Anda di halaman 1dari 20

RANGKUMAN MATERI KULIAH

“Sifat dan Keterampilan Manajerial “

A. Sifat dan Keterampilan

Syarat sifat mengacu pada berbagai atribut individu, termasuk aspek kepribadian,
temperamen, kebutuhan, motif, dan nilai. Ciri-ciri kepribadian adalah disposisi yang relatif stabil
untuk berperilaku dengan cara tertentu. Contohnya termasuk kepercayaan diri, ekstroversi,
kematangan emosi, dan tingkat energi.
Kebutuhan atau motif adalah keinginan untuk jenis rangsangan atau pengalaman tertentu.
Psikolog biasanya membedakan antara kebutuhan fisiologis (misalnya, lapar, haus) dan motif
sosial seperti pencapaian, penghargaan, afiliasi, kekuasaan, dan kemandirian. Kebutuhan dan
motif penting karena memengaruhi perhatian pada informasi dan peristiwa, dan itu membimbing,
memberi energi, dan menopang perilaku.
Nilai adalah sikap yang diinternalisasikan tentang apa yang benar dan salah, etis dan
tidak etis, moral dan tidak bermoral. Contohnya meliputi keadilan, keadilan, kejujuran,
kebebasan, kesetaraan, kemanusiaan, loyalitas, patriotisme, kemajuan, pemenuhan diri,
keunggulan, pragmatisme, kesopanan, kesopanan, dan kerja sama. Nilai penting karena
memengaruhi preferensi, persepsi masalah, dan pilihan perilaku seseorang.
Syarat ketrampilan mengacu pada kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara
yang efektif. Seperti sifat, keterampilan ditentukan bersama oleh pembelajaran dan keturunan
(Arvey, Zhang, Avolio, & Krueger, 2007). Keterampilan dapat didefinisikan pada berbagai
tingkat abstraksi, mulai dari umum, kemampuan yang didefinisikan secara luas (misalnya,
kecerdasan, keterampilan interpersonal) hingga kemampuan yang lebih sempit dan lebih spesifik
(penalaran verbal, kemampuan persuasif). Dari banyak taksonomi keterampilan yang berbeda,
pendekatan yang diterima secara luas untuk mengklasifikasikan keterampilan manajerial
menggunakan tiga kategori keterampilan yang didefinisikan secara luas yaitu sebagai berikut :
Taksonomi Tiga Faktor dari Keterampilan yang Ditetapkan Secara Luas yaitu :
 Keterampilan teknis
 Kemampuan interpersonal
 Keterampilan Konseptual

B. Penelitian tentang Sifat dan Keterampilan Pemimpin

Hubungan sifat-sifat dengan kesuksesan manajerial telah diteliti dengan banyak cara.
Beberapa penelitian mencari ciri-ciri yang memprediksi kemunculan sebagai pemimpin informal
dalam kelompok, beberapa penelitian mencari ciri-ciri yang memprediksi kemajuan ke tingkat
manajemen yang lebih tinggi, dan penelitian lain mencari ciri-ciri yang terkait dengan kinerja
efektif oleh seorang manajer dalam pekerjaan saat ini. Penting untuk diingat bahwa beberapa ciri
mungkin relevan untuk satu kriteria tetapi tidak untuk yang lain. Misalnya, seorang manajer yang
sangat ambisius dan terampil dalam manajemen kesan dapat maju lebih cepat daripada manajer
lain yang memiliki kompetensi lebih besar dalam melakukan pekerjaan saat ini tetapi tidak
ambisius atau mahir dalam menjual diri. Bahkan, sifat dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
kinerja yang efektif dalam posisi manajemen saat ini belum tentu sama dengan yang dibutuhkan
pada tingkat manajemen yang lebih tinggi. Studi yang paling berguna mencoba menjelaskan
mengapa seseorang efektif dalam posisi manajerial tertentu, atau mengapa orang tersebut
dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi. Beberapa program penelitian yang berbeda akan
dijelaskan secara singkat.

1. Ulasan Stogdill dari Penelitian Awal

Stogdill (1948) meninjau 124 studi sifat yang dilakukan dari tahun 1904 hingga
1948 dan menemukan bahwa pola hasil konsisten dengan konsepsi seorang pemimpin
sebagai seseorang yang memperoleh status dengan menunjukkan kemampuan untuk
membantu kelompok dalam mencapai tujuannya. Ciri-ciri yang relevan antara lain
kecerdasan, kewaspadaan terhadap kebutuhan orang lain, pemahaman tugas, inisiatif dan
ketekunan dalam menghadapi masalah, percaya diri, dan keinginan untuk menerima
tanggung jawab serta menempati posisi dominan dan kontrol. Kajian tersebut gagal untuk
mendukung premis dasar dari pendekatan sifat bahwa seseorang harus memiliki
sekumpulan sifat tertentu untuk menjadi pemimpin yang sukses. Pentingnya setiap sifat
bergantung pada situasinya, dan penelitian tidak mengidentifikasi sifat apa pun yang
diperlukan atau cukup untuk memastikan keberhasilan kepemimpinan dalam semua
situasi. Jadi, Seseorang tidak menjadi seorang pemimpin karena memiliki beberapa
kombinasi sifat. . . Pola karakteristik pribadi pemimpin harus memiliki hubungan yang
relevan dengan karakteristik, kegiatan, dan tujuan pengikut.

2. Penelitian McClelland tentang Motivasi Manajerial

McClelland dan rekan-rekannya menemukan bahwa orang-orang dengan


kebutuhan energi yang tinggi dapat dikelompokkan menjadi dua subtipe bergantung pada
skor mereka pada sifat lain yang disebut penghambatan aktivitas, yang juga diperoleh
dari pengkodean respons TAT. Seseorang dengan "orientasi kekuasaan yang
disosialisasikan" memiliki pengendalian diri yang kuat dan termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan akan kekuasaan dengan cara yang dapat diterima secara sosial, seperti
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang layak, atau membantu orang lain
untuk mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri mereka. Sebaliknya, seseorang
dengan "orientasi kekuatan yang dipersonalisasi" termotivasi untuk memenuhi kebutuhan
akan kekuasaan dengan cara yang egois dengan mendominasi orang lain dan
menggunakan kekuatan untuk memenuhi keinginan hedonistik.

3. Penelitian Penambang tentang Motivasi Manajerial

Penelitian Miner mencakup banyak studi tentang hubungan antara motivasi


manajerial dan kemajuan (Miner, 1978, 1985). Dalam organisasi birokrasi besar, korelasi
yang signifikan ditemukan antara skor keseluruhan manajer pada motivasi manajerial dan
kemajuan ke tingkat manajemen yang lebih tinggi. Subskala motivasi tertentu yang
berkorelasi paling konsisten dengan kemajuan termasuk keinginan untuk melatih
kekuatan (mirip dengan kebutuhan akan kekuasaan), keinginan untuk bersaing dengan
teman sebaya (mirip dengan kebutuhan untuk berprestasi), dan sikap positif terhadap
figur otoritas. Keinginan untuk menonjol dari grup, menjalankan fungsi administratif
rutin, dan bersikap tegas secara aktif tidak berguna untuk memprediksi kemajuan.

Hasil dari penelitian tentang para pemimpin dalam organisasi yang lebih kecil dan
tidak terlalu birokratis (misalnya, administrator pendidikan di distrik sekolah kecil)
menunjukkan bahwa motivasi manajerial tidak berguna untuk memprediksi kemajuan
(Miner, 1967, 1977). Namun, studi selanjutnya menemukan hasil yang positif bahkan
untuk organisasi kecil (Berman & Miner, 1985). Eksekutif puncak yang naik pangkat
dalam organisasi birokrasi besar memiliki motivasi manajerial yang lebih tinggi daripada
eksekutif puncak dari perusahaan kecil milik keluarga, tetapi kedua sampel eksekutif
tersebut memiliki skor yang lebih tinggi daripada kelompok pembanding manajer di
tingkat yang lebih rendah dengan usia yang sama. . Untuk meringkas hasil penelitian
Miner, motivasi manajerial memprediksi kemajuan dalam organisasi besar, tetapi
hasilnya tidak konsisten untuk organisasi kecil.

4. Penelitian Insiden Kritis tentang Kompetensi

Boyatzis (1982) menjelaskan program penelitian yang dilakukan di berbagai


organisasi sektor swasta dan publik yang berbeda untuk menemukan kompetensi yang
berkaitan dengan efektivitas manajerial. Kompetensi tersebut meliputi ciri-ciri
kepribadian, motif, keterampilan, pengetahuan, citra diri, dan beberapa perilaku tertentu.
Ukuran utama kompetensi, "wawancara peristiwa perilaku," adalah versi dari metode
insiden kritis yang dijelaskan dalam Bab 3. Peringkat efektivitas digunakan untuk
memilih sampel manajer yang efektif dan kurang efektif di setiap tingkat manajemen, dan
manajer diwawancarai untuk mengumpulkan insiden kritis. Insiden dikodekan ke dalam
kategori kompetensi, dengan sifat dan keterampilan yang disimpulkan dari analisis
perilaku dalam hubungannya dengan niat manajer dan situasi. Kompetensi yang terkait
dengan manajerial efektivitas termasuk ciri-ciri kepribadian, motif, keterampilan kognitif,
dan keterampilan interpersonal.

5. Penelitian Longitudinal dengan Pusat Penilaian.

Penelitian tentang pusat penilaian manajerial telah menghasilkan wawasan yang


berguna tentang sifat-sifat yang terkait dengan kemajuan manajerial dalam suatu
organisasi. Syarat pusat penilaian mengacu pada serangkaian prosedur standar yang
digunakan untuk mengidentifikasi potensi manajerial. Meskipun tidak ada dua program
yang persis sama, semuanya menggunakan berbagai metode untuk menilai sifat dan
keterampilan. Metode tipikal termasuk wawancara, tes proyektif, tes situasi (misalnya,
dalam keranjang, diskusi kelompok tanpa pemimpin), tes tertulis kepribadian dan bakat,
latihan menulis (misalnya, esai otobiografi singkat) untuk mengevaluasi keterampilan
komunikasi tertulis, dan latihan berbicara untuk mengevaluasi keterampilan komunikasi
lisan. Proses penilaian di pusat biasanya membutuhkan waktu 2 hingga 3 hari. Evaluasi
keseluruhan dari potensi manajemen setiap kandidat dilakukan oleh beberapa anggota
staf yang mewawancarai kandidat, memeriksa nilai tes dan informasi biografi, mengamati
perilaku kandidat dalam latihan situasional, dan kemudian bertemu untuk membahas
penilaian mereka dan menyelesaikan setiap perselisihan. Asesor berusaha untuk
mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber ini ke dalam gambaran yang koheren
tentang motif, keterampilan, dan kecenderungan perilaku masing-masing kandidat.

6. Penelitian CCL tentang Manajer yang Menggagalkan.

Para peneliti di Center for Creative Leadership (CCL) telah berusaha untuk
mengidentifikasi sifat dan perilaku yang terkait dengan kesuksesan atau kegagalan
eksekutif puncak. Dalam studi awal (McCall & Lombardo, 1983a), wawancara dengan
eksekutif puncak dan manajer sumber daya manusia senior digunakan untuk
mengumpulkan deskripsi dari 21 manajer yang maju ke manajemen menengah atau atas
tetapi kemudian gagal untuk bekerja dengan sukses. Manajer yang "tergelincir" ini
diberhentikan atau dipindahkan, memilih untuk pensiun dini, atau hanya "diam" tanpa
ada peluang untuk maju lebih lanjut. Wawancara juga memberikan gambaran tentang 20
manajer yang berhasil mencapai puncak. Kedua rangkaian deskripsi dianalisis untuk
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antara manajer yang tergelincir dan sukses.
Dalam studi lanjutan.

Para peneliti menggunakan campuran sifat, keterampilan, dan kompetensi lain


(misalnya, kemampuan untuk membangun dan memimpin tim, kemampuan untuk
beradaptasi terhadap perubahan) untuk menggambarkan interpretasi mereka atas data
deskriptif yang mereka kumpulkan. Hasil penelitian diringkas di sini dengan
mendeskripsikan sifat dan keterampilan khusus yang tampaknya sangat relevan untuk
memprediksi apakah seorang manajer maju atau tergelincir.

1. Stabilitas emosional.

2. Pertahanan.
3. Integritas.

4. Kemampuan interpesonal.

5. Keterampilan teknis dan kognitif.

C. Sifat Manajerial dan Efektivitas

Beberapa aspek yang paling relevan mengenai kepribadian dan kepemimpinan manajer
yang efektif adalah memiliki tingkat energi dan toleransi stres yang tinggi, percaya diri, memiliki
internal locus of control, stabilitas emosional yang baik, memiliki daya motivasi yang tinggi,
memiliki personal integrity yang baik, memiliki tingkat narsisme yang relevan seperti kebutuhan
yang kuat untuk harga diri dan kebutuhan pribadi yang kuat untuk memperoleh kekuasaan dan
memiliki orientasi prestasi.

1. Tingkat Energi dan Toleransi Stres

Penelitian sifat menemukan bahwa tingkat energi, stamina fisik, dan toleransi
stres berhubungan dengan efektivitas manajerial (Bass, 1990; Howard & Bray, 1988).
Tingkat energi yang tinggi dan toleransi stres membantu para manajer mengatasi
kesibukan, jam kerja yang panjang, dan tuntutan yang tak henti-hentinya dari sebagian
besar pekerjaan manajerial. Vitalitas fisik dan ketahanan emosional membuatnya lebih
mudah untuk mengatasi situasi interpersonal yang penuh tekanan, seperti bos yang
menghukum, bawahan yang bermasalah, rekan kerja yang tidak kooperatif, atau klien
yang bermusuhan.

2. Percaya diri

Hubungan kepercayaan diri dengan efektivitas kepemimpinan dapat dipahami


dengan memeriksa bagaimana sifat ini mempengaruhi perilaku seorang pemimpin. Tanpa
kepercayaan diri yang kuat, seorang pemimpin kecil kemungkinannya untuk melakukan
upaya mempengaruhi, dan upaya pengaruh apa pun yang dilakukan cenderung tidak
berhasil. Pemimpin dengan kepercayaan diri tinggi lebih cenderung mencoba tugas-tugas
sulit dan menetapkan tujuan yang menantang untuk diri mereka sendiri. Pemimpin
dengan efikasi diri yang tinggi mengambil lebih banyak inisiatif untuk memecahkan
masalah dan memperkenalkan perubahan yang diinginkan (Paglis & Green, 2002).

3. Lokus Kontrol Internal

Ciri lain yang tampaknya relevan dengan efektivitas manajerial disebut orientasi
lokus kendali, yang diukur dengan skala kepribadian yang dikembangkan oleh Rotter
(1966). Orang dengan orientasi lokus kontrol internal yang kuat (disebut "internal")
percaya bahwa peristiwa dalam hidup mereka lebih ditentukan oleh tindakan mereka
sendiri daripada oleh kebetulan atau kekuatan yang tidak terkendali. Sebaliknya, orang
dengan orientasi kontrol eksternal yang kuat (disebut "eksternal") percaya bahwa
peristiwa sebagian besar ditentukan oleh kebetulan atau takdir dan mereka tidak dapat
berbuat banyak untuk meningkatkan kehidupan mereka.

4. Stabilitas Emosional dan Kedewasaan

Syarat kematangan emosional dapat didefinisikan secara luas untuk mencakup


beberapa motif, sifat, dan nilai yang saling terkait. Seseorang yang matang secara
emosional dapat menyesuaikan diri dengan baik dan tidak menderita gangguan psikologis
yang parah. Orang yang dewasa secara emosional memiliki kesadaran yang lebih akurat
tentang kekuatan dan kelemahan mereka, dan mereka berorientasi pada perbaikan diri
daripada menyangkal kelemahan dan membayangkan kesuksesan. Orang dengan
kematangan emosi tinggi kurang mementingkan diri sendiri (mereka peduli pada orang
lain), mereka memiliki lebih banyak pengendalian diri (kurang impulsif, lebih mampu
menahan godaan hedonistik), mereka memiliki emosi yang lebih stabil (tidak rentan
terhadap perubahan suasana hati yang ekstrim atau ledakan kemarahan), dan mereka
tidak terlalu defensif (lebih mudah menerima kritik, lebih mau belajar dari kesalahan).
Kemungkinan besar orang-orang seperti itu juga berada pada level tinggi tingkat
perkembangan moral kognitif (lihat Bab 13). Akibatnya, pemimpin dengan kematangan
emosi yang tinggi lebih memelihara hubungan kooperatif dengan bawahan, rekan kerja,
dan atasan.

5. Motivasi Kekuatan
Seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan suka mempengaruhi
orang-orang dan kejadian-kejadian dan lebih cenderung mencari posisi otoritas.
Kebanyakan studi menemukan hubungan yang kuat antara kebutuhan akan kekuasaan
dan kemajuan ke tingkat yang lebih tinggi dari manajemen dalam organisasi besar
(misalnya, Howard & Bray, 1988; McClelland & Boyatzis, 1982; Stahl, 1983). Orang
dengan kebutuhan yang kuat akan kekuasaan mencari posisi otoritas dan kekuasaan, dan
mereka cenderung lebih selaras dengan politik kekuasaan organisasi.

6. Integritas Pribadi

Integritas berarti perilaku seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, dan
orang tersebut jujur, etis, dan dapat dipercaya. Integritas adalah penentu utama
kepercayaan antarpribadi. Kecuali seseorang dianggap dapat dipercaya, sulit untuk
mempertahankan loyalitas pengikut atau untuk mendapatkan kerja sama dan dukungan
dari rekan kerja dan atasan. Selain itu, penentu utama dari ahli dan kekuatan referensi
adalah persepsi orang lain bahwa seseorang dapat dipercaya.

7. Narsisisme

Narsisme adalah sindrom kepribadian yang mencakup beberapa ciri yang relevan
dengan kepemimpinan yang efektif, seperti kebutuhan yang kuat untuk harga diri
(misalnya, prestise, status, perhatian, kekaguman, sanjungan), kebutuhan pribadi yang
kuat untuk kekuasaan, dan kematangan emosi dan integritas yang rendah. Sindrom
kepribadian ini dapat diukur dengan skala laporan diri yang disebut Narcissistic
Personality Inventory (Raskin & Hall, 1981).

8. Berorientasi pada pencapaian

Orientasi pencapaian mencakup serangkaian sikap, nilai, dan kebutuhan terkait:


kebutuhan untuk berprestasi, keinginan untuk unggul, dorongan untuk sukses, kemauan
untuk memikul tanggung jawab, dan perhatian terhadap tujuan tugas. Banyak penelitian
telah dilakukan tentang hubungan orientasi prestasi dengan kemajuan dan efektivitas
manajerial (lihat Bass, 1990). Namun, hasilnya tidak konsisten untuk kriteria yang
berbeda (misalnya, kemajuan, efektivitas) dan untuk berbagai jenis posisi manajerial
(misalnya, manajer wirausaha, manajer umum perusahaan, manajer teknis).

9. Kebutuhan Afiliasi

Orang-orang dengan kebutuhan yang kuat untuk berafiliasi menerima kepuasan


besar karena disukai dan diterima oleh orang lain, dan mereka senang bekerja dengan
orang-orang yang ramah dan kooperatif. Kebanyakan penelitian menemukan korelasi
negatif antara kebutuhan afiliasi dan efektivitas manajerial. Ketidakefektifan manajer
dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi dapat dipahami dengan memeriksa pola perilaku
khas manajer tersebut. Para manajer ini lebih memperhatikan hubungan antarpribadi
daripada tugas, dan mereka tidak mau membiarkan pekerjaan mengganggu hubungan
yang harmonis (Litwin & Stringer, 1966; McClelland,

1975).

10. Lima Ciri Kepribadian Besar

Mendeskripsikan pemimpin dalam kaitannya dengan profil individu mereka akan


lebih mudah jika ada kerangka konseptual integratif dengan sejumlah kecil metaconstruct
yang mencakup semua sifat yang relevan. Perkembangan ciri-ciri kepribadian yang
diidentifikasi selama abad yang lalu telah menghasilkan upaya untuk menemukan
sejumlah kecil kategori yang didefinisikan secara luas yang akan menyederhanakan
pengembangan teori sifat. Salah satu upaya yang tampak menjanjikan disebut sebagai
model kepribadian lima faktor atau "Besar.

Model Lima ”(misalnya, Digman, 1990; Hough, 1992). Lima ciri kepribadian
yang didefinisikan secara luas dalam taksonomi memiliki label yang agak berbeda dari
satu versi ke versi lainnya. Ciri-ciri tersebut meliputi pembedahan (atau ekstroversi),
ketergantungan (atau kesadaran), penyesuaian (atau neurotisme), kecerdasan (atau
keterbukaan terhadap pengalaman), dan keramahan.

D. Keterampilan dan Efektivitas Manajerial


Penelitian tentang karakteristik pemimpin mengidentifikasi beberapa keterampilan yang
berkaitan dengan kemajuan dan efektivitas pemimpin.

1. Keterampilan teknis

Keterampilan teknis mencakup pengetahuan tentang metode, proses, dan


peralatan untuk melakukan aktivitas khusus unit organisasi manajer. Keterampilan teknis
juga mencakup pengetahuan faktual tentang organisasi (aturan, struktur, sistem
manajemen, karakteristik karyawan), dan pengetahuan tentang produk dan layanan
organisasi (spesifikasi teknis, kekuatan, dan batasan). Jenis pengetahuan ini diperoleh
melalui kombinasi pendidikan formal, pelatihan, dan pengalaman kerja. Akuisisi
pengetahuan teknis difasilitasi oleh ingatan yang baik akan detail dan kemampuan
mempelajari materi teknis dengan cepat. Manajer yang efektif dapat memperoleh
informasi dan ide dari banyak sumber dan menyimpannya dalam ingatan mereka untuk
digunakan saat mereka membutuhkannya.

2. Keterampilan Konseptual

Secara umum, keterampilan konseptual (atau kognitif) melibatkan penilaian yang


baik, pandangan ke depan, intuisi, kreativitas, dan kemampuan untuk menemukan makna
dan keteraturan dalam peristiwa yang ambigu dan tidak pasti. Keterampilan konseptual
khusus yang dapat diukur dengan tes bakat meliputi kemampuan analitis, berpikir logis,
pembentukan konsep, penalaran induktif, dan penalaran deduktif. Kompleksitas kognitif
melibatkan kombinasi dari keterampilan khusus ini dan didefinisikan sebagai
kemampuan untuk memanfaatkan isyarat untuk membuat perbedaan dan
mengembangkan kategori untuk mengklasifikasikan sesuatu, serta kemampuan untuk
mengidentifikasi hubungan yang kompleks dan mengembangkan solusi kreatif untuk
masalah. Seseorang dengan kompleksitas kognitif rendah melihat sesuatu dalam istilah
hitam dan putih yang sederhana dan mengalami kesulitan dalam melihat berapa banyak
elemen yang berbeda yang cocok untuk membuat keseluruhan yang bermakna.

Keterampilan konseptual seperti kompleksitas kognitif sangat penting untuk


perencanaan, pengorganisasian, dan pemecahan masalah yang efektif. Tanggung jawab
administratif utama adalah koordinasi bagian organisasi yang terpisah dan terspesialisasi.
Untuk mencapai koordinasi yang efektif, seorang manajer perlu memahami bagaimana
berbagai bagian organisasi saling berhubungan dan bagaimana perubahan di satu bagian
sistem mempengaruhi bagian lainnya. Manajer juga harus dapat memahami bagaimana
perubahan lingkungan eksternal akan mempengaruhi organisasi. Perencanaan strategis
membutuhkan kemampuan yang cukup untuk menganalisis peristiwa dan melihat tren,
mengantisipasi perubahan, dan mengenali peluang dan potensi masalah. Seorang manajer
dengan kompleksitas kognitif tinggi mampu mengembangkan model mental organisasi
yang lebih baik untuk membantu memahami faktor-faktor paling kritis dan hubungan di
antara mereka. Model adalah seperti peta jalan yang menggambarkan medan suatu
wilayah, menunjukkan letak berbagai hal terkait satu sama lain, dan membantu Anda
memutuskan cara untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Manajer dengan
keterampilan konseptual yang lemah cenderung mengembangkan model mental
sederhana yang tidak terlalu berguna karena tidak mampu menggambarkan proses yang
kompleks, hubungan sebab akibat, dan aliran kejadian di dalam organisasi dan
lingkungan eksternal.

3. Kemampuan interpesonal

Keterampilan interpersonal (atau sosial) meliputi pengetahuan tentang perilaku


manusia dan proses kelompok, kemampuan untuk memahami perasaan, sikap, dan motif
orang lain, dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas dan persuasif. Jenis
keterampilan interpersonal tertentu seperti empati, wawasan sosial, pesona,
kebijaksanaan dan diplomasi, persuasif, dan kemampuan komunikasi lisan sangat penting
untuk mengembangkan dan memelihara hubungan kerja sama dengan bawahan, atasan,
rekan kerja, dan orang luar. Seseorang yang memahami orang dan menawan, bijaksana,
dan diplomatis akan memiliki hubungan yang lebih kooperatif daripada orang yang tidak
peka dan ofensif.

Keterampilan interpersonal sangat penting untuk mempengaruhi orang. Empati


adalah kemampuan untuk memahami motif, nilai, dan emosi orang lain, dan wawasan
sosial adalah kemampuan untuk memahami jenis perilaku apa yang dapat diterima secara
sosial dalam situasi tertentu. Memahami apa yang diinginkan orang dan bagaimana
mereka memandang sesuatu membuatnya lebih mudah untuk memilih strategi pengaruh
yang tepat; kemampuan persuasif dan komunikasi lisan meningkatkan keberhasilan
upaya pengaruh. Keterampilan interpersonal lainnya adalah kemampuan untuk
menggunakan isyarat dari orang lain untuk memahami perilaku seseorang dan bagaimana
hal itu mempengaruhi orang lain. Keterampilan ini kadang-kadang disebut "pemantauan
diri", dan ini membantu orang menyesuaikan perilaku mereka agar sesuai dengan
persyaratan situasi (Snyder, 1974; Zaccaro, Foti, & Kenny,1991).

E. Kompetensi Relevan Lainnya

Dalam beberapa tahun terakhir beberapa kompetensi kepemimpinan tambahan telah


diidentifikasi, termasuk kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan metakognisi. Meskipun
kompetensi biasanya dianggap sebagai keterampilan, biasanya kompetensi tersebut melibatkan
sekelompok keterampilan khusus dan sifat pelengkap. Kompetensi kepemimpinan "baru" yang
diidentifikasi dalam beberapa tahun terakhir mencakup beberapa keterampilan dan sifat yang
dijelaskan sebelumnya dalam bab ini, tetapi mereka didefinisikan dan diukur dengan cara yang
unik.

1. Kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional adalah atribut lain yang tampaknya penting untuk


kepemimpinan yang efektif (Goleman, 1995; Mayer & Salovey, 1995). Emosi adalah
perasaan kuat yang menuntut perhatian dan cenderung memengaruhi proses dan perilaku
kognitif. Beberapa contoh emosi termasuk kemarahan, ketakutan, kesedihan,
kebahagiaan, jijik, malu, terkejut, dan cinta. Bahkan setelah intensitas emosi memudar,
itu cenderung bertahan sebagai suasana hati yang positif atau negatif, yang juga dapat
mempengaruhi perilaku kepemimpinan (George, 1995). Kecerdasan emosional adalah
sejauh mana seseorang selaras dengan perasaannya sendiri dan perasaan orang lain dan
mampu mengintegrasikan emosi dan alasan sehingga emosi digunakan untuk
memfasilitasi proses kognitif, dan emosi dikelola secara kognitif. Meskipun kecerdasan
emosional berbeda dengan kecerdasan kognitif, namun dua jenis proses psikologis saling
terkait (Forgas, 1995; Mayer & Salovey, 1997).
Kecerdasan emosional dikonseptualisasikan terutama sebagai keterampilan, tetapi
tampaknya terkait dengan ciri-ciri kepribadian seperti stabilitas dan kedewasaan
emosional. Kecerdasan emosional mencakup beberapa komponen keterampilan yang
saling terkait. Kesadaran diri adalah pemahaman tentang suasana hati dan emosi
seseorang, bagaimana mereka berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, dan
implikasinya terhadap kinerja tugas dan hubungan interpersonal. Aspek lain dari
kecerdasan emosional yang membutuhkan kesadaran diri dan keterampilan komunikasi
adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan seseorang secara akurat kepada
orang lain dengan bahasa dan komunikasi nonverbal. Empati adalah kemampuan untuk
mengenali suasana hati dan emosi orang lain, untuk membedakan antara ekspresi emosi
yang asli dan yang salah, dan untuk memahami bagaimana seseorang bereaksi terhadap
emosi dan perilaku Anda. Pengaturan diri adalah kemampuan untuk menyalurkan emosi
ke dalam perilaku yang sesuai dengan situasi, daripada merespons dengan perilaku
impulsif (misalnya,Kecerdasan emosional relevan untuk efektivitas kepemimpinan dalam
banyak hal (Goleman, 1995; Goleman, Boyatzis, & McKee, 2002; Mayer & Salovey,
1995).

2. Intelegensi sosial

Kecerdasan sosial didefinisikan sebagai kemampuan untuk menentukan


persyaratan kepemimpinan dalam situasi tertentu dan memilih tanggapan yang sesuai
(Cantor & Kihlstrom, 1987; Ford, 1986; Zaccaro, Gilbert, Thor, & Mumford, 1991). Dua
komponen utama kecerdasan

Persepsi sosial adalah kemampuan untuk memahami kebutuhan fungsional,


masalah, dan peluang yang relevan untuk sebuah kelompok atau organisasi, dan
karakteristik anggota, hubungan sosial, dan proses kolektif yang akan meningkatkan atau
membatasi upaya untuk mempengaruhi kelompok atau organisasi. Seorang pemimpin
dengan persepsi sosial yang tinggi memahami apa yang perlu dilakukan untuk membuat
kelompok atau organisasi lebih efektif dan bagaimana melakukannya. Persepsi sosial
melibatkan keterampilan konseptual dan pengetahuan khusus yang diperlukan untuk
kepemimpinan strategis, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi ancaman dan
peluang yang ditentukan bersama oleh peristiwa lingkungan dan kompetensi inti
organisasi, dan kemampuan untuk merumuskan tanggapan yang sesuai

3. Sistem berpikir

Memahami saling ketergantungan yang kompleks antara proses organisasi dan


implikasi dari upaya untuk membuat perubahan membutuhkan keterampilan kognitif dan
"pemikiran sistem" (Senge, 1990). Penting untuk dipahami bahwa masalah kompleks
sering kali memiliki banyak penyebab, yang mungkin mencakup tindakan yang diambil
sebelumnya untuk menyelesaikan masalah lain. Dalam sistem besar seperti organisasi,
tindakan selalu memiliki banyak hasil, termasuk efek samping yang tidak diinginkan.
Perubahan sering kali memiliki efek tertunda yang cenderung mengaburkan sifat asli dari
hubungan tersebut. Suatu perubahan di satu bagian sistem pada akhirnya akan
mempengaruhi bagian lain, dan reaksi terhadap perubahan tersebut dapat menghilangkan
efeknya .

Saat membuat keputusan atau mendiagnosis penyebab masalah, penting untuk


memahami bagaimana berbagai bagian organisasi saling terkait. Tujuan langsungnya
adalah untuk menangani satu jenis tantangan, seperti meningkatkan efisiensi, para
pemimpin perlu mempertimbangkan kemungkinan konsekuensi untuk penentu kinerja
lainnya dan kemungkinan bahwa manfaat langsung apa pun akan dibatalkan oleh
peristiwa-peristiwa selanjutnya sebagai efek dari keputusan atau perubahan pada
akhirnya riak. melalui sistem. Meskipun pemikiran strategis tentang masalah ini jelas
lebih penting bagi pemimpin tingkat tinggi daripada pemimpin tingkat bawah, ini relevan
untuk pemimpin di semua tingkat.

4. Kemampuan untuk belajar

Dalam lingkungan yang bergejolak di mana organisasi harus terus beradaptasi,


berinovasi, dan menemukan kembali diri mereka sendiri, para pemimpin harus cukup
fleksibel untuk belajar dari kesalahan, mengubah asumsi dan keyakinan mereka, dan
menyempurnakan model mental mereka. Salah satu kompetensi terpenting untuk
kepemimpinan yang sukses dalam situasi yang berubah adalah kemampuan untuk belajar
dari pengalaman dan beradaptasi dengan perubahan (Argyris, 1991; Dechant, 1990;
MarshallMies et al., 2000; Mumford & Connelly, 1991). Kompetensi ini berbeda dari
keterampilan konseptual lainnya (misalnya, penalaran verbal, berpikir kreatif) dan dari
keterampilan sosial. Ini melibatkan "belajar bagaimana belajar," yang merupakan
kemampuan untuk menganalisis proses kognitif Anda sendiri secara introspektif
(misalnya, cara Anda mendefinisikan dan memecahkan masalah) dan menemukan cara
untuk memperbaikinya.

Kemampuan untuk belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap perubahan


mungkin melibatkan sifat-sifat serta keterampilan (Spreitzer, McCall, & Mahoney, 1997).
Ciri-ciri ini tampaknya sama dengan yang terkait dengan kecerdasan emosional dan
sosial. Orientasi pencapaian, stabilitas emosi, kecerdasan, pemantauan diri, dan orientasi
kontrol internal semuanya tampak relevan untuk belajar dari pengalaman sukses dan
gagal. Manajer dengan ciri-ciri ini termotivasi untuk mencapai keunggulan, mereka ingin
tahu dan berpikiran terbuka, mereka memiliki kepercayaan diri dan keingintahuan untuk
bereksperimen dengan pendekatan baru, dan mereka secara aktif mencari umpan balik
tentang kekuatan dan kelemahan mereka.

F. Relevansi Keahlian Situasional

Manajer membutuhkan banyak jenis keterampilan untuk memenuhi persyaratan peran


mereka, tetapi kepentingan relatif dari berbagai keterampilan tergantung pada situasi
kepemimpinan. Variabel moderator situasional yang relevan meliputi tingkat manajerial, jenis
organisasi, dan sifat lingkungan eksternal.

1. Keterampilan yang Dibutuhkan di Berbagai Tingkat

Salah satu aspek dari situasi yang mempengaruhi kepentingan keterampilan


adalah posisi manajer dalam hierarki otoritas organisasi (Boyatzis, 1982; Jacobs &
Jaques, 1987; Katz, 1955; Mann, 1965; Mumford & Connelly, 1991; Mumford, Marks,
Connelly, Zaccaro, & Reiter-Palmon, 2000). Prioritas keterampilan di berbagai tingkat
manajemen terkait dengan persyaratan peran yang berbeda di setiap tingkat (lihat Bab 2).
Gambar 7-1 menunjukkan kepentingan relatif dari tiga kategori keterampilan yang luas
untuk efektivitas kepemimpinan bagi manajer tingkat rendah, manajer tingkat menengah,
dan eksekutif puncak. Tingkat manajerial tidak hanya mempengaruhi relevansi dari tiga
kategori luas keterampilan yang dijelaskan sebelumnya (yaitu, konseptual, interpersonal,
teknis), tetapi juga kepentingan relatif dari jenis keterampilan tertentu dalam setiap
kategori.

Persyaratan keterampilan untuk manajer di setiap tingkat agak bervariasi


tergantung pada jenis organisasi, ukurannya, struktur organisasi, dan tingkat sentralisasi
otoritas (McLennan, 1967). Misalnya, keterampilan teknis lebih penting bagi eksekutif
puncak dalam organisasi di mana keputusan operasional sangat terpusat. Demikian pula,
lebih banyak keterampilan teknis dibutuhkan oleh eksekutif puncak yang memiliki peran
khusus secara fungsional (misalnya, menjual ke pelanggan utama, desain produk) di
samping tanggung jawab administratif umum. Keterampilan konseptual yang lebih
banyak dibutuhkan oleh manajer tingkat menengah dan bawah yang diharapkan untuk
berpartisipasi dalam perencanaan strategis, inovasi produk, dan memimpin perubahan.

2. Pengalihan Keterampilan di Seluruh Organisasi


Katz (1955) mengusulkan bahwa manajer tingkat atas dengan banyak hubungan
manusia dan keterampilan konseptual dapat dipindahkan dari satu industri ke industri
lainnya dengan sangat mudah dan tidak ada kehilangan efektivitas. Beberapa penulis lain
berpendapat bahwa pengalihan keterampilan untuk eksekutif puncak terbatas karena
variasi dalam kepemilikan, tradisi, iklim organisasi, dan budaya (Dale, 1960; Kotter,
1982; McLennan, 1967; Shetty & Peery, 1976). Industri yang berbeda memiliki
karakteristik ekonomi, pasar, dan teknologi yang unik. Keakraban dengan masalah teknis,
produk, kepribadian, dan tradisi adalah jenis pengetahuan yang diperoleh hanya melalui
pengalaman panjang dalam organisasi. Hanya komponen umum dari keterampilan
konseptual dan teknis yang dapat digunakan dalam situasi yang berbeda; komponen
pengetahuan unik dari keterampilan ini harus dipelajari kembali. Bahkan, seorang
eksekutif yang pindah ke industri yang berbeda harus mengembangkan jaringan kontak
eksternal baru, sedangkan jaringan lama masih relevan untuk pindah ke organisasi lain
dalam industri yang sama. Secara umum, tampaknya lebih sulit bagi seorang eksekutif
untuk berhasil melakukan transisi ke industri atau jenis organisasi yang berbeda, terutama
jika posisi baru tersebut membutuhkan keahlian teknis yang luas dan jaringan kontak
eksternal yang luas (Kotter, 1982; Shetty & Peery , 1976).

3. Keterampilan yang Diperlukan dan Lingkungan Eksternal

Penelitian dan teori terbaru tentang bagaimana organisasi berevolusi dan


beradaptasi dengan lingkungan yang berubah menunjukkan bahwa campuran
keterampilan yang dibutuhkan untuk kepemimpinan yang efektif dapat berubah seiring
waktu. Keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang manajer wirausaha untuk
membangun yang baru organisasi tidak identik dengan keterampilan yang dibutuhkan
oleh kepala eksekutif organisasi besar yang mapan. Keterampilan yang dibutuhkan untuk
memimpin organisasi dengan lingkungan yang stabil dan mendukung tidak identik
dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk memimpin organisasi menghadapi
lingkungan yang penuh gejolak dan kompetitif (Hunt, 1991; Lord & Maher, 1991; Quinn,
1992).
G. Evaluasi Penelitian Sifat

Kemajuan yang cukup besar telah dibuat dalam mengidentifikasi sifat dan
keterampilan yang relevan untuk efektivitas dan kemajuan manajerial. Namun demikian,
jalur penelitian ini telah dihalangi oleh beberapa keterbatasan metodologis dan
konseptual. Sifat abstrak dari sebagian besar ciri membatasi kegunaannya untuk
memahami efektivitas kepemimpinan. Sulit untuk menafsirkan relevansi ciri-ciri abstrak
kecuali dengan memeriksa bagaimana ciri-ciri tersebut diekspresikan dalam perilaku
pemimpin yang sebenarnya. Sayangnya, sebagian besar studi sifat tidak dipandu oleh
teori yang menjelaskan bagaimana sifat dikaitkan dengan efektivitas dan kemajuan
manajerial. Relatif sedikit studi sifat yang memasukkan ukuran perilaku pemimpin.

Sebagian besar studi sifat meneliti bagaimana sifat atau keterampilan tunggal
dikaitkan dengan efektivitas atau kemajuan kepemimpinan. Ketika sifat diperiksa satu per
satu, hasilnya biasanya lemah dan sulit untuk diinterpretasikan. Pendekatan ini gagal
untuk mempertimbangkan bagaimana ciri-ciri tersebut saling terkait dan bagaimana
mereka berinteraksi untuk mempengaruhi perilaku dan efektivitas pemimpin. Misalnya,
orientasi prestasi mempengaruhi motivasi seorang pemimpin untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang relevan (Dweck, 1986). Kedewasaan emosional
memengaruhi kapasitas pemimpin untuk belajar dari umpan balik dan pengalaman, dan
menyesuaikan perilaku dengan kondisi yang berubah. Kepercayaan diri dan toleransi
stres meningkatkan kapasitas seorang pemimpin untuk memanfaatkan keterampilan
kognitif dalam situasi stres (Mumford & Connelly, 1991). Kecerdasan emosional
memengaruhi kapasitas pemimpin untuk memproses informasi dan membuat analisis
rasional. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik untuk memeriksa pola sifat dan
keterampilan pemimpin dalam kaitannya dengan efektivitas pemimpin. Salah satu solusi
yang mungkin adalah dengan menggunakan analisis cluster untuk mengembangkan
tipologi pemimpin berdasarkan profil sifat (atau keterampilan) yang berbeda. Namun, ada
banyak masalah metodologis dalam penelitian semacam itu, dan seringkali menghasilkan
tipologi dengan stereotip yang terlalu disederhanakan yang gagal meningkatkan
pemahaman kita tentang kepemimpinan.

H. Aplikasi untuk Manajer


Penemuan bahwa keterampilan dan sifat tertentu secara positif terkait dengan efektivitas
dan kemajuan manajerial memiliki beberapa implikasi praktis bagi orang-orang dalam
merencanakan karir manajerial mereka sendiri. Panduan berikut didasarkan pada penelitian,
teori, dan temuan praktisi tentang sifat dan keterampilan.

 Pertahankan kesadaran diri.


 Kembangkan keterampilan yang relevan.
 Ingatlah bahwa kekuatan bisa menjadi kelemahan.
 Mengimbangi kelemahan.

DAFTAR PUSTAKA

Daft, L.Richard.1999. Leadership: Theory and Practice.Dryden Press


Yulk, gary. 2010. Leadership in Organization. Sevent edition. New Jersey. Pearson Education

Dr. Wahda,SE.,M.Pd.,M.Si. Kepemimpinan, Bahan Ajar 8. Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai