Anda di halaman 1dari 7

BIOMOLEKULER EDEMA OTAK

Disusun oleh: Wahyu Hendra Prabowo

Cairan di Otak
Pada mamalia, otak terdiri dari empat kompartemen cairan yang berbeda: darah di dalam
pembuluh darah otak, cairan cerebrospinal (CSF) di dalam sistem ventrikel dan rongga
subarachnoid, cairan intersisial disekeliling sel parenkim otak, dan cairan intraseluler didalam
sel neuron dan glia.
Empat kompartemen tersebut, masing masing memiliki komposisi dan volume yang unik dan
dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh barier sel khusus yang selektif terhadap aliran air
dan zat terlarut dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya. Barier tersebut antara lain,
sawar darah otak (blood-brain barrier) berupa sel endotel di otak, sawar darah-CSF berupa
plexus choroid, dan membren plasma glia dan neuron, yang mempertahankan komposisi air
dan zat terlarut yang tepat di antara cairan kompartemen yang berbeda, dan sangat penting
dalam fungsi neurologis. Lebih dari 70% cairan di sistem saraf pusat terdiri dari
kompartemen cairan intraseluler.

Definisi
Edema otak didefinisikan sebagai peningkatan kandungan air di parenkim otak. Redistribusi
cairan diantara kompartemen intra dan ekstraseluler, maupun peningkatan aliran darah otak
atau cairan CSF tidak masuk ke dalam edema otak.

Klasifikasi Edema
Telah lama diketahui bahwa edema otak dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama,
yakni cytotoxic (atau dikenal juga dengan cellular) edema atau vasogenic edema. Edema otak
merupakan proses yang kompleks dan bertahap, yang terdiri dari cytotoxic edema sel
neuroglial (dimana tidak diperlukan adanya aliran darah aktif) disertai dengan vasogenic
edema (membutuhkan aliran darah aktif)
Variasi dari dua bentuk edema utama diatas terdapat pada beberapa kondisi. Contohnya
transependymal edema dimana terdapat peningkatan cairan intersisial periventricular karena
gagalnya fungsi lapisan ependym di dinding ventrikel, sering pada kasus hidrosefalus
obstruktif atau komunikan. Hydrostatic edema merupakan variasi dari vasogenic edema yang
timbul jika tekanan perfusi otak meningkat mencapai titik dimana mekanisme autoregulasi
tidak dapat bekerja. Edema tipe ini dapat ditemukan pada kasus hypertensive
encephalopathies. Terakhir adalah osmotic (atau ionic) edema yang muncul jika osmolalitas
plasma lebih rendah dari pada osmolalitas otak dan terdapat pergerakan cairan dari vaskuler
ke cairan itersisial otak tanpa disetartai kerusakan BBB edema tipe ini terjadi pada kasus
iskemik otak. Walaupun terdapat klasifikasi edema otak yang berbeda-beda, dalam keadaan
klinis umumnya terjadi kombinasi dari tipe yang berbeda-beda tersebut bergantung dari jenis
dan waktu terjadinya kelainan/penyakit tersebut.

