Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Study Al-Qur’an Nelvawita, S.Ag.MA

AL-QUR’AN SEBAGAI WAHYU

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Siti Dyah Ningsih


NIM: 11716201055

Yessi Yustriani
NIM: 11716200105

Heryadi
NIM: 11716101287

PENDIDIKAN EKONOMI 1-B


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmatnya dalam
kesempatan yang berbahagia ini kita masih di beri nikmat dan karunia oleh Nya. Di dalam
pembahasan makalah kali ini bertajuk Al-Qur’an Sebagai Wahyu, dengan itu kami berfokus
dalam materi seperti yang akan kita bahas nanti.
Makalah yang tersusun ini sebagai tugas mata kuliah Study Al-Qur’an, dengan
berbekal apa yang ada dalam Referensi yang ada. Selanjutnya kami banyak mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Nelvawita, S.Ag.MA sebagai dosen Pengampu mata kuliah Study Al-
Quran, dan juga kepada rekan-rekan semuanya yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini bukanlah sesuatu
yang terjadi begitu sempurna, masih banyak kekurangan yang memang itu adalah dari kami
sendiri, harapan kami memohon untuk memberikan kritikan atau saran yang bersifat
membangun. Akhirnya kami ucapkan terimakasih.

Pekanbaru, 29 September 2017

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 2

1.3 TUJUAN PENULISAN .............................................................................................. 2

1.4 MANFAAT PENULISAN .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

2.1 Al-Qur’an sebagai Wahu ............................................................................................. 3

2.2 Proses turunnya wahyu (nuzul Al-Qur’an) ................................................................. 4

2.3 Perbedaan Wahyu dan Ilham....................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 13

3.1 KESIMPULAN ......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSAKA................................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim
diseluruh penjuru pelosok dunia. Yang menjamin kebahagiaan bagi setiap penganutnya di
dunia maupun di akhirat kelak. Ia mempunyai sendi yang sangat esensial yaitu Al-Quran
yang berfungsi untuk memberi petunjuk kepada jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman,
“sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya” (QS.
17:9).
Al-Quran tidak hanya sebagai sumber ilmu, petunjuk, dan ispirasi kebenaran yang tak
pernah kering dan habis. Tapi al-Quran adalah sumber segala kebahagiaan sejati hanya saja
ada sebuah persoalan rumit yang selalu menjadi sebab kita tak pernah mendapatkan itu
semua. Keengganan kita untuk mengakaji untaian isinya yang diturunkan Allah untuk kita
semua. Kita tak pernah berhasil benar dalam meraih puncak ilmu, petunjuk, dan kebahagiaan.
Karena kita lebih sering terasing dari Al-Quran yang mulia. Kita tidak pernah benar-benar
seperti yang dikatakan oleh seorang sahabat Nabi “Bacalah Al-Quran seolah ia baru
diturunkan saat ini untuk mu.” Maka tidak mengherankan jika kita pun seperti yang dikatakan
Utsman RadhiyAllahu anhu, “Jika saja hati kalian suci maka ia tak akan pernah kenyang dan
puas dengan kalamullah.”
Meski demikian, tentu kita tak pernah putus asa. Upaya mengakrabi Al-Qur’an adalah
upaya sepanjang hayat. Hari ini, esok, bulan depan, tahun depan, hingga seterusnya adalah
hari-hari yang harus kita lewati untuk merengguk ilmu, petunjuk dan kebahagiaan Al-Qur’an
itu.

1
1.2RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi Al-Qur’an sebagai wahyu?


2. Bagaimana proses turunnya wahyu (nuzul Al-Qur’an)?
3. Jelaskan perbedaan wahyu dengan ilham?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Memahami pentingnya peran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.


2. Memahami peran Al-Qur’an sebagai wahyu Allah.
3. Mengetahui proses turunnya wahyu.
4. Mengetahui perbedaan wahyu dengan ilham.

1.4 MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang diharapkan adalah makalah ini dapat menambah wawasan untuk
penulis dan pembaca serta dapat memberikan dan menambah pengetahuan tentang beberapa
hal yang menyangkut”Al-Qur’an dan Wahyu” dari mata kuliah”Studi Al-Qur’an”.Semoga
pengetahuan yang diperoleh benar-benar menjadi jendela ilmu untuk kita.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Al-Qur’an sebagai Wahyu


Bila seseorang mendengar Penjelasan Al Quran Sebagai Wahyu , ia segera
mengetahui bahwa yang dimaksud adalah “kalam Allah” yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, membacanya adalah ibadah, susunan kata dan isinya merupakan mukjizat,
termaktub di dalam mushaf dan dinukil secaramutawatir.
Predikat kalam Allah untuk Al Quran ini bukan datang dari Nabi Muhammad SAW.
Apalagi dari sahabat atau dari siapa pun.Akan tetapi, dari Allah. Dialah yang memberikan
nama kitab suci agama islam ini Al Quran. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Muzammil;73
ayat 1-4:

‫علَيْه َو َرتِّل ْالقُ ْرآنَ ت َْرتي ًْل۝‬


َ ‫ص م ْنهُ قَلي ًْل ۝ أ َ ْو ز ْد‬ ْ ‫يَا أَيُّ َها ْال ُم َّز ِّم ُل۝ قُم اللَّ ْي َل إ ََّّل قَلي ًْلَ۝ن‬
ْ ُ‫صفَهُ أَو ا ْنق‬

Artinya: “Wahai orang yang berselimut (Muhammad).Bangunlah (untuk sholat) di malam


hari1) kecuali sedikit (daripadanya).(Yaitu) seperduanya, atau kurangi sedikit dari
seperduanya.Atau lebihkan dari seperduanya itu.Dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-
lahan.”
Wahyu Al-Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw, Al-
Quran hanya dinisbatkan kepada Allah, sehingga dikatakan Allah Taala berfirman, Seluruh
isi Al-Quran dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya mutlak, Al-Quran dari Allah,
baik lafal maupun maknanya, membaca Al-Quran merupakan ibadah, karena itu ia dibaca
dalam shalat.
Dengan demikian wahyu adalah pengetahuan dan hidayah yang dapat dengan secara
samar/ rahasia dan cepat oleh seseorang yaitu para Nabi dan Rasul didalam dirinya disertai
keyakinan bahwa hal tersebut dari sisi Allah baik dengan prantara atau tanpa perantara atau
tanpa perantara. Sedangkan hakikat wahyu itu tidaklah ada kemungkinan kita mengetahuinya
atau memperoleh rahasianya. Sebab wahyu itu sesuatu keadaan yang tidak dapat diketahui
hakekatnya oleh manusia kecuali oleh Nabi yang mendapat Wahyu dari Allah. Dan dapat
dipahami dari ayat-ayat Al-qur’an adalah bahwa ayat-ayat itu memandang Al-qur’an sebagai
kitab samawi yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw melalui Wahyu.

1 Sembahyang malam ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. setelah turunnya ayat ke 20 ini hukumnya menjadi sunat
.

3
2.2 Proses turunnya wahyu (nuzul Al-Qur’an)

I. Cara Wahyu Allah Turun Kepada Malaikat


A) Dalam Al-Qur’an Al-karim terdapat nash mengenai kalam Allah kepada malaikatnya-
Nya,
   
    
    
  
  
    
     
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Al-baqarah: 30)

Juga tentang wahyu Allah kepada mereka,


   
  
   

“(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". (Al-anfal: 12)
Ada juga nash tentang para malaikat yang mengurus urusan dunia menurut perintah-
Nya, “Demi malaikat-malaikat yang membagi-bagi urusan.” (Adz-Dzariyat: 4); “Dan demi
malaikat-malaikat yang mengatur urusan dunia.” (An-Nazi’at: 5)
Ayat-ayat di atas dengan tegas menunjukan bahwa Allah berbicara kepada malaikat
tanpa perantaraan dan dengan perbicaraan yang di pahami oleh para malaikat itu.Hal itu di
perkuat oleh hadist dari Nuwas bin Sam’an RadhiyAllahu anhu yang mengatakan bahwa

4
rasullah shallAllahu alaihi wa sallam,”Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai
urusan.Dia berbicara melalui wahyu, maka langit pun bergetar dengan getaran atau dia
menyatakan dengan goncangan yang dahsyat karena takut kepada Allah ‘Azza wa jalla.
Ketika penghuni langit mendengarnya, mereka pingsan dan jatuh. Lalu bersujudlah kepada
Allah. Yang pertama sekali mengangkat kepalanya diantara mereka itu adalah jibril, lalu
Allah menyampaikan wahyunya kepada Jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian
jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap kali dia melintasi satu langit, para malaikat
bertanya kepada Jibril: “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kita, wahai Jibril?”
Jibril menjawab: “Dia mengatakan yang hak dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.”
Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Jibril. Lalu
Jibril menyampaikan wahyu itu seperti yang diperintahkan Allah Azza wa Jalla.”2)
Hadist ini menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, yang
didengar oleh para malaikat. Pengaruh wahyu itu sangat dahyat. Pada zhahirnya –didalam
perjalanan jilbril untuk menyampaikan wahyu-, hadist diatas menunjukkan turunnya wahyu
khusus mengenai Al-Qur’an, akan tetapi hadist tersebut juga menjelaskan cara turunnya
wahyu secara umum. Pokok persoalan itu terdapat didalam hadist shahih, “Apabila Allah
memutuskan suatu perkara dilangit, maka para malaikat mengepak-ngepakkan sayapnya
karena pengaruh firman-Nya, bakaikan mata rantai diatas batu yang licin.”

B) Jelas bahwa Al-Qur’an telah dituliskan di Lauhul Mahfuzh, berdasarkan firman Allah,

    


   
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia. Yang (tersimpan) dalam
(tempat) terjaga (Lauh Mahfuzh).” (Al-Buruj: 21-22)
Demikian juga, Al-Qur’an itu diturunkan sekaligus ke Baitul ‘Izzah yang berada di
langit dunia pada malam lailatul qadar di bulan Ramadhan, “Sesungguhnya Kami
menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatul Qadar.” (Al-Qadar: 1); “Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (Ad-Dukhan: 3); “Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya di turunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah: 185)3)

2 HR. Ath-Thabarani
3 Malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.

5
Dari Ibnu Abbas dengan hadist mauquf, “Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit
dunia pada Lailatul Qadar. Setelah itu di turunkan selama dua puluh tahun. Lalu Ibnu Abbas
membaca ayat,
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya.” (Al-Furqan: 33)4)
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.” (Al-Israa’: 106)5)
Dalam satu riwayat disebutkan, “Telah dipisahkan Al-Qur’an dari Adz-Dzikr, lalu
diletakkan di Baitul ‘Izzah di langit dunia; kemudian Jibril menurunkannya kepada Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam.”6)
Oleh sebab itu, para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang
berupa Al-qur’an kepada Jibril dengan beberapa pendapat:
a. Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafaznya yang khusus.
b. Jibril menghafalnya dari Lauh Mahfuzh.
c. Maknanya disampaikan kepada Jibril, sedangkan lafazhnya dari Jibril, atau
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Pendapat pertama yang benar. Pendapat itu dijadikan peggangan oleh Ahlu Sunnah
wal Jama’ah, serta diperkuat oleh hadist Nuwas bin Sam’an di atas. Penyandaran Al-Qur’an
kepada Allah itu terdapat dalam beberapa ayat, An-Naml: 6, At-Taubah:6, dan Yunus: 15.
Adapun pendapat kedua diatas, tidak dapat dijadikan pegangan, sebeb adanya Al-
Qur’an di lauhul mahfuzh itu seperti hal-hal gaib yang lain, termasuk Al-Qur’an. Sedangkan,
pendapat ketiga hampir sama dengan makna sunnah. Sebab, sunnah itu juga wahyu Allah
kepada Jibril, kemudian kepada Muhammad SAW secara makna. “Dan Tiadalah yang
diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4). Karena dibolehkan
meriwayatkan hadist menurut maknanya, sedangkan Al-Qur’an tidak.

4 Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad s.a.w membawa suatu hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang
benar dan nyata.
5 HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan An-Nasa’i
6 HR. Al-Hakim, dan Ibnu Abi Syaibah

6
II. Cara Penurunan Wahyu Kepada Para Rasul

Allah menurunkan wahyu kepada para rasul-Nya dengan dua cara, ada yang melalui
perantara malaikat Jibril dan ada yang tidak melalui perantara. Diantaranya ialah, mimpi
yang benar dalam tidur.
a. Mimpi yang benar di dalam tidur. Aisyah RA berkata, “sesungguhnya apa yang mula-
mula terjadi pada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau
tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari.”7)

Diantara alasan yang menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para nabi adalah
wahyu yang wajib diikuti, ialah mimpi Nabi Ibrahim agar menyembelih anaknya, Ismail.8)
“Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar9). Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai
anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang
sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu10). Sesungguhnya Demikianlah Kami
memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu
ujian yang nyata. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar11). Kami
abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
Kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi
Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia Termasuk hamba-hamba
Kami yang beriman. dan Kami beri Dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang Nabi
yang Termasuk orang-orang yang saleh.” (Ash-Shaaffat: 101-112)

7 Muttafaq ‘Alaih.
8 Inilah pendapat yang benar, bukan Ishaq yang di sembelih. Kabar gembira itu pertama-tama tentang lahirnya Ismail sebelum Ishaq. karena Ismail-lah yang dibesarkan di
Jazirah Arab dimana kisah penyembelihan terjadi; dan dialah yang disifati dengan penyabar itu.
9 Yang dimaksud ialah Nabi Ismail a.s.
10 Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
11 Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan
seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.

7
Mimpi yang benar itu tidak hanya khusus bagi para rasu saja. Mimpi yang semacam
itu juga bisa terjadi pada kaum mukminin, sekalipun mimpi itu bukan wahyu. Rasulullah
SAW bersabda, “wahyu telah terputus, tetapi berita-berita gembira tetap ada, yaitu mimpi
orang mukmin.”(Muttafaq Allah).
b. Kalam ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara. Seperti yang terjadi pada Musa
AS, “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". (Al-A’raaf: 143)
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”(An-Nisa: 164)
Demikian pula menurut pendapat yang paling shahih, Allah juga pernah berbicara
langsung kepada Rasul kita Muhammad pada malam Isra’ dan Mi’raj.

III. Penyampaian wahyu oleh malaikat kepada rasul


Ada dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul:
1. Datang dengan suatu suara seperti suara lonceng, yaitu suara yang amat kuat yang
dapat mempengaruhi kesadaran, , sehingga ia dengan segala kekuatannya siap
menerima wahyu itu.
2. Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki

Tetapi berdasarkan Al-qur’an mengenai proses turunnya wahyu kepada Nabi dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Wahyu disampaikan melalui mimpi Nabi Muhammad s.a.w.
2. Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w dengan cara dibisikkan ke dalam
jiwanya. (Qs. Asy-Syura: 51-52)
3. Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki,
sebagaimana Jibril pernah datang kepada Nabi sebagai seorang laki-laki yang bernama
Dihyah Ibn Khalifah, seorang laki-laki yang tampan.
4. Wahyu datang kepada Nabi s.a.w., melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya yang asli
dengan enam ratus sayap yang menutup langit.
5. Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakannya secara langsung kepada Nabi
s.a.w., di belakang hijab, baik dalam keadaan Nabi sadar atau sedang terjaga, sebagaimana di
malam Isra’, atau Nabi sedang tidur.

8
6. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu
Al-qur’an. Menurut ‘Amir Asy-Sya’by, Israfil menyampaikan kalimat dan beberapa
ketetapan kepada Nabi s.a.w., selama tiga tahun, sesudah itu, barulah Jibril datang membawa
wahyu Al-qur’an.
7. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah s.w.t.,
menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat sebagaimana Allah
pernah berfirman secara langsung kepada Nabi s.a.w.
8. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara lebah.
9. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara gemercikan lonceng, yakni Nabi mendengar
suara lonceng sangat keras sehingga beliau tidak kuat menahan gemercingannya. Menurut
riwayat-riwayat yang shahih, Nabi s.a.w., menerima wahyu yang datang dengan suara keras
menyerupai suara lonceng. Dengan sangat berat, ke luar peluh dari dahi Nabi s.a.w.,
meskipun ketika itu hari sangat dingin. Bahkan unta yang sedang ditunggangi beliau
menderum ke tanah. Pernah pula Nabi menerima wahyu dengan cara yang sama, ketika itu
karena beratnya, beliau letakkan pahanya di atas paha Zaid bin Tsabit dan Zaid pun
merasakan betapa beratnya paha Nabi s.a.w. (Subhi Shahih, 1985: 25).

2.3 Perbedaan Wahyu dan Ilham

a. Wahyu
Wahyu mengandung makna isyarat yang cepat. Itu terjadi biasanya melalui
pembicaraan yang berupa simbol, terkadang melalui suara semata, dan terkadang pula
melalui isyarat dengan sebagian anggota badan. Wahyu adalah pengetahuan atau ajaran-
ajaran Allah yang diberikan kepada para nabi atau rasul untuk umatnya.
Al-wahy atau wahyu adalah kata masdar (infinitif), dan materi kata itu menunjukan
dua pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, maka dikatakan bahwa
“Wahyu ialah informasi secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang
tertentu tanpa diketahui orang lain.” Inilah pengertian dasarnya (mashdar). Tetapi terkadang
juga bermaksud al-muha, yaitu pengertian isim maf’ul, maknanya yang diwahyukan. Secara
etimologi (kebahasaan) Pengertian wahyu meliputi:
1. Ilham al-fithri li al-insan (ilham yang menjadi fitrah manusia). Seperti wahyu terhadap
ibu Nabi Musa,

9
   
   
“Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa; "Susuilah Dia,...” (Al-Qashash: 7)

2. Ilham yang berupa naruli pada binatang, seperti wahyu kepada lebah,

    


   
   

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", ( An-Nahl: 68)

3. Isyarat yang cepat melalui isyarat, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an,

   


  
   

“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (Maryam: 11)
4. Bisikan setan untuk menghias yang buruk agar tampak indah dalam diri manusia.
  
 
  
 
 
“Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah
kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang
yang musyrik.” (Al-An’am: 121)
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

10
5. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikat-Nya berupa suatu perintah untuk
dikerjakan.
   
  
   

“(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". (Al-anfal: 12)
Sedangkan wahyu Allah kepada para nabi-Nya, secara syariat mereka definisikan
sebagai “Kalam Allah yang diturunkan kepada seorang nabi.” Ustadz Muhammad Abduh
mendefinisikan wahyu didalam “Risalatut Tauhid” sebagai pengetahuan yang didapati
seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan itu datang dari Allah,
baik dengan melalui perantara ataupun tidak, yang pertama melalui suara yang terjelma
dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali.

b. Ilham
Kata ilham berasal dari kata yang berarti menelan. Keika berubah kewazan if’al,
yakni alhma yulhimu ilhaman, maka kata ilham bermakna menelan dalam arti menghujamkan
ke dalam jiwa, Allah berfirman;
 
 
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”.(QS. Asy-Syams : 8)
Muhammad Rasyid Ridha dalam Al-Wahyul Muhammadi memberikan pengertian,
bahwa ilham adalah suatu perasaan emosional yang diyakini oleh jiwa yang karnanya jiwa itu
terdorong untuk melakukan yang dikehendakinya oleh dorongan ilham itu, tanpa disertai
kesadaran jiwa sendiri dari mana datangnya, keadaannya hampir sama dengan persaan lapar,
dahaga, sedih, senang dan sebagainya. 12)
Ilham adalah meletakkan sesuatu di dalam hati, yang karenanya hati menjadi tentram
& hal itu dikhususkan oleh Allah bagi para hamba yang dikehendaki-Nya. Ilham merupakan
pengetahuan yang diberikan Allah kepada manusia tidak melalui akal pikiran, melainkan

12 Lihat; Al-Wahyul Muhammadi/Syaikh Muhammad Rasyid Ridha /44

11
dengan bisikan kedalam hati atua jiwa seseorang baik untuk hal-hal yang berhubungan
dengan ketakwaan maupun kefasikan.

c. Persamaan dan perbedaan wahyu dengan ilham.


Persamaan dan perbedaan Wahyu dengan Ilham
1. Keduanya sama-sama diterima oleh manusia
2. Keduanya sama-sama menimbulkan pemahaman dalam batin
3. Keduanya sama-sama menimbulkan keyakinan
4. Keduanya tidak diberikan pada makhluk binatang
5. Keduanya sama-sama diberikan demi kemaslahatan
6. Keduanya sama-sama merupakan pemberian Allah SWT

Perbedaan Wahyu dengan Ilham :


1. Wahyu datangnya melalui kehadiran malaikat sedangkan ilham melalui
penghunjaman langsung oleh allah kepada yang di kehendakinya.
2. Wahyu diterima oleh manusia pilihan allah yang mengemban tugas kenabian atau
kerosulan ,sedang ilham dapat di terima oleh siapapun, baik pada waktu pintu
kenabian belum tertutup maupun setelahnya.
3. Wahyu diturunkan dengan tujuan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia atau
umat tertentu, sedangkan ilham hanya untuk kemaslahatan yang menerimanya dan
tidak di bebani kewajiban untuk manyampaikan pada orang lain.
4. Wahyu tidak dapat diminta kepada Allah agar di turunkan pada waktu tertentu
sedangkan ilham menurut sebagian ulama dapat dim inta kepada Allah melalui cara
membersihkan diri dan memprbanyak taqorub pada Allah.
5. Wahyu pintunya telah tertutup, bersamaan tugas kenabian yang di emban nabi
Muhammad SAW berakhir, sedangkan ilham pintuinya masih terbuka selama masih
ada manusia dan berlaku sepanjang masa.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Al-Qur’an adalah merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada NabiNya


Muhammad SAW yang tidak perlu diragukan kebenarannya. Al-Qur’an adalah merupakan
sebuah nama yang diberikan terhadap kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad
SAW..Al-Qur’an sebagai wahyu Allah turun sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia
dan dari langit dunia turun secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW.
Al-qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw melalui perantaraan malaikat Jibril
dalam berbagai macam cara mewahyukan-nya antara lain, menampakkan dirinya malaikat
jibril, berupa bentuk seorang laki-laki, mengucapkan kata-kata sehingga beliau mengetahui
dan hafal benar kata-kata tersebut, dan masih banyak lagi.
wahyu adalah isyarat, bisikan, instink, ilham dari Allah terhadap hamba yang telah
dipilihnya yang disebut sebagai nabi dengan berbagai cara. Sedangkan Ilham merupakan
pengetahuan yang diberikan Allah kepada manusia tidak melalui akal pikiran, melainkan
dengan bisikan kedalam hati atua jiwa seseorang baik untuk hal-hal yang berhubungan
dengan ketakwaan maupun kefasikan.

13
DAFTAR PUSAKA

Choiruddin Hadhiri SP. 2005. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an II. Jakarta: Gema insani.

Syaikh Manna Al-Qaththan. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Terj. H. Aunur Rafiq El-
Mazni, Lc. MA. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Dr. Kadar M. Yusuf, M.ag. 2009. Study Al-Qur’an. Jakarta: Amzah.

Al-Qattan, Manna‘ Khalil. 2011. Studi Ilmu-ilmu Qur‘ an. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.

http://www.ruangwacana.com/2017/06/penjelasan-al-quran-sebagai-wahyu.html

http://trimuerisandes.blogspot.co.id/2014/10/al-quran-sebagai-wahyu-proses-turunnya.html

http://habibsa.blogspot.co.id/2016/11/makalah-al-quran-dan-wahyu.html

http://jaharudinpba10.blogspot.co.id/2013/07/al-quran-sebagai-wahyu.html

14

Anda mungkin juga menyukai