Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera otak adalah suatu keadaan dimana kepala mengalami benturan yang
cukup kuat sehingga menyebabkan otak mengalami trauma atau benturan yang
menyebabkan Costae Cranial pecah dan dan pecahannya melukai otak. Trauma dapat
berupa benturan benda tumpul, kecelakaan sepeda motor atau jatuh. Cedera otak juga
merupakan salah satu dari sekian banyak penyebab kematian pada remaja dan dewasa
muda (Irwana, 2009).
Prevalensi kejadian cedera paling banyak disebabkan oleh jatuh 40,9% dan
kecelakaan lalu lintas 40,6% serta benda tumpul/tajam 7,3%, setengah dari cedera yang
terjadi mengakibatkan cedera kepala yang berakhir pada cedera otak berat
(KEMENKES, 2013). Angka kematian pasien di ambulan yang disebabkan berbagai
macam faktor seperti banyaknya kemacetan, penanganan yang terlambat sampai tidak
kompetennya perawat ambulan mencapai 40% dari keseluruhan kasus cedera otak berat
(Jannah, 2015).
Prehospital merupakan pelayanan yang dilakukan oleh perawat ambulans di
luar rumah sakit pada keadaan gawat darurat baik trauma maupun bukan. Pelayanan
prehospital berpusat di Rumah Sakit dengan sistem hospital based. Pelayanan
prehospital akan diberikan setelah ada informasi yang diterima oleh operator yang ada
di Rumah Sakit. Pusat komunikasi ini berada di Instansi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit (Jannah, 2015). Pelayanan ambulans tidak bisa dipisahkan dari kemampuan
petugas ambulans. Petugas ambulans adalah perawat ambulans yang memberikan
penanganan di luar Rumah Sakit dan juga adalah perawat yang telah teregistrasi, dan
memiliki ketrampilan dalam penatalaksanaan di prehospital. Peningkatan kebutuhan
akan pelayanan ambulans dari masyarakat, menuntut perawat memiliki kompetensi
yang cukup untuk melakukan tindakan dalam memberikan pelayanan Proses
pengkajian yang dilakukan secara sistematis yang dimulai dari memeriksa kesadaran,
melakukan Resusitasi jantung Paru (RJP) dan tindakan defibrilasi harus dilakukan
secara cepat (Jannah, 2015).
Banyaknya angka kejadian cedera otak berat menuntut perawat ambulan untuk
memiliki kemampuan yang kompeten agar korban dapat mencegah kecacatan
permanen dan sembuh total. Oleh karena itu kami selaku mahasiswa memberikan

1
kontribusi dengan cara memaparkan analisis jurnal dengan tujuan untuk meningkatkan
kesadaran perawat bahwa peningkatan kompetensi sangat berpengaruh pada tingkat
keselamatan pasien dengan cedera pada saat prehospital di ambulan.
1.2 Tujuan
 Memaparkan informasi terkini dengan evidence based di area keperawatan
ambulan saat prehospital.
 Meningkatkan critical thinking tentang manfaat hasil penelitian tersebut bagi
keperawatan ambulan saat prehospital.

2
BAB II

JURNAL PENELITIAN

Has increased nursing competence in the ambulance services impacted on pre-hospital


assessment and interventions in severe traumatic brain-injured patients?

3
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Penelitian

3.1.1. Judul Penelitian

Has increased nursing competence in the ambulance services impacted on pre-hospital


assessment and interventions in severe traumatic brain-injured patients?

3.1.2. Pengarang
Ann-Charlotte Falk; Karolinska Institutet, Department of Neurobiology, Care Sciences
and Society, Karolinska Institutet, Alfred Nobels Allé 23, III, 141 83 Huddinge,
Stockholm, Sweden.
Annika Alm; Karolinska Institutet, Department of Neurobiology, Care Sciences and
Society, Karolinska Institutet, Alfred Nobels Allé 23, III, 141 83 Huddinge,
Stockholm, Sweden.
Veronica Lindström; 2Karolinska Institutet, Department of Clinical Science and
Education, Södersjukhuset, Academic EMS in Stockholm, Stockholm, Sweden.

