Anda di halaman 1dari 12

BAB VI

PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas

penggunaan media Sosial terhadap kestabilan emosi pada anak usia remaja

kelas 9 di SMP Al-Azhary Cianjur. Diperoleh dari hasil pengumpulan data

terdapat 86 responden. Penelitian ini dimulai sejak peneliti melakukan

studi pendahuluan. Penelitian berlangsung dari bulan Desember 2020-

Februari 2021. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka,

observasi dan pengisian kuesioner oleh responden yang bersangkutan.

Pada Bab VI ini secara sistematis menguraikan tentang hasil penelitian

yang telah dilakukan dan pembahasan meliputi interpretasi hasil penelitian

berdasarkan teori-teori dan penelitian terkait. Berikut adalah pembahasan

dari penelitian yang telah dilakukan.

1. Gambaran Intensitas Penggunaan Media Sosial

Menurut Andarwati & Sankarto mengemukakan bahwa aspek

dari intensitas penggunaan internet itu adalah mencakup frekuensi dan

durasi dalam menggunakan internet tersebut baik mencari informasi

untuk pendidikan maupun hanya sekedar mencari hiburan saja

[CITATION Sri05 \l 1033 ].

63
64

Untuk intensitas penggunaan internet, Indonesia berada di

posisi teratas dengan jumlah persentase sebesar 64% penduduk yang

mengakses internet dengan akses internet dalam sehari bisa mencapai

8 jam lamanya yang dimana 3 jam 46 menit sisanya digunakan untuk

mengakses media Sosial yang mencapai 59% [ CITATION WeA20 \l 1033

].

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,

diketahui bahwa intensitas penggunaan media Sosial di SMP Al-

Azhary Cianjur kelas 9 sebagian besar tinggi yaitu 63 (73,3%) dan 23

(26,7%) berintensitas rendah. Berbeda dengan Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Punkasaningtiyas ditemukan bahwa responden

sebanyak 155 (87,1%) menggunakan media Sosial dengan tinggi dan

penggunaan media Sosial rendah sebanyak 23 responden (12,9%).

Dengan kata lain semua responden memiliki intensitas penggunaan

media Sosial yang sama-sama tinggi pada remaja.

Menurut teori, manusia adalah makhluk Sosial dengan kodrat

untuk hidup bermasyarakat. Berdasarkan beberapa kebutuhan maslow

seperti rasa aman, penghargaan dan kasih sayang tersebut bisa

terpenuhi lewat bermedia Sosial, dua dari teori tersebut berkaitan

dengan penelitian saat ini. pada penelitian ini ditemukan bahwa

responden memenuhi kebutuhan mereka lewat bermedia Sosial seperti

memposting gambar atau video, membagikan kegiatan keseharian

mereka, maupun hanya sekedar mencari hal-hal yang menarik bagi


65

mereka seperti mencari hiburan, ini merupakan salah satu kebutuhan

maslow yang memang sudah terfasilitasi oleh media Sosial melalui

fitur-fitur yang tersedia yang disebut dengan feature in social media-

to pay attention.

Menurut webinar yang dibawakan oleh Fassa dijelaskan ada 4

fitur yang memfasilitasi kebutuhan manusia lewat media Sosial, yang

pertama ada likes yang dimana penggunanya akan merasa dihargai

karena mendapatkan perhatian, lalu filter yang membuat penggunanya

merasa lebih cantik, fitur yang ketiga adalah notifikasi yang membuat

si penggunanya akan merasa lebih dibutuhkan dan bisa menimbulkan

FOMO karena selalu penasaran dengan berita terbaru dan yang

terakhir adalah fitur comment, fitur ini bisa membuat penggunanya

merasa dicintai, mendapatkan feedback dan mendapatkan pujian dari

sesama pengguna [ CITATION Fas21 \l 1033 ].

Semua kegiatan yang dilakukan remaja ini tidak lepas dari

yang namanya fitur-fitur menarik yang memang sudah disediakan oleh

pengembang media Sosial. Fitur-fitur ini bisa menarik para remaja

untuk terus menggunakanya karena memanfaatkan keadaan remaja

yang mudah tertarik dengan hal baru dan tren. Media Sosial seringkali

digunakan remaja untuk menjalin pertemanan atau komunikasi dengan

teman sebayanya yang telah dikemukakan oleh Nurikhsan dan

Agustin dalam [ CITATION Sab19 \l 1033 ] bahwa pada remaja

merupakan masa di mana seseorang individu lebih dekat dengan


66

teman sebayanya dibandingkan dengan keluarganya, dan dengan

menggunakan media Sosial ini, interaksi mereka menjadi lebih mudah

dan menarik sehingga kebutuhan manusia dalam berSosialisasi dapat

dilakukan dalam bermedia Sosial.

2. Gambaran Kestabilan Emosi

Chaplin mengatakan, kestabilan emosi adalah terbebas dari

kebimbangan hati, memiliki kontrol emosi yang baik [ CITATION

Cha18 \l 1033 ]. Kestabilan emosi merupakan suatu kondisi emosi yang

benar-benar kokoh yang dimana individu tersebut mampu untuk

menghadapi masalahnya dengan hati dan emosi yang tenang.

Rendahnya kestabilan emosi seseorang ditunjukkan pada kegagalan

dalam mengembangkan suatu sikap mandiri yang seharusnya ada pada

diri orang dewasa yang normal [ CITATION Cha10 \l 1033 ].

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,

diketahui bahwa kestabilan emosi di SMP Al-Azhary Cianjur kelas 9

sebagian besar rendah yaitu 66 (76,7%) dan 20 (23,3%) tinggi.

Berbeda dengan Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Punkasaningtiyas ditemukan bahwa sebagian memiliki kestabilan

emosi yang sedang yaitu sebanyak 92 (51,7%). Responden yang

memiliki kestabilan emosi rendah sebanyak 21 responden (11,8%) dan

yang memiliki kestabilan emosi tinggi sebanyak 65 responden

(36,5%).
67

Kestabilan emosi adalah sifat kepribadian yang mengacu pada

tingkat perubahan mood dan emosi seseorang. Kestabilan emosi yang

tinggi dapat dilihat sebagai kemampuan mengatasi emosi negatif

secara efektif [ CITATION Jes \l 1033 ].Kestabilan emosi seseorang

ditandai dengan suasana hati, niat, minta, optimisme, keceriaan,

ketenangan dan bebas dari rasa bersalah [ CITATION Cha10 \l 1033 ].

Teori yang dibuktikan oleh Morgan & King dalam [ CITATION

Wal \l 1033 ] menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

kestabilan emosi adalah suasana hati, ketika suasana hati terpengaruh

stimulus emosional maka kestabilan emosi akan berubah pula.

Remaja pertengahan cukup rentan mengalami ketidakstabilan

emosi, ini diakibatkan remaja yang sering dituntut untuk menjadi

pribadi yang dewasa meskipun belum siap secara psikologis. Pada

masa ini sering terjadi konflik, karena remaja cenderung ingin bebas

dengan cara mengikuti teman sebaya dan trend yang sedang viral di

media sosial tanpa berpikir panjang terhadap konsekuensi yang ada

sedangkan di sisi lain remaja masih bergantung pada orang tua.

3. Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Terhadap


Kestabilan Emosi Pada Anak Usia Remaja
68

Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah

Chi-Square untuk mengetahui apakah ada hubungan intensitas

penggunaan media Sosial dengan kestabilan emosi. Penelitian ini

dilakukan pada responden siswa/i SMP Al-Azhary kelas 9. Hasil uji

Chi-Square di penelitian ini adalah dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden yang intensitas penggunaan media Sosialnya yang tinggi

mempunyai kestabilan emosi yang rendah. Dari p value yang

didapatkan adalah 0,003 yaitu lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan

analisis diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara hubungan intensitas penggunaan media Sosial terhadap

kestabilan emosi . Hasil analisis yang diperoleh pada nilai OR=5,500

artinya responden yang intensitas penggunaan media Sosial yang

tinggi berpeluang 5,500 kali lebih besar memiliki kestabilan emosi

yang rendah dibandingkan dengan responden yang memiliki intensitas

penggunaan media Sosial yang rendah.

