Anda di halaman 1dari 19

AGAR terlihat tampak menarik, banyak orang-orang yang merawat tubuh mereka dengan

mendatangi salon-salon kecantikan dan semisalnya. Apalagi kalau bagian wajah, semaksimal
mungkin harus perfect, terutama bagi yang giginya rontok atau tanggal.

Kebanyakan dari mereka memasang gigi palsu yang sewarna dengan gigi aslinya, agar tidak
tampak gigi palsunya. Bagaimana hukum memakai gigi palsu dalam Islam?

Syekh Shaleh Munajid berkata: "Memasang gigi buatan ditempat gigi yang dicabut karena
sakit atau rusak itu adalah perkara yang mubah (diperbolehkan). Tidak ada dosa di dalam
melakukannya. Kami tidak mengetahui satupun dari ahli ilmu (Ulama) yang mencegahnya
(memasang gigi palsu). Tidak ada perbedaan (hukum) antara dipasang secara permanen
ataupun tidak."

Dari keterangan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum memakai gigi palsu dalam
Islam adalah mubah (diperbolehkan). Hal ini tidaklah diharamkan. Yang diharamkan adalah
jika tujuannya untuk mempercantik atau memperindah.

Al-Lajnah Ad-Daimah berfatwa: "Tidaklah mengapa mengobati gigi yang copot atau rusak
dengan sesuatu yang dapat menghilangkan bahayanya atau dengan mencabutnya dan
menggantinya dengan gigi buatan (palsu) ketika hal itu memang diperlukan.

Sahabat Ibnu Masud Radhiya Allahu Anhu berkata: "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
melarang dari mengikir gigi, menyambung rambut dan mentato, kecuali dikarenakan
penyakit." (HR. Ahmad: 3945)

Asy-Syaukani menerangkan: "Perkataan Ibnu Masud "kecuali dikarenakan penyakit",


dzahirnya adalah: Sesungguhnya keharaman yang telah disebutkan (dalam hadits) tidak lain
di dalam masalah ketika tujuannya untuk memperindah, bukan dikarenakan untuk
menghilangkan penyakit atau cacat. Maka, sesungguhnya itu (dengan tujuan pengobatan)
tidaklah diharamkan.

Bagi orang yang giginya ompong, hal itu tentu sangat mengganggu saat makan, sehingga
tidak mengherankan jika pemasangan gigi palsu tidaklah diharamkan, karena otomatis saat
mengunyah makanan sedikit banyak akan mengalami kesulitan.

Jadi, hukum memakai gigi palsu dalam Islam adalah mubah, dengan tujuan pengobatan
ataupun menghilangkan bahaya dari copotnya gigi yang asli. Bahkan tidak satupun Ulama
yang melarang memasang gigi palsu. [hukumislam]

- See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2309708/bagaimana-hukum-memakai-


gigi-palsu-dalam-islam#sthash.xunQUb0M.dpuf
Bulu mata palsu

MUQODDIMAH
Di era globalisasi saat ini tampil modis dan tidak ketinggalan zaman adalah idaman
setiap orang yang memperhatikan penampilan luar, apalagi dikalangan wanita yang sangat
identik dengan fasion. Tampil cantik itu memang harus apalagi ditunjukkan untuk suami
tercinta.
Perkembagan teknologi modern telah membawa manusia menuju era baru dalam
kehidupan. Yakni ruang kehidupan yang diwarnai berbagai fasilitas serba modern. Bidang
perawatan wajah dan kecantikan juga turut andil didalam berbagai kesempatan dan peluang
untuk memperoleh hasil maksimal dan memuaskan melalui cara yang ringkas, mudah dan
cepat. Seolah semua cara diperoleh agar tampak cantik dan menawan.
Tapi apakah cara yang kita lakukan untuk mempercantik diri sudah sesuai atau malah
sebaliknya mungkin adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. Salah satu bentuk
mempercantik diri yang sering dilakukan saat ini adalah para wanita gemar mamakai bulu
mata buatan, apakah hal ini dilarang dalam Islam? Atau Islam memperbolehkan hal ini jika
dihadapan suami? Makalah ini hadir akan sedikit memberikan gambaran mengenai satu
prilaku yang sering dilakukan banyak wanita demi mempercantik diri.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
a. Bulu Mata
Adapun yang dimaksud dengan bulu mata disini adalah bulu yang tumbuh di atas
pelupuk mata. Di mana Allah Taala telah menumbuhkannya sebagai pelindung kedua mata
dari debu dan kotoran, sehingga bulu itu terdapat pada mata semenjak lahir. Sebagaimana
bulu itupun terdapat pada mata binatang, dimana keadaannya itu tetap tidak terlalu panjang
dan tidak terlalu pendek. Jika dihilangkan, niscaya akan tumbuh lagi. Akan tetapi, ada
sebagian orang terkadang terkena sesuatu penyakit dibulu matanya yang menuntut bulu
matanya dibuang untuk meringankan penyakitnya dan menggantinya dengan bulu mata palsu,
akan tetapi hal tersebut tidak dimaksudkan untuk berhias karena alasan agar indah dipandang.
[1]
b. Bulu Mata Palsu
Bulu mata buatan adalah rambut tipis yang dibuat dari bahan plastik yang diletakkan
diatas pelupuk mata dengan lem, yang diletakkan dibagian ujung bulu mata bagian atas. Bulu
mata ini apabila diletakkan didalam air akan berubah menjadi lembek. Dan terdapat celah-
celah kecil dibagian bawah bulu mata buatan, yang tidak menghalangi air masuk ke dalam
bagian rambut pelupuk mata.
Bulu mata buatan itu juga memiliki pori-pori dibagian dalam, sehingga tidak
menghalangi air masuk sampai kebulu mata. Apabila jenis itu yang dimaksud, ini
menghalangi air sampai ke anggota badan yang wajib untuk dicuci pada saat wudhu dan
mandi. Jadi wudhunya wanita itu tidak sah demikian juga mandinya.
Akan tetapi pertanyaannya, memakai bulu mata buatan ini apakah diperbolehkan atau
dilarang?
Menurut apa yang tampak, wallahu alam, menggunakan bulu mata buatan seperti ini
tidak diperbolehkan, sebab bulu mata ini diletakkan pada bulu mata asli penciptaan. Maka
perlu diperhatikan, bahwa yang seperti ini adalah bagian dari perbuatan menyambung
rambut.[2]
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, ada yang menggolongkan ke dalam
kategori menyambung rambut dan ada pula yang tidak. Berikut rinciannya:

B. Kategori Menyambung Rambut













Berdasarkan hadits dari Asma ra, Seorang wanita bertanya kepada Nabi, Wahai
Rosulullah, sesungguhnya putriku menderta penyakit gatal (cacar) hingga rambutnya rontok,
sementara saya hendak menikahkannya, apakah saya boleh menyambung rambutnya? Beliau
bersabda, Sesungguhnya Allah melaknat orang yang menyambung rambutnya dan yang
minta disambung.[3]
Al-washilah adalah orang yang menyambung rambut lain, atau semisalnya.
Menyambung rambut terbagi menjadi tiga macam:
1. Menyambung rambut dengan yang lain selain rambut seperti yang terbuat
dari bahan plastik. Akan tetapi ia menyerupai rambut atau mirip dalam rupa dan bentuknya.
Ini terdapat perbedaan pendapat, secara zhahir , wallahualam, hal tersebut tidak
diperbolehkan.
2. Menyambung rambut dengan sesuatu yang lain. Bukan seperti rambut, tidak
mirip dan tidak menyerupai, seperti menyambung dengan sobek-sobekan kain. Yang mana
jika kamu melihatnya kamu tidak akan mengatakan bahwa itu adalah rambut . Maka ini tidak
mengapa dan dibolehkan.
3. Sesungguhnya Nabi telah melarang menyambungkan rambut, maka hukum
memasang bulu mata palsu diqiyaskan dengan menyambung rambut. Karena ditinjau
dari illah, Karena termasuk kategori merubah ciptaan Allah Taala dan merupakan perbuatan
yang tercela.
Maka jelaslah wallahualam bahwa menggunakan bulu mata ini tidak diperbolehkan,
baik pada saat berwudhu maupun mandi. Akan tetapi disisi lain, itu merupakan bagian dari
menyambung rambut. Dan illahnyaadalah kebohongan yang telah dijelaskan oleh Nabi
ada disini. Nabi bersabda:






Bani Israil hancur ketika kaum wanitanya memakai ini (sambungan
rambut/cemara)[4]
Adapun para ulama yang mengategorikan seperti menyambung rambut, maka
hukumnya haram. Sebagaimana pendapat:
Dalam kitab al-Lajnah ad-Daimah Lil Ifta menjelaskan bahwasanya seyogyanya bagi
suami istri berhias untuk pasangannya dan menguatkan hubungan antara keduanya tapi tetap
pada batasan yang diperbolehkan syariat Islam, bukan dengan sesuatu yang diharamkan.
Oleh karena itu, tidak diperbolehkan memakai bulu mata palsu karena membahayakan
anggota badan, termasuk penipuan dan merubah ciptaan Allah[5] serta menyerupai kebiasaan
wanita kafir. Rasulullah telah melarang hal tersebut dalam sabdanya:






Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka.[6]
Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz dalam kitab Zinatul Marah Baina Ath-Thibbi wa
Asy-Syari: Bulu mata buatan dan unsur-unsurnya yang dioleskan pada bulu mata asli
mengakibatkan keringnya kelopak mata dan merontokkan bulu mata asli.
Syeikh Utsaimin dalam kitabnya Fatawa Nur Ala Ad-Darbi, bahwasannya tidak
diperbolehkan memakai bulu mata palsu karna menyerupai dengan hukum menyambung
rambut.
Syeikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-Jibrin, tidak boleh memasang bulu mata palsu
karena alasan bulu mata yang asli tidak lentik atau pendek. Selayaknya seorang wanita
muslimah menerima dengan penuh kerelaan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah, dan tidak
perlu melakukan tipu daya atau merekayasa kecantikan. Karena hal tersebut sama dengan
memasang rambut palsu. Sebagaimana sabda Nabi yang telah dijelaskan sebelumnya yang
artinya:
Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta untuk
disambung rambutnya.[7]
Syeikh Muhammad Shalih Al-Mandub seorang ulama Saudi Arabiyah, bahwasanya
tidak boleh memakai bulu mata palsu karena tergolong dalam menyambung rambut.
Akan tetapi ada yang tidak menggolongkan ke dalam kategori tersebut maka hukumnya
boleh. Namun keluar dari perselisihan itu lebih utama, dan selayaknya seorang wanita
menerima dengan penuh kerelaan atas apa yang Allah Taala takdirkan dan tidak perlu
melakukan tipu daya atau merekayasa kecantikan, sehingga tamak dengan apa yang tidak ia
miliki.
Menurut Dr. Abdullah Al-Fiqhiyyah pembimbing pusat fatawa sabakah Qotar,
bahwasanya diperbolehkan memakai bulu mata palsu karena suatu kondisi yang darurat
seperti: sakit, kebakar, atau musibah yang lainnya. Namun jika hal tersebut untuk menghias
diri maka ia telah melakukan dua kesalahan, yaitu merubah ciptaan Allah Taala dan
melanggar larangan secara umum, sebagaimana sabda Rosulullah diatas.
Syeikh Salman Al-Audah seorang ulama Saudi Arabiyah, bahwasanya hadits
tersebut turun hanya dalam pembahasan menyambung rambut, bukan dalam pembahasan
bulu mata. Oleh karena itu jika bulu mata tipis dan mempengaruhi kecantikan maka tidaklah
mengapa memakai bulu mata palsu, namun lebih utama meninggalkannya.

http://hanizyfahma.blogspot.co.id/2014/11/hukum-memakai-bulu-mata-buatan.html

Hukum memakai wig


seperti pMUSLIMAH- Akhir-akhir ini banyak wanita, terutama kalangan artis,
yang menggunakan rambut palsu (wig) untuk penampilan mereka agar
terlihat menarik. Lalu, bagaimana Islam sendiri memandangnya?

Dalam Islam, hukum memakai wig dikategorikan menjadi 2 bagian, yaitu:

wig yang terbuat dari rambut manusia

Untuk hal ini, semua Imam Empat Madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafii dan Imam Hambali) sepakat mengharamkannya. Hal ini
didasarkan pada sebuah hadits riwayatAisyah dan saudaranya Asma, Ibnu
Masud, Ibnu Umar, dan Abu Hurairah, Sesungguhnya Rasulullah Saw
melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang minta disambung
rambutnya.

Rasulullah Saw bersikap keras dalam memberantas wig model ini. Saking
kerasnya sehingga beliau tidak memperbolehkan orang sakit yang rambutnya
rontok untuk disambung dengan rambut lain, meskipun dia akan menjadi
pengantin yang bakal disandingkan dengan suaminya.

Bukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa seorang gadis Anshar akan


dinikahkan, tetapi dia jatuh sakit hingga rambutnya rontok, dan mereka
hendak menyambungnya, kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah
Saw, lalu Nabi Saw bersumpah: Allah melaknat wanita yang menyambung
rambutnya dan yang meminta disambung rambutnya. (HR Bukhari)

Al-Khaththabi berkata, Diberikannya ancaman yang sangat keras dalam


masalah ini karena perbuatan-perbuatan itu mengandung penipuan dan
pemalsuan. Kalau ada salah satunya yang diperkenankan, niscaya hal ini
akan menjadi preseden diperkenankannya bentuk-bentuk penipuan yang
lain. Di samping karena perbuatan itu merupakan tindakan mengubah
ciptaan Allah sebagaimana diisyaratkan dalam hadis Ibnu Masud: Wanita-
wanita yang mengubah ciptaan Allah.

Menurut Dr Yusuf Al Qaradhawi, keharaman mengenakan wig bagi laki-laki


adalah lebih layak, baik sebagai tukang menyambung rambut yang terkenal
dengan sebutan penata rambut, maupun sebagai orang yang disambung
rambutnya dengan banci.

Dalam kitab Mugni Muhtaj disana juga diterangkan bahwa memakai wig yang
terbuat dari rambut manusia hukumnya haram dengan alasan memanfaatkan
bagian anggota tubuh manusia sangat diharamkan oleh Islam dengan tujuan
agar kemuliaan manusia tetap selalu terjaga.

wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia

Wig yang terbuat dari bahan seperti ini ada kalanya terbuat dari bahan
plastik, bulu domba, bulu unta, dan bulu hewan lainnya. Dalam hal ini para
ulama berbeda pendapat tentang hukum memakainya.

/Menurut Imam Hanafi bahwa wig yang berasal dari selain manusia
hukumnya adalah boleh, karena tidak ada unsur penipuan dan penyesatan
dan bukan pula yang dimaksud dari Hadits Asma binti Abu Bakar di atas.

Imam Maliki dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wig jenis ini
adalah hukumnya tetap haram karena Hadits Asma binti Abu Bakar di atas
bersifat umum.

Menurut Imam Syafii, wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia
hukumnya masih diperinci. Jika rambut atau bulu itu berasal dari hewan yang
dagingnya tidak diharamkan seperti domba, unta, dan lain sebagainya maka
hukumnya diperbolehkan. Sedang, jika rambut atau bulu itu berasal dari
hewan yang dagingnya diharamkan untuk dimakan maka hukumnya dilarang.
Demikian juga rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang sudah
menjadi bangkai maka hukumnya adalah dilarang juga.

Menurut Imam Hambali sesungguhnya menyambung rambut (wig) dengan


rambut selain rambut manusia adalah haram hukumnya, ada pun jika ada
sebuah keperluan yang mendesak maka boleh memakai wig jenis ini. Karena
dalam Kitab Mughni karya Ibnu Qudamah menyatakan bahwa
diharamkannya memakai wig jenis ini karena ada unsur penipuan, dan jika
ada keperluan yang mendesak maka diperbolehkan demi mencapai
kemaslahatan bagi yang memakainya.

Menurut Imam Muhammad bin Ismail Al Amir Ash Shanani dalam kitabnya
yang terkenalSubulu as-Salam bahwa menyambung rambut (wig) memakai
benang yang tidak menyerupai rambut manusia asli maka hukumnya
diperbolehkan.

Qadhi Iyadh rahimahullah juga mengomentari masalah ini dengan ucapan,


Adapun mengikat dengan benang antara sutra berwarna atau yang
sejenisnya yang tidak menyerupai rambut bukan termasuk yang dilarang,
karena ia tidak disebut dengan menyambung dan itu juga bukan yang
dimaksud dengan bersanggul.

Dinukil juga dari Al-Laits bin Saad: Larangan itu lebih dikhususkan pada
rambut saja, maka tidak apa-apa menyambungkan dengan wool atau yang
sejenisnya. (Syarhu Shahihi Muslim lin-Nawawi, 4/836)

Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam berkata, Para fuqaha (ahli fiqh) telah
memberikan keringanan pada anyaman rambut dan setiap sesuatu yang
disambungkan pada rambut asalkan bukan berupa rambut. (Ahkamu Nisa li
Ibnil-Jauziy, hal. 88). Wallahu alam.

u) memang sudah menjadi salah satu mode wanita yang sangat membudaya dikalangan artis
mamengkonsumsi wig sebagai costum kecantikannya sehingga mereka seakan-akan menganggap
bahwa memakai wig seperti pada zaman sekarang ini wig (rambut palsu) memang sudah menjadi
salah satu mode wanita yang sangat membudaya dikalangan artis maupun non artis , saking
maraknya yang mengkonsumsi wig sebagai costum kecantikannya sehingga mereka seakan-akan
menganggap bahwa memakai wig itu adalah hal yang biasa saja tanpa memperdulikan hukum yang
ada dibalik pemakaian costum kecantikan tersebut

Terus sekarang bagaimana kita menyikapi fenomena sepeti di atas, dizaman sekarang kawula muda
kebanyakan akan meniru mode-mode yang lagi ngetrend, mereka menjadikan artis pujaannya
sebagai rujukan dalam hal berpenampilan, oleh karenanya islam sudah jauh-jauh hari menata hukum
demi kemaslahatan umatnya sebagai bekal untuk menghadapi gemilirnya mode-mode era baru
termasuk salah satunya adalah mode costum wig, sehingga umatnya sudah tak ragu lagi dengan
mode baru yang akan mereka hadapi di zaman mendatang meski tidak sepenuhnya mode-mode
tersebut diharamkan selama masih ada batasan-batasan syariat didalamnya

Dalam hukum islam , wig (rambut palsu) dikategorikan menjadi 2 bagian


1. Wig yang terbuat dari rambut manusia
Jenis wig yang terbuat dari bahan seperti ini para ulama madzhab 4 ( imam maliki, ,imam hanafi,
imam hambali, imam syafii )sudah sepakat bahwa memakainya dihukumi haram secara mutlak.
Hal ini didasari dari sebuah hadits Asma binti Abi bakar bahwa Rosululloh saw melaknat wanita yang
menyambung rambutnya (dengan rambut palsu) dan juga melaknat wanita yang minta
disambungakan rambutnya.

Dalam kitab mugni muhtaj disana juga di terangkan bahwa memakai wig yang terbuat dari rambut
manusia hukumnya haram dengan alasan memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia sangat
diharamkan oleh islam dengan tujuan agar kemuliaan manusia tetap selalu terjaga, karena jika
bagian tubuh manusia bisa diperjual belikan itu sudah menurunkan kemuliaan manusia sebab
hakikatnya anggota tubuh manusia bukanlah barang yang berhak diperjual belikan

Imam syafii juga menguatkan pedapat diatas tentang keharaman memakai wig yang terbuat dari
rambut manusia dengan alasan rambut manusia adalah bagian tubuh manusia yang harus
dimuliakan, selain itu juga ada unsur penipuan dalam memakai wig karena orang lain akan terkecoh
dan merasa dibohongi kalau seandainya tau bawa rambut yang dikenakannya bukan rambut asli.

2. Wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia


wig yang terbuat dari bahan seperti ini ada kalanya terbuat dari bahan plastik, bulu domba, bulu unta,
dan bulu hewan lainnya.

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapet tentang hukum memakainya,
-Imam Syafii
Menuru imam syafii wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia hukumnya masih diperinci

1. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya tidak diharamkan seperti domba, unta,
dan lain sebagainya maka hukumnya diperbolehkan.

2. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya diharamkan untuk dimakan maka
hukumnya dilarang.

3. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang sudah menjadi bangkai maka hukumnya adalah
dilarang juga.

-Imam Malik
Imam Maliki dan sebagian Ulama lainnya berpendapat bahwa wig jenis ini adalah hukumnya tetap
haram, karena Hadits Asma binti Abu Bakar yang berbunyi, Bahwa Rasulullah Saw. melaknat wanita
yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu) dan wanita yang minta disambungkan
rambutnya yang dijadikan sandaran pengharaman itu menunjukkan keumuman dan tidak ada
kekhususan yang mengarah kepada rambut manusia saja, lagipula walaupun bukan dari bagian
tubuh manusia, wig jenis ini juga sudah merupakan perbuatan penipuan dan juga merupakan bagian
dari perbuatan merubah ciptaan Allah.

-Imam Hanafi
Menurut Imam Hanafi bahwa wig yang berasal dari selain manusia hukumnya adalah boleh, karena
tidak ada unsur penipuan dan penyesatan
dan bukan pula yang dimaksud dari Hadits Asma binti Abu Bakar diatas tadi Imam Maliki dan
sebagaian Ulama yang lainnya

-Imam Hambali
Menurut Imam Hambali sesungguhnya menyambung rambut (wig) dengan rambut selain rambut
manusia adalah haram hukumnya, ada pun jika ada sebuah keperluan yang mendesak maka boleh
memakai wig jenis ini. Karena dalam Kitab Mughni karya Ibnu Qudamah menyatakan bahwa
diharamkannya memakai wig jenis ini karena ada unsur penipuan, dan jika ada keperluan yang
mendesak maka diperbolehkan demi mencapai kemahlahatan bagi yang memakainya.

Dalam Kitab Tafsir al-Qurthubi dan juga Hasyiyah al-Adawi, disana juga menjelaskan bahwa Imam
Maliki dan Imam at-Thabari mengharamkan secara mutlak. Namun imam Maliki terdapat
pengecualian, yaitu jika wig tersebut berasal dari benang yang jauh dari penyerupaan rambut dan
juga tidak memiliki warna seperti rambut manusia, maka hukumnya tidak dilarang selama tidak
diniatkan untuk mempercantik diri dan membanggakan diri, karena hal itu bukanlah termasuk dari
penipuan, karena Hadits tersebut lebih mengarah kepada penyerupaan bentuk rambut manusia, hal
ini juga diungkapkan oleh Imam Muhammad bin Ismail Al Amir Ash Shan'ani dalam kitabnya yang
terkenal Subulu as-Salam bahwa menyambung rambut (wig) memakai benang yang tidak menyerupai
rambut manusia asli maka hukumnya diperbolehkan.

Itulah pendapat dari keempat Imam mengenai hukum wig yang berasal dari selain manusia, agar kita
mengerti dan bisa memahami, dan juga agar kita tidak langsung menghukumi orang yang memakai
wig secara serampangan. Kita harus mengerti wig jenis apakah yang dipakainya, dan imam manakah
yang diikutinya, agar terjadi saling mengerti dan memahami antar sesama umat Islamitu adalah hal
yang biasa saja tanpa memperdulikan hukum yang ada dibalik pemakaian costum kecantikan
tersebut

Terus sekarang bagaimana kita menyikapi fenomena sepeti di atas, dizaman sekarang kawula muda
kebanyakan akan meniru mode-mode yang lagi ngetrend, mereka menjadikan artis pujaannya
sebagai rujukan dalam hal berpenampilan, oleh karenanya islam sudah jauh-jauh hari menata hukum
demi kemaslahatan umatnya sebagai bekal untuk menghadapi gemilirnya mode-mode era baru
termasuk salah satunya adalah mode costum wig, sehingga umatnya sudah tak ragu lagi dengan
mode baru yang akan mereka hadapi di zaman mendatang meski tidak sepenuhnya mode-mode
tersebut diharamkan selama masih ada batasan-batasan syariat didalamnya

Dalam hukum islam , wig (rambut palsu) dikategorikan menjadi 2 bagian

1. Wig yang terbuat dari rambut manusia


Jenis wig yang terbuat dari bahan seperti ini para ulama madzhab 4 ( imam maliki, ,imam hanafi,
imam hambali, imam syafii )sudah sepakat bahwa memakainya dihukumi haram secara mutlak.
Hal ini didasari dari sebuah hadits Asma binti Abi bakar bahwa Rosululloh saw melaknat wanita yang
menyambung rambutnya (dengan rambut palsu) dan juga melaknat wanita yang minta
disambungakan rambutnya.

Dalam kitab mugni muhtaj disana juga di terangkan bahwa memakai wig yang terbuat dari rambut
manusia hukumnya haram dengan alasan memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia sangat
diharamkan oleh islam dengan tujuan agar kemuliaan manusia tetap selalu terjaga, karena jika
bagian tubuh manusia bisa diperjual belikan itu sudah menurunkan kemuliaan manusia sebab
hakikatnya anggota tubuh manusia bukanlah barang yang berhak diperjual belikan

Imam syafii juga menguatkan pedapat diatas tentang keharaman memakai wig yang terbuat dari
rambut manusia dengan alasan rambut manusia adalah bagian tubuh manusia yang harus
dimuliakan, selain itu juga ada unsur penipuan dalam memakai wig karena orang lain akan terkecoh
dan merasa dibohongi kalau seandainya tau bawa rambut yang dikenakannya bukan rambut asli.

2. Wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia


wig yang terbuat dari bahan seperti ini ada kalanya terbuat dari bahan plastik, bulu domba, bulu unta,
dan bulu hewan lainnya.

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapet tentang hukum memakainya,
-Imam Syafii
Menuru imam syafii wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia hukumnya masih diperinci

1. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya tidak diharamkan seperti domba, unta,
dan lain sebagainya maka hukumnya diperbolehkan.

2. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya diharamkan untuk dimakan maka
hukumnya dilarang.

3. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang sudah menjadi bangkai maka hukumnya adalah
dilarang juga.

-Imam Malik
Imam Maliki dan sebagian Ulama lainnya berpendapat bahwa wig jenis ini adalah hukumnya tetap
haram, karena Hadits Asma binti Abu Bakar yang berbunyi, Bahwa Rasulullah Saw. melaknat wanita
yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu) dan wanita yang minta disambungkan
rambutnya yang dijadikan sandaran pengharaman itu menunjukkan keumuman dan tidak ada
kekhususan yang mengarah kepada rambut manusia saja, lagipula walaupun bukan dari bagian
tubuh manusia, wig jenis ini juga sudah merupakan perbuatan penipuan dan juga merupakan bagian
dari perbuatan merubah ciptaan Allah.

-Imam Hanafi
Menurut Imam Hanafi bahwa wig yang berasal dari selain manusia hukumnya adalah boleh, karena
tidak ada unsur penipuan dan penyesatan
dan bukan pula yang dimaksud dari Hadits Asma binti Abu Bakar diatas tadi Imam Maliki dan
sebagaian Ulama yang lainnya

-Imam Hambali
Menurut Imam Hambali sesungguhnya menyambung rambut (wig) dengan rambut selain rambut
manusia adalah haram hukumnya, ada pun jika ada sebuah keperluan yang mendesak maka boleh
memakai wig jenis ini. Karena dalam Kitab Mughni karya Ibnu Qudamah menyatakan bahwa
diharamkannya memakai wig jenis ini karena ada unsur penipuan, dan jika ada keperluan yang
mendesak maka diperbolehkan demi mencapai kemahlahatan bagi yang memakainya.

Dalam Kitab Tafsir al-Qurthubi dan juga Hasyiyah al-Adawi, disana juga menjelaskan bahwa Imam
Maliki dan Imam at-Thabari mengharamkan secara mutlak. Namun imam Maliki terdapat
pengecualian, yaitu jika wig tersebut berasal dari benang yang jauh dari penyerupaan rambut dan
juga tidak memiliki warna seperti rambut manusia, maka hukumnya tidak dilarang selama tidak
diniatkan untuk mempercantik diri dan membanggakan diri, karena hal itu bukanlah termasuk dari
penipuan, karena Hadits tersebut lebih mengarah kepada penyerupaan bentuk rambut manusia, hal
ini juga diungkapkan oleh Imam Muhammad bin Ismail Al Amir Ash Shan'ani dalam kitabnya yang
terkenal Subulu as-Salam bahwa menyambung rambut (wig) memakai benang yang tidak menyerupai
rambut manusia asli maka hukumnya diperbolehkan.

Itulah pendapat dari keempat Imam mengenai hukum wig yang berasal dari selain manusia, agar kita
mengerti dan bisa memahami, dan juga agar kita tidak langsung menghukumi orang yang memakai
wig secara serampangan. Kita harus mengerti wig jenis apakah yang dipakainya, dan imam manakah
yang diikutinya, agar terjadi saling mengerti dan memahami antar sesama umat Islam
Softlen bagi pandangan islam

Softlens atau kontak lensa selalu identik dengan keberadaan kaum perempuan. Bahkan sangat
menjadi hal yang wajar bagi kalangan tersebut. softlens kini merambah menjadi hal yang bukan baru
lagi. Variasi warna yang disediakan membuat kita terkadang tergiur dan ingin sesegera mungkin
memakainya. Tapi bila kita telaah lebih lanjut, tahukan Anda hukum dalam
pemakaian softlens menurut kaidah Islam? Sedikit akan kami bahas dalam pembahasan ini.
Dalam kategorinya, softlens dibagi menjadi dua macam. Softlensuntuk berobat dan softlens untuk
hiasan mata (perhiasan). Softlensuntuk hiasan mata biasanya tersedia dengan variasi warna yang
berbeda-beda. Mulai dari merah, hijau, biru dan warna-warna lain yang akan membuat mata terlihat
lebih menawan dan indah.
Pengertian dari softlens untuk pengobatan sendiri adalah softlens yang digunakan dan dikhususkan
bagi mereka menderita mata minus, plus, maupun silinder. Penggunaannya pun harus dengan resep
dokter. Maka penggunaan dalam hal ini dikatakan boleh.
Lalu, bagaimana dengan hukum softlens untuk perhiasan? Hukumnya dapat dikatakan sama dengan
mengenakan perhiasan. Bila menggunakannya untuk menyenangkan sang suami maka hal tersebut
diperbolehkan. Dan bila digunakannya untuk yang lain, maka hendaklah tidak dengan menimbullkan
adanya fitnah. Dipersyaratkan juga untuk tidak menimbulkan bahaya. Misalnya iritasi, alergi mata
atau infeksi. Tidak diperkenankan juga bila didalamnya ada unsur untuk menyia-nyiakan harta.
Karena itu lah yang tidak Allah sukai.
Menyia-nyiakan harta dalam hal ini harus diperhatikan. Mengapa? Karena harga softlens yang
memiliki kualitas bagus berkisar antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-. Bahkan ada
yang lebih dari itu. Dari kisaran harta tersebut, maka hendaknya diperhatikan dalam hal israaf atau
menyia-nyiakan harta.
Allah berfirman:

1. Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan (Al Anam:141)
2. Sesungguhnya para pemboros itu saudaranya para setan (Al Isra: 27)
Lagi. Dikatakan juga untuk pemakaian softlens agar tidak melenceng. Misalnya, menggunakan
warna softlens yang merah, biru atau warna mencolok lainnya. Padahal mayoritas orang Indonesia
memiliki warna mata hitam dan coklat. Karena hal tersebut dikhawatirkan dapat mengakibatkan sikap
mencari ketenaran.
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata, Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa mengenakan
pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari
kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.
Hadist diatas menerangkan larangan dalam mengenakan suatu perhiasan yang berlebih. Apalagi
mendatangkan madlarat untuk diri sendiri. Itulah mengapa bagi kaum perempuan yang hendak
mengenakan softlens untuk tidak memiliki sikap mencari ketenaran atau ingin menjadi pusat
perhatian yang berujung kepada kesombongan dan takabbur.
Oleh sebabnya, gunakan lah perhiasan Anda sebagai mana mestinya. Agar tidak menimbulkan fitnah
dan keburukan lain yang akan menimpa diri sendiri.

. HUKUM SOFLENS DALAM AGAMA ISLAM

Sebagai orang muslim selain mengetahui bahayanya dan cara mencegah bahaya tersebut tentulah
juga harus mengetahui hukum dari penggunaan soflens itu sendiri. Dalam agama islam penggunaan
soflens di saat sekarang ini adalah untuk kecantikan sehingga tergolong sebagai perhiasan. Dalam
berhias menurut ajaram islam diperbolehkan asalakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam syariat islam. Penggunaan soflens juga dihalalkan karena penggunaanya bisa sebagai
perhiasan dan juga pengobatan. Ada beberapa merek soflens yang dihalalkan oleh MUI misalkan
Lensza, dan salsabila. Dalam penggunaan soflens agar tidak menjadi haram atau mubah maka yang
harus diperhatikan adalah:
1. Penggunaan soflens bertujuan untuk memperbaiki penglihatan
2. Berhias untuk kepuasan suami dan tidak memiliki niatan untuk pamer
3. Menggunakan soflens yang terujia kesehatannya dan sudah mendapatkan sertifikat halal
agar tidak menyakiti diri sendiri.
4. Sebaiknya digunakan seperlunya saja bertujuan agar tidak menyia-nyiakan harta.
5. Penggunaan soflens tidak boleh pertujuan untuk menarik perhatian orang dan mencari
ketenaran khususnya pada laki-laki.

D. DALIL TENTANG HARAMNYA PENGGUNAAN SOFLENS


Israaf atau menyia-nyiakan harta juga harus diperhatikan adalam penggunaan lensa kontak. Karena
harganya dipasaran sekitar Rp. 500ribu sampai satu juta untuk kualitas yang baik. Sedangkan lensa
konta murahan akan mudah menyebabkan mata iritasi dan infeksi. Ini termasuk perhiasan jika tidak
ada indikasi medisnya. Maka hendaknya dipertimbangkan agar kita jangan menyia-nyiakan harta
Allah Taala berfirman,




Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Al
Anam:141)

Allah Taala juga berfirman:






Sesungguhnya para pemboros itu saudaranya para setan (Al Isra: 27)

Kemudian yang perlu diperhatikan juga jika menggunakan lensa kontak berwarna, bisa jadi kita akan
termasuk mencari ketenaran (libas syuhrah). Bayangkan jika menggunakan lensa kontak berwarna
ekstrim misalnya merah atau biru yang tidak lazim pada orang indonesia. Jika memang akan
menyebabkan atau berniat libas syuhrah maka harus dihindari,

Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian
kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.

Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata.

Hadits ini menunjukkan haramnya memakai pakaian untuk ketenaran dan tidaklah dalam hadits ini
khusus pada pakaian saja bahkan bisa terjadi pada orang miskin yang memakai pakaian berbeda
dengan apa yang dipakai oleh masyarakat supaya manusia melihatnya sehingga mereka menjadi
kagum dan menyakininya.

Berkata Ibnu Ruslan,


Libas syuhrah yaitu jika bermaksud mencari ketenaran/popularitas di antara manusia, tidak ada
bedanya antara pakaian yang mahal dan pakaian yang murah, apakah sesuai dengan pakaian
masyarakat atau berbeda dengan pakaian masyarakat, karena sebab pengharaman adalah keinginan
menjadi tenar/populer (cari perhatian).

Berkata Ibnu Atsir rahimahullah,



Syuhrah artinya menampakkan sesuatu (termasuk lensa kontak berwarna, pent) dengan maksud
apa yang dikenakan akan terkenal di antara manusia dengan menyelisihi warnanya (misalnya) maka
manusia akan memfokuskan pandangan padanya kemudian ia sombong dan takabbur.
http://kultum648.blogspot.co.id/2015/03/hukum-menggunakan-soflens-dalam-agama.html

Oprasi plastik dalam pandangan islam

Operasi plastik (plastic surgery) atau dalam bahasa Arab disebut jirahah at-tajmil adalah
operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau
untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas, atau
rusak. (Al-Mausuah at-Thibbiyah al-Haditsah, 3/454).

Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram.

1. Operasi Plastik yang mubah


Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir
(al-uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-
uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang
rusak akibat kebakaran/kecelakaan. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-
Thibbiyyah, hal. 183; Fahad bin Abdullah Al-Hazmi, Al-Wajiz fi Ahkam Jirahah Al-
Thibbiyyah, hal. 12; Hani` al-Jubair, Al-Dhawabith al-Syariyyah li al-Amaliyyat al-
Tajmiiliyyah, hal. 11; Walid bin Rasyid as-Saidan, Al-Qawaid al-Syariyah fi al-Masa`il Al-
Thibbiyyah, hal. 59).

Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah,
berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW
bersabda,Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula
obatnya. (HR Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula,Wahai hamba-hamba Allah
berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali
menurunkan pula obatnya. (HR Tirmidzi, no.1961).
1. Operasi Plastik yang Diharamkan
Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk
mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan
atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung,
dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di
wajah, dan sebagainya.

Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : dan akan aku (syaithan) suruh mereka
(mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. (QS An-Nisaa` :
119). Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu
mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah
mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik untuk mempercantik diri
termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. (M. Al-
Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 194).

Selain itu, terdapat hadis Nabi SAW yang melaknat perempuan yang merenggangkan
gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni). (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis ini
terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk mempercantik diri (lil husni). (M.
Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al-Fiqh Al-Islami, hal. 37). Imam Nawawi
berkata,Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan untuk
mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau karena cacat
pada gigi, maka tidak apa-apa. (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu,
operasi plastik untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram. Wallahu alam.

Kalau bedah plastik yang sifatnya bedah rehabilitasi, maka itu justru dianjurkan dalam
Islam, sebab hal itu mutlak dibutuhkan. Misalnya bibir sumbing atau kasus Lisa, yang
cukup menyedot perhatian khalayak. Wajahnya tak lagi berbentuk selayak orang yang
normal. Bayangkan kalau Lisa tidak di operasi, hal itu akan menjadi beban fisik dan
psikologis tersendiri baginya.
Sedangkan apabila kasusnya merubah-rubah apa yang telah diciptakan oleh Allah,hal itu
jelas telah melampaui batas kewajaran. Allah telah mengingatkan kita agar jangan
sampai melebihi batas. Seperti dalam firman berikut yang artinya:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau
bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah
membunuh manusia seluruhnya dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi (Al-
Maidah : 32)

https://kitabsalafindonesia.wordpress.com/2013/09/19/operasi-plastik-menurut-pandangan-islam/

Hukum menyemir
Apalagi banyak anak muda yang melakukannya, padahal biasanya rambut
mereka belum bermasalah (belum beruban), apakah hal ini diperbolehkan?

Rasulullah SAW melarang untuk mewarnai rambut dengan warna hitam.


Sedangkan bila warnanya bukan hitam maka tidak ada larangan. Sesuai dengan
hadits Rasulullah SAW:

Dari Jabir radhiyallahu anhu, dia berkata, Pada hari penaklukan Makkah, Abu
Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah
memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi
hindarilah warna hitam. (HR. Muslim no. 2102)

Sesungguhnya sebaik-baik alat yang kamu pergunakan untuk mengubah warna


ubanmu adalah hinna dan katam, akan tetapi menggunakan cat rambut yang
modern dan praktis, asalkan terjamin keamanan untuk kesehatan dan juga
kehalalannya maka diperbolehkan.

Hinna adalah pewarna rambut berwarna merah sedangkan katam adalah pohon
Yaman yang mengeluarkan zat pewarna hitam kemerah-merahan.

Mengapa dimakruhkan bahkan haram/ tidak diperbolehkan mengecat rambut


dengan warna hitam? Salah satunya adalah karena hal ini dapat memperdaya
orang lain, mengira usia masih muda dari yang sebenarnya.

Lalu bagaimana jika mewarnai rambut yang belum beruban? Hanya untuk
mengikuti tren seperti artis barat atau korea?

Niat yang seperti ini bisa tergolong tasyabuh yakni meniru-niru gaya kaum selain
muslimin: Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
bagian dari mereka. (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031, hasan menurut
Al Hafizh Abu Thohir)

Dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullahshallallahu alaihi
wa sallam bersabda, Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang
menyerupai selain kami (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan).

Syaikh Shalih Al Fauzan guru penulis- mengatakan, Adapun hukum mewarnai


rambut wanita yang masih berwarna hitam diubah ke warna lainnya, seperti itu
menurutku tidak boleh karena tidak ada faktor pendorong untuk melakukannya.
Karena warna hitam sendiri sudah menunjukkan kecantikan. Kalau beruban
barulah butuh akan warna (selain hitam). Yang ada dari gaya mewarnai rambut
hanyalah meniru mode orang kafir. (Tanbihaat ala Ahkami Takhtasshu bil
Muminaat, hal. 14)

Dengan demikian, jelas bahwa mewarnai rambut adalah boleh hanya untuk
menutupi uban dan itu pun tidak diperkenankan memakai warna hitam.
Alhamdulillah

Pertama:

Menyemir rambut dibolehkan dengan semua warna, kecuali warna hitam. Tidak
ada bedanya dalam masalah ini, baik orang tua atau anak muda. Tidak mengapa
menyemir rambut sebelum keluar uban.

Disebutkan dalam Fatwa Lajnah Daimah (5/168) soal berikut, "Saya melihat
sebagian orang menggunakan sejumlah bahan untuk mewarnai rambutnya,
apakah hitam atau merah. Ada pula yang menggunakan bahan-bahan tertentu
untuk melembutkan rambut keriting. Apakah hal ini boleh, dan apakah ada
bedanya antara anak muda dan orang tua?

