(NET)
Oleh :
19360095
Pembimbing :
BANDAR LAMPUNG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Penyaji Pembimbing
An. FY, 3 tahun, datang ke Rumah Sakit dibawa oleh keluarganya dengan allo
anamnesis, dengan keluhan lepuh dan lecet pada seluruh tubuh sejak tiga hari yang lalu.
Awalnya muncul bintik merah pada dahi dan kedua tangan disertai demam. Kemudian
berobat ke bidan, mendapatkan obat berupa puyer, 3 hari kemudian muncul lepuh kehitaman
di ketiak disertai demam yang terus meningkat. OS juga mengeluhkan adanya bengkak dan
sakit pada kedua mata, obat dari bidan kemudian dihentikan, sehari kemudian lepuh
menyebar hampir ke seluruh tubuh kemudian pasien dibawa ke RS. OS mengeluhkan mata
tidak dapat dibuka. Riwayat alergi disangkal, keluhan adanya BAK nyeri, BAB cair berwarna
hitam. Riwayat os pernah mengalami kejang lebih kurang setahun yang lalu
Pengobatan yang pernah didapat : Obat puyer pemberian bidan yaitu, isinya
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : An. FY
Usia : 3 Tahun
Pekerjaan : (-)
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara allo anamnesis dengan keluarga os pada hari Kamis,
Riwayat Penyakit : Sejak tiga hari yang lalu muncul keluhan lepuh dan lecet
Penyakit lain yang pernah diderita : Kejang lebih kurang setahun yang lalu
Pengobatan yang pernah didapat : Obat puyer yang berisi Asiklovir, CTM,
Paracetamol, Prednison
Tanda vital
Suhu : 39,2 ˚ C
Pernapasan : 24 x/menit
Berat Badan : 13 Kg
Tinggi Badan : 83 Cm
1. Kulit
Rambut : tumbuh rambut pada permukaan kulit kepala, hitam, lurus, tidak
mudah dicabut.
Turgor : normal
2. Kepala
Bentuk : Normocephali
3. Mata
Pupil : Isokor
4. Telinga
5. Hidung
6. Mulut
7. Tenggorokan
9. Thorax
10. Jantung
Perkusi : DBN
11.Abdomen
Palpasi : Turgor kulit dalam batas normal, massa (-), Nyeri tekan
12. Genitalia
13. Perianal
Superior : Simetris, kekuatan otot 5/5, gerakan bebas, edema(-), CRT < 2 detik,
sensoris baik
Lokasi : Universalis
VI. RESUME
An. FY, 3 tahun, datang dengan keluhan lepuh dan lecet pada seluruh tubuh sejak tiga
hari yang lalu. Adanya bengkak dan sakit pada kedua mata, OS mengeluhkan mata tidak dapat
dibuka. keluhan adanya BAK nyeri, BAB cair berwarna hitam. Ditemukan adanya konjungtiva
hiperemis (+/+), labium oris kering dan pecah-pecah, lingua kotor (+).
Pada status dermatologis ditemukan, di area universalis, ditemukan adanya bulla merah
kehitaman, sirkumskripta, irregular, multipel, beberapa bulla konfluen, ukuran lentikular sampai
4. Pemfigus bulosa
VIII DIAGNOSIS KERJA
IX PENATALAKSANAAN
A. Umum (Non Medikamentosa)
1. Menghentikan pemakaian obat-obatan yang dicurigai sebagai penyebab.
2. Pasien di monitor ketat
3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Memberitahu bahwa tidak boleh menggaruk dan mengelupaskan keropeng.
5. Memberitahu pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar untuk
mencegah adanya imfeksi sekunder.
6. Beri nutrisi secara enteral.
7. Memberitahu diet tinggi protein.
8. Istirahat cukup.
B. Khusus (Medikamentosa)
1. Sistemik
IVFD D5% ; NACL 0,9% = 3:1
Inj dexamethasone dosis awal 0,02-0,3mg/kg BB/hari dibagi dalam 3-4 kali.
Inj Ceftriaxon 500 mg/kgBB IM/IV / 12 Jam 1x
Ibuprofen 400mg (bila demam)
2. Topikal
Kompres NACL 0,9% 3x15 menit pada daerah luka.
Hidrokortison krim 2,5% 3x sehari setelah dikompres pada bercak tubuh.
Cendo lyteers 6x1 tetes ODS e.d.
X PEMERIKSAAN ANJURAN
Histopatologi dan Patch Test
XI PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Ad bonam
XII FOLLOW UP
S/ Lepuh di tubuh baru (-), bintik merah di dahi dan kedua tangan baru (-), lepuh
kehitaman di ketiak baru (-), bercak merah pada wajah, perut, dada, lengan
atas mulai mengering.
Demam (-)
Nyeri BAK (+) ↓
BAB warna hitam (-)
O/ KU : Sedang
Kes : CM
Nadi : 83x/menit
RR: 20x/menit
T : 37,5OC
Dermatologi : Bula merah hitam, sirkumskripta, irregular, multipel lentikuler,
numuler, plakat, erosi
A/ NET
P/ IVFD D5% ; NACL 0,9% = 3:1
Inj dexamethasone dosis awal 0,02-0,3mg/kg BB/hari dibagi dalam 3-4 kali
Inj Ceftriaxon 500 mg/kgBB IM/IV / 12 Jam 1x
Kompres NACL 0,9% 3x15 menit pada daerah luka.
Hidrokortison krim 2,5% 3x sehari setelah dikompres pada bercak tubuh.
Cendo lyters 6x1 tetes ODS e.d.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Nekrolisis epidermal toksis (NET) ialah reaksi mukokutan akut yang ditandai
dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis > 30% luas permukaan badan (LPB),
disertai rasa sakit dan dapat menyebabkan kematian. Makula eritem, terutama pada
badan dan tungkai atas, berkembang progresif menjadi lepuh flaksid dengan akibat
pengelupasan epidermis.
NET dibedakan dengan Sindrom Steven Johnson (SSJ) dari luas permukaan
tubuh yang mengalami epidermolisis. SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit
dan membran mukosa. Karena kemiripan penemuan klinis dan histopatologi, etiologi
obat, serta mekanisme, SSJ dan NET ini dianggap variasi dan kontinu penyakit yang
dibedakan dengan melihat tingkat keparahan serta persentase permukaan tubuh yang
2.2 Epidemiologi
dibandingkan angka kejadian SSJ, secara umum insidens SSJ adalah 1-6 kasus juta
kematian NET adalah 25-35%, sedangkan angka kematian SSJ adalah 5%-12%.
Penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia, terjadi peningkatan risiko pada usia di atas
perbandingan 1,5:1. Data dari ruang rawat inap RSCM menunjukkan bahwa selama
tahun 2010-2013 terdapat 57 kasus dengan rincian: SSJ 47,4%, overlap SSJ-NET
Penyakit infeksius juga dapat berdampak pada insidensi terjadinya TEN, yaitu
pada pasien HIV dapat meningkat 100 kali lipat dibandingkan populasi umum,
dengan jumlah hampir 1 kasus/seratus orang/tahun pada populasi HIV positif. Dalam
analisa kelangsungan hidup SSJ / NET dengan angka mortalitas secara keseluruhan
adalah 23% pada enam minggu, 28% pada tiga bulan dan 34% pada satu tahun.
yang terlibat berkaitan dengan prognosis yang buruk. Di Amerika Serikat, evaluasi
dari kematian menunjukkan resiko tujuh kali lebih tinggi pada orang kulit hitam
Faktor pencetus dari SSJ dan NET salah satunya adalah obat yaitu dengan
presentase sebesar 77-95%. Selain obat, SSJ dan NET dapat disebabkan oleh infeksi,
imunisasi, keganasan, paparan bahan kimia dari lingkungan, dan radiasi. Obat
tersering penyebab kasus SSJ dan NET ialah antibiotik, antikonvulsan, non-steroidal
nevirapin merupakan obat tersering penyebab SJS dan TEN pada penderita HIV dan
AIDS.
Berikut adalah daftar obat yang berersiko menyebabkan NET :
2.4 Etiopatogenesis
apoptosis luas. Reaksi sitotoksik yang terjadi melibatkan sel NK dan sel limfosit T
COB+ yang spesifik terhadap obat penyebab. Berbagai sitokin terlibat dalam
patogenesis penyakit ini , yaitu : IL-6, TNF-a, IFN-y, IL-18, Fas-L, granulisin,
karbamazepin dan alopurinol, faktor genetik yaitu sistem HLA berperan pada proses
terjadinya SSJ-NET. lnfeksi juga dapat menjadi penyebab SSJ-NET, namun tidak
sebanyak pada kasus eritema multiforme· misalnya infeksi virus dan Mycoplasma.
2.5 Klinis
39°C (102,2°F) sakit kepala, rhinitis, mialgia dapat terjadi 1-3 hari sebelum timbul
kelainan pada kulit. Timbul rasa nyeri menelan, konjungtiva terasa gatal dan panas
disertai silau bila terkena cahaya. Hal ini menandakan gejala awal keterlibatan
dengan gejala terlibatnya mukosa dan sepertiga lainnya dengan keluhan eksantema.
Fase prodromal atauu demam, batuk, dan malaise dapat mendahului perkembangan
Lesi kulit yang nyeri seringnya pertama kali tampak pada badan yang
maksimal setelah 4 hari. Erupsi biasanya simetris, terdistribusi pada wajah, tubuh
bagian atas dan proksimal ekstremitas, namun bisa sampai seluruh badan. Lesi kulit
yang bersatu secara progresif. Lesi target atipikal dengan warna gelap di tengah sering
terlihat. lesi nekrotik yang berkonfluensi menimbulkan eritema yang meluas dan
daerah yang merah dan erosi. Bula SSJ/NET kendur dan dapat dijumpai Nikolsky’s
pada 90% kasus dan mendahului atau diikuti erupsi pada kulit. Dimulai dengan
eritema yang diikuti oleh erosi mukosa bukal, mata, dan genital yang terasa nyeri.
nyeri saat BAK. Kavitas oral dan batas bibir lebih banyak terkena dan gambaran erosi
hemoragik yang nyeri tertutup grayish white pseudomembrane dan krusta pada
mengalami epidermolisis. Lesi pada mukosa berupa eritema dan erosi biasanya
dijumpai minimal pada 2 lokasi, yaitu mulut dan konjungtiva, dapat juga ditemukan
erosi di mukosa genital. Keterlibatan organ dalam juga dapat terjadi, namun jarang,
2.6 Klasifikasi
Dalam hal ini pasien dikelompokan dalam 3 kelompok berdasarkan luas area
tubuh (Body Surface Area = BSA) yang mengalami pengelupasan (Nikolsky Sign +)
yaitu :
2.7 Diagnosis
penggunaan obat sistemik (jumlah dan jenis obat, dosis, cara pemberian, lama
pemberian, urutan pemberian obat), serta kontak obat pada kulit yang terbuka (erosi,
eskoriasi, ulkus) atau mukosa. Jangka waktu dari pemberian obat sampai timbul
kelainan kulit (segera, beberapa saat atau jam atau hari atau hingga 8 minggu).
Pemeriksaan fisik SJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran
mukosa. Kelainan kulit yaitu: eritema, vesikel, papul, erosi, eskoriasi, krusta
mukosa (setidaknya pada dua tempat): biasanya dimulai dengan eritema, erosi dan
nyeri pada mukosa oral, mata dan genital. Kelainan mata berupa konjungtivitis
kataralis, purulenta, atau ulkus. Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik, nyeri
yang tertutup pseudomembran putih keabuan dan krusta. Kelainan genital berupa
nyeri dan lemah badan, keterlibatan organ dalam seperti paru-paru yang
organ digestif seperti diare masif, malabsorbsi, melena, atau perforasi kolon. Kriteria
SSJ, SSJ overlap NET, dan NET berdasarkan luas area epidermis yang terlepas
(epidermolisis), yaitu: SSJ (<10% luas permukaan tubuh), SSJ overlap NET (10-
Lesi awal menunjukkan apoptosis keratinosit pada lapisan suprabasal. Lesi akhirnya
akan memperlihatkan nekrosis epidermal yang tebal dan pelepasan epidermis dari
dermis. Infiltrasi sel mononuclear dengan kepadatan sedang pada papilla dermis dapat
terlihat, sebagian besar diwakili oleh limfosit dan makrofag. Diagnosis kausatif
dilakukan setelah minimal 6 minggu setelah lesi kulit hilang dengan uji tempel
dapat digunakan secara retrospektif untuk menentukan obat yang diduga menjadi
pencetus.
2. Pemfigus vulgaris
4. Pemfigoid bulosa
5. Pemfigus paraneoplastik
2.9 Penatalaksanaan
a) Non Medikamentosa
infeksi sekunder
3. Berikan nutrisi secara enteral pada fase akut, baik secara oral maupun
nasogastrik.
b) Medikamentosa
2. Topikal Terapi topikal bertujuan untuk mencegah kulit terlepas lebih banyak,
pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan paraffin.
c) Sistemik
prednison 1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ, 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET, dan
2. Analgesik dapat diberikan. Jika nyeri ringan dapat diberikan parasetamol, dan jika
d) Edukasi
1. Penjelasan mengenai kondisi pasien dan obat-obat yang diduga menjadi penyebab.
pencetus dan memberikan edukasi pada pasien untuk menghindari obat obatan
tersebut.
2.10 Prognosis
0-1 3,2%
2 12,1%
3 35,8%
4 58,3%
5 90%
rata rata 3 minggu. Gejala sisa yang sering terjadi adalah skar pada mata dan
gangguan penglihatan. Kadang kadang terjadi skar pada kulit, gangguan pigmentasi
DISKUSI KASUS
1. Diagnosis pasti keadaan NET menggunakan biopsy kulit, temuan apa saja yang
Jawaban :
Temuan yang paling umum ditemukan dalam kasus NET, yaitu adanya nekrotik
2. Apa perbedaan antara sindrom stevens’s johnson dengan nekrolisis epidermal toksik?
Jawaban :
Indikasi pasien pada kasus ini diberikan antibiotik adalah untuk mencegah pasien
epidermal toksik juga dianjurkan untuk memilih antibiotik spektrum luas sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. I., & Sulistyo, G. (2017). Nekrolisis Epidermal Toksik: Laporan Kasus pada
Pasien Geriatri. Jurnal Agromedicine, 4(1), 156-159.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 7, Cetakan Pertama. 2015. Jakarta: FKUI
Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.
Onaran, Z., et al. (2011). Case Report: Topical Ophthalmic Cyclosporine in the Treatment of
Toxic Epidermal Necrolysis, Hindawi Publishing Corporation.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin di Indonesia. Jakarta : PERDOSKI ;
2017
Rahmawati, Y.W., & Indramaya, D.M. (2016). Studi Retrospektif: Sindrom Stevens-Johnson
dan Nekrolisis Epidermal Toksik. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin –
Periodical of Dermatology and Venereology, 28 (2), 68-76.
Zubir, Z., & Fahila, R (2017). Sindroma Steven Johnson Dan Nekrolisis Epidermal Toksik.
5(1), 154-159