3.1.3. Sumber

Falk et al. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2014,
22:20 http://www.sjtrem.com/content/22/1/20

3.1.4. Major/ Minor subject (Key Words)

Pre-hospital management, Competence, Patient outcome

3.1.5. Abstract

Objective: Trauma is one of the most common causes of morbidity and mortality in modern
society, and traumatic brain injuries (TBI) are the single leading cause of mortality among
young adults. Pre-hospital acute care management has developed during recent years and
guidelines have shown positive effects on the pre-hospital treatment and outcome for
patients with severe traumatic brain injury. However, reports of impacts on improved

4
nursing competence in the ambulance services are scarce. Therefore, the aim of this study
was to investigate if increased nursing competence level has had an impact on pre-hospital
assessment and interventions in severe traumatic brain-injured patients in the ambulance
services.

Method: A retrospective study was conducted. It included all severe TBI patients (>15
years of age) with a Glasgow Coma Score (GCS) of less than eight measured on admission
to a level one trauma centre hospital, and requiring intensive care (ICU) during the years
2000–2009.

Results: 651 patients were included, and between the years 2000–2005, 395 (60.7%)
severe TBI patients were injured, while during 2006–2009, there were 256 (39.3%)
patients. The performed assessment and interventions made at the scene of the injury and
the mortality in hospital showed no significant difference between the two groups.
However, the assessment of saturation was measured more frequently and length of stay
in the ICU was significantly less in the group of TBI patients treated between 2006–2009.

Conclusion: Greater competence of the ambulance personnel may result in better


assessment of patient needs, but showed no impact on performed pre-hospital
interventions or hospital mortality.

3.1.6. Tanggal Publikasi

Received: 23 July 2013 Accepted: 7 March 2014 .Published: 19 March 2014

3.2 Deskripsi penelitian berdasarkan metode PICO:

3.2.1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kompetensi
perawat ambulan memiliki dampak pada pengkajian dan intervensi prehospital terhadap
pasien dengan cedera otak traumatik yang parah di ambulan.

3.2.2. Desain Penelitian

A retrospective study

5
3.2.3. Analisis PICO dan Critical Thingking

3.2.3.1. Populasi / Sample

Data sampel didapatkan dari database cedera trauma otak antara tahun 2000 –
2009, termasuk semua orang dewasa (> 15 tahun) yang menderita cedera trauma otak
dengan GCS (Glaslow Coma Scale) kurang dari 8, membutuhkan perawatan intensif,
tidak ada pasien yang dikecualikan.

Responden berjumlah 651 pasien, yang dikumpulkan dari daftar korban trauma,
395 pasien diantaranya mengalami cedera pada tahun 2000 – 2005, kemudian 256
pasien sisanya mengalami cedera pada tahun 2006 – 2009, yang kemudian dibagi
menjadi dua grup berdasarkan tahun terjadinya cedera untuk dibandingkan.

3.2.3.2. Critical thinking

Cluster Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana pemilihannya


mengacu pada kelompok bukan pada individu. Cara seperti ini baik sekali untuk
dilakukan apabila tidak terdapat atau sulit menentukan/menemukan kerangka sampel,
meski dapat juga dilakukan pada populasi yang kerangka sampelnya sudah ada
(Ahmed, 2009).
3.2.3.3. Intervensi/Proses Analisa Data

Data dikumpulkan dari pusat data rumah sakit yang berisi variabel demografi
(umur, jenis kelamin, mekanisme dan jenis cedera serta skor GCS) dan dokumentasi
prehospital pada GCS awal, pelaksanaan pengkajian tanda – tanda vital dan intervensi
terutama pada jalan nafas dan sirkulasi.

Ukuran tingkat kesadaran pada GCS adalah dengan skor: membuka mata,
respon motorik dan respon verbal, skor bervariasi antara 3 – 8 (cedera otak berat), 9 –
13 (cedera otak sedang) dan 14 – 15 (cedera otak ringan). Pada penelitian ini cedera
otak traumatik parah ditunjukkan dengan skor GCS dibawah 8 berdasarkan ketentuan
rumah sakit.

3.2.3.4. Critical thinking

GCS adalah skala perhitungan kesadaran yang mengevaluasi 3 bagian. Seperti,


gerakan mata, respon motorik dan respon verbal dan dirancang untuk pasien dengan

6
cedera serius atau pasca operasi dan biasanya digunakan untuk pemantauan jangka
panjang (Rao, 2015).

AVPU adalah skala perhitungan kesadaran yang lebih sederhana dibanding


dengan GCS, AVPU sendiri mengkaji beberapa bagian seperti “Alert” yang berarti
bersiaga terhadap tingkat kesehatan seseorang yang biasanya terlihat sehat tiba – tiba
menjadi sakit. “Verbal” yang berarti mencoba menanyakan keadaan pasien atau
memanggil pasien untuk memastikan apakah pasien masih sadar atau tidak, kemudian
“Pain” adalah melakukan rangsangan nyeri pada bagian tubuh pasien seperti menekan
kuku pasien dengan benda keras seperti pulpen atau yang lainnya dan yang terakhir
adalah Unresponse/Unconcious yang berarti pasien sudah dinyatakan tidak sadarkan
diri. Teknik ini sering digunakan untuk pengamatan jangka pendek atau pada saat
kejadian (Rao, 2015).

3.2.3.5. Compare

Perbandingan pada hasil analsis data pada kedua kelompok yaitu kelompok
tahun 2000 – 2005 pada hasil pengkajian pasien (57%) dan kelompok tahun 2006 –
2009 pada hasil pengkajian pasien (67%).

3.2.3.6. Outcome

Hasil dari analisis data didapatkan bahwa 84% dari pasien ditransportasikan ke
rumah sakit dengan menggunakan ambulan, sedangkan 16% menggunakan helikopter.

- Pelaksanaan pengkajian dan intervensi


Pelaksanaan pengkajian dan intervensi dibuat pada saat terjadi cedera, pada
dasarnya hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
pelaksanaan pengkajian dan intervensi pada dua grup.
Pengkajian saturasi terhitung lebih sering setelah tahun 2006 (57% vs 67%). Tidak
ada perbedaan antara dua grup apabila anggota ambulan tidak mempunyai asisten
perawat anastesi atau dokter pada helikopter.
Mengenai hasil primer diukur dengan angka kematian di rumah sakit, tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik (χ2 = 0,087, df = 1, p = 0,77) antara kedua
kelompok. Namun, lama rata-rata tinggal di ICU secara signifikan kurang pada
kelompok pasien selama 2006-2009 (P =. 0001).

7
3.3. Kelebihan dan Kekurangan

3.3.1. Kelebihan

Pengambilan data sampel yang dilakukan dapat dengan jelas memberikan


gambaran pada dampak peningkatakn kompetensi perawat ambulan di prehospital
terhadap pengkajian dan intervensi pada pasien dengan cedera otak berat.

3.3.2. Kekurangan

Metodologi retrospektif tidak memberikan memungkinan untuk mengacak


pasien yang di rawat oleh perawat atau tidak dan variabel mungkin tidak
terdokumentasikan dengan baik karena kurangnya dokumentasi di catatan medis
ambulan.

Hasil penelitian ini mungkin dapat berubah karena faktor – faktor eksternal yang
tidak diketahui seperti ketidaktersediaannya ambulan atau helikopter saat periode
penelitian (Falk, 2014).

3.4. Manfaat Penelitian

3.4.1. Manfaat Teoritis

Sebagai sumber referensi untuk meningkatkan sistem pendidikan


kegawatdaruratan khususnya pada keperawatan ambulan di prehospital.

3.4.2. Manfaat Praktis

Dalam praktik keperawatan dapat bermanfaat sebagai sumber motivasi dalam


meningkatkan kinerja dan kompetensi perawat ambulan di prehospital.

8
BAB IV

PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penerapan personil yang lebih kompeten di ambulan memiliki kemungkinan dalam
meningkatkan proses pengkajian pada kebutuhan pasien tapi tidak menunjukkan
peningkatan pada proses intervensi di prehospital dan penurunan angka kematian.
4.2. Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan berfokus pada evaluasi kontinu pada sistem
Emergency Medical Service (EMS) untuk meningkatkan hasil akhir dari pasien.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, S. (2009). Methods in Sample Surveys. hal. 2.

Falk, A.-C. (2014). Has Increased Nurisng Competence in the Ambulanca Service Impacted
on Pre-Hospital Assessment and Interventions in Severe Traumatic Brain-Injured
Patients? Scandinavian Journal, 1-5. http://www.sjtrem.com/content/22/1/20

Irwana, O. (2009). Cedera Kepala. DesMed, hal. 1.

Jannah, M. N. (2015). Studi Fenomologi: Kebutuhan Peningkatan KOmpetensi Perawat


Ambulans Dalam Pelayanan Di Prehospital Kalimantan Timur. The Indonesian Journal
of Health Science, 34.

KEMENKES, L. (2013). Riset Kesehatan dasar. jakarta: Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia.

Rao, D. S. (2015). Comparison of Avpu with Glasgow Coma Scale for Assessing Level of
Consciousness in Infants and Children. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences,
22.

10
LAMPIRAN

11

Anda mungkin juga menyukai