Anda di halaman 1dari 8

Defenisi Piutang Usaha

Piutang (account receivable) ialah hak perusahaan kepada pihak lain yang akan diterima
dalam bentuk kas. Piutang biasanya digolongkan ke dalam kelompok piutang usaha dan piutang
di luar usaha. Untuk keperluan fiskal, sebaiknya sistem akuntansi dapat menyajikan saldo
piutang kepada pihak yang ada dalam hubungan istimewa. Pemisahaan ini dimaksudkan untuk
mempermudah fiskus dalam mengetahui WP melakukan penghindaran pembayaran pajak
melalui penetapan harga transfer (transfer pricing). Agar dari pembukuan piutang dapat
diperoleh keadaan mengenai saldo piutang, maka rekening piutang khususnya untuk keperluan
fiskal harus dapat memberikan keterangan data sebagai berikut.

a. Nama dan alamat lengkap debitur.


b. Jumlah piutang kepada masing-masing debitur.
c. Saat timbul maupun berkurangnya piutang.
d. Jenis piutang, misalnya piutang usaha, piutang kepada pegawai, piutang kepada
pemegang saham, dan piutang bunga.
e. Hak penerimaan bunga.
f. Tanggal jatuh tempo piutang.
g. Jumlah piutang yang dapat dihapuskan.
h. Keterangan lainnya yang berkaitan dengan piutang.

Piutang Usaha

Piutang usaha terjadi akibat transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa untuk
kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang usaha terjadi karena penjualan barang atau
penyerahan jasa secara kredit. Piutang dapat dicatat jika barang telah diserahkan. Dalam usaha
pelayanan jasa, piutang dicatat pada saat pelayanan jasa dilaksanakan. Pada umumnya piutang
seperti ini tidak disertai suatu surat-surat perjanjian yang formal. Akan tetapi, adakalanya bentuk
piutang usaha dinyatakan dalam bentuk surat dagang komersial yaitu wesel tagih. Piutang yang
dapat ditagih dalam 1 tahun dapat digolongkan ke dalam aset lancar, sedangkan piutang yang
tidak dapat ditagih dalam I periode dapat digolongkan pada aset lain-lain. WP yang merupakan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN atas penyerahan barang dan jasa kena pajak
yang dilakukannya.

Dalam akuntansi komersial, Wild dan Kwok (2011: 154–161), sering terjadi pemberian
potongan perniagaan (trade discount → potongan yang diberikan pada saat terjadi transaksi
penjualan dengan mengurangi harga jual yang berlaku) dan potongan tunai (cash discount →
potongan yang diberikan kepada pelanggan dengan tujuan agar pelanggan segera melakukan
pembayaran tagihan). Selain itu, sering terjadi retur penjualan. Praktik akuntansi komersial
membukukan potongan tersebut dengan mengurangkannya kepada penjualan bruto. Pembukuan
seperti ini diperbolehkan oleh ketentuan perpajakan. Namun, pembukuan penyisihan (allowance)
untuk potongan tunai dan retur penjualan tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan karena
ketentuan perpajakan lebih menekankan pada keadaan senyatanya dan bukan bersifat antisipatif
dengan penyisihan tersebut.

Dalam praktik akuntansi komersial, pembentukan penyisihan (cadangan) berguna untuk


mengantisipasi kemungkinan kerugian dari piutang tak tertagih merupakan hal yang lazim.
Terhadap piutang yang diragukan tingkat kolektibilitasnya, perusahaan dapat menghapuskan dan
membebankannya kepada cadangan dimaksud.

Menurut Weygandt, Kimmel dan Kieso (2011: 353-355) pembentukan estimasi


penyisihan piutang tak tertagih didasarkan pada: (1) persentase penjualan → income statement
approach; atau (2) persentase piutang usaha (balance sheet appproach. Selain itu, perusahaan
dapat membuat analisa umur piutang ( aging schedule of account receivable ) yang menerapkan
persentase berbeda untuk berbagai kategori umur piutang.

Estimasi piutang tak tertagih

Income Statement Approach Balance Sheet Approach

% piutang Umur piutang


% penjualan ( Emphasis on Cash ( Emphasis on Cash
(Emphasis on Matching ) Realizable Value ) Realizable Value )
Pencatatan penghapussan piutang dapat dibuat dengan dua metode, yaitu metode
penghapusan langsung dan penghapusan tidak langsung. Perbedaan antara kedua metode
tersebut adalah sebagai berikut.

Direct written-of method Allowance methode


Estimasi jumlah Tidak diperlukan Beban piutang tak tertagih xx -
piutang tak Cadangan piutang tak - xx
tertagih Tertagih
Penghapusan Beban piutang tak tertagih xx - Piutang usaha xx -
piutang usaha Piutang usaha - xx Cadangan piutang tak - xx
Tertagih
Piutang usaha Piutang usaha xx - Piutang usaha xx -
yang telah dihapus Beban piutang tak Cadangan piutang tak - xx
ternyata dapat Tertagih - xx Tertagih
Kas xx - Kas xx -
dilunasi
Piutang usaha - xx Piutang usaha - xx

Meskipun demikian, ketentuan perpajakan tidak memperkenankan pembentukan


cadangan penghapusan tersebut. Ketentuan perpajakan lebih melihat realitas dan memberlakukan
metode penghapusan langsung (direct written-off method). Adapunnsyarat-syarat penghapusan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6
ayat (1) huruf h sebagai berikut.

1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak

3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri (PN) atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan
dari debitur lain bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak
tertagih debitur kecil.
Akan tetapi, pembentukan cadangan/pemupukan dana cadangan untuk jenis usaha tertentu
seperti:

1. usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak
opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS);

3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengolahan limbah industri.

memperkenankan adanya pembentukan penyisihan (cadangan) sesuai dengan ketentuan


perpajakan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf c jo. PMK-81/ PMK.03/2009.

Piutang dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa

Piutang dalam hubungan yang istimewa merupkan saldo tagihan dari transaksi yang
dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Hubungan istimewa dapat
merupkan memiliki/menguasai. Piutang dalam hubungan istimewa dapat timbul karena
terjadinya transaksi seperti penjualan, atau pengalihan barang/jasa, sewa, penjaminan, dan
penyelesaian oleh perusahaan atas nama pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Dalam praktik bisnis, harga yang dibebankan kepada pihak pembeli dapat menggunakan
dengan harga yang tidak wajar, misalnya menjual aset dengan harga yang jauh lebih rendah dari
harga harta yang sejenis. Definisi harga wajar di sini adalah harga yang berlaku umum atau
sama, apabila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak lain yang tidak mempunyai hubungan
istimewa.

Penyajian pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa diatur juga dalam SAK-
ETAP (2009:160-163). Apabila terdapat transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, maka harus diungkapkan sifat dari hubungan tersebut, juga informasi yang diperlukan
tentang transaksi dan saldonya untuk memahami dampak potensial hubungan tersebut terhadap
laporan keuangan. Pengungkapan tersebut harus meliputi:

a) jumlah transaksi;

b) jumlah saldo;

i. syarat dan kondisinya, termasuk jaminan, dan sifat pembayaran yang disediakan
dalam penyelesaian; dan

ii. rincian jaminan yang diberikan/diterima;

c) penyisihan kerugian piutang tidak tertagih terkait dengan jumlah saldo piutang: dan

d) beban yang diakui dalam periode yang berkaitan dengan piutang ragu-ragu yang jatuh
tempo dari pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (4), hubungan istimewa terjadi
apabila:

a. Kepemilikan atau penyertaan modal.

WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25%
pada WP lain. Misalnya PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh
PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50%
saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai
penyertaan pada PT C sebesar 25%. Dalam hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT
C dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat
juga terjadi antara orang pribadi atau badan.

b. Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Hubungan istimewa diantara WP dapat juga terjadi karena penguasaan melalui


manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan
kepemilikan.
c. Adanya hubungan keluarga.

Hubungan istimewa di antara WP orang pribadi dapat terjadi karena adanya


hubungan darah atau perkawinan, yaitu hubungan sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Maksud peraturan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak akibat
adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa di antara WP maka akan
menimbulkan dampak terhadap aspek perpajakan masing-masing pihak yang memiliki hubungan
istimewa tersebut. Dampak terhadap hubungan istimewa ini diatur dalam Pasal 18 ayat (3), (3a),
(3b), (3c), dan ayat (3d) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 sebagai berikut.

a) Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan


pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya PhKP
bagi WP yang mempunyai hubungan istimewa dengan WP lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan
menggunakan metode harga pasar bebas yang diperbandingkan (Comparable
Uncontrolled Price Method-CUPM), metode harga penjualan kembali (Resale Price
Method-RPM), metode biaya-plus (Cost Plus Method-CPM), metode laba neto
transaksional (Transactional Net Margin Method), dan metode pembagian laba
(Transactional Profit Split Method). Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.

Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan


menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang, maka Dirjen Pajak berwenang
untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Dengan demikian, bunga
yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu
tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang
menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenakan
pajak.

b) Dirjen Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan WP dan bekerja sama dengan
pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan
mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut
berakhir.

Kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement-APA) → Kesepakatan antara WP


dan Dirjen Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-
pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengannya. Tujuan
diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan harga
transfer oleh perusahaan multinasional. Keuntungan dari APA selain memberikan
kepastian hukum dan kemudahan perhitungan pajak, aparat perpajakan tidak perlu
melakukan koreksi atas harga jual dan keuntungan produk yang dijual WP kepada
perusahaan dalam grup yang sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan
kesepakatan antara Dirjen Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut
WP di mana berada di wilayah yurisdiksinya.

c) WP yang melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau
badan yang dibentuk untuk maksud demikian, maka dapat ditetapkan sebagai pihak yang
sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang WP yang bersangkutan mempunyai
hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran
penetapan harga. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghindaran pajak oleh
WP yang melakukan pembelian saham atau penyertaan pada suatu perusahaan WP dalam
negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut.
Besarnya penghasilan yang diperoleh oleh WP orang pribadi dalam negeri dari pemberi
kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi
kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan WP orang pribadi dalam negeri
tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada
perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.

Nilai Piutang dalam Neraca

Biasanya nilai piutang yang tercantum dalam neraca ialah nilai piutang neto. Pengertian
piutang neto yang harus dicantumkan pada neraca fiskal dan komersial tidaklah sama. Saldo
piutang neto pada neraca fiskal selain usaha:
1. bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2. usaha asuransi termasuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3. Lembaga Penjamin Simpanan;

4. usaha pertambangan;

5. usaha kehutanan; dan

6. usaha pengolahan limbah industri.

Saldo piutang dikurangi dengan piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih.
Sedangkan, saldo piutang neto pada neraca menurut akuntansi komersial ialah saldo piutang
dikurangi penyisihan piutang tak tertagih (piutang yang ditaksir tidak dapat tertagih). Jadi,
metode penghapusan piutang yang diperkenankan dalam perpajakan, diluar 6 usaha yang diatur
dalam PMK-81/PMK.03/2009, adalah metode langsung (direct write-off method); sedangkan
dalam akuntansi diperbolehkan memilih metode langsung (direct write-off method) atau metode
pencadangan (allowance method).

Piutang di Luar Usaha

Piutang tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa. Sering itu pula piutang
timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim asuransi, restitusi
pajak, royalti, dan lain-lain. Apabila yang diharapkan dapat ditagih dalam waktu singkat maka
piutang-piutang tersebut dapat digolongkan sebagai aset lancar. Apabila ternyata penagihannya
dilakukan lebih dari 1 tahun, maka sebaiknya digolongkan sebagai aset lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai