Disusun Oleh:
K1A1 09 068
Pembimbing:
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama :Tn. S
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jln Ahmad Yani
Tanggal masuk : 30 September 2019
No. Rekam Medik : 49 07 53
B. Anamnesis
Autoanamnesis pada hari Senin, 30 September 2019
Keluhan utama : Nyeri pada pergelangan kaki kanan
Anamnesis terpimpin
Pasien datang ke poli RSUD Bahteramas dengan keluhan nyeri pada
pergelangan kaki kanan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
terasa bertambah berat jika pasien berjalan dan sedikit berkurang dengan
istrahat. Keluhan ini di rasakan awalnya ketika pasien sedang voli saat
melompat dan kemudian bertumpu di lantai mengunakan kaki kanan, secara
tiba-tiba teman pasien menendang pergelangan kaki kanan pasien, pasien
tidak mendengar bunyi seperti robek, kemudian pasien merasa sangat nyeri
pada bagian belakang pergelangan kaki kanan dan pasien terjatuh, kemudian
tidak bisa berdiri dengan sempurna bertumpu pada kaki kanan lagi.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya : tidak ada
Riwayat penyakit lain : Hipertensi (+), Kolesterol (+)
Riwayat pengobatan : Pasien sempat pergi ke tukang urut
C. Pemeriksaan Fisik ( 30 september 2019)
Keadaan umum : Composmentis, tampak sakit sedang
2
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi :80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
1. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Kepala
- Kepala : Normocephali,
- Mata : Konjungtiva anemis-/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil
+/+
- Hidung : Deformitas (-), rhinorrhea (-)
- Telinga : Otorrhea -/-
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thorax
- Inspeksi : Terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding
dada kanan dan kiri simetris, retraksi dinding dada
(-), iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris,
iktus kordis
teraba pada ICS V midclavicula sinistra
- Perkusi : Sonor di lapangan paru
- Auskultasi : Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
d. Abdomen
- Inspeksi :Datar, ikut gerak napas
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar/lien
tidak teraba.
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.
3
e. Genitalia eksterna
- Inspeksi : tampak adanya kelainan berupa ulkus
f. Inguinal
- Inspeksi : pembesaran KGB (-)
- Palpasi : pembesaran KGB (-)
g. Anal-perianal
- Inspeksi : fistula (-), hemmoroid (-), tanda-tanda abses (-),
pembesaran KGB(-).
h. Extremitas Superior
- Akral hangat (+) , edema (-) pada kedua telapak tangan dan kaki
2. Status Lokalis
Regio Achiles
Inspeksi : tampak kulit yang ke arah dalam, bengkak (+), hiperemis
(+)
Palpasi : nyeri tekan (+)
D. Pemeriksaan Penunjang
Kimia Darah
GDS : 82 g/dl
Creatinin : 1,1
Kolesterol total : 173
HDL-Kolesterol : 44
LDL-Kolesterol : 95
Trigliserida : 172
SGOT : 22
SGPT : 34
4
F. Resume
Laki-laki, 52 tahun, Pasien datang ke poli RSUD Bahteramas dengan
keluhan nyeri pada pergelangan kaki kanan sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri terasa bertambah berat jika pasien berjalan dan sedikit
berkurang dengan istrahat. Keluhan ini di rasakan awalnya ketika pasien
sedang bermain voli saat melompat dan kemudian bertumpu di lantai
mengunakan kaki kanan, secara tiba-tiba teman pasien menendang
pergelangan kaki kanan pasien, pasien tidak mendengar bunyi seperti robek,
kemudian pasien merasa sangat nyeri pada bagian belakang pergelangan kaki
kanan dan pasien terjatuh, kemudian tidak bisa berdiri dengan sempurna
bertumpu pada kaki kanan lagi.
. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit
lain hipertensi (+), Kolesterol (+). Riwayat pengobatan sebelumnya pasien
sempat pergi ke tukang urut. Keadaan umum : sakit sedang, tanda vital dalam
batas normal. Pemeriksaan fisik status lokalis regio Achiles inspeksi tampak
kulit yang ke arah dalam, bengkak (+), hiperemis (+), pada palpasi didapatkan
nyeri tekan (+)
Pemeriksaan penunjang dari hasil kimia darah dalam batas normal.
