mendatangi salon-salon kecantikan dan semisalnya. Apalagi kalau bagian wajah, semaksimal
mungkin harus perfect, terutama bagi yang giginya rontok atau tanggal.
Kebanyakan dari mereka memasang gigi palsu yang sewarna dengan gigi aslinya, agar tidak
tampak gigi palsunya. Bagaimana hukum memakai gigi palsu dalam Islam?
Syekh Shaleh Munajid berkata: "Memasang gigi buatan ditempat gigi yang dicabut karena
sakit atau rusak itu adalah perkara yang mubah (diperbolehkan). Tidak ada dosa di dalam
melakukannya. Kami tidak mengetahui satupun dari ahli ilmu (Ulama) yang mencegahnya
(memasang gigi palsu). Tidak ada perbedaan (hukum) antara dipasang secara permanen
ataupun tidak."
Dari keterangan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum memakai gigi palsu dalam
Islam adalah mubah (diperbolehkan). Hal ini tidaklah diharamkan. Yang diharamkan adalah
jika tujuannya untuk mempercantik atau memperindah.
Al-Lajnah Ad-Daimah berfatwa: "Tidaklah mengapa mengobati gigi yang copot atau rusak
dengan sesuatu yang dapat menghilangkan bahayanya atau dengan mencabutnya dan
menggantinya dengan gigi buatan (palsu) ketika hal itu memang diperlukan.
Sahabat Ibnu Masud Radhiya Allahu Anhu berkata: "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
melarang dari mengikir gigi, menyambung rambut dan mentato, kecuali dikarenakan
penyakit." (HR. Ahmad: 3945)
Bagi orang yang giginya ompong, hal itu tentu sangat mengganggu saat makan, sehingga
tidak mengherankan jika pemasangan gigi palsu tidaklah diharamkan, karena otomatis saat
mengunyah makanan sedikit banyak akan mengalami kesulitan.
Jadi, hukum memakai gigi palsu dalam Islam adalah mubah, dengan tujuan pengobatan
ataupun menghilangkan bahaya dari copotnya gigi yang asli. Bahkan tidak satupun Ulama
yang melarang memasang gigi palsu. [hukumislam]
MUQODDIMAH
Di era globalisasi saat ini tampil modis dan tidak ketinggalan zaman adalah idaman
setiap orang yang memperhatikan penampilan luar, apalagi dikalangan wanita yang sangat
identik dengan fasion. Tampil cantik itu memang harus apalagi ditunjukkan untuk suami
tercinta.
Perkembagan teknologi modern telah membawa manusia menuju era baru dalam
kehidupan. Yakni ruang kehidupan yang diwarnai berbagai fasilitas serba modern. Bidang
perawatan wajah dan kecantikan juga turut andil didalam berbagai kesempatan dan peluang
untuk memperoleh hasil maksimal dan memuaskan melalui cara yang ringkas, mudah dan
cepat. Seolah semua cara diperoleh agar tampak cantik dan menawan.
Tapi apakah cara yang kita lakukan untuk mempercantik diri sudah sesuai atau malah
sebaliknya mungkin adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. Salah satu bentuk
mempercantik diri yang sering dilakukan saat ini adalah para wanita gemar mamakai bulu
mata buatan, apakah hal ini dilarang dalam Islam? Atau Islam memperbolehkan hal ini jika
dihadapan suami? Makalah ini hadir akan sedikit memberikan gambaran mengenai satu
prilaku yang sering dilakukan banyak wanita demi mempercantik diri.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
a. Bulu Mata
Adapun yang dimaksud dengan bulu mata disini adalah bulu yang tumbuh di atas
pelupuk mata. Di mana Allah Taala telah menumbuhkannya sebagai pelindung kedua mata
dari debu dan kotoran, sehingga bulu itu terdapat pada mata semenjak lahir. Sebagaimana
bulu itupun terdapat pada mata binatang, dimana keadaannya itu tetap tidak terlalu panjang
dan tidak terlalu pendek. Jika dihilangkan, niscaya akan tumbuh lagi. Akan tetapi, ada
sebagian orang terkadang terkena sesuatu penyakit dibulu matanya yang menuntut bulu
matanya dibuang untuk meringankan penyakitnya dan menggantinya dengan bulu mata palsu,
akan tetapi hal tersebut tidak dimaksudkan untuk berhias karena alasan agar indah dipandang.
[1]
b. Bulu Mata Palsu
Bulu mata buatan adalah rambut tipis yang dibuat dari bahan plastik yang diletakkan
diatas pelupuk mata dengan lem, yang diletakkan dibagian ujung bulu mata bagian atas. Bulu
mata ini apabila diletakkan didalam air akan berubah menjadi lembek. Dan terdapat celah-
celah kecil dibagian bawah bulu mata buatan, yang tidak menghalangi air masuk ke dalam
bagian rambut pelupuk mata.
Bulu mata buatan itu juga memiliki pori-pori dibagian dalam, sehingga tidak
menghalangi air masuk sampai kebulu mata. Apabila jenis itu yang dimaksud, ini
menghalangi air sampai ke anggota badan yang wajib untuk dicuci pada saat wudhu dan
mandi. Jadi wudhunya wanita itu tidak sah demikian juga mandinya.
Akan tetapi pertanyaannya, memakai bulu mata buatan ini apakah diperbolehkan atau
dilarang?
Menurut apa yang tampak, wallahu alam, menggunakan bulu mata buatan seperti ini
tidak diperbolehkan, sebab bulu mata ini diletakkan pada bulu mata asli penciptaan. Maka
perlu diperhatikan, bahwa yang seperti ini adalah bagian dari perbuatan menyambung
rambut.[2]
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, ada yang menggolongkan ke dalam
kategori menyambung rambut dan ada pula yang tidak. Berikut rinciannya:
http://hanizyfahma.blogspot.co.id/2014/11/hukum-memakai-bulu-mata-buatan.html
Untuk hal ini, semua Imam Empat Madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafii dan Imam Hambali) sepakat mengharamkannya. Hal ini
didasarkan pada sebuah hadits riwayatAisyah dan saudaranya Asma, Ibnu
Masud, Ibnu Umar, dan Abu Hurairah, Sesungguhnya Rasulullah Saw
melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang minta disambung
rambutnya.
Rasulullah Saw bersikap keras dalam memberantas wig model ini. Saking
kerasnya sehingga beliau tidak memperbolehkan orang sakit yang rambutnya
rontok untuk disambung dengan rambut lain, meskipun dia akan menjadi
pengantin yang bakal disandingkan dengan suaminya.
Dalam kitab Mugni Muhtaj disana juga diterangkan bahwa memakai wig yang
terbuat dari rambut manusia hukumnya haram dengan alasan memanfaatkan
bagian anggota tubuh manusia sangat diharamkan oleh Islam dengan tujuan
agar kemuliaan manusia tetap selalu terjaga.
Wig yang terbuat dari bahan seperti ini ada kalanya terbuat dari bahan
plastik, bulu domba, bulu unta, dan bulu hewan lainnya. Dalam hal ini para
ulama berbeda pendapat tentang hukum memakainya.
/Menurut Imam Hanafi bahwa wig yang berasal dari selain manusia
hukumnya adalah boleh, karena tidak ada unsur penipuan dan penyesatan
dan bukan pula yang dimaksud dari Hadits Asma binti Abu Bakar di atas.
Imam Maliki dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wig jenis ini
adalah hukumnya tetap haram karena Hadits Asma binti Abu Bakar di atas
bersifat umum.
Menurut Imam Syafii, wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia
hukumnya masih diperinci. Jika rambut atau bulu itu berasal dari hewan yang
dagingnya tidak diharamkan seperti domba, unta, dan lain sebagainya maka
hukumnya diperbolehkan. Sedang, jika rambut atau bulu itu berasal dari
hewan yang dagingnya diharamkan untuk dimakan maka hukumnya dilarang.
Demikian juga rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang sudah
menjadi bangkai maka hukumnya adalah dilarang juga.
