Makalah Kaidah Fiqh Kelompok 1
Makalah Kaidah Fiqh Kelompok 1
OLEH :
KELOMPOK 1
DOSEN PENGAMPUH :
Puji syukur kita panjatkan kehadiat Allah swt. Atas berkat rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad saw. Semoga kita mendapatkan syafaatnya diakhirat kelak.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Kaidah Fikih. Selain itu, makalah ini dibuat untuk menambah wawasan
keilmuan kita dalam hal perkuliahan. Semoga makalah ini bisa membawa dampak
positif dan ada hikmah yang dapat kita petik di dalamnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ......................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................... 21
ii
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti
sama sekali apa itu Qawaid fiqhiyah, dhawabith fikhiyah dan Nazhariyah
fikhiyah. Maka dari itu, kami selaku penulis mencoba untuk menerangkan
tentang kaidah-kaidah fiqh, mulai dari pengertian, sejarah, perkembangan dan
beberapa urgensi dari kaidah-kaidah fiqh.
Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui dan
menguasai kaidah-kaidah fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari
masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu
dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang
berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-
masalah sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lebih mudah mencari solusi
terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam
masyarakat.1
B. Rumusan masalah
1. Definisi kaidah fiqh ekonomi syariah.
2. Perbedaan dan persamaan dari qawaid fikhiyah, dhawabith fikhiyah dan
nazhariyah fikhiyah.
3. Perbedaan antara kaidah fikih dan kaidah ushul fikih.
4. Sejarah kaidah fikih dan keuangan.
C. Tujuan Penulisan
Nur Kholis, “Potret Perkembangan dan Praktik Keuangan Islam di Dunia” Jurnal Studi
1
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah kaidah fikih terdiri dari dua suku kata, yaitu : kaidah dan fiqih. Secara
bahasa, kaidah berasal dari bahasa arab qo’idah yang berarti pondasi atau dasar.
Kata fiqih sendiri secara bahasa berarti “faham”. Sementara secara istilah fiqh
memiliki arti hukum praktis yang diambil dari dalil-dalil terperinci.
Kaidah fiqih menurut As-subki adalah suatu rumusan kaidah hukum yang
bersifat global dan dapat mencakup berbagai masalah furu’iyah untuk mengetahui
ketentuan hukum pada masalah yang serupa. 2
Dari elaborasi definisi para ulama tersebut, dapat diskemakan bahwa kaidah
fikih berawal dari identifikasi beberapa fakta hukum yang mirip dan memiliki
2
Moh.Mufid, Kaidah Fikih Ekonomi dan Keuangan Kontemporer Pendekatan Tematis
dan Praktis .(Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm. 9.
3
4
kesamaan motif secara induktif, lalu membuat kaidah-kaidah fiqih yang bersifat
umum yang bisa diterapkan pada masalah-masalah juz‟iyyah sejenis yang masuk
dalam ruang lingkupnya. Ini mengartikan bahwa kaidah fiqhiyyah hakekatnya
juga bersumber atau menyerap dari al Quran dan Sunnah. namun tidak secara
langsung. Karena kaidah fikih diambil dari fikih, dan fikih dihasilkan dari ushul
fikih melalui proses ijtihad yang mana bersumber dari al Quran dan Sunnah. 3
Secara sederhana, sejatinya kaidah fikih atau qawaid al-fiqhiya (fiqh legal
maxim) adalah kaidah-kaidah fikih yang berfungsi untuk memudahkan seorang
mujtahid atau faqih (ahli fikih) dalam beristimbat hukum terhadap suatu masalah
hukum dengan cara menggabungkan masalah-masalah yang serupa dibawah salah
satu kaidah yang bisa dikaitkan.
Secara etimologis, kata kaidah dalam bahasa arab qa’idah memiliki beberapa
arti, yaitu asas, pokok, tetap, dan lainnya. Menurut al-tahanawi, dalam istilah para
ulama kaidah identic dengan asl qanun, dabit, dan maqsad. kaidah menurutnya
suatu patokan bersifat umum yang sesuai dengan cabang-cabangnya yang banyak
untuk mengetahui hukum-hukum bagian yang lainnya. sementara fikih menurut
bahasa adalah pemahaman yang mendalam. Dalam bahasa agama, fikih dipahami
sebagai disiplin ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syariat yang bersifat
praktis yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Fikih dalam konteks ini,
berarti suatu produk hukum yang dihasilkan dari jalan istinbat atau ijtihad oleh
para fukaha yang berkompeten dibidang hukum islam.
3
Husnul Haq, “Penggunaan Istishab dan Pengaruhnya Terhadap Perbedaan Ulama”,
Jurnal Hukum Islam, Vol. 2 No. 1, 2017, hlm. 20.
5
ekstrak dari berbagai persoalan fikih yang bersifat furu’iyah karna adanya
kesamaan dalam aspek hukumnya.
4
Moh.Mufid, Kaidah Fikih Ekonomi dan Keuangan Kontemporer Pendekatan Tematis
dan Praktis .(Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm. 1-3.
6
Indonesia, arti kaidah yaitu rumusan asas yang menjadi Hukum; aturan yang
sudah pasti, patokan; dalil.
Kata fiqhiyyah berasal dari kata fiqh ( )الفقهditambah dengan ya nisbah yang
berfungsi sebagai penjenisan, atau penyandaran. Secara etimologi fiqh berarti
pengetahuan, pemahaman, atau memahami maksud pembicaraan dan
perkataannya. Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pengertian qawaid
fiqhiyyah menurut etimologi berarti aturan yang sudah pasti atau patokan, dasar-
dasar bagi fiqh. Sedangkan pengertian qawaid fiqhiyyah menurut terminologi, al-
Taftazany, Suatu hukum yang bersifat universal yang dapat diterapkan kepada
seluruh bagiannya agar dapat diidentifikasikan hukum-hukum bagian tersebut
darinya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, secara garis besar para ulama terbagi
menjadi dua kelompok dalam mendefinisikan qawaid fiqhiyyah. Hal ini
berdasarkan atas realita bahwa ada sebagian ulama yang mendefinisikan qawaid
fiqhiyyah sebagai suatu yang bersifat universal, dan sebagian yang lain
mendefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat mayoritas (aghlabiyyah) saja.
Perbedaan ini berangkat dari perbedaan persepsi yang berpendapat bahwa qawaid
fiqhiyyah bersifat universal berpijak kepada realita bahwa pengecualian yang
terdapat dalam qawaid fiqhiyyah relatif sedikit, disamping itu mereka berpegang
kepada qaidah-qaidah bahwa pengecualian tidak mempunyai hukum, sehingga
tidak mengurangi sifat universal qawaid fiqhiyyah.5
b) Dhawabith
Kata dhawabith adalah jamak dari kata dhabith. AlDhawabith diambil dari
kata dasar al-Dhabith artinya menurut etimilogi yaitu: ِ Memelihara, mengikat,
kekuatan, dan penguatan. Secara terminologi dhawabith fiqhiyyah yaitu;
Qadhiyyah kullyyah (proposisi universal) atau ashl kullyyah (dasar universal) atau
5
Faturrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, (Banjarmasin: Lembaga
Pemberdayaan Kualitas Ummat, 2015), hlm. 1.
7
mabda kully (prinsip universal) yang menghimpun furu’ dari satu bab (satu tema).
Dengan demikian, dhawabith fiqhiyyah adalah setiap juz’iyyah fiqhiyyah yang
terdapat dalam satu bab fiqh. Atau prinsip fiqh yang universal, yang bagian-
bagiannya terdapat dalam satu bab fiqh.
c) Nazhariyah fikhiyyah
Ketiga istilah diatas, dalam pemikiran hukum islam memiliki persamaan dan
perbedaan. Adapun persamaan dan perbedaan qawaid fikhiyah dan dhawabith
fikhiyah serta nazhariyah fikhiyah, yaitu:
6
Faturrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, (Banjarmasin: Lembaga
Pemberdayaan Kualitas Ummat, 2015), hlm. 33.
8
7
Moh.Mufid, Kaidah Fikih Ekonomi dan Keuangan Kontemporer Pendekatan Tematis
dan Praktis .(Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm. 3.
8
Moh.Mufid, Kaidah Fikih Ekonomi dan Keuangan Kontemporer Pendekatan Tematis
dan Praktis .(Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm. 4.
9
dan dhawabith fikhiyah ia menyatakan bahwa diantara kaidah ada yang tidak
khusus untuk satu bab (masalah) seperti kaidah:
بالشك يزال ال اليقين
“keyakinan tidak dapat hilang oleh keraguan”. Tetapi, ada juga yang khusus untuk
satu bab (masalah) seperti kaidah;
Kaidah yang khusus untuk satu bab (masalah) dan tujuannya menghimpun
bentuk-bentuk yang serupa disebut dhabith. Menurut ibnu Nujaim (w.970), asal
(kaidah) menetapkan bahwa perbedaan antara kaidah dengan dhabith, yaitu kalau
kaidah menghimpun masalah-masalah cabang (furu’) dri berbagai bab (masalah)
yang berbeda-beda, sedangkan dhabith hanya menyimpun masalah-masalah
cabang (furu’) dari satu bab (masalah). 9
9
Faturrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, (Banjarmasin: Lembaga
Pemberdayaan Kualitas Ummat, 2015), hlm. 19.
10
Selain beberapa point diatas dikutip dari buku “Ilmu Ushul Fiqih” karya
Drs. H. A. Basiq Djalil, beberapa perbedaan Ushul Fiqih dan Qawa’id Fiqihyah
adalah:
10
Faturrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, (Banjarmasin: Lembaga
Pemberdayaan Kualitas Ummat, 2015), hlm. 20.
Enny Nazrah Pulungan, “Diklat Fikih Ushul Fikih”, Kearsipan Fakultas Ilmu Tarbiyah
11
Perbedaan kaidah-kaidah fikih dan ushul fiqh diperjelas lagi oleh Ali Ahmad
al-Nadawi. Menurutnya, perbedaan qawaid al-fiqhiyyah dan qawaid ushuliyah
dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
12
A.Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm.
132.
13
Pada adasarnya peletakan batu dasar ilmu qawaid fikiyyah telah dimulai sejak
tiga kurun pertama dari tahun hijriyyah, yaitu sejak masa Rasulullah SAW,
Shabat, dan Tabi’in. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini :
13
Moh.Mufid, Kaidah Fikih Ekonomi dan Keuangan Kontemporer Pendekatan Tematis
dan Praktis .(Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm. 5.
14
a) Kaidah fikih telah ada semenjak masa ulama mutaqaddimin (abad 1,2,3 H)
meskipun belum dikenal sebagai kaidah dan belum menjadi satu disiplin ilmu
tersendiri.
b) Perkembangan qawaid fiqiyyah dapat ditelusuri lewat pernyataan-pernyataan
pra ulama diatas, karena mereka adalah rujukan pertama ilmu ini.
c) Beberapa kaiadah yang dibentuk para ulama mutaqaddimin, terutama apa yang
disampaikan oleh Imam Ahmad bin Hambaldan Imam Syafi’i, merupakan
beberapa kaidah ulama mutakhirin.
d) Atsar dan pernyataan para ulama mutaqaddimin menjadi rujukan ulama
mutakhirin dalam membentuk, mengumpulkan, dan mengkodifikasikan qawaid
fikiyyah
2. Fase Perkembangan dan Pembukuan (Abad IV XII H)
Awal mula qawaid fikiyyah menjadi disiplin ilmu tersendiri dan dibukukan
terjadi pada abad ke 4 H dan terus berlanjut pada masa setelahnya. Ulama pertama
15
yang melakukan pembukuan ilmu qawaid fikiyyah adalah ulama dari mazhab
Hanafi, yaitu Abu Hasan al Karkhi (wafat 340 H). dalam risalahnya yang berjudul
Ushul Al Karkhi, Abu Hasan Al Karkhi mengembangkan 17 kaidah dari Imam
Abu Tahiraldabbas menjadi 39 kaidah. Setelah karkhi ulama mazhab Hanafi yang
mengembangkan ilmu qawai fiqhiyyah adalah Abu Zaid Ubaidullah al Dabbusi
(wafat 430 H). Dalam kitabnya Ta’sis an nadhar.
Pada abad ke-8, ilmu qawaid fiqhiyyah mengalami masa keemasa, ditandai
dengan banyaknya bermunculannya kitab-kitab qawaid fiqkhiyyah. Dalam hal ini,
ulama Syafi’iyyah termasuk yang paling kreatif. Diantara karya-karya besar yang
muncul dalam abad ini, dianataranya:
Karya-karya besar yang mengkaji qawaid fiqkhiyyah yang disusun pada abad
XI H banyak mengikuti metode karya-karya abad sebelumnya. Diantara karya-
karya tersebut adalah:
14
Gustiani, Fiqhi Keuagan Islam, (PT.Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2011) hlm.127-
129
17
Para fuqaha memasukkan kaidah fiqhi pada qanun ini setelah terlebih dahulu
mempelajari sumber-sumber fiqhi dan beberapa karya tulis tentang ilmu kaidah
fiqhi, seprti al-ashbah wa al-Nazair karya Ibn Nujaym dan Majami’ al-Haqaiq
karya al-Khadimi. Mereka sangat selektif dalam memilih dan memilah kaidah
fiqhi yang kan dimasukkan kedalam qanun al-Majllah. Mereka menyusun al-
Majallah ini dengan menggunakan redaksi yang singkat dan padat seperti undang-
undang. Efisiensi majalah dapat mengangkat kedudukan dan popularitas kaidah
fiqhi. Majallat al-Ahkam al-Adiyyah memberikan banyak konstribusi bagi
perkembangan fiqhi dan perundang undangan. 15
a) Relijius idiologis
Merupakan latar belakang yang bersifat Fundamental berkaitan dengan jaran
islam yaitu: keinginan ummat islam untuk mengaplikasikan konsep-konsp
keunagan islami sebagai upaya menjdikan islam sebagai way of life., konsep dan
praktik keuangan konvensional yang telah ada melanggar berbagai prinsip
syariah, misalnya mengandung unsure Riba,Gahrar,maysir.
b) Empiris pragmatis
Bahwa setelah masa kemerdekaan dari kolonialisme Barat (sekitar tahun 1940an),
di Negara-negara muslim muncul keinginan untuk juga merdeka secra ekonomi.
Sistem ekonomi konvensioanl yang ada dipandang lebih menguntungkan barat
dan merugikan Negara-negara muslim yang umumnya tergolong Negara
15
Moh Mufid, Kaidah Fikih Ekonomi dan Keuangan Kontemporer, (Prenamedia Group,
Jakarta, 2019) hlm 8-9
18
16
Nur Kholis, “Potret Perkembangan dan Praktik Keuangan Islam di Dunia” Jurnal
Studi Agama Vol. XVII, No.1 ,2017, hlm 8.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan penjelasan yang adaa diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan sesuai dengan makalah “Urgensi Kaidah-kaidah fiqhi dalam
ekonomi dan keuangan syariah” maka diambil kesimpulan :
1. Istilah kaidah fikih terdiri dari dua suku kata, yaitu : kaidah dan fiqih. Secara
bahasa, kaidah berasal dari bahasa arab qo’idah yang berarti pondasi atau
dasar. Kata fiqih sendiri secara bahasa berarti “faham”. Sementara secara
istilah fiqh memiliki arti hukum praktis yang diambil dari dalil-dalil terperinci
2. Pengertian
a) Qawaid Fiqhiyyah
Qawaid Fiqhiyyah adalah kata majemuk yang terbentuk dari dua kata,
yakni kata qawaid dan fiqhiyyah, kedua kata itu memiliki pengertian
tersendiri. Secara etimologi, kata qaidah ()قاعدة, jamaknya qawaid () قواعد
berarti; asas, landasan, dasar atau fondasi sesuatu, baik yang bersifat
kongkret, materi, atau inderawi. seperti fondasi bangunan rumah, maupun
yang bersifat abstrak, non materi dan non indrawi seperti ushuluddin
(dasar agama).
b) Dhawabith
Dhawabith fiqhiyyah adalah setiap juz’iyyah fiqhiyyah yang terdapat
dalam satu bab fiqh. Atau prinsip fiqh yang universal, yang bagian-
bagiannya terdapat dalam satu bab fiqh.
d) Nazhariyah fikhiyyah
Nazhariyah fikhiyah yaitu berasal dari Nazhir yang berarti mengangan-
angan sesuatu denga n mata (ta’mulus syai’ bi al ain), sedangkan nazhari
adalah hasil dari apa yang diangan-angankan tersebut. Seperti halnya
mengangan-angankannya akal yang mengatakan bahwa alam adalah
sesuatu yang baru.
3. Beberapa perbedaan Ushul Fiqih dan Qawa’id Fiqihyah adalah:
19
20
a) Religius idiologis
Merupakan latar belakang yang bersifat Fundamental berkaitan dengan jaran
islam yaitu: keinginan ummat islam untuk mengaplikasikan konsep-konsp
keunagan islami sebagai upaya menjdikan islam sebagai way of life., konsep
dan praktik keuangan konvensional yang telah ada melanggar berbagai
prinsip syariah, misalnya mengandung unsure Riba,Gahrar,maysir.
b) Empiris pragmatis
Bahwa setelah masa kemerdekaan dari kolonialisme Barat (sekitar tahun
1940an), di Negara-negara muslim muncul keinginan untuk juga merdeka
secra ekonomi. Sistem ekonomi konvensioanl yang ada dipandang lebih
21
B. Saran
Dari sumber yang diperoleh akhirnya penulis menyampaikan saran
kepada pembaca yaitu:
1. Kita harus memahami sumber terlebih dahulu agar saat menyampaikan tidak
akan keliru.
2. Adapun materi yang kami sampaikan dalam makalah ini mungkin masih jauh
dari kata kesempurnaan, maka dari itu kami mengucapkan permohonan maaf
yang sebesar-besarnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Djalil, A. Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Gustiani. 2011. Fiqh Keuangan Islam, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
Pulungan, Enny Nazrah. (2017). “Diktat Fikih Ushul Fikih” Kearsipan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sumatera Utara. 63.