Lajnah menjawab, "Alhamdulillah washshalatu wassalamu alaa rasuulillah, wa


aalihi wa shahbih. Wa ba'du. Merubah warna rambut selain dengan warna hitam
tidak mengapa. Demikian pula halnya menggunakan zat pelembut rambut ikal.
Hukum ini berlaku sama bagi pemuda dan orang tua. Jika tidak ada bahaya dan
zatnya suci, maka hukumnya boleh. Adapun merubah warna rambut dengan
warna hitam murni, maka tidak boleh bagi laki-laki maupun wanita. Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"( )




"Rubahlah warna uban itu, dan jauhi warna hitam." (HR. Muslim, no. 2102)

Wabillahittaufiq.

Termasuk dalil yang menunjukkan pelarangan hal tersebut adalah apa yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4212, dari Ibnu Abbas, dia berkata, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


)














(

"Akan ada di akhir zaman, kaum yang menyemir rambutnya seperti bulu
merpati, maka dia tidak mencium bau surga." (Hadits dishahihkan oleh Al-Albany
dalam Shahih Abu Daud)

Adapun dalil yang menunjukkan dibolehkannya menyemir dengan warna merah


dan kuning, adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4211, dari
Ibnu Abbas, dia berkata, "Seorang yang menyemir rambutnya dengan hinna
melewati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau berkata, 'Bagus
sekali orang itu.' Kemudian lewat lagi seseorang di depan beliau seorang yang
menyemir rambutnya dengan hina dan katm, maka beliau berkata, 'Bagus sekali
orang itu.' Kemudian lewat lagi seseorang yang menyemir rambutnya keemasan,
maka beliau berkata, 'yang ini lebih baik dari yang lainnya.'
Pembicaraan dalam hadits ini tentang menyemir rambut dengan warna lain,
bukan menyemir secara mutlak, walaupun tidak beruban.

Terkait dengan haditnya ini oleh Imam Albany dalam Kitab Misykatul Mashabih
dikatakan jayid (baik).

Kedua:

Penting diperhatikan tentang kaidah umum soal perhiasan dan selainnya. Yaitu
dilarang apabila mengandung penyerupaan yang diharamkan. Seperti
menyerupai orang kafir dan orang fasik. Karena hal ini diharamkan berdasarkan
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,


( 4031 )

"Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari mereka." (HR. Abu
Daud, 4031, dishahihkan oleh Al-Albany)

Karena itu, sebelum masalah menyemir rambut yang diajukan penanya dihukumi
boleh, penting dipastikan dahulu bahwa tindakannya tersebut tidak menyerupai
orang kafir atau orang fasik atau siapa saja yang menjadi idola pemuda dari
kalangan artis, atlit atau semacamnya.

Sebagaimana juga dilarang jika semiran rambut condong menyerupai kaum


wanita, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menyerupai
wanita dan melaknat pelakunya (Bukhari, 5435)

Ketiga:

Adapun terkait dengan semiran Rasulullah shallalalhu alaihi wa sallam terhadap


rambutnya, maka diperselisihkan apakah beliau menyemir rambutnya atau tidak.
Ibnu Qayim rahimahullah berkata, 'Para shahabat berbeda pendapat tentang
semirannya. Anas berkata, 'Beliau tidak menyemir rambutnya.' Abu Hurairah
berkata, 'Beliau menyemir rambutnya.' Hammad bin Salamah meriwayatkan dari
Humaid bin Anas, dia berkata, 'Aku melihat rambut Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam disemir.' Hamad berkata, 'Abdullah bin Muhammad bin Aqil
mengabarkan kepadaku, dia berkata, 'Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam di samping Anas bin Malik, rambutnya disemir."

Sebagian orang berkata, "Rasulullah shallallahu alaih wa sallam sering


menggunakan minyak wangi sehingga rambutnya memerah, maka orang
mengira beliau menyemir rambutnya, padahal beliau tidak menyemirnya."

Abu Ramtsah berkata, "Aku mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam


bersama puteraku, lalu beliau bertanya, 'Apakah ini puteramu?' Aku katakan, 'Ya,
aku bersaksi dengannya.' Beliau berkata, 'Engkau jangan menzaliminya dan dia
tidak boleh menzalimimu.' Aku melihat ubannya memerah." Tirmizi berkata,
'Riwayat ini merupakan riwayat paling baik yang diriwayatkan dalam bab ini,
karena riwayat-riwayat shahih menunjukkan bahwa Nabi tidak beruban. Hamad
bin Salamah berkata dari Sammak bin Harb, dikatakan kepada Jabir bin Samurah,
'Apakah di kepala Nabi ada uban?' Dia berkata, 'Di rambutnya tidak ada uban
kecuali beberapa helai rambut di tengah kepalanya jika beliau memakai minyak,
dan aku melihat minyaknya." (Zaadul Ma'ad, 1/169)

Keempat:

Adapun keinginan untuk mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam


menyemir rambut, padahal tidak ada uban padanya, anda sudah mengetahui
ada perbedaan yang kuat dalam hal apakah Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menyemir rambutnya atau tidak.

Disamping bahwa menyemir rambut yang dikatakan sunah bukan dari sisi
menyemirnya, akan tetapi dari sisi tujuannya, yaitu untuk merubah uban dan
berbeda dari Yahudi dan Nashrani dalam masalah ini. Berdasarkan hadits Nabi
shallallahu alaihi wa sallam,

(1674 4986 )

"Rubahlah (warna) uban dan jangan serupakan Yahudi." (HR. Nasai, no. 4986,
Tirmizi, no. 1674)

Dalam riwayat Musim (3924) disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
saat melihat uban di kepada bapak Abu Bakar, beliau berkata, "Rubahlah itu
dengan sesuatu."

Sedangkan dalam riwayat Bukhari (5448) diriwayatkan beliau bersabda,


"Sesungguhnya Yahudi tidak menyemir rambutnya, maka berbedalah dengan
mereka."

Dengan demikian, maka menyemir rambut tanpa adanya uban tidak termasuk
sunah dan tidak dianggap sebagai meneladani, karena tidak ada tuntutan untuk
itu dan tidak ada maslahat syar'iah karena menyemir uban.

Paling tinggi derajatnya dia adalah mubah selama tidak ada unsur tasyabbuh
(penyerupaan) atau bahaya kesehatan atau semacamnya. Maka jika demikian,
diharamkan.

Wallahua'lam.

https://islamqa.info/id/45191

Anda mungkin juga menyukai