Menurut Imam Muhammad bin Ismail Al Amir Ash Shanani dalam kitabnya
yang terkenalSubulu as-Salam bahwa menyambung rambut (wig) memakai
benang yang tidak menyerupai rambut manusia asli maka hukumnya
diperbolehkan.
Dinukil juga dari Al-Laits bin Saad: Larangan itu lebih dikhususkan pada
rambut saja, maka tidak apa-apa menyambungkan dengan wool atau yang
sejenisnya. (Syarhu Shahihi Muslim lin-Nawawi, 4/836)
Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam berkata, Para fuqaha (ahli fiqh) telah
memberikan keringanan pada anyaman rambut dan setiap sesuatu yang
disambungkan pada rambut asalkan bukan berupa rambut. (Ahkamu Nisa li
Ibnil-Jauziy, hal. 88). Wallahu alam.
u) memang sudah menjadi salah satu mode wanita yang sangat membudaya dikalangan artis
mamengkonsumsi wig sebagai costum kecantikannya sehingga mereka seakan-akan menganggap
bahwa memakai wig seperti pada zaman sekarang ini wig (rambut palsu) memang sudah menjadi
salah satu mode wanita yang sangat membudaya dikalangan artis maupun non artis , saking
maraknya yang mengkonsumsi wig sebagai costum kecantikannya sehingga mereka seakan-akan
menganggap bahwa memakai wig itu adalah hal yang biasa saja tanpa memperdulikan hukum yang
ada dibalik pemakaian costum kecantikan tersebut
Terus sekarang bagaimana kita menyikapi fenomena sepeti di atas, dizaman sekarang kawula muda
kebanyakan akan meniru mode-mode yang lagi ngetrend, mereka menjadikan artis pujaannya
sebagai rujukan dalam hal berpenampilan, oleh karenanya islam sudah jauh-jauh hari menata hukum
demi kemaslahatan umatnya sebagai bekal untuk menghadapi gemilirnya mode-mode era baru
termasuk salah satunya adalah mode costum wig, sehingga umatnya sudah tak ragu lagi dengan
mode baru yang akan mereka hadapi di zaman mendatang meski tidak sepenuhnya mode-mode
tersebut diharamkan selama masih ada batasan-batasan syariat didalamnya
Dalam kitab mugni muhtaj disana juga di terangkan bahwa memakai wig yang terbuat dari rambut
manusia hukumnya haram dengan alasan memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia sangat
diharamkan oleh islam dengan tujuan agar kemuliaan manusia tetap selalu terjaga, karena jika
bagian tubuh manusia bisa diperjual belikan itu sudah menurunkan kemuliaan manusia sebab
hakikatnya anggota tubuh manusia bukanlah barang yang berhak diperjual belikan
Imam syafii juga menguatkan pedapat diatas tentang keharaman memakai wig yang terbuat dari
rambut manusia dengan alasan rambut manusia adalah bagian tubuh manusia yang harus
dimuliakan, selain itu juga ada unsur penipuan dalam memakai wig karena orang lain akan terkecoh
dan merasa dibohongi kalau seandainya tau bawa rambut yang dikenakannya bukan rambut asli.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapet tentang hukum memakainya,
-Imam Syafii
Menuru imam syafii wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia hukumnya masih diperinci
1. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya tidak diharamkan seperti domba, unta,
dan lain sebagainya maka hukumnya diperbolehkan.
2. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya diharamkan untuk dimakan maka
hukumnya dilarang.
3. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang sudah menjadi bangkai maka hukumnya adalah
dilarang juga.
-Imam Malik
Imam Maliki dan sebagian Ulama lainnya berpendapat bahwa wig jenis ini adalah hukumnya tetap
haram, karena Hadits Asma binti Abu Bakar yang berbunyi, Bahwa Rasulullah Saw. melaknat wanita
yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu) dan wanita yang minta disambungkan
rambutnya yang dijadikan sandaran pengharaman itu menunjukkan keumuman dan tidak ada
kekhususan yang mengarah kepada rambut manusia saja, lagipula walaupun bukan dari bagian
tubuh manusia, wig jenis ini juga sudah merupakan perbuatan penipuan dan juga merupakan bagian
dari perbuatan merubah ciptaan Allah.
