan
dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan
pendidikan;

4
b. Suporting agence, komite sekolah sebagai pendukung baik yang
berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
c. Controlling agency, komite sekolah sebagai pengontrol dalam
rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
d. Mediate agency, komite sekolah sebagai mediator antara
pemerintah dan masyarakat di satuan pendidikan.
Dalam advisory agence, komite sekolah memberi pertimbangan
dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Artinya, dalam
usaha pengembangan kurikulum sekolah, komite sekolah dapat
memberikan/menyampaikan gagasan, usulan-usulan, atau pertimbangan-
pertimbangan untuk penyempurnaan kurikulum yang ada menuju
kurikulum sekolah sebagaimana yang diidealkan. Gagasan, usulan, dan
pertimbangan ini pada adasarnya dapat diarahkan kepada semua
komponen kurikulum, struktur program kurikulum, dll. Walaupun secara
pokok sudah tersedia kurikulum tingkat nasional, namun masih terbuka
bagi pihak sekolah untuk melakukan eksplorasi, pengembangan, dan
penajaman-penajaman. Entah itu dikemas dalam program inti atau
program tambahan, kegiatan intrakurikuler ataupun ekstrakurikuler. Dalam
peran advisory agence ini pulalah menjadikan komite sekolah terlibat
dalam pengesahan kurikulum sekolah.
Karena terkait dengan peran sebagai advisory agence, maka komite
sekolah berada dalam komitmen lanjutan. Muncullah peran berikutnya,
yaitu suporting agence. Dalam suporting agence, komite sekolah memberi
dukungan baik. Bagaimanapun harus disadari, bahwa pengembangan
kurikulum berkait dengan banyak persoalan, baik yang terkait secara
langsung maupun tidak langsung, yang bersifat manusia dan non manusia,
dll. Dalam kaitannya dengan hal ini, dukungan komite sekolah dapat
berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan.

5
Dengan peran komite sekolah sebagai mediator, maka
pengembangan kurikulum sekolah menjadi lebih terbuka dalam
mengekplorasi sumberdaya yang ada di sekitar sekolah. Program
(kurikulum) sekolah menjadi lebih dinamis. Pada akhirnya, dengan
bersinerginya kepala sekolah, guru, dan komite sekolah dalam
pengembangan kurikulum dengan peran yang diembannya majadikan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah lebih dinamis dan semakin besar
peluangnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Tidak semata-mata
bermanfaat bagi pencapaian belajarnya anak didik, melainkan juga
bermanfaat untuk memupuk dan menyuburkan nilai kebersamaan dan
tanggung jawab semua elemen untuk kemajuan bangsa melalui
peningkatan kualitas pendidikan/sekolah.

3. Peran peserta didik dalam pengembangan kurikulum


Pada umumnya kita belum mempertimbangkan peranan peserta
didik dalam pengembangan kurikulum dan mereka memang tidak
mempunyai kompetensi dalam bidang itu. Namun pada tingkat kegiatan
kelas, bila guru bertanya, bagaimana pendapatnya tentang pelajaran, apa
yang ingin dipelajarinya tentang suatu topik, atau bila guru mengajak
peserta didik turut-serta dalam perencanaan suatu kegiatan belajar, pada
pokoknya mereka sudah dilibatkan dalam kurikulum. Di sekolah progresif
kepada peserta didik diberikan peranan yang lebih besar lagi tentang apa
yang mereka harapkan dari pelajaran. Partisipasi peserta didik sama sekali
tidak berarti bahwa keinginan mereka harus dituruti, akan tetapi
pandangan mereka dapat dimanfaatkan, sekalipun keputusan selalu di
tangan guru. Memaksakan kurikulum yang tidak mereka sukai, yang tidak
disesuaikan dengan kebutuhan mereka, akan menimbulkan rasa benci
bahkan protes, sekalipun tersembunyi terhadap pelajaran dan sekolah yang
mereka nyatakan dalam perbuatan yang tidak diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai