Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman sekarang ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
berkembang pesat, begitu juga dengan dunia kefarmasian. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk sediaannya yang beragam yang telah di buat oleh tenaga farmasis. Diantara
sediaan obat tersebut menurut bentuknya yaitu solid (padat), semisolid (setengah padat)
dan liquid (cair).

Tujuan dari desain sediaan obat adalah untuk memperoleh hasil terapeutik yang
dapat diperkirakan dari suatu obat termasuk formulasi yang dapat diproduksi dalam
skala besar dengan kualitas produk yang dapat dipertahankan dan dihasilkan terus-
menerus. Bentuk sediaan obat antara lain sediaan cair, sediaan setengah padat dan
sediaan padat. Sediaan cair sendiri ada dalam bentuk sirup, suspensi, elixir dan lain
sebagainya, sediaan setengah padat terdiri dari krim, salep, gel dan masih banyak lagi.
Sedangkan untuk sediaan padat, dikenal dalam bentuk serbuk, granul, pil, tablet dan
lain sebagainya.

Salah satu bentuk sediaan cair yang sering diproduksi adalah suspensi. Sediaan
suspensi dibuat jika bahan obat padat tidak dapat larut dalam pembawanya sehingga
untuk mendispersikannya dalam pembawa diperlukan suspending agent. Sediaan
suspensi memiliki beberapa keuntungan antara lain absorpsinya lebih cepat
dibandingkan dengan sediaan padat sehingga memberikan efek terapi lebih cepat.

Sediaan yang ditujukan untuk mengobati penyakit mata telah ditemukan sejak
dahulu. Istilah “collyria” diberikan oleh bangsa Yunani dan Romawi terhadap bahan-
bahan yang dapat larut dalam air, susu atau putih telur yang dapat digunakan sebagai
tetes mata. Pada abad pertengahan, tetes mata digunakan untuk memperbesar (dilatasi)
pupil. Sebelm Perang Dunia II, sediaan obat mata sangat sedikit tersedia di pasaran.
Pada tahun 1950 hanya tiga sediaan obat mata yang masuk dalam US Pharmacopoeia
(USP) XIV.

1
Sediaan obat mata biasanya dibuat pada farmasi komunitas atau farmasi rumah
sakit dengan stabilitas yang terbatas hanya untuk beberapa hari saja. Produk-produk
obat mata steril tersedia sebelum pertengahan tahun 1950-an, namun pentingnya
sterilitas untuk obat tetes mata masih belum dikenal secara resmi sampai tahun 1955
ketika panduan resmi pertama kali memasukkan persyaratan sterilitas. Saat ini, jenis-
jenis bentuk sediaan formulasi obat mata adalah mulai dari larutan yang sederhana
sampai dengan sistem penghantaran kompleks.
Ada berbagai macam zat aktif yang dapat dibuat ke dalam bentuk sediaan
suspensi. Namun tidak semua zat aktif dapat stabil pada air atau mudah terurai jika
disimpan dalam waktu yang lebih lama dan salah satunya adalah antibiotika
Klomramfenikol. Tetes mata kloramfenikol adalah larutan steril Kloramfenikol,
mengandung Kloramfenikol tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 130% dari
jumlah yang tertera pada etiket. Dalam percobaan ini bahan obat yang digunakan
sebagai zat aktif pada sediaan obat tetes mata steril adalah Kloramfenikol yang
mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat melawan infeksi mata dan merupakan
antibiotika spectrum luas bersifat bakteriostatik. Berdasarkan penjelasan di atas
kelompok kami ingin membuat formulasi sediaan obat tetes mata steril dalam bentuk
suspensi.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :

A. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi sediaan
semi solid dan liquid.
2. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian
praformulasi untuk sediaan .
3. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan suspensi untuk sediaan
tetes mata steril.
4. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan suspensi untuk
sediaan tetes mata steril.
5. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk
pelaksanaan praktikum.

2
6. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan suspensi untuk
sediaan tetes mata steril.
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengikuti dan melaksanakan ketentuan praktikum.
2. Mahasiswa dapat menyusun hasil pengkajian praformulasi bahan aktif
untuk sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
3. Mahasiswa dapat membuat rekomendasi untuk desain komponen, mutu
dan proses pembuatan sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
4. Mahasiswa dapat menyusun desain formula pembuatan dan evaluasi
sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril dari hasil pengkajian
praformulasi.
5. Mahasiswa dapat menyusun Prosedur Tetap untuk setiap bahan,
pembuatan dan evaluasi sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
6. Mahasiswa dapat menjalankan alat untuk setiap tahap pembuatan dan
evaluasi sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
7. Mahasiswa dapat menyusun laporan praktikum mengenai pembuatan
sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Sediaan


2.1.1 Definisi Tetes Mata (Guttae Ophthalmicae)
- Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar
kelopak mata dan bola mata. (FI III Hal. 10)
- Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedekimian rupa hingga sesuai digunakan
pada mata. (FI IV Hal. 13)
- Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat
seperti yang tertera pada suspensiones. (FI IV Hal. 14)

2.1.2 Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan :
- Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas
dan kemudahan penanganan.
- Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas
dan efek terapinya.
Kerugian :
- Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas, maka
larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur
gastrointestinal menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan.
- Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler
pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk
mata adalah efeknya lokal atau topikal.

4
2.1.3 Syarat sediaan tetes mata
1. Steril.
2. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.
Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4% b/v atau 0,7
– 1,5% b/v.
3. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
4. Tidak iritan terhadap mata.

