Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

“TUJUAN DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu: Dr. Lukman El Hakim, M.Pd/ Tian Abdul Aziz, Ph.D

Disusun Oleh:
Lia Amalia 1309819003
Nahdah Khairun Najibah 1309819015

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
TUJUAN DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
1. Epistimologi dan Pandangan Etika
Filosofi matematika yang berbeda, memiliki perbedaan hasil dalam hal
praktik pendidikan. Penyelidikan atas filosofi yang mendukung pengajaran
matematika dan matematika membuat kita juga harus mempertimbangkan nilai-
nilai, ideologi, dan kelompok-kelompok sosial dan mentaatinya.
Ideologi
Sebagai dasar pembeda ideologi, kita mengacu Teori Perry (1970,1981).
Ini adalah teori psikologi mengenai perkembangan sikap epistimologis individu
dan etika.
A. Teori Perry
Teori Perry menetapkan urutan tahap pengembangan, diantaranya adalah
dualisme, multiplistik, dan relativisme. Teori tersebut tidak berakhir pada
relativisme, tapi terus berlanjut melalui beberapa tahap komitmen.
Dualisme
Dualisme adalah suatu susunan yang membagi dunia kedalam dua bagian,
baik atau buruk, benar atau salah, dan lain-lain. Pandangan dualistik memiliki
karakteristik yaitu dikotominya sederhana, dan sangat bergantung pada
keabsolutan dan otoritas sebagai sumber dari kebenaran, nilai-nilai,dan kontrol.
Pada intinya dualisme menyatakan segala tindakan sebagai sesuatu yang benar
atau salah.
Multiplisitas
Pandangan multiplistik mengakui adanya keberagaman ‘jawaban’,
pendekatan ataupun perspektif, baik secara epistimologi maupun etika, tetapi
kekurangan dasar untuk pilihan rasional diantara alternatif-alternatif lain.
Relativisme
Secara epistimologi, relativisme membutuhkan pengetahuan, jawaban, dan
pilihan yang dipandang sebagai sesuatu yang bergantung pada fitur dan konteks,
dan dievaluasi atau dibenarkan dalam sistem atau prinsip-prinsip yang diatur.
Berdasarkan sudut pandang etika, tindakan dianggap diinginkan atau tidak
diinginkan berdasarkan kesesuaian dengan konteks dan sistem nilai dan prinsip.

1
B. Filosofi Matematika Pribadi
Menerapkan teori Perry pada filosofi matematika pribadi, pandangan
matematika dapat dibedakan pada setiap level. Pandangan dualistik matematika
memandang sesuatu terkait dengan fakta, aturan, prosedur yang tapat, serta
kebenaran sederhana, yang ditentukan oleh otoritas (wewenang) yang bersifat
absolut. Matematika dipandang sebagai sesuatu yang tetap dan tepat; yang
memiliki struktur unik. Mengerjakan matematika menggunakan aturan-aturan.
Pada pandangan multiplistik mengakui jawaban matematika yang beragam dan
berbagai macam cara untuk mendapatkan jawaban tersebut, tetapi dipandang
sebagai sesuatu yang sama-sama valid, atau persoalan pilihan secara personal.
Tidak semua kebenaran matematika, cara untuk mendapatkan kebenaran tersebut,
atau penerapannya diketahui, maka sangatlah mungkin untuk menjadi kreatif
dalam ilmu matematika dan penerapannya.
Pandangan relativistik matematika mengakui jawaban yang beragam dan
pendekatan-pendekatan pada permasalahan matematika, dan evaluasinya
bergantung pada sistem matematika, ataupun konteks secara keseluruhan.
Selanjutnya kita akan menghubungkan kelas-kelas dari pandangan matematika
terhadap filsafat matematika yang nyata, baik secara umum maupun khusus.
C. Pandangan Etika
Pandangan etika individu juga didefinisikan oleh teori Perry
Etika Dualisme
Dualisme adalah pandangan etika yang ekstrim, dualisme mengaitkan
persoalan moral dengan otoritas (wewenang) yang absolut tanpa adanya alasan
pembenaran yang rasional, dan menolak legitimasi nilai-nilai alternatif ataupun
sudut pandang yang lain.
Etika Multiplistik
Pandangan multiplistik mengakui adanya perbedaan sudut pandang moral
dalam berbagai isu, tetapi kekurangan rasionalitas atau prinsip dasar untuk pilihan
atau pembenaran. Sementara pandangan seperti ini memungkinkan pilihan dari
tiap individu sama-sama valid, pandangan ini mempertahankan nilai-nilai dan
kepentingannya sendiri.

2
Pandangan Etika Relativistik
Dalam pandangan relativistik etika mengakui adanya legitimasi terhadap
alternatif-alternatif lain dengan mempertimbangkan kumpulan nilai berdasarkan
prinsip.
D. Menggabungkan Perbedaan
Berbagai perbedaan: kerangka epistimologis dari teori Perry, filosofi
matematika pribadi, dan nilai moral dikombinasikan untuk menetapkan model
ideologi berbeda. Terdapat lima ideologi yang perlu adanya pembenaran terlebih
dulu.
Pada tingkat dualistik, hanya pandangan absolut matematika yang
mungkin, seperti nilai moral dualistik. Pada tingkat multiplistik, pandangan
absolutis paling cocok, seperti nilai moral dari kegunaan dan kelayakannya. Pada
tingkat relativistik, baik pandangan absolutis dan falibilis matematika dapat
dipakai secara konsisten. Baik pandangan moral yang terhubung ataupun terpisah
konsisten dengan pandangan absolutis relativistik, sehingga dua ideologi tersebut
dapat dibedakan sesuai dengan nilai-nilai yang diambil.
Selain itu, falibilis dapat dikombinasikan dengan relativisme. Filsafat
matematika falibilis memandang matematika sebagai ciptaan manusia, yang
penting bagi manusia, dan konteks sosial, secara lengkap dibahas pada
kontruktivisme sosial. Nilai-nilai yang secara garis besar konsisten adalah
keadilan sosial, dimana sangat cocok dengan kontruktivisme sosial karena
dimensi sosial, dan hubungan antara subjektif (individual) dan objekif (sosial).
Terdapat lima sudut pandang yang telah dikenal, meskipun kemungkinan-
kemungkinan sudut pandang yang lain tetap ada, karena tidak ada klaim khusus
yang dibuat untuk eksklusivitas ataupun keperluan logisnya. Model-model
ideologi terdiri dari:
Absolutisme Dualistik
Mengkombinasikan dualisme dengan absolutisme, pandangan ini
memandang matematika sebagai sesuatu yang pasti, dibangun oleh kebenaran
yang bersifat mutlak dan bergantung pada suatu otoritas (wewenang). Secara
keseluruhan sudut pandang ini memiliki dua karakteristik: (1) Penataan dunia

3
kedalam dikotomi sederhana, seperti kami dan mereka, baik dan buruk, benar dan
salah, dan dikotomi sederhana yang lain; (2) Tingkat kepentingan yang diberikan,
dan identifikasi terhadap otoritas. Dengan demikian, nilai-nilai tersebut
menekankan pada perbedaan yang kaku, aturan-aturan mutlak, dan otoritas
paternalistik.
Absolutisme Multiplistik
Mengkombinasikan antara multiplistik dengan absolutisme, memandang
matematika sbagai sesuatu yang pasti, yang tidak perlu dipertanyakan
kebenarannya dan bisa diaplikasikan ataupun digunakan dalam berbagai macam
cara. Secara kesluruhan sudut pandang ini memiliki karakteristik bebas, berbagai
macam pendekatan dan kemungkinan diakui sebagai legitimasi, tetapi kekurangan
dasar untuk memilih diantara alternatif-alternatif kecuali oleh kegunaannya,
kelayakannya, dan pilihan pragmatik. Dengan demikian matematika diterapkan
secara bebas, tetapi tidak dipertanyakan ataupun diuji.
Absolutisme Relatif
Matematika dipandang sebagai pengetahuan yang benar, namun
kebenarannya bergantung pada struktur dalam dari matematika (logika dan
pembuktian) dibandingkan dengan otoritas (wewenang). Secara keseluruhan,
sudut pandang pengetahuan dan moral mengakui adanya perbedaan sudut
pandang, interpretasi, kerangka acuan dan sistem nilai. Dua sudut pandang
dibedakan berdasarkan apakah sudut pandang tersebut diambil secara terpisah
atau terhubung.
Absolutisme Relatif Terpisah
Nilai moral terpisah dikombinasikan dengan absolutisme relatif
menekankan pada objektivitas dan aturan-aturan. Ideologi ini berfokus pada
struktur, sistem formal dan hubungannya, perbedaan, kritik, analisis, dan
argumen. Dengan mengacu pada matematika, hal ini menekankan pada logika
hubungan-hubungan dan pembuktian, serta struktur formal pada teori matematika.
karena secara keseluruhan, perhatian dalam pandangan ini ada pada struktur,
aturan, dan formula, absolutisme formal adalah subjek filsafat matematika yang
tepat.

4
Absolutisme Relatf Terhubung
Ideologi ini mengkombinasikan pandangan absolut dari matematika dan
relativisme kontekstual dengan menghubungkan nilai-nilai. Sebagai dasar dari
nilai tersebut, sudut pandang ini menekankan pada pengetahuan subjek, perasaan,
kepedulian, empati, hubungan-hubungan, serta dimensi manusia dan konteksnya.
Ilmu matematika dipandang sebagai sesuatu yang mutlak, namun ditekankan pada
peran individu dalam mengetahui, dan kepercayaan diri dalam memahami,
meguasai, dan selanjutnya terhubung dengan subjek. Oleh karena itu, absolutisme
progresif adalah subjek filsafat matematika dalam pandangan ini.
Relativisme Falibilis
Pandangan ini mengkombinasikan pandangan falibilis dari ilmu
matematika (sosial kontruktivisme) dan nilai-nilai mengenai keadilan sosial,
dalam kerangka relativistik, yang menerima keberagaman sudut pandang
intelektual dan moral. Pusat dari ideologi ini adalah masyarakat dan
pengembangan. Pengetahuan dan nilai-nilai, keduanya berhubungan dengan
masyarakat: pengetahuan dipahami sebagai konstruksi sosial dan nilai-nilainya
berpusat pada keadilan sosial. Pengetahuan dan nilai-nilai, keduanya berhubungan
dengan pengembangan: pengetahuan tumbuh dan berkembang, dan keadilan sosial
lebih dari sekedar masyarakat yang memiliki derajat yang sama.
2. Tujuan Pendidikan: Suatu Tinjauan
A. Sifat Tujuan Pendidikan
Fitur penting dari pendidikan adalah bahwa pandidikan merupakan
kegiatan yang disengaja (Oakshott 1967; Hirst dan Peters, 1970). Niat yang
mendasari kegiatan ini, dinyatakan dalam tujuan dan hasil yang diinginkan,
merupakan tujuan pendidikan. Sejumlah istilah berbeda digunakan untuk mengacu
pada hasil termasuk maksud (aims), tujuan (goals), target (target) dan tujuan
(objectives). Taba (1962), perbedaan dalam pendidikan umumnya digambarkan
antara tujuan pendidikan jangka pendek (objectives) dan tujuan luas, tujuan
jangka panjang dan yang kurang spesifik (aims).
Hirst (1974) berpendapat bahwa tidak ada yang diperoleh dengan
membuat perbedaan, dan lebih memilih istilah tujuan dengan menggunakan

5
kata objectives. Jadi, misalnya. entri indeks untuk tujuan (aims) dalam Hirst
(1974) baca ‘see objectives of education’. Dia berpendapat bahwa pergeseran
menuju istilah yang lebih teknis saja (pergeseran menggunakan istilah objectives)
menunjukkan tumbuhnya kesadaran bahwa deskripsi rinci untuk pencapaian yang
kita kejar memang benar-benar diinginkan. . . (I) n berbicara tentang tujuan
(objectives) kurikulum aku akan benar-benar mengingat hal tersebut sebagai
deskripsi ketat tentang apa yang akan dipelajari dan yang tersedia.
(Hirst, 1974, halaman 16)
Jadi Hirst, dalam kesesuaiannya dengan kedua pandangan sistem kurikulum dan
psikologi behavioris, melihat tujuan (aims) dan sasaran (objectives) secara teknis
dan normatif. Mereka adalah sarana dalam mendesain kurikulum rasional, sarana
menentukan apa kurikulum seharusnya. Hal ini adalah pandangan yang tersebar
luas di seluruh literatur tentang teori kurikulum, yang telah digambarkan sebagai
asumsi masyarakat statis, kurangnya konflik, dan ‘akhir dari ideologi’(Inglis,
1975. Hal. 37).
Namun, spesifikasi tujuan pendidikan juga dapat menjadi tujuan lain.
Tujuan (purpose) tersebut salah satunya adalah kritik dan pembenaran praktek
pendidikan, dengan kata lain, evaluasi pendidikan, baik teoritis atau praktis.
Dalam arti luas, evaluasi pendidikan berkaitan dengan nilai praktek pendidikan.
Sebaliknya, pendekatan teknis dan normatif terhadap maksud (aims) dan tujuan
(objectives), dengan memfokuskan pada hasil pembelajaran tertentu, menerima
banyak konteks dan status quo pendidikan sebagai suatu yang tidak problematis.
Konteks sosial dan politik pendidikan dan pandangan yang diterima dari sifat
pengetahuan dilihat sebagai latar belakang tetap yang padanya perencanaan
kurikulum terjadi. Stenhouse mengakui hal ini.
Terjemahan dari struktur mendalam (deep structure) dari pengetahuan ke dalam
tujuan perilaku merupakan salah satu penyebab utama dari distorsi pengetahuan di
sekolah seperti yang dicatat oleh Young (1971a), Bernstein (1971) dan Esland
(1971). Penyaringan pengetahuan melalui analisis tujuan memberikan wewenang
dan kekuasaan kepada sekolah atas siswanya dengan menetapkan
batas arbitrary untuk spekulasi dan dengan mendefinisikan

6
solusi arbitrary terhadap masalah pengetahuan yang belum terselesaikan. Hal ini
menerjemahkan guru dari peran siswa bidang pengetahuan kompleks kepada versi
peran master sekolah yang disepakati dalam bidangnya.
(Stenhouse, 1975, halaman 86)
Kontra Hirst, kita mempertahankan perbedaan antara maksud (aims) dan tujuan
(objectives) pendidikan, dan fokus pada yang pertama. Hal ini memungkinkan kita
untuk menghindari pengandaian sifat tidak problematis dari asumsi yang padanya
pendidikan berbasis. Hal ini juga memungkinkan konteks sosial dan pengaruh
sosial pada tujuan pendidikan untuk dipertimbangkan, sebagai kebalikan dari
anggapan bahwa hal tersebut tidak problematis.
Pendidikan adalah kegiatan yang disengaja, dan pernyataan dari niat yang
mendasari merupakan tujuan pendidikan. Namun niat tidak ada dalam abstrak,
dan untuk menganggap bahwa mereka menyebabkan adanya objetifikasi palsu.
Setiap penjelasan tentang tujuan perlu menentukan kepemilikannya, untuk tujuan
dalam Pendidikan merupakan tujuan dari individu atau kelompok. Sockett
mengatakan: "tindakan manusia yang disengaja harus berdiri di tengah sebuah
alasan dari maksud dan tujuan kurikulum“ (Sockett, 1975, halaman 152,
penekanan ditambahkan)
Selain ini, untuk membahas tujuan pendidikan secara abstrak, tanpa
menemukannya secara sosial merupakan suatu kesalahan asumsi kesepakatan
universal, yaitu bahwa semua orang atau kelompok memiliki tujuan yang sama
untuk pendidikan. Williams (1961), Cooper (1985) dan - - ahli lainnya
menunjukkan bahwa hal ini bukanlah alasannya. Kelompok sosial yang berbeda
memiliki tujuan pendidikan yang berbeda yang berkaitan dengan ideologi yang
mendasari dan kepentingan mereka.
Sama seperti kita perlu mempertimbangkan konteks sosial untuk
menetapkan kepemilikan akan tujuan, juga kita perlu mempertimbangkan konteks
ini dalam kaitannya dengan sarana mencapai tujuan tersebut. Karena
mempertimbangkan tujuan pendidikan tanpa memperhatikan konteks dan proses
pencapaiannya merupakan objektifikasi palsu atas tujuan. Ahli lain juga
berpendapat bahwa sarana dan tujuan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Karena

7
jenis hubungan logis antara sarana dan tujuan dalam pendidikan, tidaklah tepat
untuk memikirkan nilai-nilai dari sebuah proses pendidikan sebagai sesuatu yang
hanya tercantum pada berbagai pencapaian yang konstitutif dalam proses menjadi
orang berpendidikan.
B. Tujuan Pendidikan Matematika
Tujuan pendidikan matematika adalah niatan yang mendasari pendidikan
matematika dan lembaga-lembaga yang melaluinya pendidikan tersebut
terpengaruh. Tujuan tersebut mewakili salah satu komponen dari tujuan umum
pendidikan, dan bergabung dengan tujuan lainnya untuk membentuk tujuan
keseluruhan. Akibatnya tujuan pendidikan matematika harus konsisten dengan
tujuan umum pendidikan. Beberapa pernyataan tujuan yang berpengaruh dapat
ditemukan pada whitehead (1932), Cambridge Conference (1963), Mathematical
Association (1976), Her Majesty’s Inspectorate (1985), hal-hal berikut ini diambil
dari beberapa contoh diatas.
Tujuan pengajaran matematika
1.1 Terdapat tujuan penting yang harus menjadi bagian penting dari pernyataan
maksud umum dalam pengajaran matematika. Tujuan-tujuan ini ditujukan
untuk semua murid meskipun cara mereka diterapkan akan bervariasi
sesuai dengan usia dan kemampuan mereka.
1.2 Matematika sebagai unsur penting komunikasi
1.3 Matematika sebagai alat yang ampuh
1.4 Apresiasi hubungan dalam matematika
1.5 Kesadaran akan daya tarik matematika
1.6 Imajinasi, inisiatif dan fleksibilitas pemikiran dalam matematika
1.7 Bekerja dengan cara yang sistematis
1.8 Bekerja dengan cara independen
1.9 Bekerja secara kooperatif
1.10 Pembelajaran matematika yang mendalam
1.11 Kepercayaan diri murid atas kemampuan matematika mereka
(Inspektorat, 1985, Her Majesty’s halaman 2-6)

8
Tujuan pendidikan matematika harus berkaitan dengan kelompok sosial
yang terlibat didalamnya, serta ideologi yang mendasarinya. Untuk melakukan hal
ini kita menghubungkan lima ideologi yang mendasarinya. Hal ini diakui oleh
sejumlah peniliti baik dalam analitis teoritis maupun empiris. Morris (1981),
melaporkan kesimpulan dari pertemuan internasional tentang tujuan pendidikan
matematika bahwa setiap sub kelompok dan masyarakat memiliki tanggung jawab
untuk berpartisipasi dalam identifikasi tujuan...(termasuk) para guru, orangtua,
siswa, matematikawan, pengusaha organisasi karyawan, pendidik dan otoritas
politik. Melibatkan berbagai kelompok dalam proses penentuan tujuan bisa
menyebabkan konflik. Howosn dan Mellin Olsen (1986) membedakan tujuan dan
harapan dari kelompok sosial yang berbeda, termasuk guru matematika, orangtua,
majikan dan mereka yang berada pada tingkat sistem pendidikan yang lebih tinggi
(contohnya universitas). Ernest (1986, 1987) membedakan tiga kelompok
kepentingan: pendidik, ahli matematika dan perwakilan industri dan masyarakat,
masing-masing dengan tujuan berbeda untuk pendidikan matematika. Cooper
(1985) menyajikan kasus teoritis yang kuat tentang kelompok-kelompok sosial
dengan kepentinga, misi dan tujuan untuk pendidikan matematika yang berbeda.
C. Tujuan Pendidikan kelompok sosial: Analisis Williams
Williams (1961) menyebutkan 3 kelompok: industrial trainer (pelatih
industri), humanis, dan pendidik masyarakat, yang mana ideologinya telah
mempengaruhi pendidikan, baik di masa lalu dan di masa sekarang. Dia
berpendapat atas pengaruh kuat dari kelompok-kelompok tersebut pada fondasi
pendidikan Inggris di abad - 19. Dia juga menekankan dampak lanjutan ketiga
kelompok tersebut terhadap pendidikan: "ketiga kelompok ini masih bisa
dibedakan, meskipun masing-masing dalam beberapa hal telah berubah. (Williams
1978, dikutip dalam Beck,, 1981 halaman 91).
Kelompok Williams adalah sebagai berikut, Para pelatih industri
merupakan kelas pedagang dan manajer industri. Mereka memiliki pandangan
'borjuis', dan nilai aspek utilitarian pendidikan. Tujuan pendidikan dari para
pelatih industri adalah utilitarian, berkaitan dengan pelatihan tenaga kerja yang
cocok. Industrial trainer berdampak besar pada pendidikan Inggris, karena

9
kebutuhan ekonomi berkembang dan berubah…[mengarah pada kedua] respon
protektif, versi baru dari penyelamatan moral, argumen yang sangat jelas dalam
Undang-Undang Pendidikan 1870. . . dan respon praktis, mungkin menentukan,
yang dipimpin Foster pada tahun 1870 untuk digunakan sebagai argumen
utamanya: untuk penyediaan cepat pendidikan dasar tergantung kemakmuran
industri kami. Dalam pertumbuhan pendidikan menengah, argumen ekonomi ini
bahkan lebih sentral. (Kejadian) kepersuasian. . . menyebabkan definisi
pendidikan dalam hal pekerjaan dewasa dimasa depan, dengan klausa paralel yaitu
mengajar karakter sosial yang diperlukan – kebiasaan akan keteraturan, disiplin
diri, ketaatan dan usaha terlatih. (Williams 1961, halaman 161-162)
Para humanis kuno mewakili kelas terdidik dan berbudaya, seperti
aristokrasi dan kebangsawanan. Mereka menghormati studi humanistik kuno, dan
produknya, orang berpendidikan yang berbudaya, orang terdidik dengan benar.
Jadi tujuan pendidikan mereka adalah pendidikan liberal, transmisi warisan
budaya, terdiri dari pengetahuan murni (sebagai lawan dari terapan) dalam
sejumlah bentuk-bentuk tradisional. Para pendidik publik mewakili reformasi
radikal atas budaya, yang mana berhubungan dengan demokrasi dan keadilan
sosial. Tujuan mereka adalah ‘pendidikan untuk semua’, untuk memberdayakan
kelas pekerja untuk berpartisipasi dalam lembaga-lembaga demokratis
masyarakat, dan untuk lebih berbagi dalam kesejahteraan gugus industri modern.
Williams berpendapat bahwa sektor ini telah berhasil mengamankan perluasan
pendidikan untuk semua pada masyarakat British modern (dan Barat), sebagai hak
(melalui aliansi dengan para pelatih industri). Dengan demikian, pendidik
masyarakat dapat dianggap sebagai pendukung di belakang gerakan sekolah
modern komprehensif.
Namun kelompok kepentingan lainnya, khususnya pelatih industri, telah berhasil
dalam memiliki dampak besar pada tujuan pendidikan sekolah, dan sarana tradisi
reformasi radikal, dan cara mencapainya.
Analisis historis yang kuat ini, diterima secara luas dan dikutip dalam (Abraham
Dan Bibby, 1988: Beck, 1981 Giroux, 1983 MacDonald, 1977 Meighan 1986)
Whitty, 1977 Young, 1971a; Young dan Whitty, 1977). Analisis ini memiliki

10
kekuatan mengidentifikasi dalam tujuan pendidikan dengan ideologi dan
kepentingan kelompok sosial tertentu. Kekuatan relatif dari kelompok-kelompok
ini digunakan oleh Williams untuk menjelaskan sejarah naiknya tujuan pendidikan
tertentu diatas tujuan yang lain.
Williams menggambarkan pertempuran yang dilancarkan oleh humanis
kuno terhadap ajaran ilmu pengetahuan, teknologi atau subyek praktis (yang tidak
termasuk matematika murni). Jadi untuk contoh, di bawah kekuasaan pengaruh
mereka, matematika yang diajarkan di zaman Victoria menggunakan garis tepi
lurus dan bukannya menggunakan penggaris graduasi (graduated rulers), yang
mana hal tersebut dilarang dan dianggap sebagai ‘tidak murni’. Matematika
diajarkan adalah sebagai bagian dari kurikulum humanistikb kuno, tapi hanya
matematika murni tradisional, seperti ecluid dan hanya untuk kalangan elit.
Meskipun pengaruh tersebut sedikit berkurang, nilai-nilai humanis tua
tetap kuat. C. P. Snow menunjukkan bahwa hal ini merupakan perbedaan di antara
kedua budaya', satu humanistik dan yang lainnya ilmiah (Mills, 1970). Contoh
tersebut mewakili perspektif budaya yang saling bertentangan dari orang-orang
berpendidikan di Inggris. Sains dan mata pelajaran terapan lainnya saat ini sudah
banyak diterima sebagai bagian dari kurikulum, sebagian sebagai tanggapan
terhadap redefinisi ilmu pengetahuan sebagai subyek teoritis murni,
memisahkannya dari teknologi yang lebih praktis, pengurangan pengaruh humanis
lama. Namun, keberadaan ilmu pengetahuan dalam kurikulum sebagian besar
merupakan hasil dari kepentingan pelatih industri modern dan kekuasaan. Politisi
di seluruh spektrum politik berdebat akan kebutuhan tenaga kerja dan populasi
terdidik yang terampil secara ilmiah dan teknologi.
D. Unsur-unsur Ideologi Pendidikan Matematika
Unsur-unsur mana dalam ideologi pendidikan matematika yang diperlukan
untuk menentukan cara mencapai tujuan? diusulkanlah model struktur ideologi
pendidikan matematika. Sebuah model ideologi pendidikan matematika (Meighan
1986) menggambarkan ideologi sebagai set yang terdiri dari keyakinan yang
beroperasi pada berbagai tingkatan dan dalam berbagai konteks dengan beberapa
lapisan makna. Model yang diusulkan memiliki dua tingkatan : (1) tingkat dasar

11
yang terdiri dari unsur-unsur yang lebih dalam ideologi (elemen primer), (2)
tingkat skunder, terdiri dari unsur-unsur yang dihasilkan yang berkaitan dengan
pendidikan.
Tingkat dasar mencakup posisi epistemologi, filsafat ,matematika dan
satu set nilai-nilai moral dan lainnya. Terdapat dua elemen yang selanjutnya
dimasukkan kedalam model ideologi. Ini adalah teori anak yang merupakan
bagian khusus dari teori seseorang dalam kaitannya dengan pendidikan, dan suatu
teori masyarakat. Epistemologi memerlukan teori tentang bagaimana
pengetahuan individu berkembang. Artinya, mereka memerlukan pengetahuan
teori subjektif serta teori-teori pengetahuan objektif. Jadi epistemologi
berhubungan dengan teori-teori orang dan anak. Nilai moral mengilhami dan
membentuk teori anak, orang dan teori masyarakat. Teori-teori tersebut
merupakan komponen penting dari ideologi pada umumnya, dan ideologi
pendidikan pada khususnya.
Ideologi adalah sebuah sistem atau sekelompok keyakinan dan nilai-nilai
yang dipegang oleh kelompok-kelompok sosial yang berguna mengikat
kelompok-kelompok tersebut dan digunakan oleh mereka untuk kepentingan
mereka sendiri. Ideologi dianggap mengandung keyakinan dan doktrin tentang
manusia dan tempatnya di dunia, struktur sosial dan politik di mana dia ia ingin
hidup dan pandangan tentang cara terbaik untuk mencapai akhir dan tujuannya.
(Reynolds dan Skilbeck, 1976, halaman 76-77). Komponen terakhir adalah tujuan
pendidikan. Pandangan atas sifat alami anak memiliki efek mendalam pada tujuan
pendidikan dan sifat pendidikan, seperti pendapat Skilbeck (1976). Melalui tujuan
pendidikanlah kepentingan kelompok ideologis disajikan dan dilaksanakan.
Adapun hal yang menjadi elemen sekunder yaitu Pertama, filsafat pribadi
matematika mungkin tidak sama dengan teori matematika sekolah. Karena
pengetahuan matematika sangat penting bagi seluruh proses pendidikan
matematika, teori pengetahuan matematika sekolah akan diperlukan, selain
diperlukannya filsafat matematika. Kedua, diperlukannya spesialisasi tujuan
pendidikan matematika. Dengan demikian tujuan pendidikan matematika harus

12
dimasukkan sebagai suatu elemen. Ketiga, cara mencapai tujuan-tujuan ini harus
diwakili, seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan matematika maka matematika perlu
diajarkan, pengajaran yang dimaksud secara luas cukup untuk mencakup bentuk
pedagogi liberal. Jadi teori pengajaran matematika termasuk peran guru, juga
diperlukan. Pengajaran matematika telah berubah sepanjang sejarah seiring
dengan perkembangan dibidang sumber daya untuk mengajar dan belajar
matematika teks, alat bantu menghitung seperti kalkulator elektronik dan mikro-
komputer misalnya, memainkan peran sentral dalam pendidikan matematika.
Dengan demikian adalah tepat untuk memasukkan teori sumber daya untuk
pendidikan matematika sebagai salah satu unsur. Jadi teori belajar matematika,
termasuk peran pelajar, merupakan pusat ideologi pendidikan matematika. Teori-
teori pembelajaran matematika berasal dari kedua asumsi epistemologi (sifat,
akuisisi dan pertumbuhan pengetahuan) dan pandangan moral mengenai tanggung
jawab individu, dan dari teori-teori masyarakat dan teori anak. Jadi teori belajar
matematika dan peran pelajar termasuk dalam model.
Penilaian pembelajaran matematika sangatlah penting, terutama yang
berkenaan dengan fungsi-fungsi sosialnya. Jadi teori penilaian pembelajaran
matematika termasuk di antara elemen sekunder.
Sebagai tambahan bagi elemen diatas, adalah mungkin untuk membedakan
unsur-unsur yang berasal dari teori-teori anak dan masyarakat. Terkandung dalam
teori anak adalah teori kecerdasan dan kemampuan, dan fluiditas atau
kepastiannya. Terdapat berbagai macam pandangan bervariasi yaitu pada apakah
ciri-ciri anak merupakan warisan dan tetap atau apakah mereka secara signifikan
terpengaruh dan dibentuk oleh lingkungan dan pengalaman mereka. Sebuah teori
kemampuan dan khususnya kemampuan matematika berasal dari teori anak,
seperti halnya pandangan dari tatanan sosial, menghubungkan perbedaan individu
dan tipologi terhadap kelompok sosial, menghubungkan perbedaan individu dan
tipologi terhadap kelompok social dan dari teori-teori sifat matematika dan
aksebilitasnya.

13
Teori masyarakat termasuk dalam konsep-konsep keanekaragaman sosial,
dan dari hubungan antar segmen yang berbeda. Digabungkan dengan unsur-unsur
lain, seperti pandangan matematika dan pengetahuan, hal ini akan mengarah pada
teori pribadi tentang keragaman sosial dan kepentingannya serta akomodasi dalam
pendidikan matematika. Untuk alasan ini, teori keanekaragaman sosial dalam
pendidikan matematika juga disertakan. Sosiolog pendidikan telah lama
menunjukkan pentingnya masyarakat, hubungan sosial, keragaman sosial, seperti
halnya dengan kostruk kemampuan bagi pendidikan (Beck et al., 1976: Meighan.
1986). Secara khusus, Ruthven (1987) telah menunjukkan peran ideologis sentral
yang dimainkan oleh konsep guru akan kemampuan matematika. Konsep gender,
ras dan kelas juga diakui sebagai faktor sentral dalam distribusi kesempatan
pendidikan dalam matematika (Burton, 1986;, Ernest 1986,1989; Ruthven, 1986
1987). Untuk alasan ini, adalah tepat utnuk memasukkan teori kemampuan
matematika dan keanekaragaman sosial dalam matematika diantara unsur-unsur
sekunder model.
Tabel 1. Sebuah Model Ideologi Pendidikan untuk Matematika
Elemen Primer Elemen Sekunder
1. Epistemologi 1. Tujuan pendidikan matematika
2. Filsafat Matematika 2. Teori pengetahuan matematika
3. Satu set nilai-nilai moral sekolah
4. Teori anak 3. Teori pembelajaran matematika
5. Teori masyarakat 4. Teori pengajaran matematika
6. Tujuan pendidikan 5. Teori penilaian matematika
6. Teori sumber pendidikan
matematika
7. Teori kemampuan matematika
8. Teori keanekaragaman sosial
dalam pendidikan

14

Anda mungkin juga menyukai