Abudarin
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulisi haturkan ke hadlirat Allah SWT. Dengan limpahan rahmah
dan hidayah dari Allah SWT penulisan bahan ajar ini dapat terselesaikan.
permasalahan kimia sering kali memerlukan bantuan kimia analisis, baik kualitatif
bagian dari Kimia Analisis Kuantitatif, khususnya mengenai analisis kuantitatif secara
analisis kimia kuantitatif, namun demikian mahasiswa perlu memahami metode analisis
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian penulisan bahan ajar ini.
Palangka Raya
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
I PENDAHULUAN 1
1.1. Langkah-langkah Analisis Kimia .......................................................... 1
1.2. Perlakuan Data Analisis ....................................................................... 3
1.2.1. Kesalahan, ketelitian dan kecermatan ...................................... 3
1.2.2. Menyatakan hasil analisis .......................................................... 4
3
3.2.1. Titrasi campuran antara NaOH dan Na2CO3 ............................. 37
3.2.2. Titrasi campuran antara Na2CO3 dan NaHCO3= ....................... 35
Soal Latihan ......................................................................................... 39
VI GRAVIMETRI 67
6.1. Dasar Gravimetri .................................................................................... 67
6.2. Stoikiometri dalam Gravimetri ............................................................... 68
6.3. Pembentukan dan Sifat endapan ........................................................ 70
6.4. Pengendap Organik ............................................................................. 73
6.5. Penggunan Analisis Gravimetri ........................................................... 75
Soal Latihan .......................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA 77
4
DARTARA TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Berbagai jenis indikator yang sering digunakan dalam proses titrasi 19
netralisasi .............................................................................
Tabel 3.2 Perubahan pH larutan pada titrasi 50 mL larutan Hcl 0,1 N dengan 21
larutan NaOH 0,1 N .......................................................................
Tabel 3.3 Perubahan sifat larutan dan rumus pH pada titrasi asam lemah 23
dengan basa kuat ..........................................................................
Tabel 3.4 Perubahan pH larutan pada titrasi 100 mL larutan CH3COOH 0,1 N 25
dengan larutan NaOH 0,1 N ......................................................
Tabel 3.5 Perubahan sifat larutan dan rumus pH pada titrasi basa lemah 27
dengan asam kuat .........................................................................
Tabel 5.1 Perubahan potensial pada titrasi 100 mL larutan Fe2+ 0,1 N dengan 55
larutan Ce4+ 0,1 N. ............................................................
Tabel 6.2 Contoh unsur-unsur yang dapat dianalisis secara gravimetri ....... 75
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 3.1 Kurva titrasi netralisasi dari 50 mL larutan HCl 0,1 N dengan 22
larutan NaOH 0,1 N ....................................................................
Gambar 3.2 Kurva titrasi netralisasi 100 mL larutan CH3COOH 0,1 N dan suatu 26
asam lemah (Ka = 1 x 10-7) dengan larutan NaOH 0,1 N ..
Gambar 3.3 Kurva titrasi netralisasi larutan H3PO4 0,1M dengan larutan NaOH 30
0,1 M .................................................................................
Gambar 3.4 Skema proses titrasi campuran NaOH dan Na2CO3 .................. 36
Gambar 3.5 Skema proses titrasi campuran Na2CO3 dan NaHCO3 .............. 37
Gambar 4.1 Kurva titrasi argentometri terhadap larutan 100 mL NaCL 0,1 N 45
dan 100 mL NaI 0,1 N ..................................................................
Gambar 5.1 Kurva titrasi 100 mL larutan Fe2+ 0,1 N dengan Ce4+ 0,1 N ....... 55
6
I PENDAHULUAN
Analisis kimia berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu
mengidentifikasi satu atau beberapa spesies kimia dalam suatu cuplikan, sedangkan
analisis kuantitatif bertujuan untuk menentukan jumlah atau kuantitas satu atau
beberapa spesies kimia dalam suatu cuplikan. Dalam kuliah Kimia Analisis II ini akan
dipelajari khusus analisis kimia kuantitatif. Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan
mahasiswa lebih memahami konsep dasar kimia analisis kuantitatif, serta mampu
Spesies kimia yang sedang diselidiki dalam analisis kimia sering disebut analit.
Analit dapat merupakan sebagian kecil atau sebagian besar dari suatu cuplikan yang
dianalisis. Jika jumlah analit dalam suatu cuplikan kurang dari 0,01 % disebut
ada empat langkah utama yang dilakukan dalam analisis kimia yang meliputi :
(1) Sampling, yaitu mengambil atau memilih suatu cuplikan yang dapat mewakili
(3) Pengukuran
proses analisis kimia. Cuplikan yang dipilih harus bersifat mewakili (representatif) dari
7
seluruh materi yang hendak dianalisis, artinya komposisi serta sifat-sifat lainnya harus
ada dalam bentuk larutannya. Materi yang terdapat di alam seperti bijih, batuan, jaringan
cara-cara tertentu untuk dapat dilakukan pengukuran analit yang diinginkan. Suatu asam
atau campuran asam seperti klorida, nitrat, sulfat dan perklorat dalam keadaan dingin
atau panas sering digunakan sebai pelarut dari berbagai macam cuplikan. Campuran
antara asam klorida dengan asam nitrat yang disebut akua rejia merupakan pelarut yang
mampu melarutkan zat-zat onorganik yang sulit larut dalam pelarut lainnya.
pertimbangan untuk memperoleh hasil pengukuran yang cermat dan teliti dengan cara
yang mudah dengan biaya yang murah, dan dapat dikerjakan dalam waktu yang relatif
singkat. Dalam analisis kimia kuantitatif telah dikenal beberapa cara atau metode
pengukuran (yang selanjutnya sering disebut metode analisis), yaitu volumetri (titimetri),
Langkah akhir analisis kimia adalah perhitungan dan penafsiran. Data yang
diamati atau dibaca dari proses pengukuran pada umumnya merupakan data antara
misalnya, volume titran pada cara volumetri, berat endapan pada cara gravimetri, dan
absorbansi pada cara spektroskopi. Data-data tersebut masih harus diolah untuk
mendapatkan hasil analisis yang menunjukkan jumlah atau kandungan suatu analit
persamaan-persamaan yang menjadi dasar dari cara analisis yang bersangkutan dan
sering kali menuntut pemahaman stoikiometri larutan yang memadai. Kesalahan dapat
terjadi pada setiap langkah analisis, maka penafsiran hasil harus mempertimbangkan
8
hal tersebut. Cara-cara statistik biasanya digunakan terutama untuk menyatakan
perbedaan numerik antara suatu harga terukur dengan harga sesungguhnya. Harga
atau jumlah sesungguhnya dari suatu analit dalam suatu cuplikan adalah sesuatu yang
abstrak, tidak dapat diketahui dengan pasti dan tidak diharuskan seseorang untuk
mengetahuinya, namun demikian adalah penting untuk mendapatkan hasil ukur yang
Ada banyak macam kesalahan yang dapat terjadi dalam suatu analisis kimia,
namun demikian ada dua macam kesalahan yang penting berdasarkan sumber
kesalahannya, yaitu kesalahan pasti dan kesalahan acak. Kesalahan pasti diakibatkan
oleh sebab-sebab tertentu yang dapat diketahui dan dikontrol, misalnya cuplikan tidak
representatif, metode pengukuran yang digunkan tidak tepat, alat ukur tidak terkalibrasi
dengan baik, dan sebagainya. Kesalahan pasti mengakibatkan penyimpangan hasil ukur
yang sifatnya teratur, misalnya searah, tetap, atau proporsional terhadap ukuran
cuplikan. Sebaliknya kesalahan acak adalah kesalahan yang diakibatkan oleh sebab-
sebab yang tidak selalu dapat diketahui sumbernya dan sukar dikontrol, misalnya
fluktuasi tegangan listrik, fluktuasi suhu ruangan, getaran, dan sebagainya. Kesalahan
antara hasil ukur dengan harga sesungguhnya. Selanjutnya keterdekatan antara hasil
pengukuran dari beberapa kali ulangan dinyatakan dengan istilah kecermatan atau
ketepatan atau keseksammaan. Kesalahan pasti mengakibatkan hasil ukur tidak teliti,
9
sedangkan kesalahan acak mengakibatkan hasilukur tidak cermat. Ketelitian dan
kecermatan tidak selalu selaras dan hasil pengukuran yang terbaik adalah yang teliti
dan cermat.
a.
Cermat tetapi
tidak teliti
b. teliti tetapi
tidak cermat
d. teliti dan
cermat
Gambar 1.1. Ilustrasi ketelitian dan kecermatan
Dalam data hasil pengukuran sering kali terdapat angka tidak pasti, yaitu yang
tidak dapat ditunjukkan secara pasti oleh alat ukur, misalnya data volume (pada
volumetri) sebesar 12,35 mL berdasarkan hasil pembacaan skala burret biasa dengan
skala sampai 0,1 mL. Dalam data yang terdiri dari empat angka tersebut satu angka
terakhir merupakan angka perkiraan atau angka tidak pasti. Setiap hasil ukur hanya
diperbolehkan mengandung satu angka tidak pasti dan hasil akhir analisis setelah
dilakukan proses perhitungan hanya boleh mengandung jumlah angka desimal sama
dengan jumlah angka desimal terkecil dari data yang terlibat dalam serangkaian analisis.
desimal, tetapi kemudian dilarutkan dalam labu takar dengan ketelitian satu angka
desimal, maka hasil akhir analisis hanya boleh dinyatakan dengan dua angka desimal
dimana satu angka terakhir merupakan angka tidak pasti dan seluruh angka ini disebut
angka bermakna.
10
Hasil akhir suatu analisis kimia umumnya merupakan rerata dari sejumlah
proses perhitungan hasil analisis telah terjadi penjalaran kesalahan sehingga terdapat
akumulasi kesalahan pada hasil akhir, oleh karena itu data hasil analisis hanya
dimana xi adalah data hasil pengukuran ke-i, X adalah rerata, dan n adalah jumlah
(1) = X S atau
(2) = X t(S)/n
dimana merupakan ungkapan hasil analisis dan t merupakan harga t-student yang
Sebagai contoh misalnya kadar ion natrium dalam cuplikan air seni telah
dianalisis dengan enam kali pengulangan pengukuran diperoleh data sebagai berikut :
102, 97, 99, 98, 101, 106 ppm. Dari data ini dapat dihitung :
Rerata :
X = (102 + 97 + 99 + 98 + 101 + 106)ppm/6 = 100,5 ppm
Standar deviasi :
S = {i (xi - x)2/(n-1)}
= {[(1,5)2 + (-3,5)2 + (-1,5)2 + (-2,5)2 + (-0,5)2 + (5,5)2 ]/5} ppm
= 3,3 ppm
Hasil akhir dapat dinyatakan :
11
=X S
12
II DASAR-DASAR ANALISIS VOLUMETRI
analisis kimia kuantitatif konvensional. Dalam kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat :
5. Menjelaskan pengertian ekivalen dan berat ekivalen suatu zat dalam analisis
volumetri
normalitas larutan
banyaknya suatu zat dalam vulume tertentu melalui pengukuran vulume larutan standar
yang bereaksi secara kuantitatif dengan zat yang akan ditetentukan (analit). Analisis
volumentri didasarkan pada stoikiometri reaksi kimia antara analit (A) dengan suatu
pereaksi yang disebut zat penitrasi atau titran (T) dengan persamaan reaksi yang
sederhana :
aA + tT ---------- hasil
bentuk larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan pasti dan teliti yang disebut
larutan stndar. Proses penambahan larutan standar kedalam larutan analit sampai
terjadi reaksi sempurna, disebut proses titrasi, sedang saat dimana reaksi tepat
13
berlangsung sempurna disebut titik ekivalen atau titik akhir teoritis. Secara konvensional,
titik ekivalen dapat diketahui melalui perubahan yang terjadi dalam larutan yang dititrasi,
baik yang diakibatkan oleh analit, titran atau zat lain yang sengaja ditambahkan yang
ekivalen. Apabila reaksi antara larutan standar dengan zat yang akan ditentukan telah
sempurna, maka indikator tersebut akan memberikan perubahan yang jelas dalan
menunjukkan perubahan warna dan titrasi harus dihentikan disebut titik akhir titrasi.
Dengan rumus kesetaraan kimia, jika banyaknya larutan standar yang telah
digunakan untuk titrasi diketahui, maka banyaknya analit yang terdapat dalam suatu
volume tertentu dapat dihitung, inilah prinsip analisis volumetri. Untuk suatu titrasi yang
ideal, titik akhir titrasi akan bersamaan dengan titik ekivalen, tetapi dalam praktek hal
tersebut hampir tidak pernah dapat tercapai, karena selalu terdapat sedikit perbedaan,
Ketepatan pemilihan indikator merupakan faktor penting agar supaya kesalahan titrasi
Dalam analisis volumetri, reaksi yang terjadi antara larutan standar dengan
larutan zat yang akan ditentukan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
3. Ada cara yang teliti untuk mengetahui saat tercapainya titik ekivalen
14
Analisis volumetri biasanya dapat mencapai ketelitian yang cukup tinggi, dan
karena selain alat-alatnya sangat sederhana, relatif lebih mudah dikerjakan, juga
Berdasarkan atas hasil reaksi yang terjadi antara zat yang akan ditentukan
1. Titrasi Netralisasi, yaitu suatu proses titrasi yang didasarkan atas reaksi netralisasi
atau reaksi asam - basa. Yang termasuk jenis titrasi netralisasi ini, adalah :
a. Titrasi Asidimetri, yaitu titrasi larutan yang bersifat basa (basa bebas, dan
b. Titrasi Alkalimetri, yaitu titrasi terhadap larutan yang bersifat asam (asam
bebas, dam larutan garam-garam terhidrilisis yang berasal dari bassa lemah)
kompleks.
3. Titrasi Oksidasi-reduksi atau redoks; yaitu suatu proses titrasi yang dapat
15
Oleh karena berat ekivalen suatu zat tergantung pada reaksinya, maka untuk
menentukan berat ekivalen suatu zat perlu memperhatikan jenis titrasi yang akan
berlangsung pada zat tersebut. Ekivalen adalan satuan yang setara dengan mol,
2.3.1. Ekivalen dan berat ekivalen suatu zat dalam proses titrasi netralisasi.
Berat ekivalen asam adalah banyaknya zat tersebut (dalam gram) yang dapat
melepaskan 1 mol ion H+. Sehingga untuk asam-asam monobasis seperti : HCL; HNO3;
H2CO3 ; H2C2O4 BE = 1/2 Mr atau 1 ekivalen = 1/2 mol, dan asam tribasis seperti :
Berat ekivalen basa adalah banyaknaya zat tersebut (dalam gram) yang dapat
melepaskan 1 mol ion OH- atau yang dapat menerima 1 mol ion H+. Untuk basa-basa
berasam satu, seperti : NaOH ; KOH ; NH4OH BE = Mr atau 1 ekivalen = 1 mol, untuk
ekivalen = 1/2 mol, sedangkan basa-basa berasam tiga seperti : Al(OH)3 ; Cr(OH)3 BE
= 1/3 Mr atau 1 ekivalen = 1/3 mol. Berat ekivalen dalam garam terhidrolisa tergantung
2.3.2. Ekivalen dan Berat ekivalen zat dalam titrasi pengendapan dan/atau
pembentukan kompleks.
Berat ekivalen suatu zat dalam proses titrasi pengendapan adalah banyaknya
zat tersebut (dalam gram) yang mengandung atau dapat bereaksi dengan 1 mol suatu
logam univalen atau 1/2 mol suatu logam bivalen, sedang untuk logam tersebut, berat
ekivalennya sama dengan massa atom dibagi dengan valensinya . Sebagai contoh,
berat ekivelen AgNO3 = Mr-nya atau 1 ekivalen = 1 mol; berat ekivalen H2SO4 dalam
16
reaksi pengendapan sebagai BaSO4 = 1/2 Mr-nya atau 1 ekivalen = 1/2 mol. Berat
ekivalen suatu zat dalam proses titrasi pembentukan kompleks, ditentukan dari bentuk
persamaan reaksi ionnya. Sebagai contoh, misalnya berat ekivalen garam KCN dalam
1 ekivalen = 2 mol.
2.3.3. Ekivalen dan berat ekivalen zat dalam proses titrasi oksidasi reduksi.
Salah satu cara untuk menentukan berat ekivalen suatu zat dalam titrasi redoks
adalah didasarkan pada besarnya perubahan bilangan oksidasi zat tersebut. Dengan
cara ini berat ekivalen suatu zat adalah banyaknya zat tersebut (dalam gram) yang
menetukan berat ekivalen garam KMnO4 dalam titrasi redoks dalam suasana asam
sehingga dalam reaksi oksidasi tersebut terjadi perubahan bilangan oksidasi sebesar 5
dalam analisis volumetri. Pada proses titrasi, yang dimaksud titik ekivalen adalah saat
dimana banyaknya ekivalen atau mili ekivalen zat yang dititrasi sama dengan banyaknya
17
Baik zat yang ditrasi maupun zat penitrasi umunya dalam bentuk larutan, dalam hal ini
ekivalen = V x N,
V1 x N1 = V2 x N2,
dimana N1 dan N2 masing-masing adalah normalitas larutan zat penitrir dan zat yang
dititrir ; sedang V1 dan V2 masing-masing adalah volume larutan zat penitrir dan zat yang
dititrir.
Contoh-1. Dalam suasana asam sulfat encer 25 mL larutan garam Ferro sulfat (FeSO4)
dapat dititrasi larutan standar KMnO4 0,125 N, memerlukan 30 mL untuk tercapainya titik
ekinalen. Berapa gram FeSO4 terkadung dalam larutan tersebut, jika diketahui Mr FeSO4
= 152.
Penyelesaian :
Rumus : ∑ mek FeSO4 = ∑ mek KMnO4
V1 x N1 = V2 x N2
25 mL x N1 = 30 mL x 0,125 ek/L
N1 = 0,15 ek/L
Dalam titrasi redoks, 1 ekivalen FeSO4 = 1 mol, jadi banyaknya garam FeSO4 yang
terkandung dalam larutan tersebut :
= 25 mL x 0,15 ek/L = 3,75 mek
Massa FeSO4 = 3,75 mek x BE FeSO4
= 3,75 mek x 152 gram/ek = 57 mgram.
Dalam proses titrasi salah satu di antara zat penitrasi atau zat yang dititrasi
harus berupa larutan standar. Larutan standar juga sering disebut larutan baku, adalah
suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan pasti dan teliti. Konsentrasi
larutan standar biasanya dinyatakan dengan satuan normal, dimana larutan satu normal
18
(1N) adalah larutan yang mengandung 1 ekivalen suatu zat terlarut tertentu dalam 1
liter larutan.
Contoh-2. Suatu larutan asam oksalat yang akan digunakan dalam titrasi asidi-
alkalimetri dibuat dengan cara melarutkan 12,60 gram H2C2O4.2H2O (Mr = 126) dalam air
hingga volumenya menjadi 500 mL. Berapa normalitas larutan tersebut ?
Penyelesaian :
H2C2O4 merupakan asam dibasis, dalam titrasi asidi-alkalimetri 1 mol H2C2O4 = 2 ek.
12,60 g
jumlah mol H2C2O4 = ------------- = 0,1 mol
126 g/mol
Jumlah ekivalen H2C2O4 = 0,1 mol x 2 ek/mol = 0,2 ek.
0,2 ek
Normalitas larutan H2C2O4 = ---------- = 0,4 ek/mol = 0,4 N
0,5 L
Larutan standar yang dibuat dari zat yang murni atau kemurniannya diketahui
dengan pasti, konsentrasinya dapat diketahui dengan pasti dan teliti berdasarkan berat
zat yang dilarutkan. Zat standar yang demikian disebut standar primer. Untuk zat yang
tidak murni atau kemurniannya tidak diketahui, konsentrasi larutannya hanya dapat
diketahui dengan teliti melalui proses yang disebut standarisasi, dan disebut standar
sekunder. Standarisasi dilakukan dengan cara menitrasi larutan tersebut dengan larutan
standar primer.
2.4.1. Pembuatan suatu larutan standar dari zat yang berbentuk cair
19
Pembuatan suatu larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut
cara pengenceran, yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih encer. Cara
pengenceran ini dapat dilakukan baik dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya,
Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui
normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan. Tetapi
apabila larutan standar tersebut harus dibuat dari suatu zat cair yang tidak / belum
N x V(L) x Mr
Vx = ------------------
nxkxd
normalitas, valensi, kadar, berat jenis dan massa molekul dari zat cair yang akan
diencerkan, sedang V dan N masing-masing adalah volume dan normalitas larutan hasil
pengenceran.
Contoh-3. Berapa mL HCL pekat yang berat jenis dan kadarnya masing-masing 1,2
gram/mL dan 39,1 % harus diencerakn untuk membuat 500 mL larutan HCl 0,1 N?
Penyelesaian :
N x V x Mr
Vx = ------------------
nxKxd
2.4.2. Pembuatan suatu larutan standar dari zat yang berbentuk padat / kristal
20
Zat padat yang dapat digunakan pada pembuatan larutan standar dibedakan
antara zat padat yang kemurniannya tinggi dan zat padat yang kemurniannya rendah.
Larutan standar yang terbuat dari zat padat yang kemurniannya tinggi disebut larutan
standar primer. Larutan ini dapat dibuat dengan melarutkan zat padat tersebut sebanyak
berat tertentu dalam volume yang tertentu pula sesuai dengan volume dan normalitas
yang dikehendaki.
Zat-zat padat yang dapat digunakan pada pembuatan larutan standar primer,
sebagainya. Apabila zat padat yang akan digunakan pada pembuatan larutan standar
KMnO4 ; Na2S2O3 dan sebagainya, maka setelah larutan standar tersebut terjadi,
sebelum digunakan harus distandarisasi lebih dulu dengan zat atau larutan standar
normalitas larutan yang terjadi dengan normalitas yang dikehendaki. Adapun syarat-
b. harus tidak higroskopis, dan tidak mudah menyerap CO2 atau teroksidasi oleh
dapat diabaikan.
Dalam proses titrasi netralisasi, zat-zat yang sering digunakan sebagai zat
standar primer adalah : Natrium karbonat , Boraks , Kalium hidrogen ptalat , asam
21
benzoat dan sebagainya, sedangkan yang sering digunakan dalam proses titrasi
pengendapan perak adalah : Natrium klorida dan Kalium klorida. Garam-garam seperti
Kalium bikromat; Kalium bromat; Kalium iodat; Natrium oksalat; banyak digunakan
Soal Latihan
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan : (a) larutan standar; (b) indikator titrasi; (c) titik
3. Sebutkan kriteria reaksi kimia yang dapat diguankan sebagai dasar analisis volumetri
5. Jelaskan pengertian ekivalen zat dalam setiap jenis reaksi yang digunakan sebagai
8. Berapa mL asam sulfat pekat yang berat jenis dan kadarnya masing-masing 1,2
gram/mL dan 98% harus diencerakan untuk membuat 500 mL larutan H2SO4 0,1 N?
9. Berapa gram Na2C2O4 harus dilarutkan untuk membuat 250 mL larutan 0,1 N Na2C2O4
22
10. Seorang mahasiswa membuat larutan KMnO4 kemudian distandarisasi menggunkan
Na2C2O4 sebagai standar primer. 0,3148 gram Na2C2O4 dilarutkan kemudian dititrasi
dengan larutan KMnO4 memerlukan 44,86 mL untuk mencapai titik ekivalen. Hitung
23
III TITRASI NETRALISASI
Seperti telah disebutkan di muka, bahwa titrasi netralisasi dibedakan atas Titrasi
Asidimetri dan Titrasi Alkalimetri. Titrasi asidimetri adalah titrasi larutan basa, dengan
larutan standar asam, sedangkan titrasi alkalimetri adalah titrasi larutan asam dengan
larutan standar basa. Tujuan titrasi netralisasi adalah untuk menetukan banyaknya asam
digunakan suatu zat penunujuk yang disebut indikator dimana perubahan warna zat ini
tergantung pada besarnya konsentrasi ion H+ atau pH larutan. Perubahan warna dari
suatu indikator tidak terjadi secara drastis, melainkan dalam suatu interval pH yang
kecil. Indikator ini disebut indikator asam-basa yang stiap jenis indikator mempunyai
interval pH tertentu yang besarnya tidak sama antara jenis indikator yang satu dengan
atau basa-basa organik lemah yang berbeda warnanya dalam bentuk mulekul dan
dalam bentuk ionnya. Apabila untuk indikator asam dinyatakan dengan rumus HIn dan
24
untuk indikator basa dengan rumus InOH, maka didalam larutan yang encer indikator-
HIn H+ + In-
[H+] [In-]
Kind = --------------- . . . . . . . . . . . . . 1)
[ HIn ]
[ In+ ] [ OH- ]
Kind = ----------------- . . . . . . . . . . . 2)
[ InOH ]
[ HIn ]
Menurut persamaan 1), maka [ H+ ] = Kind ----------
[ In- ]
[ In ]
-
Sedang menurut persamaan 2), maka besarnya pH dapat dirumuskan sebagai berikut :
[ In+ ]
pH = pKw - pKind - log ------------
[ InOH ]
Tabel 3.1. Beberapa jenis indikator yang sering digunakan dalam proses titrasi
netralisasi.
Nama Indikator Perubahan warna Jangkauan pH atau
dengan meningkatnya pH trayek perubahan
warna
Timol biru merah - kuning 1,2 - 2,8
Metil kuning merah - kuning 2,9 - 4,0
Metil oranye merah - kuning 3,1 - 4,4
Metil merah merah - kuning 4,2 - 6,2
Bromtimol biru kuning - biru 6,0 - 7,6
Fenol merah kuning - merah 6,8 - 8,4
Fenolftalein tak berwarna - merah 8,0 - 9,6
Alizarin kuning kuning - merah lembayung 10,1 - 12,0
25
Untuk HIn jika [In-]/[HIn] 10, maka warna yang dominan adalah warna In- dan
sebaliknya, demikian pula untuk InOH jika [In+]/[InOH] 10, maka yang dominan adalah
besarnya perubahan konsentrasi ion H+ atau pH larutan sekitar titik ekivalen, maka
dapatlah digunakan untuk memilih dan menentukan suatu jenis indikator yang paling
sesuai untuk suatu proses titrasi, artinya dengan mengunakan larutan indikator yang
telah dipilih tersebut, maka kesalahan titrasi dapat diusahakan sekecil mungkin
c. Untuk larutan garam terhidrolisa dari asam lemah dan asam kuat :
d. Untuk larutan garam terhidrolisa dari basa lemah dan basa kuat :
e. Untuk larutan garam terhidrolisa dari asam lemah dan basa lemah :
26
pH = 1/2 {pKw + pKa - pKb}
3.2.1. Kurva titrasi netralisasi antara asam kuat dengan basa kuat
dan menentukan jenis indikator yang paling sesuai, agar kesalahan titrasi yang terjadi
sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan. Dalam pembuatan kurva titrasi netralisasi
antara larutan asam kuat dengan larutan basa kuat, dianggap bahwa baik asam maupun
basanya di dalam larutan terionisasi secara sempurna dan koefisien aktivitas dari ion-
garam netral dan basa kuat, berikut diberikan tabel harga pH pada titrasi 50,00 mL HCl
Tabel 3.2. Perubahan pH larutan pada tritrasi 50 mL Larutan HCl 0M,1 N dengan larutan
NaOH 0,1 N.
Dari Tabel 3.2 di atas dapat dibuat kurva titrasi berupa alur pH terhadap volume NaOH
27
Gambar 3.1. Kurva titrasi netralisasi dari 50,00 mL larutan HCl 0,10 N
dengan larutan NaOH 0,10 N
Dari Gambar 3.1, tampak bahwa pada permulaan titrasi besarnya harga pH
larutan bertambah sangat lambat, tetapi setelah penambahan pereaksi antara 49,9 mL
menghasilkan kurva yang curam (tegak) dari pH 4 hingga pH 10. Hal ini berarti bahwa
untuk proses titrasi tersebut dapat digunakan indikator-indikator yang memiliki trayek
indikator-indikator yang dapat digunakan antara lain : Bromtimol biru, Metil merah, dan
Fenolftalein.
28
3.2.2. Kurva titrasi netralisasi antara asam lemah dengan basa kuat
Pembuatan kurva titrasi ini pada prinsipnya sama dengan pembuatan kurva
titrasi antara asam kuat dengan basa kuat, artinya untuk pembuatan kurva titrasi ini
juga harus ditentukan atau dihitung lebih dahulu besarnya pH larutan pada berbagai
volume basa yang ditambahkan. Perubahan sifat larutan dan rumus pH pada titrasi ini
Tabel 3.3. Perubahan sifat larutan dan rumus pH pada titrasi asam lemah dengan basa
kuat
kurva titrasi netralisasi antara 100,00 mL larutan CH3COOH 0,1 N yang Ka-nya = 1,82 x
[H+] = Ka x [A]
= (1,82 x 10-5 x 0,1)
pH = - log 1,35 x 10-3
= 2,873
b. Menentukan pH larutan pada setiap penambahan NaOH sampai sebelum titik
ekivalen.
29
Dalam hal ini hanya akan diberikan contoh perhitungan pada penambahan larutan
NaOH sebanyak:
1). 10 mL.
[A] mmol asam sisa
[H+] = Ka x -------- = Ka x ---------------------
[G] mmol Garam
90
= 1,82 x 10-5 x ----- = 1,68 x 10-4
10
pH = -log 1,68 x 10-4
= 3,786
2). 25 mL.
75
[H+] = 1,82 x 10-5 x ----- = 5,46 x 10-5
25
pH = -log 5,46 x 10-5
= 4,263
pH = pKa = 2.470
4). 90 mL.
90
pH = 4,7399 + log -----
10
c). Menentukan besarnya pH larutan pada titik ekivalen (penambahan 100 mL NaOH)
[CH3COONa] = 100/200 x 0,1 = 0,05 mol/L.
pH = 1/2 {pKw + pKa + log [G]}
= 1/2 {14,000 + 4,7399 + log 0,05 }
= 8,7195
d). Menentukan pH larutan pada saat kelebihan pereaksi.
Dalam hal ini hanya akan diberikan contoh perhitungan pada penambahan NaOH
sebanyak:
30
Dalam larutan sebanyak 210 mL, terdapat kelebihan NaOH sebanyak 1 x 0,1 = 0,1
mekivalen, sehingga :
0,1
[OH-] = ---- mol/L.
210
0,1
pOH = - log -------- = 3,3032
210
pH = pKw - pOH
= 14,000 - 3,3032 = 10, 6968
2). 110 mL
Dalam 210 mL larutan terdapat kelebihan NaOH sebanyak 10 x 0,1 = 1 mekivalen,
dan ini memberikan :
1
[OH- ] = ------ mol/L
210
1
pOH = - log = ------ = 2,322 pH = 11,678
210
tersebut kemudian disusun dalam suatu tabel, dan kemudian dibuat kurvanya akan
Tabel 3.4. Perubahan pH larutan pada titrasi 100 mL larutan CH3COOH 0,1N dengan
larutan NaOH 0,1N
Untuk proses titrasi asam-asam yang lebih lemah, misalnya yang harga Ka-nya =
10-7, maka pada kondisi yang sama titik ekivalennya akan tercapai pada pH = 9,900
31
(lihat Gambar 3.2), tetapi kealanjutan perubahan pH di sekitar titik ekivalennya tidak
cukup jelas, sehingga meskipun dalam proses titrasi ini penggunaan indikator phenol-
pthalein relatif lebih sesuai jika diban-dingkan dengan penggunaan indikator timol
relatif kurang begitu jelas, sehingga yang biasanya yang digunakan adalah indikator
timol pthalein, adapun kesalahan yang mungkin akan terjadi hanya 0,2%.
Gambar 3.2 . Perbandingan kurva titrasi netralisasi dari 50 mL larutan asam monoprotik
0,1N (kuat dan lemah) dengan larutan NaOH 0,1 N.
Pembuatan kurva titrasi ini pada dasarnya sama dengan pembuatan kurva titrasi
antara asam lemah dengan basa kuat, perbedaannya terletak pada penggunaan rumus-
rumus pH sesuai dengan sifat larutannya. Sifat larutan dan rumus pH pada titrasi ini
adalah seperti pada Tabel 3.5. Dengan menghitung pH secara teoritis menggunakan
netralisai 100 mL larutan NH4OH 0,1 N (Kb = 1,80 x 10-5 ) dengan larutan HCl 0,1 N.
32
Tabel 3.5. Perubahan sifat larutan dan rumus pH pada titrasi basa lemah dengan asam
kuat
Asam polibasisi adalah asam yang berbasa lebih dari satu, dimana satu mol
asam tersebut dalam air dapat melepas lebih dari 1mol ion H+ seperti misalnya asam
Karbonat (H2CO3) disebut asam dibasis, sedang asam Fosfat (H3PO4) disebut asam
tribasis. Apabila asam-asam tersebut dititrir dengan larutan suatu basa kuat seperti
NaOH dan KOH yang normalitasnya 0,1 N atau lebit pekat, maka ada 2 hal yang perlu
diperhatikan:
Untuk suatu asam dibasis (H2A), apabila Ka1/ Ka2 lebih besar 104, maka asam
tersebut dapat dianggap sebagai campuran antara dua jenis asam monobasis
dengan tetapan ionisasi asam Ka1 dan Ka2; sebagai contoh adalah asam Sulfit
(H2SO3 ) yang Ka1 dan Ka2-nya masing-masing = 1,7 x 10-2 dan 1,0 x 10-7
sehingga harga Ka1/Ka2 = 1,7 x 105. Apabila larutan asam ini dititrir dengan
larutan basa kuat, maka titik ekivalen pertama dan keduanya dapat terlihat
dengan jelas. Tetapi untuk suatu asam dibasis yuang hasil perbandingan antara
Ka1 dan Ka2 lebih kecil dari 104 , seperti misalnya asam Karbonat (H2CO3), dimana
Ka1/Ka2 = 4,3 x 10-7 / 5,6 x 10-11 = 7,68 x 103 , maka apila larutan asam ini dititrir
33
dengan larutan basa kuat (NaOH), hanya titik ekivalen pertama saja yang terlihat
2) Besarnya harga tetapan ionisasi terakhir. Untuk suatu asam dibasis, jika besarnya
harga Ka2 tidak lebih kecil dari pada 10-7 maka semua ion hidrogen yang terjadi
pada suatu proses ionisasi dapat dititrir dengan ion hidroksil dari basanya,
Pada proses titrasi larutan suatu asam lemah dibasis (H2A) dengan larutan suatu
basa kuat (MOH), maka pada saat tercapainya titik ekivalen pertama di dalam larutan
terjadi garam asamnya MHA sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
MHA M+ + HA-
HA- H+ + A -
Di dalam larutan ada sebagaian ion H+ yang bereaksi dengan ion HA- menjadi asam H2A
bebas, sehingga:
Apabila besar kosentrasi asam H2A dan kosentrasi ion A- dari persamaan 2) dan
34
Persamaan tersebut tidak hanya berlaku untuk menentukan besarnya pH larutan
pada titik ekivalen pertama pada proses titrasi asam lemah dibasis dengan larutan basa
kuat, melainkan juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya pH larutan pada titik
ekivalen pertama dan titik ekivalen kedua pada proses titrasi larutan asam lemah tribasis
Sebagai contoh, apabila suatu larutan asam orthofosfat (H3PO4 ) yang tetapan-
tetapan ionisasi pertama (Ka1), kedua (Ka2) dan ketiga (Ka3) masing-masing = 7,5 x 10-
3
; 6,2 x 10-8 dan 5,0 x 10-13 dititrir dengan larutan basa kuat KOH, maka besarnya pH
Apabila pada proses titrasi tersebut konsentrasi larutan asam dan larutan
basanya sama, misalnya = 0,1 M, maka besarnya konsentrasi garam (K3PO4 ) pada titik
ekivalen = 0,025 mol/L; sehingga pH nya = 1/2 (14,00 + 12,30 + log 0,025) = 12,34.
Adapun kurva titrasinya seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 dan indikator-indikator
yang dapat digunakan dalam proses titrasi tersebut antara lain: metil oranye (untuk titik
ekivalen pertama), timol ftalein atau fenol ftalein (untuk titik ekivalen kedua), sedang
untuk titik ekivalen ketiga indikator yang dapat digunakan 1,3,5- trinitrobenzen.
35
Gambar 3.3. Kurva titrasi netralisasi larutan H3PO4 0,1 M dengan larutan KOH 0,1 M.
Titrasi pemindahan juga sering disebut titrasi larutan garam terhidrolisis, yang .
meliputi :
1. Titrasi garam terhidrolisis yang tersusun dari asam lemah dan basa kuat; misalnya
2. Titrasi garam terhidrolisis yang tersusun dari basa lemah dan asam kuat, misalnya:
Apabila larutan dari garam-garam tersebut diatas dititrir dengan suatu larutan
standar, maka pada saat tercapainya titik ekivalen didalam larutan terbentuk suatu asam
lemah atau suatu basa lemah sebagai hasil perpindahan dari garamnya oleh pereaksi
asam kuat atau basa kuat. Sebagai contoh misalnya titrasi terhadap larutan garam KCN
36
dengan larutan standar asam kuat HCl, maka pada saat tercapainya titik ekivalen di
dalam larutan terbentuk asam lemah HCN sebagai hasil reaksi sebagai berikut:
KCN K+ + CN-
H+ + OH- H2O
CN- + H+ HCN
Dari persamaan reaksi diatas, terlihatlah bahwa sebagai hasil terakhir adalah
asam sianida (HCN), dimana ion CN- oleh asam kuat HCl telah dipindahkan dari
Dalam praktek, beberapa contoh dari proses titrasi pemindahan ini adalah:
(1) Titrasi antara larutan garam KCN dengan larutan standar HCl.
Apabila dalam contoh ini mula-mula diambil 100 mL larutan KCN 0,2 N yang
kemudian dititrir dengan larutan standar HCl 0,2 N, maka besarnya pH larutan pada saat
Untuk contoh di atas, Ka dari HCN = 7,2 x 10-10; sedang HCN = 1/2 x 0,2 = 0,1 mol/L,
sehingga:
Adapun untuk menentukan jenis indikator yang paling sesuai, perlu dihitung lebih dulu
besarnya pH larutan disekitar titik ekivalen, misalnya pada penambahan larutan HCl
37
0,2
KCN sisa = (20-19,8)=0,2 mek [KCN] = ------- mol/L
199
19,8
HCN yang terjadi = 19,8 mek HCN] = ------- mol/L
199
[G]
pH = pKa + log -----
[A]
0,2
= - log 7,2 x 10-10 + log ------
19,8
0,2
[HCl] sisa = ------ mol/L
201
0,2 0,2
[H+] = ---- mol/L pH = - log ------ = 3,002
201 201
antara lain : Metil oranye, Metil merah dan Bromo kresol hijau.
(2). Titrasi antara larutan garam Na2B4O7 dengan larutan standar HCl.
Titrasi ini pada prinsifnya mirip dengan contoh 1 di atas. Adapun hasil titrasi pada
titik ekivalen adalah asam boraks sesuai dengan persamaan reksi ion sebagai berikut:
asam boraks ini suatu asam lemah monobasis dengan tetapan ionisasi (Ka) = 6,4 x 10-10
; sehingga apabila dalam contoh ini diambil larutan Na2B4O7 0,2 N sebanyak 100 mL,
yang kemudian dititrir dengan larutan HCl encer 0,2 N, maka pada saat tercapai titik
38
ekivalen besarnya kosentrasi asam boraks yang terjadi = 0,1 mol/L. Sesuai dengan
rumus:
= 8,0 x 10-6
dapat dilakukan seperti halnya pada titrasi ion CN- dengan HCl (lihat contoh 1). Dalam
hal ini besar pH larutan yang terjadi pada penambahan 99 mL dan 101 mL larutan HCl
masing-masing adalah = 7,198 dan 3,002; sehingga apabila dalam titrasi ini kesalahan
titrasi yang diperkenankan maksimum hanya sebesar 1%, maka indikator-indikator yang
dipergunakan sebagai penunjuk saat tercapainya titik ekivalen adalah persis sama
dengan indikator-indikator yang digunakan pada titrasi ion CN- dalam contoh 1.
(3) Titrasi antara larutan garam Na2CO3 dengan larutan standar HCl.
Larutan garam Natrium karbonat (Na2CO3) dapat dititrir dengan larutan standar
Hal ini sering disebut sampai pada titik ekivalen pertama, sesuai dengan persamaan
CO3 2- + H+ HCO3 -
Pada titik ekivalen pertama ini pH larutan yang terjadi dapat dihitung dengan rumus:
dimana Ka1 dan Ka2 adalah tetapan ionisasi pertama dan kedua dari asam karbonat
(H2CO3 ) yang masing-masing besarnya = 4,3 x 10-7 dan 5,6 x 10-11 ; sehingga besarnya
39
Adapun indikator yang dapat digunakan untuk menentukan saat tercapainya titik
ekivalen pertama ini adalah indikator : Timol blue, sedang apabila digunakan indikator
b). Sampai semua ion karbonat (CO32-) dipindahkan oleh HCl dari garamnya menjadi
asam karbonat bebas, sesuai dengan persamaan reaksi ion sebagai berikut :
Besarnya pH larutan pada titk ekivalen kedua ini dapat dihitung seperti halnya pada
titrasi ion CN- (contoh 1), yaitu Dari asam karbonatnya dengan tetapan ionisasi yang
pertama (Ka1); sedang besarnya kosentrasi H2CO3 adalah 1/3 dari kosentrasi garam
Na2CO3 (dengan catatan kosentrasi garam = kosentrasi HCl). Apabila dalam contoh ini
kosentrasi garam semula = 0,15 M, dan kosentrasi HCl juga = 0,15 M, maka besarnya
kosentrasi H2CO3 pada titik ekivalen kedua adalah = 0,05 mol/L, sehingga
Adapun indikator yang paling sesuai untuk menentukan saat tercapainya titik ekivalen
kedua ini antara lain : Metil kuning; Metil oranye; Kongo merah dan Bromo fenol biru.
sama seperti yang telah diungkapkan di depan yaitu bahwa pada titik ekivalen jumlah
ekivalen zat yang dititrasi sama dengan jumlah ekivalen zat penitrasi, seperti pada
contoh berikut.
Contoh-1. Suatu cuplikan soda abu (Na2CO3 tidak murni) seberat 1,100 gram dilarutkan
kemudian dititrasi memerlukan 35,00 mL Larutan HCl 0,50 N. Jika zat penmgotor
merupakan zat inert terhadap HCl, hitung berapa persen kadar Na2CO3 dalam soda abu
tersebut.
Penyelesaian :
ek. Na2CO3 = ek. HCl
40
= V x N (HCl)
= 35,00 mL x 0,500 ek./L = 17,50 mek.
Na2CO3 = 17,50 mek x 0,5 mol/ek = 8,75 mmol -------------- (1 mol Na2CO3 = 2 ek )
Berat Na2CO3 = 8,75 mmol x 106,00 gram/mol = 927,50 mgram
= 0,927 gram
0,927 g
Kadar Na2CO3 dalam soda abu = --------------- x 100% = 84,32%
1,100 x 10 g
Apabila dalam suatu larutan terdapat campuran antara NaOH dan Na2CO3 maka
Dalam hal ini akan terjadi dua titik ekivalen; titik ekivalen pertama sesuai dengan
Sedang titik ekivalen kedua tercapai pada saat semua garam bikromat telah menjadi
Oleh karena besarnya pH larutan pada titikekivalen pertama = 8,31 dan pada titk
ekivalen kedua = 3,84 (lihat contoh nomor 3) maka indikator-indikator yang biasa
digunakan adalah Fenol ftalein (p.p.) untuk titik ekivalen pertama, dan Metil oranye (m.e)
Andaikan banyaknya volume larutan campuran = V mL, dan normalitas larutan HCl
standar = N, maka apila misalnya banyaknya volume larutan HCl standar yang
41
diperlukan untuk mencapai titik ekivalen pertama = a mL, dan untuk mencapai titik
NaOH + ind. pp
a mL
+ HCl
(a - b) mL
NaCl Na2CO3
+ HCl
perubahan warna pp
NaHCO3
+ ind. mo
b mL + HCl
Contoh-2. 1,200 gram cuplikan campuran NaOH dan Na2CO3 dan zat inert lainnya
dilarutkan dan dititrasi dengan 0,50 N HCl. Dengan indikator fenolftalin larutan menjadi
tidak berwarna setelah penambahan HCl sebanyak 30 mL, kemudian ditambahkan
indikator metil oranye dan titrasi dilanjutkan hingga warna larutan berubah setelah
penambahan 5,00 mL HCl. Hitung persentase NaOH dan Na2 CO2 dalam cuplikan.
Penyelesaian:
Reaksi :
tahap-1 dengan indikator pp. : NaOH + HCl NaCl + H2 O
Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3
volume HCl yang diperlukan = 30,00 mL (= a)
tahap-2 dengan indikator mo.: NaHCO3 + HCl NaCl + H2CO3
42
volume HCl yang diperlukan = 5,00 mL (= b)
NaOH = (a-b) x N mek = (a-b) x N mmol
= (30,00 - 5,00) mL x 0,50 mmol/mL = 12,5 mmol
= 12,5 m mol x 40 g/mol = 500 mg
= 0,500 g.
Na2CO3 = 2 x b x N mek = b x N mmol
= 5,00 mLx 0,50 mmol/mL = 2,5 mmol
= 2,5 mmol x 106 g/mol = 265 mg
= 0,265 g
0,500 g
Persentase NaOH dalam cuplikan = --------- x 100% = 41,67%
1,200 g
0,265 g
Persentase Na2CO3 dalam cuplikan = --------- x 100% = 22,09%
1,200 g
mengandung campuran antara Na2CO3 dan NaHCO3 dapat dilakukan dengan menitrasi
larutan campuran tersebut dengan larutan HCl standar, dimana titik ekivalen pertama
tercapai pada saat garam Na2CO3 berubah menjadi garam NaHCO3 sesuai dengan
Sedang titik ekivalen kedua tercapai pada saat semua garam NaHCO3 telah berubah
Dalam hal ini besarnya pH larutan pada titik ekivalen pertama = 8,31 sedang pada titik
ekivalen kedua = 3,84 sehingga indikator-indikator yang digunakan adalah p.p. untuk
titik ekivalen pertama dan m.o untuk titik ekivalen kedua. Untuk menentukan banyaknya
43
Apabila misalnya banyaknya volume larutan campuran = V mL, normalitas larutan HCl
standar = N, banyaknya volume larutan HCl standar yang diperlukan sampai titik
Na2CO3 + ind. pp
a mL + HCl
perubahan warna pp
NaHCO3
+ ind. mo
+ HCl
NaCl NaHCO3
b mL (b-a) mL + HCl
Contoh -3. 1,200 gram cuplikan campuran Na2CO3 dan NaHCO3 serta zat inert lainnya
dilarutkan dan dititrasi dengan 0,50 N HCl. Dengan indikator fenolftalin larutan menjadi
tidak berwarna setelah penambahan HCl sebanyak 15,00 mL, kemudian ditambahkan
indikator metil oranye dan titrasi dilanjutkan hingga warna larutan berubah setelah
penambahan 22,00 mL HCl. Hitung persentase Na2CO2 dan NaHCO3 dalam cuplikan.
Penyelesaian:
Reaksi :
tahap-1 dengan indikator pp. : Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3 (p)
volume HCl yang diperlukan = 15,00 mL (= a)
tahap-2 dengan indikator mo.: NaHCO3 (p) + HCl NaCl + H2CO3
44
NaHCO3 + HCl NaCl + H2CO3
volume HCl yang diperlukan = 22,00 mL (= b)
Na2CO3 = 2a x N mek = a x N mmol,
= 15,00mL x 0,50 mmol/mL = 7,5 mmol
= 7,5 mmol x 106 g/mol = 795 mg
= 0,795 g
NaHCO3 = (b-a) x N mek = (b-a) x N mmol
= (22,00 - 15,00)mL x 0,50 mmol/mL = 3,5 mmol
= 3,5 m mol x 84 g/mol = 294 mg
= 0,294 g.
0,795 g
Persentase Na2CO3 dalam cuplikan = ---------- x 100% = 66,25%
1,200
0,294 g
Persentase NaHCO3 dalam cuplikan = ---------- x 100% = 24,50%
1,200
Soal Latihan
a. Hitung pH larutan pada penambahan HCl sebanyak : 0; 10; 20; 40; 45; 49; 49,5;
2. Pada titrasi 50 mL larutan NaOH 0,1N dengan larutan HCl 0,1 N digunakan indikator
metil merah . Jika perubahan warna terjadi tepat pada saat pH larutan 5,50, hitunglah
3. Suatu larutan standar HCl dibuat dengan mengencerkan 3,81 mL HCl pekat ( berat
jenis = 1,198 g/mL; kemurnian 40%) sehingga volumenya menjadi 500 mL. Berapa
45
dekahidrat (Mr = 381,2) dan ternyata memerlukan 25,00 mL larutan HCl tersebut.
4. 0,80 gram cuplikan magnesium oksida kotor dimasukkan kedalam 48 mL larutan HCl
yang setiap mL-nya setara dengan 0,0405 gram CaCO3 (Mr = 100). Setelah reaksi
NaOH 0,40N, hitung berapa persen MgO (mr = 40) terkandung dalam cuplikan
tersebut.
5. Angka penyabunan minyak atau lemak didefinisikan sebagai banyaknya (mg) KOH
padat yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Kedalam 25
mL KOH 0,49N dimasukkan 2,01 gram mentega dan setelah reaksi penyabunan
berlangsung sempurna kelebihan KOH dapat dinetralkan dengan 8,13 mL larutan HCl
6. 3,00 gram cuplikan yang mengandung protein didestruksi dan ditambahkan NaOH
Kelebihan H2SO4 ternyata dapat dititrasi sempurna dengan 25 mL NaOH 0,5N. Hitung
berapa persen kadar nitogen dan kadar protein dalam cuplikan jika bilangan konversi
7. 1,500 gram cuplikan yang mengandung K2CO3 dan KHCO3 serta zat inert dilarutkan
dan dititrasi dengan larutan HCl 0,333N. Dengan indikator pp. warna larutan hilang
indikator mo. dan titrasi sempurna pada penambahan 35,38 mL HCl. Hitung berapa
8. Apabila kisaran pH perubahan warna indikator pp. = 8,0 - 9,6 dan timol ftalin = 10,2 -
11,7, indikator mana yang paling tepat untuk titrasi 50 mL larutan HCN 0,1M dengan
larutan NaOH 0,1M ? Diketahui tetapan hidrolisis garam NaCN = 1,39 x 10-5.
46
IV TITRASI PENGENDAPAN
DAN PEMBENTUKAN KOMPLEKS
penbentukan kompleks adalah semua jenis titrasi yang menghasilkan suatu endapan
dan/atau senyawa kompleks. Dalam kuliah ini hanya akan dipelajari proses titrasi
pembentukan kompleks.
Suatu proses titrasi yang mengunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai
larutan standar, disebut proses titrasi argentometri. Dalam titrasi argentometri, larutan
AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida, karena kedua
jenis garam ini dengan ion Ag+ dari garam standar AgNO3 dapat membentuk suatu
endapan dan/atau suatu senyawa kompleks, sesuai dengan persamaan reaksi sebagai
berikut:
47
KCN + AgCN K{Ag(CN)2}.
Karena garam AgNO3 (kecuali yang teknis) mempunyai kemurnian yang tinggi,
sehingga garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Larutan
standar AgNO3 0,1 N dapat dibuat dengan melarutkan 16,99 gram AgNO3 dalam 1 liter
aquadest.
Seperti halnya pada proses titrasi netralisasi, pada proses argentometri pun
dapat juga digambarkan proses titrasinya, meskipun pembuatan kurva ini tidak
dimaksudkan untuk memilih dan menentukan jenis indikator yang akan digunakan untuk
menentukan saat tercapainya titik ekivalen, sehingga untuk pembuatan kurva ini sebagai
ordinatnya bukan lagi besarnya pH larutan melainkan besarnya pAg atau pX dalam
larutan.
Sebagai contoh, pada pembuatan kurva titrasi antara 100 mL larutan NaCl 0,1 N dengan
larutan AgNO3 0,1 N, dimana Ksp AgCl = 1,2 x 10-10 dapat dilakukan sebagai berikut:
Dalam 100mL larutan NACl 0,1 N, maka besarnya kosentrsi ion Cl- dalam
b. Menentukan besarnya pCl dalam larutan dalam setiap penambahan pereaksi sampai
48
c. Menentukan besarnaya pCl pada titik ekivalen.
Pada titik ekivalen dalam larutan terjadi pengedapan garam AgCl secara sempurna,
sehingga diperoleh larutan jenuh AgCl dimana besarnya kosentrasi ion Ag+ sama
d. Menentukan besarnya pCl dalam larutan sesudah titik ekivalen. Misalnya pada
= 9,9208 - 3,3031
Tabel 6 dan gambar VII menunjukkan besarnya harga-harga pCl, pI dan pAg secara
kurva titrasi larutan NaCl dan larutan KI dengan larutan AgNO3 standar, dimana Ksp
Apabila dari tabel maupun kurvanya diperhatikan, terlihatlah bahwa pada penambahan
1% larutan AgNO3 sebelum dan sesudah titik ekivalen, perubahan pAg pada titrasi
larutan KI relatif jauh lebih besar dari pada perubahan pAg pada titrasi larutan NaCl: hal
ini disebabkan karena tetapan hasil kali kelarutan garam AgCl kira-kira 106 kali lebih
49
Volume 0,1N AgNO3
Gambar 4.1. Kurva titrasi argentometri terhadap larutan 100 mLNaCl 0,10 N dan 100
mL NaI 0,10 N.
adalah titrasi terhadap larutan garam sianida. Proses ini mula-mula dikemukakan oleh
Leibig pada tahun 1851, akhirnya dikenal sebagai titrasi argentometri cara Liebig.
Apabila kedalam larutan garam sianida ditambahkan larutan AgNO3 mula-mula akan
terjadi endapan putih dari garam AgCN. Tetapi oleh karena didalam larutan masih
terdapat kelebihan ion sianida maka apabila larutan tersebut digojeg, endapan AgCN
yang telah terjadi akan segera larut kembali karena terjadinya garam kompleks dari
Šlogamnya yang cukup stabil, sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
50
Apabila semua ion CN- dalam larutan telah membentuk ion kompleks {Ag(CN)2}-,
kemudian kedalam larutan tersebut ditambahkan sedikit larutan AgNO3, akan segera
terbentuk endapan yang stabil (permanen) dari garam kompleks disianoar gentat(I)
Dalam hal ini jelaslah bahwa pada titrasi argentometri terhadap ion CN-, tercapai titik
kompleks Ag{Ag(CN)2}. Untuk mengetahui berapa % kesalahan titrasi cara Liebig ini
Misalnya diambil sejumlah mL larutan yang mengandung 1 mek garam KCN kemudian
dititrir dengan larutan AgNO3 standar 0,1 N sedemikian sehingga pada saat tercapainya
titik ekivalen jumLah volume larutan = 100 mL; menurut persamaan reaksi berikut:
Tetapi oleh karena ion kompleks tersebut dalam larutan sebagian terionisasi dalam
keseimbangan:
[Ag+] [CN-]2
[Ag(CN)2] -
Ag + 2CN
- -
Kinst = -------------------
[{Ag(CN)2}- ]
jika diandaikan kosentrasi ion Ag+ pada keseimbangan tersebut = a mol/L, kosentrasi ion
CN- = 2 a mol/L; sehingga kosentrasi ion {Ag(CN)2}- sisa = (0,01 - a) mol/L. Jika
a x (2a)2
= 1,0 x 10-21
------------------
a = 1,38 x 10-8
(0,01 - a )
Jadi [Ag+] = 1,38 x 10-8 mol/L dan [CN-] = 2,72 x 10-8 mol/L
51
Adapun besarnya [Ag+] pada saat titik ekivalen, (saat mulai terbentuk endapan
Ksp Ag{Ag(CN)2}
[Ag+] = ----------------------
[{Ag(CN)2}- ]
2,25 x 10-12
= ---------------- = 2,25 x 10-10 mol/L.
0,01
Karena ternyata besarnya [Ag+] dalam larutan pada saat tercapainya titik ekivalen lebih
kecil dibandingkan dengan besarnya [Ag+] pada saat semua ion CN- membentuk ion
kompleks {Ag(CN)2}-, hal ini berarti bahwa endapan permanen Ag{Ag(CN)2} terbentuk
setelah titik ekivalen. Tetapi karena perbedaan antara kedua bilangan tersebut sangat
1,3375 x 10-8
jika dihitung dalam volume AgNO3 = -----------------
0,1
= 1,3375 x 10-7 mL.
Titrasi argentometri secara Liebig ini tidak dapat dilakukan dalam suasana ammoniakal,
karena garam kompleks Ag Ag(CN)2 dalam larutan ammoniakal akan larut menjadi ion
kompleks diammin.
Penetapan titik ekivalen pada titrasi argentometri dapat dilakukan dengan tiga
Dalam cara ini, ke dalam larutan yang dititrasi ditambahkan sedikit larutan kalium
kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Pada akhir titrasi ion kromat akan bereaksi dengan
kelebihan ion perak membentuk endapan berwarna merah.dari perak kromat, dengan
reaksi :
52
CrO42- + 2 Ag+ Ag2CrO4
halida sempurna, maka konsentrasi ion kromat yang ditambahkan sebagai indikator
harus sangat kecil , umumnya konsentrasi ion kromat dalam larutan berkisar 3 x 10-3
Dalam cara ini, larutan standar perak nitrat ditambahkan secara berlebih ke
dalam larutan analit, kemudian kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan standar
amonium atau kalium tiosianat dengan menambahkan ion feri (Fe3+) sebagai indikator.
Pada titik akhir titrasi ion feri akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat membentuk
Titik akhir titrasi dalam titrasi dengan cara ini ditandai dengan berubahnya warna
endapan AgX sebagai akibat dari adanya adsorpsi endapan AgX terhadap pereaksi
pewarna yang ditambahkan. Indikator yang sering digunakan adalah fluorescein dan
eosin.
Contoh-1. Larutan garam NaCl 0,10 N dititrasi dengan larutan AgNO3 0,10 N dengan
metode Mohr. Dalam hal ini ke dalam larutan NaCl ditambahkan indikator larutan K2CrO4
5% berat pervolume sebanyak 5 tetes setiap 100 mL larutan. Jika diketahui 1tetes =
0,01 mL, Ksp AgCl = 1,2 x 10-10, Ksp Ag2CrO4 = 1,7 x 10-12. Hitung persentase ion Cl- yang
masih tertinggal dalam larutan pada saat garam Ag2CrO4 mulai mengendap.
Penyelesaian ;
Konsentrasi K2CrO4 5% berat/volum = 10 x (5/194) = 0,258 mol/L.
5 tetes K2CrO4 5% = 5 x 0,01 mL = 0,05 mL, sehingga konsentrasi K2CrO4 dalam 100 mL
larutan = (0,05/100) x 0,258 mol/L = 1,29 x 10-4 mol/L.
53
Pada saat ion CrO4 mulai mengendap sebagai Ag2CrO4, maka :
[Ag+] = (Ksp Ag2CrO4 / [CrO42-]) = ( 1,7 x 10-12/1,29 x 10-4 ) = 11,485 x 10-4 mol/L.
[Cl-] dalam larutan = (Ksp AgCl/[Ag+] ) = 1,2 x 10-10/11,485 x 10-4 = 1,045 x 10-6 mol/L
Persentase Cl- yang tertinggal dalam larutan = (1,045 x 10-6 /0,10) x 100%
= 0,00104%
Contoh-2. Pada analisia cuplikan silikat dari 0,8 gram cuplikan diperoleh campuran
NaCl dan Kcl yang beratnya 0,24 gram. Garam-garam klorida tersebut dilarutkan dalam
air kemudian ditambahkan 50 mL AgNO3 0,1N. Apabila kelebihan ion Ag-nya dapat
dititrasi dengan 14,46 mL larutan KCNS 0,1003 N, hitung persentase K2O dan Na2O
dalam cuplikan silikat.
Penyelesaian:
Diandaikan berat NaCl = a mg, maka berat Kcl = (240 - a) mg
mek NaCl = a/58,8 mek, dan mek Kcl = (240 - a)/74,5 mek
mek AgNO3 yang ditambahkan = 50,00 mL x 0,1ek/L = 5,0 mek.
mek KCNS yang diperlukan = 14,46 mL x 0,1003 ek/L = 1,4503 mek
Persamaan titrasi : mek NaCl + mek Kcl + mek KCNS = mek AgNO3
a/58,8 + (240 - a)/74,5 + 1,4503 = 5,0
74,5a + 14040 - 58,5a = 58,5 x 74,5 x 3,5496
16 a = 1430,306 a = 89,39
Berat NaCl = a = 89,39 mg, berat KCl = 240 - 89,39 = 150,61 mg
Berat Na2O = (Mr Na2O/MrNaCl) x Berat NaCl = (62/58,5) x 89,39 mg = 97,74 mg
Berat K2O = (Mr K2O/MrKCl) x Berat KCl = (94/74,5) x 150,61 mg = 190,03
% Na2O = (97,74 mg/800 mg) x 100% = 11,84%
% K2O = (190,03 mg/800 mg) x 100% = 23,75%
Kilon (chelon = pembentuk khelat) telah digunakan sebagai nama umum untuk
senyawa sejenis yang membentuk kompkleks 1 : 1 dengan ion logam, yang disebut
kilonat logam. Kilon mudah larut dala air sehingga zat ini dapat digunakan sebagai titran,
54
EDTA (etilen diamin tetra acatic acid) merupakan kilon yang paling banyak
diguankan sebagai titran, lebih dari 25 macam kation dapat dititrasi dengan EDTA.
Penetapan ion Ca dan Mg dalam penentuan kesadahan air misalnya, dapat dilakukan
dengan cara titrasi khelometri menggunakan EDTA sebagai titran. Reaksi antara ion
Titik ekivalen titrasi dengan kilon EDTA dapat diketahui dengan indikator yang disebut
berwarna, yang membentuk khelat denga ion logam, dimana khelatnya menunjukkan
warna yang berbeda dengan warna indikator bebas. Contoh jenis indikator ini adalah
Black T harus dibufer pada pH 8 sampai 10 dan karena zat ini kurang stabil maka harus
Soal Latihan
2. Apa yang dimaksud dengan titrasi argentometri ? Jelaskan cakupannya dan berikan
contohnya.
3. Ada berapa metode penentuan titik ekivalen pada titrasi argentometri? Berikan
penambahan titran sebanyak : 0,00 mL, 25,00 mL, 49,90 mL, 50,00 mL, 50,10 mL, 60
5. 1,60 gram cuplikan yang terdiri dari campuran antara CaBr2.6H2O (Mr = 308) dan zat
52,00 mL larutan AgNO3 0,2M, kelebihan ion Ag+-nya dapat dititrasi dengan 4,00 mL
55
larutan standar KCNS 0,10N, berapa persen Br dan zat inert yang terkandung dalam
cuplikan tersebut?
6. Cuplikan garam stronsium klorida kotor sebanyak 0,50 gram dilarutkan dan kemudian
ditambah 50 mL larutan AgNO3 0,21N. Setelah endapan AgCl yang terjadi disaring
dan dicuci, ternyata filtrat beserta air pencuci endapan dapat dititrasi dengan 25,50
tersebut.
KCN (Mr = 65). Kelebihan ion CN--nya dapat dititrasi dengan 5,91 mL larutan standar
AgNO3 0,10N. Hitung berapa gram Ni (Ar = 58,7) terdapat dalam kompleks tersebut.
8. Ke dalam larutan amoniakal yang mengandung 1,00 gram bijih nikel ditambahkan 50
mmol KCN, ternyata kelebihan ion CN--nya dapat dititrasi sempurna dengan 50 mL
larutan AgNO3 0,10M (dengan indikator KI). Hitung berapa persen berat Ni dalam bijih
Nikel.
9. 1,00 gram cuplikan yang mengandung garam KCN (Mr = 65) dilarutkan dan dititrasi
dengan larutan standar AgNO3 0,083 M memerlukan 24,00 mL untuk mencapai titik
ekivalen. Tentukan :
b. Jika cuplikan juga mengandung 10% berat Kcl (Mr = 74,5) berapa mL larutan
standar AgNO3 yang diperlukan untuk mengendapkan sempurna ion CN- dan Cl- ?
56
V TITRASI OKSIDIMETRI DAN REDUKSIMETRI
analisis volumeti. Titrasi ini didasarkan pada reaksi reduksi-oksidasi atau redoks.
4. Menjelaskan bagaimana cara menentukan titik ekivalen (titik akhir titrasi) pada
titrasi redoks
Dalam analisis volumetri yang dimaksud dengan titrasi oksidimetri adalah titrasi
larutan zat reduktor dengan larutan zat oksidator sebagai larutan standarnya, sebaliknya
titrasi reduksimetri adalah titrasi larutan zat reduktor dengan larutan standar zat
oksidator. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa titrasi oksidimetri dan reduksimetri
aA + bB cC + dD
maka potensial sel dari reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
RT [C]c [D]d
E = E + -------- ln ------------
o
nF [A]a [B]b
57
dengan memasukkan harga tetapan R dan F maka besarnya potensial pada suhu 25 oC
n [A]a [B]b
terus berubah sehingga harga potensialnya juga berubah sebagai fungsi dari jumlah
atau volume titarn yang ditambahkan. Kurva alur perubahan potensial terhadap volume
titran memperlikatkan kurva berbentuk huruf “S” yang menunjukkan garis tegak pada
sekitar titik ekivalen seperti kurva titrasi asam dengan basa. Sebagai contoh misalnya
titrasi 100 mL larutan Fe2+ 0,1N dengan larutan ion Ce4+ 0,1N . Persamaan reaksi
Ce4+ , maka :
58
perubahan potensial sistem Ce4+/ Ce3+ (E2). Misalnya pada penambahan 110 mL larutan
Ce4+ , maka :
Dengan cara perhitungan seperti di atas harga potensial pada penambahan berbagai
Tabel 4.1. Perubahan potensial pada titrasi 100 mL 0,1 N Fe2+ dengan 0,1N Ce4+
Vol. Ce4+ (mL) E (V) Vol. Ce4+ (mL) E (V)
10,0 0,69 100,1 1,27
50,0 0,75 101,0 1,33
90,0 0,81 110,0 1,39
99,9 0,87 190,0 1,45
100,0 0,93
Gambar 5.1. Kurva titrasi 100 mL Fe2+ 0,1N dengan Ce4+ 0,1N.
Pada titik ekivalen jumlah ekivalen oksidator tepat sama dengan jumlah ekivalen zat
59
(V x N) Oks. = (Vx.N) Red
Ada beberapa macam cara yang digunakan untuk mengetahui terjadinya titik
ekivalen atau titik akhir titrasi pada proses titrasi redoks, yaitu :
a. Suatu pereaksi atau larutan standar berwarna yang dapat bekerja sebagai indikator
b. Penambahan indikator khusus yang dapat bereaksi dengan salah satu pereaksi
c. Penambahan indikator luar (external indicator) atau uji noda, yang dilakukan di luar
sistem (larutan yang sedang dititrasi), misalnya penambahan ion feri sianida
terhadap beberapa tetes cuplikan larutan yang dititrasi untuk menguji adanya ion
fero.
Berkaitan dengan cara (d), suatu indikator redoks yang ideal adalah yang
memiliki potensial reduksi diantara larutan yang dititrasi dan larutan titran, serta
Indikator redoks adalah suatu zat yang memiliki warna berbeda dalam bentuk
(warna A) (warna B)
60
Perubahan warna indikator redoks terletak pada daerah potensial :
(1) Permanganometri
(2) Bikromatometri
(3) Bromatometri
(4) Iodo-iodimetri
5.4.1. Permanganometri
kalium permanganat digunakan sebagai zat standar. Karena kalium permanganat tidak
murni, banyak mengandung oksidanya (MnO dan Mn2O3), maka zat tersebut bukan
standar primer. Standarisasi dapat dilakukan dengan beberapa reduktor, antara lain:
61
Reaksi reduksi ion permanganat (MnO4-) tergantung pada suasana larutan.
Dalam suasana asam MnO4- yang berwarna ungu mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang
Dengan demikian 1 ekivalen MnO4- = 1/5 mol, atau berat ekivalen (BE) = 158/5 = 31,6.
Dalam suasana asam ini dapat digunakan untuk menentukan secara langsung berbagai
digunakan untuk menentukan : MnO4-, Cr2O72-, Ce4+, MnO2, Mn3O4, PbO2, Pb2O3, Pb3O4.
Dalam suasana netral atau basa, MnO4- mengalami reduksi menjadi endapan
Dalam reaksi ini, 1 ekivalen MnO4- = 1/3 mol, atau berat ekivelen (BE) = 158/3 = 52,7.
Zat-zat yang dapat ditentukan secara permanganometri dalam suasana netral dan basa
ini antara lain garam-garam Mn(II), asam format, dan garam frmat.
mengetahui terjadinya titik ekivalen, karena MnO4- yang berwarna ungu dapat berfungsi
Contoh-1. Cuplikan bijih besi seberat 0,7100 gram dilarutkan dan diredukasi kemudian
dititrasi dalam suasana asam memerlukan 48,06 mL KMnO4 (yang setiap mL-nya setara
dengan 0,0067g Na2C2O4 ). Hitung kandungan (%) Fe dalam bijih besi.
Penyelesaian :
62
0,0067 g 0,0067 g
0,0067 g Na2C2O4 = ------------ = -------------- = 0,1 mek.
BE 134/2
269,136 mg
Fe dalam bijih = --------------- x 100% = 37,80 %
710 mg
5.4.2. Bikromatometri
(K2Cr2O7) sebagai larutan standar. Garam kalium bikromat sebagai oksidator tidak
sebaik garam kalium permanganat, karena potensial reduksinya relatif lebih kecil.
Namun demikian garam kalium bikromat memiliki beberapa kelebihan, misalnya dapat
diperoleh dalam keadaan murni dan cukup stabilsampai titik leburnya, sehingga dapat
Proses oksidasai oleh K2Cr2O7 hanya dapat berlangsung dalam suasana asam
(H2SO4 atau HCl 1 sampai 2 N), dimana garam tersebut akan tereduksi menjadi garam
Sesuai dengan persamaan reaksi di atas, maka 1 ekivalen K2Cr2O7 = 1/6 mol, atau berat
ekivalen (BE) = 49. Titrasi bikromatometri umumnya digunakan untuk menetapkan kadar
besi dalam bijihnya atau penetapan ion Fe2+. Bijih dilarutkan dalam asam klorida, ion
Fe3+ yang mungkin ada dalam larutan direduksi terlebih dahulu dengan penambahan
SnCl2, baru kemudian dilakukan titrasi dengan penambahan larutan standar bikromat.
63
Pada proses titrasi bikromatometri, untuk mengetahui saat tercapainya titik
ekivalen dapat digunakan 3 cara, yaitu : dengan indikator internal, ekternal, dan secara
potensiometri. Cara yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah dengan
indikator internal. Indikator internal yang dapat digunakan antara lain difenilamin (1%
dalam H2SO4 pekat), difenilbenzidin (1% dalam H2SO4 pekat), natrium difenilaminsulfonat
K3{Fe(CN)6}, yang ditambahkan di luar larutan yang dititrasi. Caranya ketika titrasi
diperkirakan sudah mendekati titik ekivalen, larutan yang dititrasi diambil sedikit
cuplikannya (2 tetes) dan diteteskan ke atas pelat tetes yang telah diisi larutan indikator
K3{Fe(CN)6}. Jika titik ekivalen telah tercapai penambahan 2 tetes larutan yang dititrasi
ke dalam larutan indikator akan menghasilkan warna coklat yang stabil dari garam
Fe{Fe(CN)6}, sedangkan jika titik ekivalen belum tercapai akan diperoleh warna coklat
ini diperlukan alat pegukur potensial larutan (potensiometer). pH-meter saat ini
Contoh-2. 0,200 gram cuplikan bijih kromit dilebur dengan Na2O2 sehingga kromit
teroksidasi menjadi kromat. Selanjutnya kromit direduksi dengan 50 mL larutan FeSO4
(yang setara dengan 47,09mL K2Cr2O7 0,100N) menjadi ion Cr3+, dan kelebihan FeSO4
dititrasi memerlukan 7,59 mL larutan 0,100N K2Cr2O7 untuk mencapai titik ekivalen.
Berapa persentase Cr dalam cuplikan jika 50 mL
Peneyelesaian :
Reaksi : 6Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
(mek FeSO4.) = (mek. Cr dalam bijih) + ( mek. K2Cr2O7 titrasi kelebihan)
50 mL FeSO4 setara dengan 47,09mL K2Cr2O7 0,100N, sehingga :
47,09mL x 0,100N = mek. Cr dalam bijih + 7,59 mL x 0,100N
mek. Cr dalam bijih = (47,09 - 7,59) mL x 0,100 N = 3,95 mek.
64
berat Cr dalam bijih = 3,95 mek x Ar Cr/3 = 3,95 mek. x 51,996 g/ek.
= 68,46 mg
68,46 mg
Cr dalam bijih = -------------- x 100% = 34,24 %.
200 mg
5.4.3. Bromatometri
(KBrO3) sebagai larutan standarnya. Sebagai oksidator KBrO3 hanya dapat digunakan
dalam suasana asam, dimana akan tereduksi menjadi Br- , menurut persamaan reaksi :
Sesuai dengan persamaan reaksi tersebut, maka 1 ekinvalen BrO3- = 1/6 mol, atau BE
KBrO3 = 27,24.
Pada proses titrasi bromatometri, setelah tercapai titik ekivalen akan terbentuk
brom bebas (Br2) sebagai hasil reaksi Br- dengan kelebihan BrO3-, sehingga larutan
nmenjadi berwarna kuning sebagi tanda telah tercapainya titik ekivalen. Namun demikin
akan lebih baik jika ditambahkan indikator misalnya metil oranye, metil merah, naftol
biru-hitam, fuksin. Karena indikator-indikator ini dapat dirusak oleh kelebihan brom,
maka setelah mendekati titik ekivalen perlu ditambahkan lagi indikator yang digunakan.
Beberapa ion logam dapat diendapkan dengan 8-hidroksikuinolin (oksin) yang memiliki
sebuah atom hidrogen yang dapat dilepaskan. Endapan tersebut dapat dilarutkan dalam
HCl dan oksin yang dibebaskan dapat dititrasi denagn KBrO3. Zat-zat yang biasa
ditentukan dengan cara ini misalnya : Al3+, Mg2+, Cd2+, Co2+, Ni2+, TiO2+, dan Zn2+.
Contoh-3. Suatu cuplikan yang mengandung titan dilarutkan dan ion TiO2+
dienendapkan
sebagai titanil oksin, TiO(C9H6NO)2. Endapan ini kemudian dilarutkan kembali dalam Hcl
dan oksin yang dibebaskan dititrasi memerlukan 20,20 mL 0,100 M KBrO3. Hitung
berapa gram Ti terdapat dalam cuplikan.
Penyelesaian :
65
Reaksi : (1) TiO(C9H6NO)2 + 2 H+ 2 C9H6NOH + TiO2+
(2) 3 C9H6NOH + 2BrO3- + 4 Br- + 6 H+ 3 C9H4NBr2OH + 6 H2O
1 mol KBrO3 = 6 ek, sehingga 0.100 M KNrO3 = 0,600 N
1mol Ti mengikat 2 mol oksin dan setiap 3 mol oksin bereaksi dengan 2 mol bromat,
sehingga 1mol Ti = 2/3 x 2 mol x 6 ek/mol = 8 ek.
mek. Ti = mek. KBrO3
= 20,20 mL x 0,600 ek/L = 12,12 mek
= 12,12 mek x 1/8 ek/mol = 1,515 mmol
Ti dalam cuplikan = 1,515 mmol x 47,90 g/mol = 72,568 mg
= 0,073 g
Dalam titrasi redoks, iodometri adalah titrasi terhadap iodium bebas (I2) dalam
larutan standar. Iodometri merupakan proses titrasi tak langsung, dimana reduktor yang
akan ditetapkan direduksi dengan iodida (I-) berlebih, kemudian I2 yang dihasilkan
Pada titrasi iodometri, dalam suasana asam larutan I2 standar dapat digunakan
untuk menetapkan beberapa jenis zat reduktor kuat seperti : SnCl2, H2SO3, H2S, dan
Na2S2O3, sedang untuk zat-zat reduktor yang lebih lemah seperti : As3+, Sb3+, dan
{Fe(CN)4}- hanya dapat ditetapkan dalam suasana netral atau sedikit asam. Sebaliknya
pada proses iodimetri zat-zat oksidator kuat dalam larutan yang bersifat netral atau
sedikit asam direduksi dengan iodida berlebih akan membebaskan I2 yang setara
dengan banyaknya zat-zat oksidator. I2 bebas ini kemudian dititrir dengan larutan
Tabel 4.3. Contoh oksidator/reduktor yang dapat ditetapkan secara iodo-iodimetri serta
reaksinya.
66
Reduktor/Oksidator Reaksi redoks
Larutan standar I2 dalam titrasi iodimetri merupakan larutan I2 dalam KI. Pada
proses titrasi iodo-iodimetri umumnya digunakan indikator larutan kanji, dimana kanji
Penggunaan kanji sebagai indikator memiliki beberapa kelemahan yaitu : kanji tidak
larut dalam air dingin, suspensinya dalam air tidak stabil, kompleks iod-amilum tidak
larut dalam air sehingga larutan kanji baru ditambahkan menjelang titik ekivalen.
Indikator lain yang dapat digunkanan adalah natrium amilumglikolat. Indikator ini dapat
ditambahkan pada awal titrasi karena membentuk senyawa yang larut dan memberikan
perubahan warna dari hijau menjadi biru dengan semakin berkurangnya I2 dan pada
dan I2 yang dibebaskan dititrasi dengan 48,80 mL 0,100N larutan Na2S2O3. Hitung bera
gram K2Cr2O7 terdapat dalam larutan cuplikan .
Penyelesaian:
Reaksi : (1) Cr2O72- + 6I- + 14 H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
67
(2) 2S2O32- + I2 S4O62- + I-
dari (1) dan (2) ---------- 1 mol K2Cr2O7 = 6 ek
mek. K2Cr2O7 = mek. I2 = mek Na2S2O3
= 48,80 mL x 0,100N = 4,88 mek.
berat K2Cr2O7 = 4,88 mek x (Mr K2Cr2O7/6) = 4,88 mek x 294,184 g/ek
= 239,26 mg = 0,2393 g
Soal Latihan
1. Buktikan bahwa potensial pada titik ekivalen dalam titrasi Red1 dengan Oks2 adalah :
aEo1 + bEo2
E = -----------------
a + b
dimana :
Oks1 + a e- Red1 Eo1
Oks2 + b e- Red2 Eo2
2. Tunjukkan bahwa potensial pada titik ekivalen dalam titrasi Fe2+ dengan MnO4- adalah
E1o + 5Eo2
E = -----------------
6
dimana Eo1 = potensial standar sistem Fe3+/Fe2+ dan Eo2 = potensial standar sistem
MnO4-/Mn2+.
3. 4,00 mmol Fe3+ dilarutkan dalam 100 mL larutan asam dan dititrasi dengan 0,05M
Sn2+. Hitung potensial larutan setelah penambahan volume (mL) titran berikut : 10,00;
20,00; 39,95; 40,00; 40,05; dan 50,00. Gambarkan kurva titrasinya. Eo Fe3+/ Fe3+ =
4. 0,2500 gram Na2C2O4 dilarutkan dalam H2SO4 encer dan memerlukan 40,15 mL
Ce(SO4)2 .
larutan tersebut ?
68
5. Suatu cuplikan bijih pirolusit seberat 0,400 gram dilarutkan dan direduksi dalam
suasana asam sulfat dengan 0,600 gram H2C2O4.2H2O murni menurut reaksi :
dengan larutan 0,100N KMnO4 memerlukan 26,26 mL untuk mencapai titik ekivalen.
6. Cuplikan batu kapur seberat 1,50 gram dilarutkan dalam asam dan Ca diendapkan
sebagai CaC2H2O4.2H2O. Endapan disaring, dicuci dan dilarutkan dalam H2SO4 encer
0,500 N. Hitung persentase analit dalam bentuk : (a) Ca; (b) CaO; (c) CaCO3.
7. Belerang dari 4,000 gram baja dibebaskan dalam bentuk H2S kemudian dititrasi
c. Berapa mL larutan I2 0,05N yang dapat direduksi oleh 40 mL Na2S2O3 yang setiap
KMnO4 ( yang setiap mL-nya setara dengan 0,006023 g Fe). Hitung kemurnian asam
oksalat tersebut. Berapa liter gas CO2 yang dibebaskan selama titrasi jika diukur
pada STP ?
9. Sebuah cuplikan bijih besi seberat 1,0000 gram dilarutkan dalam asam dan direduksi
hingga menjadi ion Fe2+, kemudian dititrasi memerlukan 10,00 mL 0,50 N KMnO4.
Hitung persentase analit dinyatakan dalam : (a) Fe, (b) FeO, (c) Fe2O3.
10. 0,5 gram pirolusit ditambahkan ke dalam larutan NaAsO2 yang telah diasamkan
sehingga terjadi reaksi sempurna. Kelebihan arsenit kemudian dititrasi dengan larutan
69
KMnO4 0,10 N memerlukan 30,00 mL. Jika pirolusit tersebut mengandung 86,93%
berat MnO2 hitung berapa gram As2O3 terkandung dalam larutan NaAsO2 tersebut ?
11. 0,458 gram suatu oksida mangan dilarutkan dalam H2SO4 encer, kemudian ke dalam
0,0152 gram FeSO4. Setelah semua Mn tereduksi menjadi Mn2+ kelebihan ion Fe2+
dititrasi dengan larutan KMnO4 yang setiap mL-nya setara dengan 1,4985 mg H2C2O4.
Jika larutan KMnO4 yang diperlukan dalam titrasi ini sebanyak 30,00 mL, tuliskan
70
VI GRAVIMETRI
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kimia. Jika analisis volumetri
dapat :
gravimetri
dikenal
gelatin.
Gravimetri adalah metode analisis kimia yang didasarkan pada pengukuran berat
analit. Dalam metode ini analit dipisahkan dari komponen lainnya melalui beberapa
macam cara, kemudian diukur beratnya atau ditimbang. Pemisahan analit dengan
komponen lainnya dapat dilakukan antara lain dengan cara : pengendapan, elektrolisis,
71
Analisis gravimetri didasarkan pada reaksi kimia antara analit (A) dengan suatu
pereaksi (R) :
a A + r R AaRr
dimana hasil reaksi (AaRr) harus merupakan zat yang kelarutannya relatif kecil
(mengendap), yang dapat ditimbang setelah dikeringkan atau setelah dibakar menjadi
senyawa lain yang susunannya diketahui secara pasti. Misalnya kalsium dapat
ditentukan secara gravimetri dengan pengendapan dalam bentuk kalsium oksalat dan
Untuk mendapatkan hasil analisis yang akurat, ada dua persyaratan yang harus
(1) Proses pemisahan harus cukup sempurna sehingga kuantitas zat ikutan dapat
(2) Zat yang ditimbang harus murni (atau mendekati murni) serta memiliki susunan
dengan berat endapan. Dalam prosedur gravimetri yang biasa suatu endapan ditimbang
dan dari harga ini berat analit dalam cuplikan dihitung. Umumnya satuan konsentrasi
dinyatakan dalam % berat, sehingga persentase analit (A) dalam cuplikan adalah :
berat A
A = ------------------- x 100 %
berat cuplikan
Analit yang dimaksud dalam suatu cuplikan berupa sebuah unsur, sementara
mengandung unsur tersebut. Oleh karena itu dalam analisis gravimetri muncul istilah
72
faktor gravimetri (fg) yang menunjukkan perbandingan antara massa 1 mol unsur
n x Ar A
fg A = --------------- n = jumlah atom A dalam 1 mol senyawa tertimbang
Mr senyawa A
Jika berat endapan tertimbang adalah P, maka persentase analit dalam cuplikan adalah
:
fg x P
A = ------------------ x 100 %
berat cuplikan
Contoh 1. 0,4852 gram cuplikan bijih besi dilarutkan dalam asam, besi dioksidasi
menjadi Fe3+, dan kemudian diendapkan sebagai oksida berair Fe2O3. xH2O. Endapan
disaring, dicuci dan dibakar menjadi Fe2O3 yang setelah ditimbang beratnya 0,2481
gram. Hitung persentase besi dalam bijih.
Penyelesaian :
Karena hasil yang ditimbang adalah Fe2O3, maka
2 x Ar Fe 2 x 55,85
fg Fe = --------------- = ------------- = 0,6989
Mr Fe2O3 159,69
fg Fe x P 0,6989 x 0,2481g
A = ------------------ x 100 % = ----------------------- x 100 %
berat cuplikan 0,4852 g
= 35,77 %
Contoh 2. Sebuah cuplikan seberat 0,7500 gram yang mengandung NaCl dan NaBr
dititrasi dengan AgNO3 0,1043 M memerlukan 42,23 mL. Cuplikan kedua dengan berat
yang sama ditambah AgNO3 berlebih kemudian endapan campuran AgCl dan AgBr
disaring, dikeringkan dan setelah ditimbang beratnya 0,8042 gram. Hitung persentase
NaCl dan NaBr dalam cuplikan.
Penyelesaian :
73
Dari hasil titrasi : misalkan jumlah milimol Na Cl = x dan jumlah milimol NaBr = y, maka :
x + y = 42, 23 mL x 0,1043 mmol/mL
x + y = 4,405 mmol ....... (1)
Dari hasil garvimetri : jumlah mmol AgCl = jumlah mmol NaCl = x
jumlah mmol AgBr = jumlah mmol NaBr = y
sehingga :
x.Mr AgCl + y.Mr AgCl = P
143,32 x + 187,77 y = 804,2 mg ....... (2)
Penyelesaian dari (1) dan (2) diperoleh : x = 0,516 mmol dan y = 3,889 mmol, maka :
Apabila tetapan hasil kali kelarutan suatu senyawa sukar larut telah dilampaui
sehingga ion-ion saling bergabung , maka sejumlah partikel kecil yang disebut inti telah
terbentuk ini, dengan semakin bertumbuhnya ukuran partikel akan mencapai dan
kemudian melewati batas koloidal yaitu partikel-partikel dengan diameter antara 10-7 cm
- 10-4 cm. Partikel-partikel yang telah melewati batas koloidal secara gravitasi akan turun
ke dasar larutan.
pembentukan inti yang disebut nukleasi dan laju pertumbuhan inti. Jika laju nukleasi
74
lebih kecil dibanding laju pertumbuhan inti akan dihasilkan sedikit partikel tetapi dengan
ukuran relatif besar. Endapan yang demikian lebih mudah disaring dan sering kali lebih
murni dari pada partikel-partikel yang lebih kecil, oleh karena itu perlu diupayakan untuk
menghasilkan endapan dengan ukuran partikelyang lebih besar dengan mengatur kedua
faktor di atas.
(1) Endapan kristalin, yatu endapan yang partikel primernya dapat bertumbuh
menjadi lebih besar dari partikel koloidal dan mengendap di dasar larutan, contonya
BaSO4.
(2) Endapan gumpalan, yaitu endapan yang partikel primernya tidak bertumbuh
(3) endapan gelatin, yaitu endapan yang partikel primernya tidak bertumbuh sampai
Pada proses pengendapan terdapat zat-zat larut yang seharusnya larut ikut
terbawa serta ke bawah bersama endapan, proses ini disebut kopresipitasi. Misalnya
jika asam sulfat ditambahkan ke dalam larutan barium klorida yang mengandung sedikit
ion nitrat, maka endapan barium sulfat ternyata mengandung barium nitrat. Dalam hal ini
75
partikel zat pengotor tersebut menjadi terkurung. Kontaminasi semacam ini disebut
oklusi dan tidak dapat dihilangkan dengan cara pencucian endapan. Untuk mengurangi
terjadinya oklusi dapat dilakukan dengan cara menambahkan zat diduga banyak
(1) pelarutan dan pengendapan kembali, pada pengendapan yang kedua konsentrasi
kontaminan dalam larutan relatif lebih kecil sehingga tingkat kopresipitasi juga
lebih kecil.
endapan disaring.
dengan cara pencucian, namun harus diusahakan agar tidak terjadi peptisasi,
endapan bergumpal tidak dapat dilakukan karena partikel primer tidak dapat bertumbuh
menjadi lebih besar, akan tetapi endapan perak klorida biasanya dipanaskan dan
dibiarkan 1 sampai 2 jam sebelum disaring untuk memberikan kontak yang lebih lama
terhadap larutan untuk menjamin koagolasi partikel-partikel koloidal yang lebih baik.
karena ukuran partikelnya yang sangat kecil sehingga luas permukaan yang kontak
dengan larutan menjadi sangat besar. Kopresipitasi ini dapat dikurangi misalnya dengan
Dalam larutan lewat jenuh, beberapa jenis semyawa sukar larut tidak segera
terendapkan lebih dulu. Misalnya apabila kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat
76
(CaC2O4) dalam larutan yang mengandung ion Mg2+ yang relatif tinggi, endapan CaC2O4
yang terbentuk mula-mula murni, tetapi apabila dibiarkan lama dalam larutan lambat
laun akan terbentuk endapan MgC2O4. Pengendapan MgC2O4 pada permukaan endapan
Banyak ion anorganik yang dapat diendapkan dengan pereaksi organik tertentu
dan disebut “pengendap organik”. Beberapa pereaksi organik tidak saja berfungsi untuk
senyawa khelat, memiliki gugus atom atau gugus basa yang dapat berinteraksi dengan
logam dan menjadikan logam sebagai anggota suatu cincin heterosiklik yang bersuku 5
membentuk senyawa (khelat) tak larut dengan sejumlah ion logam, misalnya
dari gugus hidroksil dan pada saat yang sama pasangan elektron bebas pada nitrogen
Tabel 6.1. Contoh beberapa pengendap organik pengkhelat dan bukan pengkhelat yang
sering digunakan
77
8-hidrokuinolin mengendapkan babyak unsur
- nitroso ß-naftol pengendapan kobalt dalam larutan yang banyak
mengandung nikel
Kupferon pemisahan besi dan titanium dari alumunium
Tionalida pengendapan dan penentuan unsur-unsur golongan
Asam kuinaldat H2S
Natrium tetrafenil boron penentuan kadmium, tembaga dan seng
Benzidin pengendapan kalium
Tetrafenilarsonium pengendapan sulfat
klorida
pengendapan , Tl+, Sn2+, Au3+, Zn2+, Hg2+, Cd2+
b. Bukan Pengkhelat
Natrium tetrafenil boron pengendapan ion kalium dalam asam
Benzidin pengendapan ion sulfat
Tetrafenilarsonium pengendapan , Tl+, Sn2+, Au3+, Zn2+, Hg2+, Cd2+
klorida
mengendapkan ion ion logam kuadrivalen seperti
Asam arsonat
thorium dan zirkonium dalam media asam
berikut :
(1) Banyak senyawa khelat tidak larut dalam air, sehingga ion logam dapat
(2) Pengendap organik sering memiliki massa molekul yang besar, sehingga
sejumlah kecil logam dapat menghasilkan bobot endapan yang besar (mudah
ditimbang).
(3) Beberapa pereaksi organik cukup selektif, hanya mengendapkan kation tertentu
(4) Endapan yang dihasilkan dengan pereaksi organik sering berwujud kasar dan
78
Analisis gravimetri telah digunakan secara luas untuk penentuan berbagai
macam unsur dari hampir semua golongan dalam sistem pereodik unsur. Pada Tabel
IB Ag AgCl AgCl
IIB Zn ZnNH4PO4 Zn2P2O7
IIIB Sc Skandium oksinat Skandium oksinat
IVB Ti Titanium kupferat TiO2
VB V HgVO3 V2O5
VIB Cr Cr2O3.xH2O Cr2O3
VIIB Mg MnO2 Mn2O3
VIIIB Fe Fe2O3.xH2O Fe2O3
Co CoS CosO4
Ni Nikel dimetilglioksim Nikel dimetilglioksim
Soal Latihan
2. Sebutkan kriteria reaksi yang dapat digunakan sebagai dasar analisis gravimetri.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kopresipitasi dan post presipitasi serta berikan
contihnya.
79
7. 0,6342 gram bijih yang mengandung timbal dilarutkan dan timbalnya diendapkan
sebagai PbSO4 . Setelah dicuci dan dikeringkan ternyata berat endapan tersebut
0,4381. Tentukan : (a) persentase pB dalam bijih; (b) persentase dinyatakan sebagai
PbO.
8. Sebuah cuplikan seberat 0,50 gram mengandung 12% belerang. Tentukan volume
(mL) minimal larutan yang mengandung 20g BaCl2 /liter, yang diperlukan untuk
9. Natrium dan kalium dalam cuplikan batu karang seberat 0,8792 gram diperlakukan
sebagai berikut. Unsur unsurnya telah diubah menjadi senyawa klorida, campuran
NaCl dan KCl ternyata beratnya 0,6648 gram. Klorida-klorida tersebut kemudian
diubah menjadi sulfat, campuran Na2SO4 dan Na2SO4 beratnya 0,7849 gram. Hitung
10. Seorang mahasiswa menentukan kalsium dalam cuplikan batu kapur dengan
CaO sebanyak 40,00%, sedangkan harga yang sebenarnya 39,12%. Jika kesalahan
80
DAFTAR PUSTAKA
Day Jr. R. A. dan Underwood, A. L. 1980. Quantitative Analysis, 4th edition (Alih bahasa
oleh Soendoro, R., Widyaningsih, W, dan Rahadjeng, S). Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Hargis, L. G. 1988. Analitical Chemistry, Principles and Techniques. Prentice Hall. New
Jersey
Vogel, A. I. 1958. Quantitative Inorganic Analysis, Theory and Practice. Logmans Green
and Co. London.
81