2.1.4 Pemilihan Bentuk Zat Aktif


Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut
air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang
harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formula larutan tetes mata
yaitu:
1. Kelarutan.
2. Stabilitas.
3. pH stabilitas dan kapasitas dapar.
4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan tetes mata adalah basa lemah.
Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan
nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan
garam natrium.

2.1.5 Formulasi
Formula umum
R/ Zat aktif
Bahan pembantu :
- Pengawet
- Pengisotonis
- Antioksidan
- Pendapar
- Peningkat viskositas
- Pensuspensi
- Surfaktan

5
2.1.6 Teori Bahan Pembantu
a. Pengawet
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan
mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan
obat tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut :
- Bersifat bakteriostatikdan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama
terhadap Pseudomonasa aeruginosa.
- Non iritan terhadap mata.
- Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
- Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
- Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan
sediaan.
b. Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol
dan dapar. Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata
berdasarkan FI IV yaitu 0,6 – 2,0%.
c. Pendapar
Secara ideal, larutan obat tetes mata mempunyai pH dan isotonisitas yang
sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH
7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air, sebagian besar garam
alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak
obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4. Tetapi larutan tanpa
dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang
nyaman. Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut FI IV
yaitu 3,5 – 8,5.
Syarat dapar yaitu :
- Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan.
- Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat
mengubah pH air mata.
d. Peningkat Viskositas
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat
viskositas untuk sediaan tetes mata yaitu:

6
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri.
2. Perubahan pH yang dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat
viskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi
baik oleh mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelompok
mat, sulit bercampur dengan air mata atau menganggu difusi obat.
Viskositas untuk larutan tetes mata dipandang optimal jika berkisar antara
15 – 25 cps. Pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan
pada, yaitu:
- Ketahanan pada saat sterilisasi.
- Kemungkinan dapat disaring.
- Stabilitas.
- Ketidakcanpuran dengan bahan-bahan lain.
e. Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan tetes mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara.
Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering
digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai
0,3%.
f. Surfaktan
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai
aspek:
1. Sebagai antimikroba (surfaktan golongan kationik).
2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat tetes mata dan kornea
sehingga meningkatkan aktif terapeutik zat aktif.
3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan
lakrimal, meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva
sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat.
4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan
merusak kornea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima
dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.

7
2.1.7 Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan. Jika memungkinkan,
penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik
jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan mempengaruhi stabilitas sediaan,
sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan autoklaf juga merupakan pilihan
baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat
tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan menggunakan penyaring
bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan, namun
perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan, dan pengunaan alat-alat.
Sedapat I mungkin gunakan penyaring steril satu kali pakai. (FI IV Hal. 13)
Menurut FI III, kecuali dinyatakan lain tetes mata dibuat dengan salah satu
cara berikut:
1. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat
pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup wadah
dan sterilkan dengan autoklaf pada suhu 115 – 116°C selama minimal 30
menit, tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi A).
2. Obat dilarutkan ke dalam pembawa berair yang mengandung salah satu zat
pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
disterilkan dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C) ke dalam wadah yang
sudah steril secara aseptik dan ke tutup rapat.
3. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah
satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup rapat,
sterilkan dengan uap air mengalir pada suhu 98 - 100°C selama minimal 30
menit tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B).

2.1.8 Evaluasi Sediaan


 Evaluasi Fisik
1. Uji kejernihan

8
2. Penentuan bobot jenis
3. Penentuan pH
4. Penentuan bahan partikulat

5. Penentuan volume terpindahkan


6. Penentuan viskositas dan aliran
7. Volume sedimentasi
8. Kemampuan redispersi
9. Penentuan homogenitas
10. Penentuan distribusi ukuran partikel
 Evaluasi Kimia
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
3. Penetapan potensi
 Evaluasi Biologi
1. Uji sterilitas

2. Uji efektivitas pengawet

2.1.9 Wadah dan Penyimpanan


Saat ini wadah untuk larutan tetes mata berupa gelas telah digantikan
oleh wadah plastik fleksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan
built in dopper.
Keuntungan wadah plastik :
- Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah.
- Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built
in dopper.
- Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan radiasi
atau etilen oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.
Kekurangan wadah plastik :
- Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa
volatil, uap air, dan oksigen.
- Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk
menjadi kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.
 Persyaratan kompendial :

9
- Farmakope eropa mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari
bahan yang tidak menguraikan atau merusak sediaan akibat difusi obat

ke dalam bahan wadah atau karena wadah melepaskan zat asing ke


dalam sediaan.
- Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
- Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan
dan aplikator sampai waktu penggunaan.
- Wadah untuk tetes mata dosis ganaplikator sampai waktu penggunaan.
- Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes
langsung atau dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang
dilengkapi pipet karet.
- Penyimpanan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume10
ml, dilengkapi dengan penetes.
 Penyimpanan
- Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari
komponen plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.
- Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang
bersatu dengan wadah atau dengan suatu tutup yang dibuat dan
disterilisasi secara terpisah.

2.1.10 Penandaan
Farmakope eropa mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan
tetes mata.
 Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba
atau senyawa lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis
ganda harus mencantumkan batas waktu sediaan tersebut tidak boleh
digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka.
 Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu.
 Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan
kondisi penyimpanan.

10
 Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu
indikasi bahan aktif dan kekuatan atau potensi sediaan dengan
menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan persentasenya. Jika
digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode.

 Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus ntuk wadah sediaan dosis
ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus d perlakuan yang
harus dilakukan untuk menghindarilakukan untuk menghindari kontaminasi
isi selama penggunaan.
 Labelling
Label harus mencantumkan :
- Nama dan persentase zat aktif.
- Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.
- Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata.
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan
perwatan tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama
penggunaan.

2.2 Suspensi

2.2.1. Definisi Suspensi


Suspensi adalah preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi
halus dan tersebar merata dalam pembawa dimana kelarutan obatnya sangat
kecil. Menurut FI edisi III : Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan
obat padat dalam bentuk halus, tidak terlarut dan terdispersi dalam pembawa
secara halus, tidak boleh cepat mengendap, dan jika dikocok perlahan-lahan
endapan dapat terdispersi kembali, mengandung zat tambahan untuk
menjamin stabilitas serta mempumyai kekentalan yang tidak boleh terlalu
tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Menurut FI edisi IV :
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut dan
terdispersi dalam fase cair yang terdiri atas suspensi oral, topical, teres telinga,
dan suspensi optalmik.

2.2.2 Keuntungan dan Kerugian Suspensi

11
Keuntungan Suspensi :
- Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet/kapsul
- Homogenitas tinggi
- Lebih mudah diabsorpsi dibandingkan sediaan tablet/kapsul

- Dapat menutup rasa dan bau yang tidak enak dari obat
- Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air
Kerugian Suspensi :
- Kestabilan rendah
- Jika membentuk ‘caking’ akan sulit didispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun
- Alirannya menyebabkan sukar dituang
- Ketepatan dosis lebih rendah dibandingkan bentuk sediaan larutan
- Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem disperse

2.2.3 Komponen Suspensi


Formula umum suspensi :
R/ Zat aktif
Bahan tambahan :
- Bahan pengsuspensi
- Bahan pembasah/humektan
- Flavoring agent
- Dapar atau acidifier
- Antioksidan
- Anticaking
- Flocculating agent
- Antibusa
- Pengawet
Pembawa : air, sirup dan lain-lain

2.2.4 Jenis-jenis Suspensi


1. Berdasarkan penggunaan :
- Suspensi oral
- Suspensi topikal

12
- Suspensi tetes telinga
- Suspensi optalmik
2. Berdasarkan istilah
- Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air untuk oral

- Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur


- Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk topikal
3. Berdasarkan Sifat
- Suspensi Deflokulasi
- Suspensi Flokulasi

2.2.5 Persyaratan
Menurut FI IV, syarat suspensi :
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus
mengandung zat antimikroba
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat
Menurut FI III, syarat suspensi :
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
2. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
3. Dapat mengandung bahan tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok dan
dituang
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensoid tetap agak konstan untuk waktu yang lama dalam
penyimpanan

2.2.6 Evaluasi dan Stabilitas


1. Evaluasi Fisika
 Distribusi ukuran partikel
 Homogenitas
 Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
 BJ sediaan dengan piknometer

13
 Sifat aliran dan viskositas dengan Viskometer Brookfield
 Volume terpindahkan
 Penetapan pH
 Kadar air (untuk suspensi kering)

 Penetapan waktu rekonstitusi (untuk suspensi kering)


2. Evaluasi Kimia
 Keseragaman sediaan
 Penetapan kadar
 Identifikasi
 Penetapan kapasitas penetralan asam (untuk suspensi antasida)
3. Evaluasi Biologi
 Uji potensi (untuk antibiotic)
 Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida)
 Uji efektivitas pengawet

14
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Karakter umum sediaan jadi :


 Mengandung partikel padat (bahan aktif) terdispersi dalam pembawa.
 Mengandung pembawa.
 Partikel terdispersi halus.
 Mengandung suspending agent.
 Mengandung bahan tambahan : pengawet dan bahan mudah tercampurkan,pendapar.
 Steril

3.2 Syarat Sediaan Jadi


No Parameter Satuan Spesifikasi sediaan Syarat Farmakope Syarat lain
yang akan dibuat
1 Kadar bahan aktif % Sesuai Farmakope 0,25% - 1 %,
tetesmatachloramphenikolmenga
ndung chloramphenicol,
tidakkurangdari 90,0 %
dantidaklebihdari 130,0 %
darijumlah yang
terterapadaetiket. (FI IV hal.
191)
2 Homogenitas Homogen Homogen
3 Kejernihan Jernih tanpa cemaran Memenuhi uji kejernihan
4 Stabilitas Stabil Stabil
5 Sterilitas Dibuat dengan cara Memenuhi syarat prosedur uji
aseptik menggunakan penyaringan
membran (FI IV hal, 192)
6 Isotonis Tidak pedih dimata Tidak pedih di mata
7 pengawet Tidak menganggu
bahan aktif dan sediaan
8 Bau Tidak berbau Tidak berbau (FI III hal. 143)
9 Rasa Pahit Sangat pahit (FI III hal. 143)
10 Warna Jernih tidak berwarna Putih, putih kelabu, putih

15
kekuningan (FI III hal. 143)
11 pH Sesuai denagn pH mata Antara 7,0-7,5 (FI IV hal. 192)
12 Cara pemakaian Teteskan pada mata Teteskan pada mata yang sakit
yang sakit
13 Wadah&penyimpa Sesuai Farmakope Dalam wadah tertutup rapat dan
nan disimpan dalam lemari
pendingin. Wadah atau karton
disegel untuk menjamin sterilitas
pada pemakaian pertama (FI IV
hal. 192)

3.3 Data Pengkajian Praformulasi

No Rumusan Alternatif Pemecahan Masalah


Masalah

Komponen Proses Pengawasan Keputusan

Mutu

1. Bentuk sediaan  Larutan  Penghalusan  Ukuran partikel Suspensi


apa yang sesuai  Suspensioptalmik optalmik, karena
untuk dibuat  Emulsi kolamfenikol
sediaansteril tidak larut
kloramfenikol dalam air
tetes mata?

2. Bahan pembawa  Aqua ProInjection  Pelarutan  Kelarutan Aqua pro


apa yang sesuai  API bebas O2 injection, karena
untuk dipakai  API bebas CO2 dapat
sebagai pembawa melarutkan
dalam pembuatan bahan aktif
kolamfenikol dengan
tetes mata? sempurna da
merupakan zat
pembawa yang
baik serta
memang
ditujukan untuk
pembuatan

16
larutan sejati.

3 Dosis yang dibua  0,5 %  Perhitungan  Perhitungan 0,5% aman unuk


tuntuk memberi kadar bahan pembuatan tetes
 1%
efek terapi aktif mata dan dapat
memberikan
efek terapeutik

4. Sediaan dibuat  Isotonis  Pencampuran  Kelarutan Isotonis. Syarat


obat tetes mata sediaan tetes
 Hipotonis  Homogenitas
steril. Dapat mata steril harus
tercampur dengan  hipertonis  Stabilitas berupa sediaan
konsentrasi dalam yang isotonis
tubuh. Dibuat dengan
sediaan yang menambahkan
bersifat dan apa NaCl
yang digunakan

5. Sediaan tetes Dengan Acidum


mata penambahan boricum.karena
 Pencampuran  Uji
kloramfenikol pengawet : tidak OTT pada
mikrorganisme
dipakai berulang kloramfenikol
 Phenylhidragrinitr
sehingga mudah
as
ditumbuhi
 AcidumBoricum
mikroba

6. Zat / sediaan  NaH2PO4 NaH2PO4 dan


dikhawatirkan  Na2HPO4 Na2HPO4
tidak stabil. sebagai dapar
Sediaan tetes  Pencampuran  Kelarutan agar tidak pedih
mata yang stabil  Uji di mata pada
diberi zat homogenitas saat digunakan
pendapar agar
tidak pedih saat
digunakan

7. Metode  Teknik Sterilisasi

17
pembuatan apa aseptic aseptis. Karena
yang sesuai  Non kondisi aseptis
untuk membuat aseptik efektif untuk
tetes mata meminimalisir
kloramfenikol terjadinya
agar diperoleh kontaminasi
hasil sterilitas mikroorganisme
yang terbaik?

8. Penandaan Karena
berdasarkan penggunaan
golongan obat sediaan tetes
bermacam- mata harus
macam. dengan resep
Penandaan dokter dan perlu
golongan yang dilakkan oleh
sesuai sebagai tenaga ahli
petunjuk medis.
penggunaan
konsumen

9. Dikhawatirkan zat  Metil selulosa Metil selulosa


tidak dapat larut  Hidroksi propil memiliki sifat
 Pencanpuran  Homogen
dalam air, maka metil selulosa viskositas yang
ditambahkan zat  Polivinil alkohol dapat
pensuspensi meningkatkan
waktu kontak
dengan kornea
mata

10 Cara sterilisasi Digunakan


yang sesuai teknik aseptik
 Teknik aseptik  Sterilisasi  Uji sterilitas
karena tetesmata
 Pemanasan
yang akan
dibuat adalah
dalam bentuk
suspensi.

11 Bahan aktif tidak  Penyaringan Penyaringan


larut dalam membran membran perlu

18
pelarut, apa yang  sterilisasi  Penyaringan  Uji kejernihan dilakukan agar
harus dilakukan sediaan bebas
agar larutan jernih dari partikel
atau bahan yang
tidak larut.

3.4 Data Praformulasi


 Nama Bahan Aktif : Chloramphenicol

NO. PARAMETER DATA

1. Pemerian Hablur halus berbentuk jarumatau lempeng memanjang, warna putih kelabu
sampai kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit(FI III hal. 143 )
2 Kelarutan Larut dalam ± 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol 95%, dalam bagian
propilen glikol, sukar larut dalam kloform eter P dan eter P ( FI III hal. 143)
3 pH Antara 4,5 dan 7,5 (FI IV hal. 188)

4 OTT -

5 Cara sterilisasi teknik aseptis

6 Indikasi Antibiotikum ( FI III)

7 Dosis lazim Sekali 250 mg-500 mg. Sehari 1 g-2 g ( FI III hal. 963). 0.5 % (larutan) dan 1 %
(salep); tiap 10 ml mengandung 50 mg kloramfenikoluntuksediaantetesmata

8 Cara pemakaian Oral dan pemakaian luar

9 Sediaan lazim dan Kapsul, tetes mata, tetes telinga, salep mata
kadar
10 Wadah dan Dalam wadah tertutup rapat ( FI IV hal.190)
penyimpanan

 DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN

Nama bahan tambahan : API (Aqua Pro Injeksi )

NO PARAMETER DATA

1 Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau (FI IV hal.


112)

2 Kelarutan Dapat tercampur dengan pelarut polar

19
3 pH -

4 OTT -

5 Cara sterilisasi Disterilkan tanpa penambahan bakterisida ( FI III hal. 97)


atau dengan autoclave

6 Indikasi Untuk pembuatan injeksi ( FI III hal. 97)

7 Dosis lazim -

8 Cara pemakaian Sebagai pembawa dan pelarut sediaan steril

9 Sediaan lazim dan Cairan -


kadar

10 Wadah Dalam wadah tertutup kedap . dalam wadah bertutup


penyimpanan kapasberlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari
setelah pembuatan ( FI III hal. 97 )

 DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN

Nama bahan tambahan : Acidum Boricum

NO PARAMETER DATA

1 Pemerian Serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak berwarna, kasar, tidak
berbau, rasa agak asam, pahit, kemudian manis (FI III hal. 49)

2 Kelarutan Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16
bagian etanol 95% Pdan dalam 5 bagian gliserol P ( FI III hal. 49)

3 pH 3,8 sampai 4,8 (FI III hal 49)

4 OTT -

5 Cara sterilisasi Dengan teknik aseptis

6 Indikasi Sebagai pengawet atau antiseptikum ekstern ( FI III hal. 50)

7 Dosis lazim 0,125%

8 Cara pemakaian Zat tambahan sebagai pengawet

9 Sediaan lazim dan Serbuk


kadar

10 Wadah penyimpanan Simpan dalam wadah tertutup baik (FI III hal. 50)

 DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama bahan tambahan : Dapar fosfat ( NaH2PO4 )

20
NO PARAMETER DATA

1 Pemerian Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
asam dan asin ( FI III hal. 409)

2 Kelarutan Larut dalam 1 bagian air ( FI III hal. 409)

3 pH 4,4 sampai 4,6 ( FI III hal. 409)

4 OTT -

5 Cara sterilisasi Dengan teknik aseptis

6 Indikasi Sebagai pendapar atau zat tambahan

7 Dosis lazim 0,8 %

8 Cara pemakaian -

9 Sediaan lazim dan Serbuk


kadar

10 Wadah penyimpanan Dalam wadah tertutup baik ( FI III hal. 410)

 DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama bahan tambahan : Dapar fosfat ( Na2HPO4 )

NO PARAMETER DATA

1 Pemerian Hablur tidak berwarna , tidak berbau, rasa asin. Dalam udara kering
merapuh (FI III hal, 227)

2 Kelarutan Larut dalam 5 bagian air, sukar larut dalam etanol (95%) P ( FI III hal.
227)

3 pH 2,0% b/v 9,0 s 9,2 sampai ( FI III hal. 227)

4 OTT -

5 Cara sterilisasi Dengan teknik aseptis

6 Indikasi Sebagai pendapar atau zat tambahan

7 Dosis lazim 0,947 %

8 Cara pemakaian -

9 Sediaan lazim dan Serbuk


kadar

10 Wadah penyimpanan Dalam wadah tertutup baik ( FI III hal. 227 )

 DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama bahan tambahan : NaCl 0,9%

21
NO PARAMETER DATA

1 Pemerian Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak
berbau rasa asin. (FI III hal. 403)

2 Kelarutan Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam
lbh kurang bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol 95% P ( FI III
hal. 403)

3 pH 4,5-7,0 (FI III 404)

4 OTT -

5 Cara sterilisasi -

6 Indikasi Zat tambahan/pengisotonis

7 Dosis lazim 0,6% - 2,0% (FI IV)

8 Cara pemakaian Dapat digunakan sebagai cairan infus

9 Sediaan lazim dan Cairan -


kadar

10 Wadah penyimpanan Dalam wadah tertutup baik (FI III hal 404)

 DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN

Nama bahan tambahan : Metil Selulosa

NO PARAMETER DATA

1 Pemerian Serbuk berserat atau granul berwarna putih. Suspensi dalam air
bereaksi netral terhadap lakmus Pengembang dalam air dan
membentuk suspensi yang jernih hingga opalesen kental, koloidal

2 Kelarutan Tidak larut dalam etanol, dalam eter, dan dalam kloroform. Larut
dalam asam asetat glasial dan dalam campuran volume sama etanol
dan kloroform (FI IV hal. 544)

3 pH -

4 OTT -

5 Cara sterilisasi Teknik aseptis

22
6 Indikasi Sebagai pengental

7 Dosis lazim 1% - 2%

8 Cara pemakaian Dapat digunakan sebagai pengental pada sediaan tetes mata

9 Sediaan lazim dan -


kadar

10 Wadah penyimpanan Dalam wadah tertutup baik (FI IV hal. 544 )

3.5 Perhitungan dan Penimbangan


Batch : 5 mL

No Nama Bahan Fungsi (untuk Pemakaian Lazim


farmakologi/farmas (%) Penimbangan dan
etika) Pemipetan Bahan
Unit Batch
1 Chloramfenicol Sebagai antibiotika 0,5% (0,005 gr/mL) 0,025 0,075 gr
gr/5mL

2 Aqua Pro Injeksi Sebagai Pelarut Ad 5ml Ad 15 ml


atau Pembawa
3 Acid Boric Sebagai Pengawet 0,125% 0,00625 0,01875
(0.00125gr/mL gr/5ml gr
4 Natrium Sebagai Pendapar 0,8 % dibuat 6mL 0,016 0,048
dihidrogenfosfat untuk 15 mL sediaan gr/5ml gr/15 ml
(0,0032gr/mL)

5 Dinatrium Sebagai Pendapar 0,947 % dibuat 9mL 0,028 0,08523


hidrogenfosfat untuk 15 mL sediaan gr/5ml gr/15ml
(0,0056 gr/mL)

6 Natrium Klorida Sebagai 0,9 % (0.009 gr/mL) 0,045 0,135


Pengisotonis gr/5ml gr/15ml
7 Metil Selulosa Sebagai Pengental 0,05 0,15 gr
dan Pensuspensi 1% (0,01gr/ml) gr/5ml

Perhitungan

 Chloramfenicol 0,5%
5 mL →0,5/100 x 5 mL = 0.025 gram
3 botol → 3 x 0,025 gr = 0,075 gram
 Acid boric 0,125%

23
5mL→ 0,125/100 x 5mL = 0,00625 gram
3 botol→ 3 x 0,00625gr = 0.01875 gram
 Natrium dihidrogenfosfat 0,8 % dibuat 6 mL untuk 15 mL sediaan tetes mata
5mL → 0,048/3 = 0,016gram
3 botol →→ 0,8/100 x 6mL = 0,048 gram
 Dinatrium hidrogenfosfat 0,947% dibuat 9 mL untuk 15 mL sediaan tetes mata
5ml → 0,08523/ 3 = 0,028 gr/mL
3 botol→ = 0,947/100 x 9 mL = 0,08523 gr/mL
 NaCl 0,9 %
5 mL→0,9/100 x 5 mL = 0,04 5gram
3 botol → 3 x 0,045 gram = 0,135 gram
 Metil selulosa 1%
5 mL → 1/100 x 5 mL = 0,05 gram
3 botol → 3 x 0,05 gr = 0,15 gram

3.6 Pengawasan Mutu Sediaan


1. In Process Control

N Parameter yg diuji Satuan Cara pemeriksaan


o
1. Waktu dan suhu sterilisas iakhir - IK Uji sterilisasi
homogenitas
2. pH - IK pengukuran pH
3. Ketepatan volume - IK volume terpindahkan
-

2. End proses control


N Parameter yg diuji Satuan Cara pemeriksaan
o
1. Organoleptis - IK uji organoleptis
2. PH - IK pengukuran pH
3. Bobot Jenis - IK bobot jenis

24
4. Uji kejernihan - IK uji kejernihan
5. Uji volume terpindahkan - IK uji volume terpindahkan
6. Sterilitas - IK uji sterilitas
7. Efektivitas pengawet - IK uji efektivitas pengawet

3.6 Prosedur Tetap

Disusun Oleh :Kelompok Diperiksa Disetujui Hal Dari Hal


7 Oleh : Oleh:
No: / /
Tanggal : Tanggal :
Tanggal :
Penanggung Jawab Prosedur Tetap

I. Persiapan
a. Ruangan, peralatan dan wadah dibersihkan
b. Peralatan dan wadah dibersihkan
c. Kebersihan diperiksa
d. Pakai pelindung pernapasan dan jalankan exhauter.
e. Beri label identitas tiap wadah.
f. Pakai masker dan sarung tangan

II. Kegiatan Produksi


Kegiatan produksi terdiri dari :
1. Penyiapanalatdanbahan
2. Penimbangan dan pemipetan bahan
3. Pelarutan bahan aktif dan bahan tambahan
4. Pengujian mutu sediaan tetes mata
5. Pengemasan
6. Penyerahan produk jadi

Semua anggota kelompok membuat jadwal harian produksi berdasarkan rencana


produksi untuk periode yang datang, mempertimbangkan.
1. sisa jadwal yang lalu
2. kapasitas masing – masing mesin setiap tahap
3. jumlah tenaga kerja
4. jumlah bahan baku dan kemasan dan kemungkinan adanya keterlambatan
kedatangannya
5. urgensi masing – masing produk.

25
III. Penimbangan dan Pemipetan Bahan
a. Anggota kelompok menyiapkan semua bahan yang akan digunakan
b. Anggota kelompok melakukan Penimbangan dan pemipetan lalu
mencatat hasil penimbangan dan pemipetan sesuai dengan IK
Penimbangan dan pemipetan bahan

IV. Pelarutan bahan aktif dan bahan tambahan


a. Anggota kelompok menyiapkan semua bahan yang akan digunakan
b. Anggota kelompok melakukan Pencampuran sesuai dengan IK Pelarutan
bahan aktif dan bahan tambahan

V. Pengujian mutu sediaan


a. Anggota kelompok menyiapkan alat utuk kegiatan Evaluasi terhadap
sediaan yang dihasilkan
b. Anggota kelompok melakukan kegiatan untuk Evaluasi sesuai dengan
IK Pengujian mutu eliksir

VI. Pengemasan.
Anggota kelompok melaksanakan pengemasan dan mencatat semua
kegiatan dan hasil pengemasan sesuai IK. Pengemasan

VI. Penyerahan produk jadi


a. anggota kelompok membuat nota penyerahan barang dan
menyerahkan barangnya kepada dosen pembimbing.
b. Dosen pembimbing memeriksa kecocokan barang dengan nota
penyerahan barang.
c. Menyerahkan sediaan jadi

3.7 Instruksi Kerja

Hal. Dari

INSTRUKSI KERJA Tanggal


Berlaku:
PENIMBANGAN DAN PEMIPETAN BAHAN

26
DisusunOleh: Diperiksa Oleh: Disetujui Oleh: Pengganti No.

KELOMPOK VII

Indah Diantika
Tgl. Tgl.
Febriana

Indra Aditya

Atika Jaya Rani

Ritta Tgl.

Tujuan: Memperoleh bahan baku sesuai jenis dan jumlah yang diinginkan

Bahan: 1. Chloramfenicol Alat: 1. Timbangan

2. WadahBahan

2. Aqua Pro Injeksi 3. Label

4. Pipet ukur/ pipet


3. Acid Boric
volume

5. Balp
4. Natrium Dihidrogenfosfat

5.Nacl

6.Metil selulosa

7.API

Instruksi Operator: Pengawas:

Cara Kerja:

27
1. Beri label pada wadah yang akan digunakan
2. Timbang masing-masing bahan, masukkan ke dalam wadah
yang sesuai

No. Bahan: Penimbangan Seharusnya:

Chloramfenicol

Aqua Pro Injeksi

Acid Boric

Natrium
Dihidrogenfosfat

Dinatrium
hidrogenfosfat

Nacl

Metil selulosa

3.8 Tahap Pembuatan Tetes Mata Kloramfenikol

Hal. Dari

INSTRUKSI KERJA
TanggalBerlaku:

PELARUTAN BAHAN AKTIF

DisusunOleh: DiperiksaOleh: DisetujuiOleh: Pengganti No.

KELOMPOK VII

Tgl. Tgl.

28
Tujuan: Memperoleh zat aktif yang larut

Bahan: 1. Chloramfenicol Alat: 1. Beaker Glass

2. Spatel
2. Aqua Pro Injeksi
3. WadahBahan

3. Acid Boric 4. Label

4. Natrium Dihidrogenfosfat

5. Dinatrium hidrogenfosfat

6. Nacl

7. Metil selulosa

Instruksi Operator: Pengawas:

Pembuatan API

 Panaskan ± 50 ml air hingga mendidih

 Setelah mendidih, tutup denga nkapas + kasa biarkan selama 30’

ad dingin.

Pengenceran Bahan

Pembuatan Dapar

Larutkan 0.048 gr NaH2PO4 dengan 6 ml API dan larutkan 0,085 gr

Na2HPO4 dengan 9 mLAPI

Pembuatan Suspending Agent

29
0,15 gr CMC Na dilarutkan dalam API

Pencampuran I

Campurkan CMC Na yang telah dikembangkan dengan larutanAcid

Boric,dan dapar fosfat, gerus ad homogen,

Sterilisasikan campuran I dalam autoklaf pada suhu 115 0 – 1160C

selama 30 menit

Pencampuran II

Kloramfenikol yang telah ditimbang ditambahkan pada campuran I

yang telah dingin dan digerus ad homogen

Pengukuran volume

 Masukkan filtrat kedalam gelas ukur

 Bila volume belum mencukupi, maka tambahkan API ad 15 ml.

3.9 Evaluasi Tetes Mata Kloramfenikol

IK : PENGUJIAN MUTU Hal. Dari hal

TETES MATA

Disusun Oleh: Disetujui oleh : No. : / /

30
KELOMPOK Diperiksa
oleh :
Indah Diantika

Febriana

Indra aditya
Tgl :
Atika Jaya Rani

Ritta Tgl :

Tujuan Memastikan bahwa suspensi tetes mata yang telah dihasilkan memenuhi kriteria
dan syarat yang telah ditetapkan

Bahan Sediaan suspensi

Alat Alat-alat evaluasi suspensi

Cara Kerja Operator SPV

1. Organoleptis
Dengan menggunakan panca indra kita dapat
mengevaluasi rasa, bau, dan warna

Uji Diinginkan Hasil


Warna Jernih Jernih

Bau - -

Rasa - -

2. Uji Kejernihan

 Masukkan sampel dan pelarut pembanding dalam 2


tabung yang berbeda

 Bandingkan selama 5 menit dengan latar belakang


hitam lalu amati tegak lurus kearah bawah tabung.

Hasil: Suatu cairan dikatakan jernih apabila


kejernihannya sama dengan kejernihan air atau pelarut

31
yang dipakai

3. Uji Bobot jenis

 Timbang bobot piknometer kosong dan piknometer


+ air pada suhu 25oC

 Timbang bobot pikometer + sampel

 Gunakan rumus untuk menghitung Bobot Jenis


(bobot pikno + sampel) - bobot pikno kosong
( bobot pikno + air) - bobot pikno kosong
4. Volume Terpindahkan

Tuang kembali tetes mata kedalam gelasukur, lihat

hasilnya apakah sesuai dengan volume sebelumnya /

volume yang ditentukan.

Tulis hasil pengamatan pada table.

Volume Sediaan HasilPengamatan

5. Penentuan pH
Masukkan tetes mata kedalam beker glass, ukur pH dengan
pH indikator

Sampel pH

Tetes Mata Kloramfenikol 7,4

32
6. Uji Sterilisasi
Pindahkan cairan dari wadah menggunakan pipet atau

jarum suntik yang steril secara aseptik. Inokulasikan

sejumlah tertentu bahan dan tiap wadah uji kedalam

tabung media. Campur cairan dan media tanpa durasi

berlebihan. Inokulasikan pada media tertentu seperti

yang tertera pada prosedur umum selama tidak kurang

dari 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara

visual sesering mungkin.

7. Uji Volume Sedimentasi


 Sediaan tetes mata dimasukkan ke dalam gelas
ukur.
 Volume yang diisikan merupakan volume awal.
 Setelah didiamkan, catat endapan setiap 24 jam
selama 1 minggu diamati merupakan volume akhir
dengan terjadinya sedimentasi volume akhir
terhadap volume yang diukur.
Hasil :

Sediaan Hari Volume sediian


Tetes mata Ke-1 5 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-2 5 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-3 4,9 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-4 4,9 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-5 4,8 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-6 4,8 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-7 4,8 ml
kloramfenikol

33
8. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
Cara :
a. Jika wadah sediaan
dapat ditembus secara aseptik menggunakan jarum
suntik melalui karet, lakukan pengujian pada
wadah asli sediaan.
b. Jika wadah sediaan tidak
dapat ditembus secara aseptik, pindahkan 20 ml
sampel kedalam masing – masing lubang
bakteriologik berukuran sesuai dan steril.
c. Inokulasi masing -
masing wadah atau tabung salah satu suspensi
mikrobakokus, menggunakan perbandingan 0,10
ml. Inokulasi ~ 20 ml sediaan dan campur.
d. Mikroba uji dengan
jumlah sesuai harus ditambah sedemikian rupa
sehingga jumlah mikroba didalam sediaan uji
segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 –
1.000.000 per ml.
e. Tetapkan jumlah
mikroba didalam tiap suspensi inokulasi dan hitung
angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji
dengan metode lempeng.
f. Inkubasi wadah atau
tabung yang telah di inokulasi pada suhu 20 - 25
O
C.
g. Amati wadah pada hari
ke-7, 14, 21 dan ke-28 sesudah inokulasi.
h. Catat tiap perubahan
yang dilihat dan tetapkan jumlah mikroba variabel
pada tiap selang waktu tersebut dengan metode
lempeng.
34
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum ini kami membuat suatu sediaan steril yaitu Tetes Mata
Kloramfenikol. Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Tetes mata disebut juga Guttae Opthalmitae. Tetes mata berair umumnya dibuat
menggunakan cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang pemilihannya
didasarkan atas ketercampuran zat pengawet terhadap obat yang terkandung di dalamnya
selama waktu tetes mata itu dimungkinkan untuk digunakan. (FI III, 1979). Obat tetes mata
yang digunakan harus diserap masuk ke dalam mata untuk dapat memberi efek. Larutan obat

35
tetes mata segera campur dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan
konjungtiva, dan obatnya harus masuk melalui kornea menembus mata.
Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang
stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada
pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata
harus disterilkan.
Sediaan ini diteteskan ke dalam mata sebagai antibacterial, anestetik, diagnose,
midratik, miotik, dan antiinflamasi. Obat tetes mata sering digunakan pada mata yang luka
karena habis dioperasi atau karena kecelakaan. Syarat-syarat untuk tetes mata dikehendaki
syarat-syaratnya yaitu obatnya harus stabil secara kimia, harus mempunyai aktivitas terpeutik
yang optimal, harus tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, harus
teliti dan tepat secara jernih, harus bebas dari mikroorganismeyg hidup dan tetap tinggal
demikian selama penyimpanan yang diperlukan. Jadi pada prinsipnya obat tetes mata harus
steril, jernih, dan bebas partikel asing.
Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek local pada pengobatan bagian
permukaan, mata, atau bagian dalamnya. Yang sering dipakai adalah larutan dalam air, akan
tetapi juga biasa dipakai suspense cairan bukan air dan salep mata, karena kapasitas mata
untuk menahan atau menyimoan cairan dan salep terbatas. Pada umumnya obat mata
dibiarkan dalam volume yang kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan

tetes mata dan salep mata dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata. Volume
sediaan cairan yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan dan mencuci mata.
Dalam praktikum ini bahan obat yang kami gunakan sebagai zat aktif adalah
Kloramfenikol yang mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat melawan infeksi mata
dan merupakan antibiotika spectrum luas bersifat bakteriostatik. Kloramfenikol juga
mengandung tidak lebih 103,0% dan tidak kurang dari 97,0% C 11H12Cl2N2O5, dihitung dari
zat yang telah dikeringkan. Adapun formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan
steril ini yaitu:

R/ Kloramfenikol 0,025 g
Asam Borat 0,00625 g
Natrium Dihidrogenfosfat 0,016 g
Dinatrium hidrogenfosfat 0,028 g
Natrium Klorida 0,045 g

36
API Ad 5 ml
Selain kloramfenikol digunakan asam borat sebagai pengawet, Natrium
dihidrogenfosfat dan Dinatrium hidrogenfosfat sebagai pendapar, Natrium klorida sebagai
pengisotonis dan aqua pro injeksi sebagai pelarut.
Dari hasil evaluasi diperoleh didapatkan hasil pH 7,4 yaitu pH netral diukur
menggunakan lakmus pH. Maka dapat disimpulkan tetes mata kloramfenikol ini layak pakai
karena memenuhi syarat sesuai di Farmakope Indonesia.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sediaan suspensi yang kami buat adalah tetes mata Kloramfenikol, dimana
formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini yaitu:

R/ Kloramfenikol 0,025 g
Asam Borat 0,00625 g
Natrium Dihidrogenfosfat 0,016 g
Dinatrium hidrogenfosfat 0,028 g
Natrium Klorida 0,045 g
API Ad 5 ml

37
 Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata
dan bola mata
 Tetes mata kloramfenikol ini layak pakai karena memenuhi syarat karena
memenuhi syarat yaitu pH 7,4 dan larutan jernih.
Karena sifat dari zat aktif yang tidak tahan pemanasan dan juga bentuk sediaan
yang dibuat yaitu suspensi maka dalam pembuatan tetes mata kloramfenikol ini tidak
dilakukan sterilisasi akhir autoklaf tetapi sterilisasi yang dilakukan yaitu dengan
teknik aseptis. Alat - alat disterilisasikan dengan sterilisasi dengan menggunakan
autoklaf 121°C selama 30 menit dan oven 150°C selama 1 jam.

5.2 Saran
Semoga praktek selanjutnya dapat lebih baik lagi, untuk itu diharapkan lebih
diperhatikan lagi dalam hal :

 Sarana dan prasarana agar lebih dilengkapi


 Waktu praktikum agar lebih diperhatikan sehingga praktek yang dilakukan
dapat lebih maksimal dan uji evaluasi pun dapat kami lakukan karena
bagaimanpun juga akan lebih baik lagi bila teori yang diperoleh ditunjang
sepenuhnya dengan praktek.

DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta


 Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta
 Anief, Moh. 1999. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
 Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Kedokteran EGC. Jakarta

38
LAMPIRAN

- Formula.
- SOP dan IK.
- Nota sterilisasi.
- Hasil evaluasi.
- Kemasan Sediaan.
- Brosur Sediaan.

39

Anda mungkin juga menyukai