Anda di halaman 1dari 13

Masailul Khamzah

Menurut Manhaj Muhammadiyah

OLEH:
KELOMPOK 9

Ade Mutmainnah Kasman


Andi Ririn Puspitasari

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan
anugerah dan kasih sayang, petunjuk dan kekuatannya yang telah diberikan pada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Masailul
Khamzah menurut Manhaj Muhammadiyah”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
saya tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Yang akan memberikan
manfaat di kemudian hari guna kemajuan ilmu pengetahuan.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, Januari 2020


Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa itu Masailul Khamsah ............................................................ 2

B. Masailul khamsah .......................................................................... 2

1. Ad Din (Agama) ........................................................................ 3

2. Ad Dunyya (Dunia) ................................................................... 5

3. Al ‘Ibadah (Ibadah) ................................................................... 6

4. Sabilillah .................................................................................... 7

5. Al Qiyaas (Qiyas) ...................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 10

B. Saran .............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 11


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio-
kultural, dalam dinamika kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai
perkembangan kehidupan dengan senantiasa merujuk pada ajaran Islam (al-
ruj'u ila al-Qur’an wa as-Sunnah, menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagi
sumber rujukan). Di satu sisi sejarah selalu melahirkan berbagai persoalan,
dan pada sisi yang lain Islam menyediakan referensi normatif atas berbagai
persoalan tersebut. Orientasi pada dimensi illahiah inilah yang membedakan
Muhammadiyah dari gerakan sosio-kultural lainnya, baik dalam merumuskan
masalah, menjelaskannya maupun dalam menyusun kerangka operasional
penyelesaiannya. Orientasi inilah yang mengharuskan Muhammadiyah
memproduksi pemikiran, meninjau ulang dan merekonstruksi pemikiran
keislamannnya.
Pemikiran keislaman meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
tuntunan kehidupan keagamaan secara praktis, wacana moralitas publik dan
discourse (wacana) keislaman dalam merespon dan mengantisipasi
perkembangan kehidupan manusia. Masalah yang selalu hadir dari kandungan
sejarah tersebut mengharuskan adanya penyelesaian. Muhammadiyah
berusaha menyelesaikannya melalui proses penafsiran dinamik antara
normativitas ad-din (agama), berupa al-ruj'u ila al-Qur’an wa as-Sunnah
(keharusan merujuk kepada al-Qurân dan as-Sunnah), historisitas (kenyataan
sejarah tentang adanya) penafsiran atas ad-din, realitas kekinian dan prediksi
masa depan. Mengingat proses penafsiran dinamik ini sangat dipengaruhi
oleh asumsi (pandangan dasar) tentang agama dan kehidupan, di samping
pendekatan dan teknik pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut, maka
Muhammadiyah perlu merumuskannya secara spesifik. Dengan demikian
diharapkan ruhul ijtihad (semangat untuk menggali ajaran agama dari
sumber-sumbernya) dan tajdid (upaya pemurnian dan pembaharuan
pemikiran keislaman) terus tumbuh dan berkembang.
Dari wacana yang terus bergulir, orang pun selalu mempertanyakan:
“Bagaimana Muhammadiyah memahami Islam sebagai sebuah kebenaran
mutlak untuk mendapatkan jawaban yang yang mendekati kebenaran Islam
yang sejati? Apa rumusan kongkret pandangan Muhammadiyah tentang
Islam? Dan, yang tidak kalah pentingnya, bagaimana melaksanakannya di
dalam tindakan nyata? Dalam hal ini Muhammadiyah telah memiliki tiga
rumusan penting, yang diasumsikan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di
atas. Pertama rumusan tentang Masailul Khamsah (Masalah Lima), kedua
rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (yang
dikenal di kalangan warga Muhammadiyah dengan singkatan MKCH), dan
ketiga rumusan tentang Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah.
Dan yang akan dibahas pada pembahasan ini adalah mengenai Masailul
Khamsah (Masalah Lima).

B. Rumusan masalah

1. Apa yang di maksud Masailul Khamsah ?


2. Apa saja yang termasuk dalam Masailul Khamsah Muhammadiyah ?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu Masailul Khamsah


2. Untuk mengetahui Apa saja yang termasuk dalam Masalah 5
Muhammadiyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Apa itu Masailul Khamsah


Rumusan awal mengenai Islam dalam pandangan Muhammadiyah
tertuang dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah mengenai
“Masailul Khamsah” (Masalah Lima) tanpa ada rujukan nashnya (baik berupa
nash Al-Quran maupun As-Sunnah). Sejak tahun 1935 upaya perumusan
Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah dimulai, dengan surat edaran yang
dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah. Langkah
pertama kali yang ditempuh adalah dengan mengkaji “Masailul Khamsah“ (
Masalah Lima ) yang merupakan sikap dasar Muhammadiyah dalam
persoalan agama secara umum. Karena adanya penjajahan Jepang dan perang
kemerdekaan , perumusan Masalah Lima tersebut baru bisa diselengarakan
pada akhir tahun 1954 atau awal 1955 dalam Muktamar Khusus Majlis Tarjih
di Yogyakarta.
Dari rumusan “Masailul Khamsah” terkandung rumusan fundamental
(pandangan dasar) tentang Islam dalam pandangan Muhammadiyah, yang
tertuang dalam penjelasan mengenai: Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah Dan
Qiyas.

B. Masailul Khamsah (Masalah Lima)


1. Ad Din (Agama)
‫ص ََلحِ ال ِعبَا ِد دُ ْنيَاهُم‬
َ ‫واإلرشَادَات ِل‬
ْ َ َ‫ان أ َ ْن ِبيَائِ ِه ِمن‬
‫األو ِام ِر َوالنَّ َواهِي‬ ِ ‫س‬َ ‫علَى ِل‬ َ ‫ال ِدِّينُ ه َُو َما ش ََر‬
َ ُ‫عهُ هللا‬
‫وأ ُ ْخ َراهُم‬
“Agama (ad Din) ialah apa yang disyariatkan Allah dengan perantaraan
nabi-nabi Nya berupa perintah dan larangan serta petunjuk untuk
kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.” (HPT)
Disitu ada 4 hal :
1) Syari’at Allah
2) Dibawa oleh para Nabi
3) Berisi perintah, larangan dan petunjuk
4) Sebagai sarana menuju kemaslahatan dunia dan akhirat.
Dalam MKCHM ditegaskan bahwa Islam adalah adalah agama
yang diturunkan Allah sejak nabi Adam as sampai nabi Muhammad saw.
(Jadi bukan saja agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw.
‫ت ِب ِه‬ ِ ‫اي ال ِدِّ ْينُ اإل ْسَلَ ِمي) ا َّلذِي َجا َء ِب ِه ُم َح َّمد ٌ ص م ه َُو َما أ َ ْنزَ َل هللاُ ِفي القُ ْر‬
ْ ‫آن َو َما َجا َء‬ ْ ( ُ‫ال ِدِّين‬
‫ص ََلحِ ال ِعبَا ِد د ُ ْنيَاهُم وأ ُ ْخ َراهُم‬
َ ‫واإلرشَادَات ِل‬
ْ َ َ‫سنَّةُ ال َم ْقبُولَةُ ِمن‬
‫األو ِام ِر َوالنَّ َواهِي‬ ُّ ‫ال‬
“Agama (ad Dinul Islami) yang dibawa oleh nabi Muhammad saw ialah
apa yang diturunkan Allah dalam al Qur an dan yang tersebut dalam
Sunnah yang maqbulah berupa perintah dan larangan serta petunjuk
untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.” (PP Muhammadiyah
Majelis Tarjih, Tt: 276).
Disini ada 5 hal :
1) Syari’at Allah
2) Dibawa oleh para Nabi Muhammad SAW
3) Yang tertera dalam al Qur an dan Sunnah Maqbulah (sunnah yg
diterima)
4) Berisi perintah, larangan dan petunjuk
5) Sebagai sarana menuju kemaslahatan dunia dan akhirat.
Yang dimaksud dengan “agama” disini ialah Islam.
Ini sesuai dengan al Qur an surat Ali Imran 19 dan 85:
ِ ْ ِ‫َّللا‬
‫اإلس ََْل ُم‬ َّ َ‫ِإ َّن الدِِّينَ ِع ْند‬
“Sesungguhnya agama yang diakui disisi Allah adalah Islam”.
(Q.S Ali Imran : 19)
‫اإلس ََْل ِم دِينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوه َُو فِي ْاْلَ ِخ َرةِ ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬
ِ ْ ‫َو َم ْن يَ ْبت َغِ َغي َْر‬
“Siapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima, dan
dia diakhirat termasuk orang yang rugi.” (Q.S Ali Imran : 85)
Dan juga tersebut dalam surat as Syura 12 :
‫سى‬
َ ‫سى َو ِعي‬ َ ‫ِيم َو ُمو‬
َ ‫ص ْينَا بِ ِه إِب َْراه‬ َّ ‫صى بِ ِه نُو ًحا َوالَّذِي أ َ ْو َح ْينَا إِلَيْكَ َو َما َو‬ َّ ‫ِين َما َو‬ ِ ِّ‫ع لَ ُك ْم ِمنَ الد‬َ ‫ش ََر‬
َّ ‫أَ ْن أَقِي ُموا الدِِّينَ َو ََل تَتَفَ َّرقُوا فِي ِه َكب َُر َعلَى ْال ُم ْش ِركِينَ َما تَدْعُو ُه ْم إِلَ ْي ِه‬
‫َّللاُ يَجْ تَبِي إِلَ ْي ِه َم ْن يَشَا ُء َويَ ْهدِي‬
ُ‫إِلَ ْي ِه َم ْن يُنِيب‬
“Dia Allah telah mensyariatkan kepadamu tentang agama yang telah
wasiatkan kepada Nuh dan yang telah kami wahyukan kepada mu
(Muhammad) dan yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu bercerai berai padanya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu serukan kepada
mereka. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan
memberi petunjuk kepadanya orang-orang yang kembali kepada Nya”

2. Ad Dunyaa (Dunia)
‫سلَّ َم َم َّر ِبقَ ْو ٍم يُلَ ِقِّحُونَ فَقَا َل لَ ْو لَ ْم تَ ْف َعلُوا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ َّ ‫ت َع ْن أَن ٍَس أ َ َّن النَّ ِب‬ َ ‫شةَ َو‬
ٍ ‫ع ْن ثَا ِب‬ َ ِ‫َع ْن َعائ‬
‫صا فَ َم َّر ِب ِه ْم فَقَا َل َما ِلن َْخ ِل ُك ْم قَالُوا قُ ْلتَ َكذَا َو َكذَا قَا َل أ َ ْنت ُ ْم أَ ْعلَ ُم ِبأ َ ْم ِر ُد ْن َيا ُك ْم‬ ً ‫صلُ َح قَا َل فَخ ََر َج ِشي‬
َ َ‫ل‬

Artinya: Dari 'Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi saw pernah
melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma, lalu beliau
bersabda: Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap)
baik. Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan
rusak. Hingga suatu saat Nabi saw melewati mereka lagi dan melihat hal
itu beliau bertanya: Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka
menjawab: Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau
lalu bersabda: Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian. (HR.
Muslim: 4308).

Dalam redaksi yang lain Nabi saw bersabda:

‫ي‬ ِ ‫ش ْيئًا ِم ْن أ َ ْم ِر د ُ ْنيَا ُك ْم فَشَأْنُ ُك ْم بِ ِه َوإِ ْن َكانَ ِم ْن أ ُ ُم‬


َّ َ‫ور دِينِ ُك ْم فَإِل‬ َ َ‫إِ ْن َكان‬

Artinya: Jika sesuatu menyangkut urusan dunia, maka itu adalah urusan
kalian, dan jika menyangkut perkara-perkara agama kalian, maka
serahkan kepadaku (Ibnu Majah: 2462, Ahmad: 12086, 23773).

3. Al ‘Ibadah (Ibadah)
ٌ‫ِي َعا َّمة‬
َ ‫ع َوه‬
ُ ‫ار‬
ِ ‫ش‬ ِ ‫ِي التَّقَ ُّربُ إلى هللاِ بِا ْمتِثَا ِل َأو ِام ِره َواجْ تِنَا‬
َّ ‫ب ن ََواهِي ِه َوالعَ َم ِل بِ َما أذِنَ بِ ِه ال‬ َ ‫ال ِعبَادَة ه‬
.‫صة‬
َّ ‫َوخَا‬
“Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan
mentaati segala perintah Nya, menjauhi larangan Nya dan mengamalkan
segala di inginkannya (diizinkannya). Dan ibadah itu terbagi dua yaitu
ammah (umum) dan khasshah (khusus)” (PP Muhammadiyah, Majelis
Tarjih, Tt: 276-277).

ُ‫ارع‬
ِ ‫ش‬َّ ‫فَالعَا َّمة ُك ُّل َع َم ٍل أَذِنَ بِ ِه ال‬
“Ibadah ammah (umum) ialah segala amal yang di izinkan Allah”

‫صة‬ ُ ‫ت َم ْخ‬
َ ‫صو‬ ٍ ‫ت َو َك ْي ِفيَّا‬ ٍ ‫ع ِفي َها ِب ُج ْز ِئيَّا‬
ٍ ‫ت و َه ْيئ َا‬ ُ ‫ار‬
ِ ‫ش‬َّ ‫صةُ َما َحدَّدَهُ ال‬
َّ ‫َوالخَا‬
“Ibadah khassah (khusus) ialah yang telah dibatasi Allah dengan bagian-
bagiannya, keadaan dan tata caranya yang tertentu.”
Menambah atau mengurangi ibadah khusus itulah yang disebut
bid’ah, dan bid’ah itu sesat. Bid’ah ialah mengada-ada atau menambah-
nambah ibadah khusus seperti shalat, haji, dll.
Ibadah umum juga segala kegiatan hidup manusia yang dibolehkan Allah,
yang gunanya menopang ibadah khusus, seperti bekerja, makan, minum,
tidur, dll.
Tanpa semua yang diatas, kita tidak bisa melakukan shalat, dll
Kalau demikian, maka cocoklah firman Allah swt dalam surat az Zariyat
56 :
“Tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahku.”
Karena seluruh hidup kita adalah ibadah.

4. Sabilillah
Sabil artinya jalan. Jadi sabilillah artinya jalan Allah. Dalam qarar
(keputusan) majlis Tarjih pengertinya ialah :
َ ‫ص ُل إلَى َما يَ ْر‬
‫ضاهُ هللاُ ِم ْن ُك ِِّل َع َم ٍل أذِنَ هللا بِ ِه ِإل ْعَلَ ِء َك ِل َمتِ ِه َوتَ ْن ِف ْي ِذ‬ َّ ‫سبِيل هللا ه َُو ال‬
ُ ‫ط ِر‬
ِ ‫يق ال ُم ْو‬ َ
‫َام ِه‬
ِ ‫أحْ ك‬
“Sabillah ialah jalan yang menyampaikan perbuatan seseorang kepada
keridhaan Allah, berupa segala amal yang di izinkan Allah untuk
meninggikan kalimatnya (agamanya) dan melaksanakan hukum-
hukumnya.” (PP Muhammadiyah, Majelis Tarjih, Tt: 277).

Dari pengertian itu ada beberapa unsur :


1) berupa amalan yang di izinkan Allah
2) jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah.
3) tujuannya untuk meninggikan (memuliakan) kalimat (agama) Allah
dan melaksanakan hukum Allah.
Disini ditegaskan bahwa sabillah adalah semua kegiatan untuk
mencari ridha Allah, jadi bukan hanya khusus jihad atau berperang.
Karena memang pengertian jihad bukan hanya perang, tapi dalam
pengertian yang lebih luas, termasuk jihad dengan harta dan jiwa. Jihad
melalui pendidikan, dakwah, memakmurkan mesjid, dll.
Tapi sabilillah dalam al Qur an dihubungkan dengan jihad atau
berperang. Ini tertera dalam surat at Taubah 81 :
“Orang-orang yang ditinggalkan (Tidak ikut perang) itu, merasa gembira
dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka
berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik
ini". Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih dahsyat panas(nya)"
jika mereka Mengetahui.”

5. Al Qiyaas (Qiyas)
Qiyas ialah ijtihad dalam menetapkan hukum suatu masalah yang
belum ada ketentuan hukumnya dengan menyamakan hukum kepada suatu
masalah yang telah ada hukumnya berdasarkan nash, karena ada
persamaan illah antara kedua hukum itu.
‫ي ِم ْن‬َ ‫ت ِه‬ ْ ‫لى اَ ْلعَ َم ِل بِها َ َولَ ْي َس‬
َ ِ‫ت اْلحا َ َجةُ إ‬ ِ ‫ت َودَ َع‬ْ َ‫ف ِع ْندَ ُموا َ َج َه ِة أ ُ ُم ْو ٍر َوقَع‬ ُّ ‫ت ال‬
ُ ‫ظ ُر ْو‬ ِ ‫تى ا ْستَدْ َع‬َ ‫َو َم‬
ُ ‫ص ِح ْي َح ِة فَا ْ ُلو‬
‫ص ْو ُل‬ َّ ‫سنَّ ِة ال‬ُّ ‫آن أ َ ِو ال‬
ِ ‫ص ِر ْي ٌح ِمنَ اْلقُ ْر‬
َ ‫َص‬ ٌّ ‫لم يَ ِردْ فِ ْي ُح ْك ِمها َ ن‬ َ ْ‫ت اْل َمح‬
َ ‫ض ِة َو‬ ِ ‫أ ُ ُم ْو ِر اْل ِعبَادَا‬
‫علَى أَسا َ ِس ت َسا َ ِوي اْل ِع َل ِل‬ َ ِ‫ص اْ َلو ِاردَة‬ ِ ‫ص ْو‬ ُ ُّ‫ق اَْلِجْ تِها َ ِد َواْ َِل ْس ِت ْنبا َ ِط ِمنَ الن‬ َ ‫لى َم ْع ِرفَ ِة ُح ْك ِمها َ َع ْن‬
ِ ‫ط ِر ْي‬ َ ‫ِإ‬
.‫ف‬ ِ ‫ف َواْل َخ َل‬ ِ ‫س َل‬ ُ َ‫كَما َ َج َرى َع َل ْي ِه اْل َع َم ُل ِع ْند‬
َّ ‫ع َلما َ ِء ال‬
Artinya: Bilamana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi
dan dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak
bersangkutan dengan ibadah mahdah pada hal untuk alasannya tidak
terdapat nash yang sharih di dalam al-Qur’an atau Sunnah shahihah,
maka jalan untuk mengetahui hukumnya adalah melalui ijtihad dan
istinbat dari nash-nash yang ada berdasarkan persamaan ‘illat sebagai
mana telah dilakukan oleh ulama salaf dan khalaf (PP Muhammadiyah,
Majelis Tarjih, Tt: 278).
Contoh : Mengharamkan narkoba karena di qiyaskan kepada khamar,
karena persamaan illahnya yaitu sama-sama menghilangkan akal, atau
memabukkan. (Surat al Baqarah 219 dan al Maidah 90).
Contoh lain: Dalam pengangkatan khalifah pengganti Nabi, para sahabat
mengqiyaskannya dengan penunjukan Abu Bakar menjadi imam shalat
waktu masih hidup.
Nu’man bin Tsabit (Abu Hanifah) adalah ulama mazhab yang
paling banyak menggunakan qiyas, karena beliau tidak banyak menerima
hadits disebabkan tinggal di Irak. Ini berbeda dengan Imam Maliki yang
tinggal di Madinah yang banyak menggunakan hadits.
‫ث ْال ُمؤْ ت َِم ِر ْينَ فِى‬
ِ ‫ت يَ ْست َِم ُع فِ ْي َها ْال ُمؤْ تَ َم ُر ِلبُ ُح ْو‬ َ َ‫ث َجل‬
ٍ ‫سا‬ ِ َ‫ث َح ْو َل َم ْسأَلَ ِة ْال ِقي‬
ِ ‫اس فِى ث َ ََل‬ ِ ْ‫بَ ْعد ُ البَح‬
ِ ‫ت َو ُم َح َاو َرةٍ بَيْنَ ْالفَ ِر ْي َقي ِْن فِى دَ ْو َرةٍ َو‬
ٍ‫احدَة‬ ٍ ‫ث دَ ْو َرا‬ِ ‫ث َ ََل‬
Setelah persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu tiga kali sidang, dengan
mengadakan tiga kali pemandangan umum dan satu kali Tanya jawab
antara kedua belak pihak.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini yaitu :
1. Masalah Lima (Masailul khamsah) merupakan rumusan awal tentang
Islam menurut pandangan Muhammadiyah tanpa ada rujukannya dari
nashnya (baik Al Qur'an maupun As Sunnah).
2. Dari rumusan tersebut tercantum pandangan dasar tentang islam menurut
pandangan muhammadiyah yang tertuang dalam penjelasan mengenai
Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, Dan Qiyas
B. Saran
Bagi para pemuda Muhammadiyah Perlu adanya pemahaman tentang
Masailul Khamsah agar dapat menjalankan kehidupan yang bernilai ibadah di
sisi Allah SWT dan bermanfaat bagi sesamanya.
DAFTAR PUSTAKA

Muda Ofset, Mitra. 2003. Pedoman bermuhammadiyah, Yogyakarta: Majelis


pengembangan kader dan sumber daya isnani pimpinan pusat
muhammadiyah.

Rudion, S.Pd. I, M.Pd, I. Pendidikan Kemuhammadiyahan 2. Metro: Sma


Muhammadiyah 1 Metro
Mubarok, Amin. Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pasha, Musthafa. Kamal. 2003. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid.
Yogyakarrta: Citra Karsa mandiri.

Anda mungkin juga menyukai