G. Diagnosa Kerja
Ruptur Tendon Achiles
H. Rencana Terapi
Rencana operasi (Tindakan Tendon graft)
I. Foto Operasi
Operasi tanggal 30 September 2019
5
Gambar 1. Penjahitan Tendon Achiles
6
J. Follow Up
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
8
B. DEFINISI
C. ANATOMI
Origo tendon Achilles berasal dari otot gastrocnemius dan soleus. Dua
otot ini membentuk Triceps Surae pada bagian distal yang berfungsi sebagai
platar flexor pada persendian kaki melalui tendon Achilles. Peredaran darah
pada tendon ini berasal dari arteri peroneus yang mensuplai darah pada
bagian tengah, dan arteri tibialis posterior yang mensuplai darah pada bagian
proksimal dan distal. Peredaran darah pada tendon ini semakin berkurang
dengan bertambahnya usia. Kurangnya aliran darah pada bagian tengah
9
calcaneus diisi oleh bursa retrocalcanea (gambar 1). Tendon achilles tidak
terlihat sampai otot soleus berinsersi masuk ke tendon gastrocnemius sekitar
kurang lebih 3-4 cm di bagian distal.8
Tendon terdiri atas 30% kolagen dan 2% elastin yang terdapat di matriks
proteoglikan ekstraseluler dan terdiri atas 58-70% air. Kolagen berjalan
pararel satu sama lain dan bergabung di tendon achilles. Bagian terkecil dari
kolagen adalah kolagen fibril dan tenosit. Beberapa kolagen fiber terikat
bersama membentuk lapisan dalam tendon disebut fascia. Endotenon
mengelilingi fascia untuk menstabilkan dan mengikat tendon achiles.
Endotenon terikat bersama oleh lapisan tendon terakhir yang disebut
peritendon. Peritendon di bentuk oleh 3 lapisan, epitenon, mesotenon dan
paratenon. Epitenon merupakan lapisan terdalam yang paling dekat dengan
endotenon yang terdiri dari saraf, pembuluh darah dan limfatik. Paratenon
merupakan lapisan terluar.5
Paratenon terdiri atas beberapa membran tipis dan membentuk area tipis
antara tendon dan fascia crura. Fascia crura di tutup oleh jaringan subkutan
dan kulit. Pada sisi ventral, paratenon terdiri atas jaringan areolar lemak dan
terdiri atas pembuluh darah dan jarinan konektivus. Bagian ventral sampai
tendon achilles merupakan suatu triangular pre-achilles fat pad yang dikenal
sebagai kager’s fat pad.
10
Paratenon memiliki lapisan viseral dan parietal. Paratenon ini analog
dengan sinovium yang menyediakan nutrisi untuk tendon, tapi karena tendon
achilles tidak berubah sumbu gerak, maka tidak digunakan untuk pelumasan
seperti fungsi sinovium.3
11
Imobilisasi menyebabkan atropi tendon, tetapi karena tendon
mempunyai metabolisme yang rendah, maka pengaruh yang dirasakan lama
dan tidak sedramatis di otot betis.2
D. EPIDEMIOLOGI
Insiden ruptur tendon Achilles di negara maju telah meningkat dalam dua
dekade terakhir. Meskipun sebagian besar tendon Achilles sobek (44%
sampai 83%) terjadi selama kegiatan olahraga, struktural, biokimia, dan
biomekanik perubahan intrinsik terkait dengan penuaan dapat memainkan
peran penting. Ruptur tendon Achilles ialah cedera yang paling sering terjadi
pada tendon ekstremitas bawah, meskipun merupakan tendon yang terbesar
dan terkuat. Kejadian ruptur tersebut merupakan masalah yang cukup rumit
untuk para spesialis orthopaedi yang menanganinya terutama apabila kasus
ruptur yang disertai dengan bagian tendon dan juga jaringan lunak yang telah
menghilang.
Ruptur tendon Achilles lebih sering terjadi pada laki-laki dengan rasio
laki-perempuan 1,7:1 sampai 30:1, mungkin prevalensi yang lebih besar dari
partisipasi olahraga laki-laki ataupun kerentanan mereka terhadap cedera.
Biasanya, cedera akut tendon Achilles terjadi pada laki-laki atau para pekerja
profesional yang pada minggu ketiga/keempat kadang-kadang bermain
olahraga (akhir pekan).6
E. ETIOLOGI
Etiologi ruptur tendon achilles multifaktorial. Diantaranya terdapat
beberapa bukti perubahan degeneratif, hipoksia degeneratif (nekrotik) pada
tendon yang ruptur. Umur mengurangi diameter serat kolagen. Perubahan ini
disertai tingkat aktivitas yang tinggi, dan hal ini menjelaskan kenapa puncak
kejadian berhubungan dengan olahraga pada kelompok umur paruh baya.
Keausan mekanis dan kekuatan berlebih (mikrotrauma) menyebabkan
kelemahan tendon permanen dan regenerasi tendon yang tidak lengkap.