Edema Sitotoksik
Cytoxic edema: adalah pembengkakan sel patologis karena rusaknya regulasi volume sel.
Utamanya mengenai astrosit. Cytotoxic edema yang berdiri sendiri tidak menyebabkan
peningkatan kandungan cairan otak (edema otak), dan tidak meningkatkan TIK. Namun
keadaan ini berakibat buruk pada fungsi seluler dengan mengganggu konsentrasi metabolit
intraseluler.
Akibat dari kurangnya ATP pada sel yang ischemic, maka transport aktif sekunder (misalnya
via cotransporters), dan transport pasif (via ion channels) merupakan mekanisme primer
dimana di dalam sel terakumulasi zat terlarut pada saat cytotoxic edema. Keadaan ini
utamanya terjadi pada area penumbra pada kasus iskemik otak.
Berkurangnya ATP disetai dengan influk ion ekstraseluler tidak terkontrol, utamanya Na+,
yang masuk mengikuti gradien elektrokimianya. Influk ini difasilitasi oleh adanya energi
yang tersimpan karena adanya gradien ionik diantara dua sisi membran sel sebelumnya.
Influk ion Sodium kemudian akan menyebabkan influk Cl− melalui chloride channels, dan
akibat dari meningkatnya osmolaritas intraseluler maka terjadi inflow air diantaranya melalui
AQP channels. Cairan ekstraseluler mengalir ke dalam sel, menyebabkan peningkatan cairan
intraseluler, dan mengisi ruang ekstraseluler. Secara morfologis, proses ini mengganggu
arsitektur permukaan membran dengan terbentuknya bleb yang menonjol. Pada tahap awal
dari cytotoxic edema, sawar darah otak masih intak dan impermeable terhadap ion dan cairan,
jadi hilangnya ion dan cairan ekstraseluler tidak diganti. Karena itu, pergerakan cairan dalam
pembentukan cytotoxic edema tidak merubah volume total otak, walaupun terdapat
peningkatan ukuran sel. Cytotoxic edema merupakan proses penting di seluruh sel otak,
namun paling tampak di astrocytes.
Saat mekanisme kompensasi seperti pompa ion di membran plasma dilampaui atau gagal,
maka sel yang membengkak tadi akan mati. Jalur kematian sel ini dinamakan oncosis
(diambil dari kata yunani “onkos,” yang berarti pembengkakan) oleh von Recklinghausen,
dimana penamaan ini secara spesifik menunjukkan kematian sel karena pembengkakan.
Istilah ini lebih spesifik dari pada istilah “accidental cell death” atau “necrosis” dalam
klasifikasi kematian sel. Kematian onkosis sel juga berbeda dengan kematian apoptosis sel.
Dalam tingkatan mikroskop elektron, tampak perbedaan keduanya. Pada onkosis terjadi
peningkatan volume sel dan terjadi kerusakan plasmalemma dan organella membran, juga
hilangnya fosfolipid membran, sebaliknya apoptosis tampak sebagai involusi dan pengecilan
sel sebelum mati.

Edema Ionik
Ionic edema timbul pada fase awal adanya disfungsi endotel yang diakibatkan iskemia dan
mendahului timbulnya vasogenic edema. Karena cytotoxic edema sel neuroglia, rongga
ekstraseluler otak kekurangan ion dan cairan, sehingga menimbulkan gradien yang
menyebabkan pergerakan zat terlarut dan cairan dari kompartemen vaskuler ke rongga
ekstraseluler. Keaadaan itu bisa terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas sel endotel
karena peningkatan aktifitas atau ekspresi protein ion transport proteins yang dipicu adanya
ischemia atau toxic metabolites. Ionic edema sangat sedikit mengandung protein karena tight
junctions dari sawar darah otak masih intak. Karena sel endotel tidak mempunyai voltage-
gated sodium channels, maka kotransporter sekunder aktif NKCC1, yang tampak pada sisi
lumen endotel, kotransporter tadi memainkan peran penting dalam pembentukan ionic edema
dengan memasukkan sodium dan chloride ke daam sel. Kemudian sodium didalam sel kapiler
dikeluarkan ke rongga ekstraseluler otak menggunakan the Na+-K+-ATPase. Chloride dan
cairan akan mengiuti sodium melalui chloride channels dan aquaporins (e.g., aquaporin 1),

Edema Vasogenik
Vasogenic edema dihasilkan saat terdapat aliran cairan ke dalam rongga ekstraseluler
parenkim otak karena sawar darah otak yang inkompeten akibat rusaknya tight junctions dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Mekanisme yang menyebabkan perubahan permeabilitas
endotel pada vasogenic edema adalah pembengkakan sel endotel karena cytotoxic edema,
retraksi sel endotel, pembentukan gap interendotel, kerusakan tight junction, dan degradasi
enzimatik membrana basalils sel endothel. Ischemia-induced factors seperti thrombin dapat
menyebabkan gap di sawar darah otak melalui retraksi sel endotel setelah terjadinya episode
iskemik fokal seperti stroke dan intracerebral hematoma. VEGF, juga diinduksi oleh
ischemia, dapat mengganggu integritas fisik tight junctions endotel dan menyebabkan
timbulnya vasogenic edema. Vasogenic edema juga dapat terjadi karena adanya kerusakan
membran basal kapiler akibat enzim matrix metalloproteinases.

Tumor Otak
Peningkatan permeabilitas vaskuler pada kasus tumor otak manusia ditunjukkan dengan
penilaian menggunakan computed tomography pada sawar darah otak dan juga dengan
menggunakan deteksi imunohistokimia terhadap protein plasma di parenkim tumor.
Kebocoran sawar darah otak utamanya timbul karena kerusakan tight junctions interendotel.
Namun diperkirakan terdapat proses lain yang terlibat seperti endothelial pinocytosis dan
endothelial fenestrations. Abnormalitas tight junctions pada glioma berkaitan dengan
peningkatan keganasannya. Pada metastasis tumor, pembuluh darah otak gagal membentuk
tight junctions dan gagal mewarisi karekteristik pembuluh darah asal seperti ekspresi marker
endotel perifer misal aquaporin (AQP) 1. Hal ini menarik karena metastasis tumor
mengambil sel endotel dari jaringan otak sekitar untuk membuat pembuluh darah. Sel endotel
serebral yang mendarahi tumor otak mungkin mengalami dediferensiasi sebagai respon dari
sinyal yang diproduksi oleh sel tumor sekitarnya.
Dua alasan utama mengapa tumor mengalami defek tight junctions endotel adalah penurunan
jumlah astrosit normal di jaringan tumor, dan sekresi faktor angiogenik yang berlebihan.
Karena tumor yang agresif sedikit mengandung astrosit normal, maka jaringan tersebut akan
kekurangan faktor dari astrosit yang diperlukan untuk pembentukan BBB normal. Sel tumor
otak menghasilkan berbagai faktor angiogenik, seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF, dulu disebut vascular permeability factor) dan scatter factor/hepatocyte growth
factor (SF/HGF). VEGF yang tinggi dilaporkan pada anaplastic astrocytoma dan
Glioblastoma Multiforme (GBM), oedematous meningioma, dan tumor metastasis ke otak.
Pada kultur sel endotel otak dan retina, VEGF dan SF/HGF menyebabkan downregulation
dan fosforilasi komponen protein tight junction yaitu occludin dan ZO1, disertai adanya
peningkatan permeabilitas.
Terdapat dua penemuan penting yang memberikan pemahaman baru tentang proses edema
vaskuler. Pertama adalah abnormalitas molekuler dari tight junctions endotel tumor akan
meningkatkan permeabilitas sawar darah-tumor, kemudian akan mempercepat laju masuknya
cairan ke otak. Kedua adalah eliminasi dari cairan yang berlebih dari otak yang dikendalikan
oleh channel air yaitu AQP4.
Edema Pada Traumatic Brain Injury
TBI merupakan cedera komplek dan heterogen, dan penelitian terkini telah mencoba untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam TBI diantaranya hipotensi arterial,
hypoxia atau iskemia. Dengan menggunakan tekhnik MRI, edema vasogenik dapat diketahui
dari penambahan jarak difusi cairan, dan timbul dalam beberapa jam pertama setelah TBI,
yang kemudian akan diikuti oleh edema sitotoksik yang berlangsung lebih lambat dalam
beberapa hari dan menetap hingga 2 minggu. Pengamatan menggunakan jarak difusi air
tersebut telah dikonfirmasi dengan penilaian permeabilitas BBB, yang menunjukkan bahwa
sawar terbuka untuk protein plasma yang besar hanya dalam beberapa jam setelah TBI.
Namun, BBB tidak menutup begitu saja setelah terbuka tadi, bukti-bukti yang ada saat ini
menunjukkan bahwa BBB menutupp secara perlahan, dimana komponen vaskuler yang kecil
bersifat permeabel hingga 7 hari setelah TBI.
Hal-hal yang mengakibatkan permeabilitas yang persisten tersebut masih belum jelas, namun
diduga adanya gangguan post trauma pada sitoskeleton endotel dapat menyebabkan
pembukaan sawar endotel. Pada TBI, permeabilitas BBB paling maksimal terjadi saat 4–6 a