-Imam Hanafi
Menurut Imam Hanafi bahwa wig yang berasal dari selain manusia hukumnya adalah boleh, karena
tidak ada unsur penipuan dan penyesatan
dan bukan pula yang dimaksud dari Hadits Asma binti Abu Bakar diatas tadi Imam Maliki dan
sebagaian Ulama yang lainnya
-Imam Hambali
Menurut Imam Hambali sesungguhnya menyambung rambut (wig) dengan rambut selain rambut
manusia adalah haram hukumnya, ada pun jika ada sebuah keperluan yang mendesak maka boleh
memakai wig jenis ini. Karena dalam Kitab Mughni karya Ibnu Qudamah menyatakan bahwa
diharamkannya memakai wig jenis ini karena ada unsur penipuan, dan jika ada keperluan yang
mendesak maka diperbolehkan demi mencapai kemahlahatan bagi yang memakainya.
Dalam Kitab Tafsir al-Qurthubi dan juga Hasyiyah al-Adawi, disana juga menjelaskan bahwa Imam
Maliki dan Imam at-Thabari mengharamkan secara mutlak. Namun imam Maliki terdapat
pengecualian, yaitu jika wig tersebut berasal dari benang yang jauh dari penyerupaan rambut dan
juga tidak memiliki warna seperti rambut manusia, maka hukumnya tidak dilarang selama tidak
diniatkan untuk mempercantik diri dan membanggakan diri, karena hal itu bukanlah termasuk dari
penipuan, karena Hadits tersebut lebih mengarah kepada penyerupaan bentuk rambut manusia, hal
ini juga diungkapkan oleh Imam Muhammad bin Ismail Al Amir Ash Shan'ani dalam kitabnya yang
terkenal Subulu as-Salam bahwa menyambung rambut (wig) memakai benang yang tidak menyerupai
rambut manusia asli maka hukumnya diperbolehkan.
Itulah pendapat dari keempat Imam mengenai hukum wig yang berasal dari selain manusia, agar kita
mengerti dan bisa memahami, dan juga agar kita tidak langsung menghukumi orang yang memakai
wig secara serampangan. Kita harus mengerti wig jenis apakah yang dipakainya, dan imam manakah
yang diikutinya, agar terjadi saling mengerti dan memahami antar sesama umat Islamitu adalah hal
yang biasa saja tanpa memperdulikan hukum yang ada dibalik pemakaian costum kecantikan
tersebut
Terus sekarang bagaimana kita menyikapi fenomena sepeti di atas, dizaman sekarang kawula muda
kebanyakan akan meniru mode-mode yang lagi ngetrend, mereka menjadikan artis pujaannya
sebagai rujukan dalam hal berpenampilan, oleh karenanya islam sudah jauh-jauh hari menata hukum
demi kemaslahatan umatnya sebagai bekal untuk menghadapi gemilirnya mode-mode era baru
termasuk salah satunya adalah mode costum wig, sehingga umatnya sudah tak ragu lagi dengan
mode baru yang akan mereka hadapi di zaman mendatang meski tidak sepenuhnya mode-mode
tersebut diharamkan selama masih ada batasan-batasan syariat didalamnya
Dalam kitab mugni muhtaj disana juga di terangkan bahwa memakai wig yang terbuat dari rambut
manusia hukumnya haram dengan alasan memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia sangat
diharamkan oleh islam dengan tujuan agar kemuliaan manusia tetap selalu terjaga, karena jika
bagian tubuh manusia bisa diperjual belikan itu sudah menurunkan kemuliaan manusia sebab
hakikatnya anggota tubuh manusia bukanlah barang yang berhak diperjual belikan
Imam syafii juga menguatkan pedapat diatas tentang keharaman memakai wig yang terbuat dari
rambut manusia dengan alasan rambut manusia adalah bagian tubuh manusia yang harus
dimuliakan, selain itu juga ada unsur penipuan dalam memakai wig karena orang lain akan terkecoh
dan merasa dibohongi kalau seandainya tau bawa rambut yang dikenakannya bukan rambut asli.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapet tentang hukum memakainya,
-Imam Syafii
Menuru imam syafii wig yang terbuat dari bahan selain rambut manusia hukumnya masih diperinci
1. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya tidak diharamkan seperti domba, unta,
dan lain sebagainya maka hukumnya diperbolehkan.
2. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang dagingnya diharamkan untuk dimakan maka
hukumnya dilarang.
3. Rambut atau bulu yang berasal dari hewan yang sudah menjadi bangkai maka hukumnya adalah
dilarang juga.
-Imam Malik
Imam Maliki dan sebagian Ulama lainnya berpendapat bahwa wig jenis ini adalah hukumnya tetap
haram, karena Hadits Asma binti Abu Bakar yang berbunyi, Bahwa Rasulullah Saw. melaknat wanita
yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu) dan wanita yang minta disambungkan
rambutnya yang dijadikan sandaran pengharaman itu menunjukkan keumuman dan tidak ada
kekhususan yang mengarah kepada rambut manusia saja, lagipula walaupun bukan dari bagian
tubuh manusia, wig jenis ini juga sudah merupakan perbuatan penipuan dan juga merupakan bagian
dari perbuatan merubah ciptaan Allah.
-Imam Hanafi
Menurut Imam Hanafi bahwa wig yang berasal dari selain manusia hukumnya adalah boleh, karena
tidak ada unsur penipuan dan penyesatan
dan bukan pula yang dimaksud dari Hadits Asma binti Abu Bakar diatas tadi Imam Maliki dan
sebagaian Ulama yang lainnya
-Imam Hambali
Menurut Imam Hambali sesungguhnya menyambung rambut (wig) dengan rambut selain rambut
manusia adalah haram hukumnya, ada pun jika ada sebuah keperluan yang mendesak maka boleh
memakai wig jenis ini. Karena dalam Kitab Mughni karya Ibnu Qudamah menyatakan bahwa
diharamkannya memakai wig jenis ini karena ada unsur penipuan, dan jika ada keperluan yang
mendesak maka diperbolehkan demi mencapai kemahlahatan bagi yang memakainya.
Dalam Kitab Tafsir al-Qurthubi dan juga Hasyiyah al-Adawi, disana juga menjelaskan bahwa Imam
Maliki dan Imam at-Thabari mengharamkan secara mutlak. Namun imam Maliki terdapat
pengecualian, yaitu jika wig tersebut berasal dari benang yang jauh dari penyerupaan rambut dan
juga tidak memiliki warna seperti rambut manusia, maka hukumnya tidak dilarang selama tidak
diniatkan untuk mempercantik diri dan membanggakan diri, karena hal itu bukanlah termasuk dari
penipuan, karena Hadits tersebut lebih mengarah kepada penyerupaan bentuk rambut manusia, hal
ini juga diungkapkan oleh Imam Muhammad bin Ismail Al Amir Ash Shan'ani dalam kitabnya yang
terkenal Subulu as-Salam bahwa menyambung rambut (wig) memakai benang yang tidak menyerupai
rambut manusia asli maka hukumnya diperbolehkan.
Itulah pendapat dari keempat Imam mengenai hukum wig yang berasal dari selain manusia, agar kita
mengerti dan bisa memahami, dan juga agar kita tidak langsung menghukumi orang yang memakai
wig secara serampangan. Kita harus mengerti wig jenis apakah yang dipakainya, dan imam manakah
yang diikutinya, agar terjadi saling mengerti dan memahami antar sesama umat Islam
Softlen bagi pandangan islam
Softlens atau kontak lensa selalu identik dengan keberadaan kaum perempuan. Bahkan sangat
menjadi hal yang wajar bagi kalangan tersebut. softlens kini merambah menjadi hal yang bukan baru
lagi. Variasi warna yang disediakan membuat kita terkadang tergiur dan ingin sesegera mungkin
memakainya. Tapi bila kita telaah lebih lanjut, tahukan Anda hukum dalam
pemakaian softlens menurut kaidah Islam? Sedikit akan kami bahas dalam pembahasan ini.
Dalam kategorinya, softlens dibagi menjadi dua macam. Softlensuntuk berobat dan softlens untuk
hiasan mata (perhiasan). Softlensuntuk hiasan mata biasanya tersedia dengan variasi warna yang
berbeda-beda. Mulai dari merah, hijau, biru dan warna-warna lain yang akan membuat mata terlihat
lebih menawan dan indah.
Pengertian dari softlens untuk pengobatan sendiri adalah softlens yang digunakan dan dikhususkan
bagi mereka menderita mata minus, plus, maupun silinder. Penggunaannya pun harus dengan resep
dokter. Maka penggunaan dalam hal ini dikatakan boleh.
Lalu, bagaimana dengan hukum softlens untuk perhiasan? Hukumnya dapat dikatakan sama dengan
mengenakan perhiasan. Bila menggunakannya untuk menyenangkan sang suami maka hal tersebut
diperbolehkan. Dan bila digunakannya untuk yang lain, maka hendaklah tidak dengan menimbullkan
adanya fitnah. Dipersyaratkan juga untuk tidak menimbulkan bahaya. Misalnya iritasi, alergi mata
atau infeksi. Tidak diperkenankan juga bila didalamnya ada unsur untuk menyia-nyiakan harta.
Karena itu lah yang tidak Allah sukai.
Menyia-nyiakan harta dalam hal ini harus diperhatikan. Mengapa? Karena harga softlens yang
memiliki kualitas bagus berkisar antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-. Bahkan ada
yang lebih dari itu. Dari kisaran harta tersebut, maka hendaknya diperhatikan dalam hal israaf atau
menyia-nyiakan harta.
Allah berfirman:
1. Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan (Al Anam:141)
2. Sesungguhnya para pemboros itu saudaranya para setan (Al Isra: 27)
Lagi. Dikatakan juga untuk pemakaian softlens agar tidak melenceng. Misalnya, menggunakan
warna softlens yang merah, biru atau warna mencolok lainnya. Padahal mayoritas orang Indonesia
memiliki warna mata hitam dan coklat. Karena hal tersebut dikhawatirkan dapat mengakibatkan sikap
mencari ketenaran.
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata, Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa mengenakan
pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari
kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.
Hadist diatas menerangkan larangan dalam mengenakan suatu perhiasan yang berlebih. Apalagi
mendatangkan madlarat untuk diri sendiri. Itulah mengapa bagi kaum perempuan yang hendak
mengenakan softlens untuk tidak memiliki sikap mencari ketenaran atau ingin menjadi pusat
perhatian yang berujung kepada kesombongan dan takabbur.
Oleh sebabnya, gunakan lah perhiasan Anda sebagai mana mestinya. Agar tidak menimbulkan fitnah
dan keburukan lain yang akan menimpa diri sendiri.
Sebagai orang muslim selain mengetahui bahayanya dan cara mencegah bahaya tersebut tentulah
juga harus mengetahui hukum dari penggunaan soflens itu sendiri. Dalam agama islam penggunaan
soflens di saat sekarang ini adalah untuk kecantikan sehingga tergolong sebagai perhiasan. Dalam
berhias menurut ajaram islam diperbolehkan asalakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam syariat islam. Penggunaan soflens juga dihalalkan karena penggunaanya bisa sebagai
perhiasan dan juga pengobatan. Ada beberapa merek soflens yang dihalalkan oleh MUI misalkan
Lensza, dan salsabila. Dalam penggunaan soflens agar tidak menjadi haram atau mubah maka yang
harus diperhatikan adalah:
1. Penggunaan soflens bertujuan untuk memperbaiki penglihatan
2. Berhias untuk kepuasan suami dan tidak memiliki niatan untuk pamer
3. Menggunakan soflens yang terujia kesehatannya dan sudah mendapatkan sertifikat halal
agar tidak menyakiti diri sendiri.
4. Sebaiknya digunakan seperlunya saja bertujuan agar tidak menyia-nyiakan harta.
5. Penggunaan soflens tidak boleh pertujuan untuk menarik perhatian orang dan mencari
ketenaran khususnya pada laki-laki.
Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Al
Anam:141)
Sesungguhnya para pemboros itu saudaranya para setan (Al Isra: 27)
Kemudian yang perlu diperhatikan juga jika menggunakan lensa kontak berwarna, bisa jadi kita akan
termasuk mencari ketenaran (libas syuhrah). Bayangkan jika menggunakan lensa kontak berwarna
ekstrim misalnya merah atau biru yang tidak lazim pada orang indonesia. Jika memang akan
menyebabkan atau berniat libas syuhrah maka harus dihindari,
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian
kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.
Hadits ini menunjukkan haramnya memakai pakaian untuk ketenaran dan tidaklah dalam hadits ini
khusus pada pakaian saja bahkan bisa terjadi pada orang miskin yang memakai pakaian berbeda
dengan apa yang dipakai oleh masyarakat supaya manusia melihatnya sehingga mereka menjadi
kagum dan menyakininya.
Syuhrah artinya menampakkan sesuatu (termasuk lensa kontak berwarna, pent) dengan maksud
apa yang dikenakan akan terkenal di antara manusia dengan menyelisihi warnanya (misalnya) maka
manusia akan memfokuskan pandangan padanya kemudian ia sombong dan takabbur.
http://kultum648.blogspot.co.id/2015/03/hukum-menggunakan-soflens-dalam-agama.html
Operasi plastik (plastic surgery) atau dalam bahasa Arab disebut jirahah at-tajmil adalah
operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau
untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas, atau
rusak. (Al-Mausuah at-Thibbiyah al-Haditsah, 3/454).
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram.
Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah,
berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW
bersabda,Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula
obatnya. (HR Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula,Wahai hamba-hamba Allah
berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali
menurunkan pula obatnya. (HR Tirmidzi, no.1961).
1. Operasi Plastik yang Diharamkan
Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk
mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan
atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung,
dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di
wajah, dan sebagainya.
Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : dan akan aku (syaithan) suruh mereka
(mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. (QS An-Nisaa` :
119). Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu
mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah
mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik untuk mempercantik diri
termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. (M. Al-
Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 194).
Selain itu, terdapat hadis Nabi SAW yang melaknat perempuan yang merenggangkan
gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni). (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis ini
terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk mempercantik diri (lil husni). (M.
Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al-Fiqh Al-Islami, hal. 37). Imam Nawawi
berkata,Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan untuk
mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau karena cacat
pada gigi, maka tidak apa-apa. (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu,
operasi plastik untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram. Wallahu alam.
Kalau bedah plastik yang sifatnya bedah rehabilitasi, maka itu justru dianjurkan dalam
Islam, sebab hal itu mutlak dibutuhkan. Misalnya bibir sumbing atau kasus Lisa, yang
cukup menyedot perhatian khalayak. Wajahnya tak lagi berbentuk selayak orang yang
normal. Bayangkan kalau Lisa tidak di operasi, hal itu akan menjadi beban fisik dan
psikologis tersendiri baginya.
Sedangkan apabila kasusnya merubah-rubah apa yang telah diciptakan oleh Allah,hal itu
jelas telah melampaui batas kewajaran. Allah telah mengingatkan kita agar jangan
sampai melebihi batas. Seperti dalam firman berikut yang artinya:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau
bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah
membunuh manusia seluruhnya dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi (Al-
Maidah : 32)
https://kitabsalafindonesia.wordpress.com/2013/09/19/operasi-plastik-menurut-pandangan-islam/
Hukum menyemir
Apalagi banyak anak muda yang melakukannya, padahal biasanya rambut
mereka belum bermasalah (belum beruban), apakah hal ini diperbolehkan?
Dari Jabir radhiyallahu anhu, dia berkata, Pada hari penaklukan Makkah, Abu
Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah
memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi
hindarilah warna hitam. (HR. Muslim no. 2102)
Hinna adalah pewarna rambut berwarna merah sedangkan katam adalah pohon
Yaman yang mengeluarkan zat pewarna hitam kemerah-merahan.
Lalu bagaimana jika mewarnai rambut yang belum beruban? Hanya untuk
mengikuti tren seperti artis barat atau korea?
Niat yang seperti ini bisa tergolong tasyabuh yakni meniru-niru gaya kaum selain
muslimin: Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
bagian dari mereka. (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031, hasan menurut
Al Hafizh Abu Thohir)
Dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullahshallallahu alaihi
wa sallam bersabda, Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang
menyerupai selain kami (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan).
Dengan demikian, jelas bahwa mewarnai rambut adalah boleh hanya untuk
menutupi uban dan itu pun tidak diperkenankan memakai warna hitam.
Alhamdulillah
Pertama:
Menyemir rambut dibolehkan dengan semua warna, kecuali warna hitam. Tidak
ada bedanya dalam masalah ini, baik orang tua atau anak muda. Tidak mengapa
menyemir rambut sebelum keluar uban.
Disebutkan dalam Fatwa Lajnah Daimah (5/168) soal berikut, "Saya melihat
sebagian orang menggunakan sejumlah bahan untuk mewarnai rambutnya,
apakah hitam atau merah. Ada pula yang menggunakan bahan-bahan tertentu
untuk melembutkan rambut keriting. Apakah hal ini boleh, dan apakah ada
bedanya antara anak muda dan orang tua?
"( )
"Rubahlah warna uban itu, dan jauhi warna hitam." (HR. Muslim, no. 2102)
Wabillahittaufiq.
Termasuk dalil yang menunjukkan pelarangan hal tersebut adalah apa yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4212, dari Ibnu Abbas, dia berkata, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
)
(
"Akan ada di akhir zaman, kaum yang menyemir rambutnya seperti bulu
merpati, maka dia tidak mencium bau surga." (Hadits dishahihkan oleh Al-Albany
dalam Shahih Abu Daud)
Terkait dengan haditnya ini oleh Imam Albany dalam Kitab Misykatul Mashabih
dikatakan jayid (baik).
Kedua:
Penting diperhatikan tentang kaidah umum soal perhiasan dan selainnya. Yaitu
dilarang apabila mengandung penyerupaan yang diharamkan. Seperti
menyerupai orang kafir dan orang fasik. Karena hal ini diharamkan berdasarkan
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
( 4031 )
"Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari mereka." (HR. Abu
Daud, 4031, dishahihkan oleh Al-Albany)
Karena itu, sebelum masalah menyemir rambut yang diajukan penanya dihukumi
boleh, penting dipastikan dahulu bahwa tindakannya tersebut tidak menyerupai
orang kafir atau orang fasik atau siapa saja yang menjadi idola pemuda dari
kalangan artis, atlit atau semacamnya.
Ketiga:
Keempat:
Disamping bahwa menyemir rambut yang dikatakan sunah bukan dari sisi
menyemirnya, akan tetapi dari sisi tujuannya, yaitu untuk merubah uban dan
berbeda dari Yahudi dan Nashrani dalam masalah ini. Berdasarkan hadits Nabi
shallallahu alaihi wa sallam,
(1674 4986 )
"Rubahlah (warna) uban dan jangan serupakan Yahudi." (HR. Nasai, no. 4986,
Tirmizi, no. 1674)
Dalam riwayat Musim (3924) disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
saat melihat uban di kepada bapak Abu Bakar, beliau berkata, "Rubahlah itu
dengan sesuatu."
Dengan demikian, maka menyemir rambut tanpa adanya uban tidak termasuk
sunah dan tidak dianggap sebagai meneladani, karena tidak ada tuntutan untuk
itu dan tidak ada maslahat syar'iah karena menyemir uban.
Paling tinggi derajatnya dia adalah mubah selama tidak ada unsur tasyabbuh
(penyerupaan) atau bahaya kesehatan atau semacamnya. Maka jika demikian,
diharamkan.
Wallahua'lam.
https://islamqa.info/id/45191