Pada tabel 5.3 ditemukan bahwa sebesar 48,3 % responden

memiliki intensitas penggunaan media Sosial yang tinggi dengan

kestabilan emosi yang rendah, hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Utami mengemukakan bahwa semakin tinggi

penggunaan media Sosial maka kestabilan emosinya akan semakin

rendah dengan hasil analisis data non parametrik uji wilcoxon

diperoleh hasil correlation coefficient sebesar -7,489 [ CITATION

Uta18 \l 1033 ]. Ini disebabkan karena keseharian remaja dihabiskan


69

untuk mengakses media Sosial dimana mereka dapat mengekspresikan

emosi mereka namun saat apa yang tidak mereka harapkan muncul ini

akan berdampak terhadap emosi mereka.

Emosi adalah kemampuan individu dalam merespon emosi

dengan tepat sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu (Hamrick

dalam Rahadian 2018). Jika individu belum bisa menempatkan emosi

dengan baik dapat dikatakan individu tersebut emosinya masih labil

dan sebaliknya.

Remaja pertengahan cukup rentan mengalami ketidakstabilan

emosi, ini diakibatkan remaja yang sering dituntut untuk menjadi

pribadi yang dewasa meskipun belum siap secara psikologis. Pada

masa ini sering terjadi konflik, karena remaja cenderung ingin bebas

dengan cara mengikuti teman sebaya dan trend yang sedang viral di

media sosial tanpa berpikir panjang terhadap konsekuensi yang ada

sedangkan di sisi lain remaja masih bergantung pada orang tua.

Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara

Jasa Internet Indonesia mengemukakan bahwa sekitar 9,6 % remaja

cukup aktif dalam mengakses internet. Internet khususnya media

Sosial cukup erat kaitannya dengan kehidupan remaja saat ini dimana

mereka dituntut aktif dalam media Sosial untuk proses KBM (daring)

akibat dari pandemi [CITATION Aso18 \l 1033 ].


70

Masih banyak remaja yang belum mengetahui menggunakan

media Sosial secara bijak, yang dibuktikan berdasarkan studi di

Indonesia yang dilakukan oleh Kominfo yang bekerjasama dengan

(UNICEF) pada tahun 2014 yang berjudul “Keamanan Penggunaan

Media Digital Pada Anak dan Remaja di Indonesia”. Membuktikan

fakta bahwa penggunaan Sosial media dan akun hiburan digunakan

hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi saja.

Menurut teori, manusia adalah makhluk Sosial dengan kodrat

untuk hidup bermasyarakat. Berdasarkan beberapa kebutuhan maslow

seperti rasa aman, penghargaan dan kasih sayang tersebut bisa

terpenuhi lewat bermedia Sosial, dua dari teori tersebut berkaitan

dengan penelitian saat ini. pada penelitian ini ditemukan bahwa

responden memenuhi kebutuhan mereka lewat bermedia Sosial.

Menurut webinar yang dibawakan oleh Fassa mengemukakan

bahwa alasan seseorang sering memposting di media Sosial adalah

Psychological well-being & Self-Actualization yang artinya mereka

merasa puas dengan kehidupan mereka sehingga mereka ingin

menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka bahagia yang

selanjutnya ada Safety & Love/belonging atau merasa dicintai dan

merasa aman saat diberi pujian yang akan membuat self esteem

seseorang akan meningkat karena menerima feedback baik dari orang

lain. Dan semua itu ada di dalam fitur-fitur yang sudah disediakan
71

oleh media Sosial yang sudah dibahas sebelumnya [ CITATION Fas21 \l

1033 ].

Saat remaja tidak mendapatkan kebutuhan tersebut maka

dirinya akan merasa tidak dihargai karena mendapatkan likes yang

sedikit maupun mendapatkan hate comment dan feedback yang buruk

sehingga self esteem turun yang akan mempengaruhi suasana hati

remaja tersebut.

Teori yang dibuktikan oleh Morgan & King dalam [ CITATION

Wal \l 1033 ] menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

kestabilan emosi adalah suasana hati, ketika suasana hati terpengaruh

stimulus emosional maka kestabilan emosi akan berubah pula.

Penelitian ini pun sejalan dengan pendapat Punkasaningtiyas

dengan hasil penelitian ditemukan bahwa pengguna media Sosial yang

tinggi dengan kestabilan emosi yang rendah ada 19,7% sedangkan

dengan kestabilan emosi yang sedang ada 47,8% . Punkasaningtiyas

mengemukakan bahwa intensitas penggunaan media Sosial yang

tinggi menghasilkan kestabilan emosi yang rendah, namun tidak

menutup kemungkinan ada faktor lain yang turut berkontribusi dalam

kestabilan emosi yaitu keadaan jasmani dan kondisi dasar responden

karena ada beberapa faktor yang tidak diukur oleh peneliti [ CITATION

Pun171 \l 1033 ].
72

Dalam penelitian Punkasaningtiyas dikatakan bahwa alasan

kestabilan emosi relatif sedang karena subjek tidak terlalu terlibat

secara emosional saat penelitian berlangsung sehingga suasana hati

tidak terpengaruhi.

Kestabilan emosi bukan hanya salah satu penentu pola

kepribadian yang efektif, namun juga membantu untuk mengontrol

perkembangan remaja. Hal-hal yang mempengaruhi kestabilan emosi

adalah keadaan jasmani, pembawaan individu tersebut dan suasana

hati.

Turkle menjelaskan dalam bukunya bahwa konten emosional

dapat memberikan efek terhadap emosi apabila konten tersebut

diakses secara rutin. Apabila konten emosional yang diakses oleh

individu hanya diakses pada saat tertentu, secara acak atau pada saat

ingin saja maka pengaruh yang terjadi terhadap emosi tidak begitu

kuat [ CITATION Tur11 \l 1033 ].

Oleh karena itu intensitas penggunaan media Sosial yang

rendah membuat penggunanya terhindar dari paparan informasi yang

sensitif sehingga kestabilan emosi remaja dalam kondisi yang stabil.

Namun tidak menutup kemungkinan remaja yang memiliki intensitas

penggunaan media Sosial yang tinggi memiliki kestabilan emosi yang

sama-sama tinggi yang dibuktikan dalam penelitian [ CITATION Set16 \l

1033 ]. Ditemukan pada penelitian Setyawan bahwa mean empiris


73

variable kestabilan emosi (M=72.40) lebih besar daripada mean

teoretis kestabilan emosi (M=62.5). pada hasil analisis menunjukan

mean empiris durasi penggunaan media Sosial ditemukan sebagian

besar subjek memiliki durasi penggunaan media Sosial yang tergolong

rendah. Sumbangan efektif sebesar 9,8% terhadap perubahan

kestabilan emosi pengguna media Sosial usia dewasa awal

mengindikasikan bahwa ada variable-variabel lain di luar variabel

bebas yang diteliti. Setyawan pun berpendapat bahwa meskipun

kontribusi durasi penggunaan media Sosial terhadap perubahan

kestabilan emosi relatif kecil namun pengurangan terhadap durasi

penggunaan media Sosial tetap dapat menjadi salah satu solusi untuk

mempertahankan kestabilan emosi dari stressor berupa konten

emosional yang banyak tersebar melalui media Sosial, dengan kata

lain bijak dalam bermedia Sosial dengan cara menghindari konten-

konten emosional yang dapat menjadi stimulus yang mempengaruhi

kestabilan emosi.
74

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti melakukan penelitian ini dengan penuh kesungguhan.

Peneliti mengharapkan kesempurnaan dalam penelitian ini, namun ada

beberapa keterbatasan saat dilakukannya penelitian diantaranya adalah:

1. Kuesioner yang digunakan untuk menguji variabel intensitas

penggunaan media Sosial yang dibuat sendiri oleh peneliti sehingga

belum memiliki standar baku

2. Sulitnya dalam mengumpulkan responden karena adanya pandemi

sehingga waktu penelitian tidak cukup dilakukan dalam 1 waktu

Anda mungkin juga menyukai