Terdapat bukti penggunaan kortikosteroid sistemik dan lokal merupakan
12
faktor risiko terjadinya ruptur tendo achilles. Terdapat laporan kasus
fluorokuinolon terkait ruptur tendon dan bukti laboratorium tentang efek
negatif 8 fluorokuinolon pada tenosit. Namun tidak ada kesimpulan yang
jelas tentang perannya dalam manusia. Ruptur tendon achilles dapat dikaitkan
dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, gout, lupus eritematosus,
rheumatoid arthritis, dan hiperparatiroid. Mikro trauma yang berulang juga
merupakan faktor resiko terjadinya ruptur tendon achilles.8
Teori mekanik disebut sebagai penyebab terutama pada pasien muda dan
sehat. Pada teori ini tendon sehat dapat ruptur oleh karena makrotrauma pada
kondisi fungsi dan anatomi tertentu.8
F. PATOFISIOLOGI
G. KLASIFIKASI
13
Ruptur tendon achilles dapat terjadi secara komplet maupun sebagian.
Ruptur dapat dibagi menjadi ruptur traumatik akut, ruptur kronis, dan ruptur
kronik attritional. Namun ruptur tendon sering disebabkan karena gabungan
dari keausan karena umur dan adanya insiden traumatik akut.
Berdasarkan keparahan dan derajat retraksinya, ruptur tendon achilles
dibagi menjadi 4 tipe. Tipe 1 ruptur parsial kurang dari sama dengan 50%.
Tipe II ruptur komplet dengan celah tendo kurang dari sama dengan 3 cm.
Tipe III ruptur komplet dengan celah tendo 3-6 cm. Tipe IV ruptur komplet
dengan defek lebih dari 6 cm (ruptur yang terabaikan).2
H. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan klinis
Beberapa tes digunakan untuk diagnosis ruptur achilles. Tes calfsqueeze dan
tes matles memiliki sensitivitas tinggi, masing-masing 0.96 dan 0.88 dan
spesifisitas 0.93 dan 0.85. Kedua tes ini sifatnya non-invasif, sederhana dan tidak
mahal.
14
2. Pemeriksaan Radiologi
15
Pemeriksaan foto polos radiografi ruptur tendon achilles menunjukkan
adanya pembengkakan soft tissue dan pengaburan di daerah Kager’s triangle
fat pad (gambar 8). Namun, selain pada kasus ruptur tendon achilles,
pengaburan Kager’s triangle fat pad tampak pada tendinopati dan
inflamasi/perdarahan di dalam fat pad pre-achilles. Adanya kalsifikasi atau
osifikasi pada tendon Achilles yang terlihat pada foto polos. merupakan ciri
tendinosis kronis atau menunjukkan adanya riwayat ruptur tendon
sebelumnya. Penonjolan di calcaneus merupakan salah satu tanda bursitis
retrocalcanea.
1. Pemeriksaan USG
16
USG merupakan teknik pencitraan yang terbaik untuk muskuloskeletal
karena biayanya murah, resolusi tinggi, tersedia di rumah sakit–rumah sakit,
dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan tidak menimbulkan radiasi
ionisasi. Pemeriksaan USG muskuloskeletal menggunakan transduser
frekwensi tinggi 12 (sampai 20 MHz) untuk mengakses struktur yang paling
superfisial atau menggunakan transduser multifrekwensi (7,5-12,5 MHz)
untuk evaluasi umum struktur muskuloskeletal yang agak dalam.
Pemeriksaan tendon achilles menggunakan transduser multifrekwensi (7,5-
12,5 MHz) (gambar 9).4,2
17
Pasien diposisikian prone/terlentang dengan kaki menggantung di tepi
meja (Gambar 10). Pergelangan kaki diposisikan dorsofleksi ringan dan
diberi transmisi tebal/gel untuk membantu mengoptimalkan pencitraan.
Dilakukan skening potongan longitudinal dan transversal (gambar 10A dan
10B). Tendon achilles dapat mudah dilihat ketika transduser diletakkan pada
posisi sagital (potongan longitudinal untuk serat tendon). Transduser
dipindahkan ke proksimal tempat insersi di tuberositas kalkaneus sampai ke
myotendinous junction. Transduser diputar 90 derajat untuk evaluasi
potongan transversal.7
18
Normalnya, tendon achilles mempunyai ketebalan dan ekogenitas yang
seragam pada potongan longitudinal dengan tepi anterior dominan datar atau
cekung pada potongan transversal dengan ketebalan 4-7 mm.10
Tendon achilles dikelilingi oleh garis serabut sinovial atau jaringan ikat
padat (paratenon). Paratenon bukan merupakan serabut synovial sebenanya,
tampak sebagai garis reflektif ekogen yang samar di sekitar tendon.
19
Paratenon tidak menimbulkan adanya anisotropi sehingga dapat
dibedakan dengan tendon disekitarnya. Normalnya, bursa retrocalcanea dapat
terlihat sebagai cairan lapisan tipis, namun dinding normal bursa terlalu tipis
untuk dapat terdeteksi dengan USG. Sisi ventral tendon achilles terdapat pre-
achilles fat pad yang tampak sebagai struktur ekogenik sedang yang relatif
lebih rendah dibanding ekogenitas tendon normal dan sifatnya ireguler.
Anterior pre-achilles fat pad adalah bagian dari fleksor betis, terutama terdiri
dari 14 fleksor otot halusis longus yang terletak diantara tibia posterior dan
kortek talar (gambar 13).9
20
Pada ruptur komplet, tendon tampak tak terdeteksi pada daerah yang
mengalami cedera. Ujung robekan tendon tampak terpisah/diskontinyu
disertai perubahan kontur tendon (ekostruktur lusensi) disertai adanya
perdarahan di celah tendon yang mengalami retraksi. Selain itu tampak
adanya bayangan akustik di tepi robekan dan lesi hipoekoik tendinosis
disekitarnya (gambar 15).4
Temuan hasil operasi pada rupture tendon komplet adalah tendon yang
mengalami disrupsi komplet, sedang pada rupture komplet parsial
memberikan hasil operasi secara makroskopis berupa disrupsi parsial tendon.
21
I. DIAGNOSA BANDING
1. Tendinopati
Tendinopati merupakan kelompok cedera pada tendon achilles yang
masuk pada kelompok noninsersional. Sering klinisi menggunakan istiah
tendinosis atau tendinitis, yang sebenarnya diagnosis tendinitis dan
tendinosis digunakan setelah terdapat pemeriksaan histopatologi.
Tendinopati merupakan kondisi yang menyebabkan nyeri, bengkak,
kekakuan dan kelemahan pada tendon achilles. Histopatologi tendinopati
berhubungan dengan abnormalitas yang sama dengan tendinosis, yang
merepresentasikan suatu degenerasi tendon bukan inflamasi.
Tendinosis didefinisikan sebagai degenerasi intratendon berupa hipoksia,
mukoid atau miksoid, lemak, fibrinoid, kalsifikasi atau gabungan yang
disebabkan karena beberapa penyebab (proses umur, mikrotrauma, gangguan
vaskuler). Insidensinya meningkat seiring meningkatnya aktivitas kompetisi
olahraga dan rekreasi. Lebih banyak terjadi pada atlet lari dengan kejadian 10
kali lebih banyak. Selain itu sering terjadi pada atlet olah raga raket, bola
voley, dan sepak bola.
Temuan USG pada tendinopati sulit dibedakan dengan ruptur tendon
achilles parsial. Tanda khas USG tendinopati achilles adalah penebalan
tendon dan adanya area hipoekoik dengan batas tidak jelas di dalam tendon,
dengan atau tanpa peningkatan vaskuler pada pemeriksaan doppler (gambar
16).
22
Normalnya tendon achilles mempunyai tebal 4-7 mm dan tanpa adanya
aliran darah yang terdeteksi. Adanya neovaskularisasi pada tendinopati
berhubungan dengan sakit yang menyangat, fungsi yang jelek, dan gejala
yang lama.PE Pada paratendinopati achilles akut, USG menunjukkan adanya
cairan disekitar tendon. Pada adesi peritendinosa terlihat adanya penebalan
paratenon yang hipoekoik, biasanya terjadi pada gangguan tendon kronis. 7
2. Peritendinitis
Peritendinitis oleh banyak penulis disebut sebagai paratenonitis. Adanya
krepitasi di paratenon disebut sebagai "Peritendinitis Crepitans". Pada
peritendinitis achilles akut tampak adanya reaksi sel inflamasi, edema,
ekstravasasi protein plasma, dan akumulasi fibrin di paratenon. Pada kasus
kronis, ditemukan adanya penebalan paratenon, proliferasi daerah jaringan
ikat, bentukan adesi, dan perubahan obliterasi di pembuluh darah. Nyeri
mungkin terasa di mana saja di sekitar tendon achilles, tetapi paling sering
disepertiga tengah. Sering teraba nodul disekitar tendo achilles pada
peritendinitis kronis disertai penebalan fokal atau difus di jaringan subkutan.
Biasanya peritendinitis timbul bersama dengan tendinosis. Secara klinis
sangat sulit membedakan tendinosis dari paratenonitis kecuali pada palpasi
teraba nodul khas tendinosis akut.
23
Gambaran USG peritendinitis adalah tampak struktur intratendinosa
sedikit berubah dengan tanda inflamasi, batas tak tegas. Tendon achilles dapat
disertai atau tanpa adanya akumulasi cairan semisirkuler (Gambar 17).
Hasil operasi didapatkan adanya paratenon achilles hiperemi menebal
dan fibrosis dengan adesi disekitar struktur tendon.2
J. PENATALAKSANAAN
Terapi kasus ruptur tendon dapat berupa operasi maupun non operasi
(tindakan konservatif). Rekonstruksi bedah dinilai paling tepat untuk
mengembalikan fungsi tendon sebaik mungkin, tetapi tatalaksana non-bedah
lebih dianjurkan untuk pasien dengan kondisi kulit yang buruk, riwayat
merokok, komplikasi jaringan lunak akibat dari operasi sebelumnya, dan
diabetes mellitus menahun.
Berdasarkan klasifikasi menurut keparahannya, ruptur tendon achilles
tipe I dengan tindakan konservatif, tipe II dengan end to end anastomosis, tipe
III dengan tendon graft flap, possible synthetic graft, V-Y advancement,
Bosworth turndown, tendon transfer atau kombinasi. Sedang tipe IV dengan
resesi gatrocnemius, turndown, tendon transfer, free endon graft, synthetic
graft atau kombinasi.
a. Tindakan non operasi
Tindakan dengan konservatif sangat bervariasi. Secara klasik
menggunakan gips panjang di kaki dengan lutut tertekuk/fleksi dan tumit di
24
equinus (selama 2-3 minggu), pemasangan gips pendek di kaki (selama 8
minggu). Pasien tidak boleh menumpu beban selama 6 minggu pertama.2
b. Tindakan operasi
Banyak teknik bedah untuk tatalaksana ruptur achiles neglected. Tujuan
utama dari setiap tindakan bedah adalah untuk mengembalikan fungsi dan
kekuatan dari otot kompleks gastrocnemeussoleus dengan menyusun ulang
hubungan length-tension yang optimal. Repair end-to-end menjadi ideal jika
celah antara ujung-ujung tendon memungkinkan aposisi langsung setelah
25
reseksi dari jaringan parut. Tindakan ini akan mengembalikan kekuatan
isokinetik achilles yang maksimal karena dengan cara inilah panjang tendon
saat sebelum cedera dapat dicapai.
26
selubung tendon. Proses ini diulang di bagian distal dan kemudian jahitan ini
diikat bersama-sama.
K. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tindakan konservatif pada ruptur tendon achilles antara
lain terjadinya ruptur ulang dan penurunan kemampuan fleksi dari plantar.
Sedangkan komplikasi tindakan operasi perkutaneus atau operasi terbuka
adalah adanya infeksi kulit superfisial, infeksi dalam, ulkus pada tumit, ruptur
achilles ulang parsial ataupun komplit. Namun kejadian ruptur ulang pada
tindakan operasi lebih rendah dibandingkan dengan tindakan hanya dengan
konservatif.
L. PROGNOSIS
Dengan perawatan yang tepat dan rehabilitasi, prognosis ruptur achilles
tendon baik hingga sempurna ( ad bonam ). Banyak atlet yang mampu
kembali ke aktivitas level semula dengan tindakan bedah atau konservatif.
Namun, individu yang menjalani pembedahan lebih sedikit mengalami ruptur
tendon achilles lagi. Tingkat ruptur ulang untuk pengobatan operasi adalah
0—5% dibandingkan hampir 40% pada pasien yang menggunakan treatment
konservatif.
27
BAB III
DISKUSI KASUS
28
Etiologi ruptur tendon achilles multifaktorial. Diantaranya terdapat
beberapa bukti perubahan degeneratif, hipoksia degeneratif (nekrotik) pada
tendon yang ruptur. Umur mengurangi diameter serat kolagen. Perubahan ini
disertai tingkat aktivitas yang tinggi, dan hal ini menjelaskan kenapa puncak
kejadian berhubungan dengan olahraga pada kelompok umur paruh baya.
Keausan mekanis dan kekuatan berlebih (mikrotrauma) menyebabkan
kelemahan tendon permanen dan regenerasi tendon yang tidak lengkap.
29
DAFTAR PUSTAKA
7. R. J Hodson, BM, dkk. Tendon and Ligament imaging. The Britsh Journal
of Radiology, 85 (2012), 1157-1172.
30
31