setelah TBI, kemudian akan menutup dan hanya permeabel untuk molekul yang lebih kecil
setelah lebih dari 7 hari. Berdasarkan pemahaman peran vaskuler dalam kandungan cairan
otak dan perubahan tekanan intrakranial, maka jelas pemahaman perubahan BBB setelah TBI
dan kontribusinya terhadap edema. Hal ini penting untuk mengembangkan intervensi yang
potensial. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa kandungan air di otak setelah TBI
maksimal pada hari ke 2-3 setelah trauma, saat itu juga terjadi puncak peningkatan TIK.
Pembengkakan dan kandungan air di otak yang maksimal pada hari tersebut walaupun terjadi
penutupan BBB terhadap molekul plasma setelah 6 jam, diduga karena addanya peran aktif
vaskuler. Pembukaan BBB pada awalnya akan mengakibatkan edema vasogenik murni, akan
tetapi setelahnya akan berkembang juga edema sitotoksik. Cytotoxic edema terjadi perlahan
sejalan dengan cedera seluler yang timbul, dan akan sangat menonjol jika semakin banyak sel
yang cedera. AQPs, MMPs (endopeptidase terkait zinc terlibat dalam proses remodelling
jaringan pada berbagai kondisi patologis) dan agen inflamasi vasoaktif merupakan mediator
potensial dari edema otak setelah TBI. Terjadinya inflamasi, baik klasik dan neurogenik,
akan menghasilkan sejumlah zat diantaranya tachykinins (substansi P). Zat ini umumnya
berperan aktif dalam meningkatkan permeabilitas BBB setelah trauma. Inflamasi neurogenik
adalah proses dimana terjadi vasodilatasi, ekstravasasi plasma dan hipersensitifitas saraf
akibat pelepasan neuropeptidase oleh saraf sensorik.
Cedera Otak Iskemik dan Edema Otak
Karena metabolisme otak hampir seluruhnya bergantung pada oksidasi glukosa darah,
penurunan signifikan aliran darah otak akan mengakibatkan penurunan metabolisme jaringan
yang cepat, yang diikuti kerusakan jaringan yang parah. Edema sitotoksik, ionik, dan
vasogenik timbul akibat perubahan permeabilitas pada sawar seluler otak yang diinduksi oleh
proses iskemik. Perubahan permeabilitas tersebut diakibatkan stimulasi patologik channel ion
dan protein transport di sawar darah otak, plexus koroid, dan sel neuroglial.
Tipe awal, dan terkadang yang paling menonjol, edema otak pada kasus iskemik adalah
cytotoxic edema. Edema sitotoksik menambah akumulasi zat terlarut di dalam sel secara
osmotik, hal ini tidak hanya menyebabkan pembengkakan sel namun juga mempengaruhi
gradien ion yang menyebabkan pasase cairan transendotel ke rongga ekstraseluler. Karena
jumlah astrosit jauh melebihi sel saraf, maka uptake zat terlarut ke dalam astrosit utamanya
bertanggung jawab terhadap edema sitotoksis. Karena penurunan ATP pada sel iskemik,
maka transport aktif sekunder (misal via kotransporter) dan transport pasif merupakan
mekanisme primer penyebab akumulasi zat terlarut di dalam sel di daerah penumbra selama
proses edema sitotoksik.
Asam amino eksitatorik seperti glutamat juga berperan penting dalam mekanisme cedera sel
iskemik tidak hanya dengan merangnsang aksotokstisitas neuron namun juga dengan
menstimulus masuknya sodium dan chlorida yag menyebabkan edema sitotoksik. Glutamat
normalmya dilepaskan ke synaps synaps saraf terrminal dalam konsentrasi milimolar, ia akan
memediasi transmisi synaptik eksitatorik dengan cara berikatan pada setidaknya dua reseptor
channel ion yang berpasangan, diantaranya N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan non-NMDA
types seperti reseptor AMPA. Reseptor NMDA berkaitan dengan chanel kation voltage-
sensitive dan high-conductance yang permeabel terhadap sodium dan calcium. Dalam
keadaan normal, glutamat secara cepat akan dibersihkan dari synaps. Namun pada keadaan
iskemik, kadar glutamat ekstraseluler meningkat hingga > 150 kali lipat karena
pembersihannya yang terganggu. Kadar glutamat yang tinggi tersebut mengakibatkan cedera
sel saraf dan lial hingga kematian beberapa sel tersebut denga merangsang masuknya sodium,
chlorida dan air sehingga mengakibatkan pembengkakan sel yang luas.
Peran gaya hidrostatik, gaya osmotik, dan permeabilitas kapiler dalam pergerakan cairan
melintasi sel endotel kapiler digambarkan dengan persamaan Jv = KO(πc –πi) + KH (Pc –
Pi); dimana Jv ; aliran cairan keluar, yang ditentukan oleh tekanan hidrostatik kapiler (Pc),
teanan hidrostatik interstisial (Pi), tekanan osmotik kapiler (c), tekanan osmotik interstisial
(i), dan konduktifitas hidrolik (KH) serta konduktifitas osmotik (KO). Dalam keadaan normal
nilai KH dan KO hampir sama dengan nol.
Pada keadaan eedema ionik, yang mengikuti edema sitotoksik, nilai KO > 0 peningkatan
transpor ion dan cairan melalui NKCC1, SUR1-regulated NCCa-ATP channel, dan chanel air
aquaporin. Karena nilai KH tetap mendekati nol, maka Jv akan meningkat, dan terjadilah
transfer cairan transendotel, sehingga menyebabkan akumulasi cairan edema ionik. Pada
keadaan edema vasogenik, KO dan KH keduanya > 0, peningkatan KH karena adanya
kerusakan tight junction sel endotel akibat prothrombin, VEGF, dan matrix
metalloproteinases.
Edema ionik terjadi pada fase awal adanya disfungsi endotel, dema ini diakibatkan oleh
iskemik dan akan mendahului terjadinya edema vasogenik dalam 6 jam. Karena edema
sitotoksik sel neuroglial, rongga ekstraseluler otak kekurangan ion dan cairan, hal ini
menimulkan perbedaan gradien yang akan mendorong pergerakan air dan zat terlarut dari
kompartemen vaskuler ke rongga ekstraseluler, pergerakan ini akan terjadi saat adanya
peningkatan permeabilitas transendotel pada sawar darah otak. Peningkatan permeabilitas sel
endotel biasanya karena peningkatan aktifitas dan atau ekspresi dari protein transport ion
yang dipicu adanya iskemik atau metabolit yang toksik. Cairan edema ionik rendah protein
karena masih utuhnya tight junction di sawar darah otak. Tidak seperti sel neuron dan
astrosit, sel endotel tidak mempunyai voltage-gated sodium channels, karena itu
kotransporter sekunder aktif NKCC1, yang terdapat di sisi luminal endotel, berperan penting
dalam pembentukan edema ionik dengan memasukkan sodium dan chloride ke dalam sel.
Sodium di dalam sel kapiler kemudian akan didorong ke rongga ekstraseluler otak oleh
pompa Na+-K+-ATPase, yang ada di sisi membran adluminal sel kapiler, sedangnkan
chloride melalui chanel anion.
Setelah edema ionik di fase pertama, kemudian di fase kedua disfungsi endotel akibat
iskemik terjadi edema vasogenik, yang ditandai rusaknya tight junctions di sawar darah otak
dan diikuti akumulasi cairan ke rongga intersisial. Penyebab peningkatan permeabilitas
kapiler pada fase edema vasogenik diduga akibat gabungan dari pembengkakan endotel
karena edema sitotoksik, retraksi sel endotel akibat polimerasi aktin, pembentukan gap
interendotel, kerusakan tight junction, dan degradasi enzimatik membrana basalis sel endotel
dan mekanisme lain yang masih belum diketahui. Faktor yang diinduksi iskemia seperti
thrombin, VEGF dan matrix metalloproteinase dapat mengganggu integritas sawar darah
otak seperti telah dijelaskan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai