Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN JASMANI INDONESIA KHUSUS

OLEH

NAMA: INDRAWATI KOTTEN

NIM: 19320027

KELAS: A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN


REKREASI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA
KUPANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehinga makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Jasmani Adaptif ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa suatu rintangan apapun.

Makalah yang berjudul “Pendidikan Jasmani Indonesia Khusus” ini saya


susun sebagai pelengkap nilai tugas Kajian Kurikulum dan juga memberikan
wawasan serta pemahaman yang lebih tentang pendidikan jasmani Indonesia khusus.

Sebagai penulis saya menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang


telah mendukung kelancaran dan terciptanya makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah yang saya buat ini masih banyak kesalahan
atau masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami butuhkan
untuk menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang. Atas kurang
lebihnya kami mengucapkan terimakasih.

Kupang, 18 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN

Latar Belakang.................................................................................................... 4

Rumusan Masalah............................................................................................... 4

Tujuan................................................................................................................... 5

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan jasmani reguler di Indonesia......................................................... 6


2.2 Pendidikan jasmani adaptif di Indonesia...............................................7

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 12

3.2 Saran...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Secara umum guru pendidikan jasmani dan olahraga memiliki pemahaman
yang sama tentang betapa pentingnya pembelajaran pendidikan jasmani dan
olahraga pada siswa reguler dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan
kreatifitas siswa. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat dilihat dari
berbagai aspek seperti perkembnagan pengetahuan, kerjasama, penalaran,
emosional, sikap sportif, menghargai perbedaan, saling menolong, keterampilan
dan kesehatan. Namun perlu diingat bahwa dampak positif pendididkan jasmani
dan olahraga tidak akan diperoleh dalam waktu yang singkat seperti membalikan
telapak tangan. Oleh karena itu setiap guru atau insan olahraga yang terlibat
didalam proses pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga seyogianya
profesional dan memiliki sifat-sifat yang dapat menyejukan suasana belajar.
Rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga juga
disebabkan oleh adanya pandangan yang keliru dari kepala sekolah dan guru
lainnya bahwa guru olahraga bertanggung jawab terhadap setiap keributan
ataupun permasalahan yang muncul yang dilakukan oleh siswa. Hal ini memberi
kesan yang merendahkan figur guru pendidikan jasmani dan olahraga. Selain itu
pemahaman siswa tentang pentingnya pendidikan jasmani dan olahraga dalam
upaya meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masih rendah.

1.2 Rumusan Masalah


 Kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga pada siswa reguler di
Indonesia.
 Kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga pada siswa adaptif di
Indonesia.

4
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan pendidikan jasmani dan
olahraga di Indonesia berjalan, baik pada siswa regular maupun pada siswa
adaptif. Kemudian untuk mngetahui seberapa jauh kualitas dan profesionalitas
guru penjas adaptif dan kondisi lingkungan di sekolah luar biasa, serta kualitas
kebugaran siswa di sekolah luar biasa.

BAB II

5
PEMBAHASAN

2.1 Kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga pada siswa reguler
di Indonesia.
Secara umum guru pendidikan jasmani dan olahraga memiliki pemahaman
yang sama tentang betapa pentingnya pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga
pada siswa reguler dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas siswa.
Pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek seperti
perkembnagan pengetahuan, kerjasama, penalaran, emosional, sikap sportif,
menghargai perbedaan, saling menolong, keterampilan dan kesehatan. Namun perlu
diingat bahwa dampak positif pendididkan jasmani dan olahraga tidak akan diperoleh
dalam waktu yang singkat seperti membalikan telapak tangan. Oleh karena itu setiap
guru atau insan olahraga yang terlibat didalam proses pembelajaran pendidikan
jasmani dan olahraga seyogianya profesional dan memiliki sifat-sifat yang dapat
menyejukan suasana belajar.
Rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga juga
disebabkan oleh adanya pandangan yang keliru dari kepala sekolah dan guru lainnya
bahwa guru olahraga bertanggung jawab terhadap setiap keributan ataupun
permasalahan yang muncul yang dilakukan oleh siswa. Hal ini memberi kesan yang
merendahkan figur guru pendidikan jasmani dan olahraga.
Selain itu pemahaman siswa tentang pentingnya pendidikan jasmani dan
olahraga dalam upaya meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masih rendah.
Kondisi pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang
menyebabkan siswa mengalami stress akan mengalami dampak negatif yaitu siswa
tidah menyenangi mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Pembelajaran
yang stress akan menyebabkan menurunnya jumlah neurotransmitter, pertumbuhan
dendrit dan akson serta terganggunya pembentukan reseptor di otak sehingga
menyebabkan kecerdasan dan kreatifitas siswa menurun (Bekinschtein, 2008).

Sesuai dengan pendapat Bekinschtein yang menyatakan olahraga dapat


meningkatkan kecerdasan oleh karena terjadinya peningkatan neurotransmitter
(Brain-Derived Neurotrophic Factor) baik di otak kiri ataupun otak kanan. Brain

6
Derived Neurotrophic Factor (BDNF) adalah protein khusus yang akan menstimulasi
pertumbuhan dendrit dan akson. Kedua komponen ini merupakan jembatan
menghantarkan informasi dari satu sel otak ke sel otak lainnya (Edmunds,/ntoumanis
dan Duda. 2007: Bekinschtein. 2008). Anak yang relatif jarang berolahraga tingkat
kecerdasan dan kreatifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang teratur
berolahraga.
Dari hasil pengamatan sementara kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani
dan olahraga di berbagai sekolah di Indonesia belum optimal menerapkan faal
olahraga dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Hal inilah
yang dapat menjawab rendahnya kebugaran jasmani siswa di Indonesia.

2.2 Kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga pada siswa adaptif
di Indonesia
Berbagai factor yang mempengaruhi kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani
dan olahraga pada siswa adaptif di Indonesia antara lain kualitas dan profesionalitas
guru penjas adaptif, kondisi lingkungan di sekolah luar biasa dan kualitas kebugaran
siswa sekolah luar biasa.

a. Kualitas dan Profesionalitas Guru Penjas Adaptif


Pendidikan jasmani adaptif merupakan sarana yang sangat strategis
dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani,
keterampilan gerak, social, dan intelektual siswa cacat. Peningkatan kualitas
proses pendidikan jasmani di sekolah luar biasa sangat penting untuk
menanamkan sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan mereka, baik
dari segi fisik maupun mentalnya.
Pemberian layanan dan kesempatan untuk melakukan olahraga seluas-
luasnya merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban
yang sama dengan siswa normal. (Tarigan.2000).

Mengenai kualitas dan profesionalitas guru pendidikan jasmani


adaptif pada sekolah luar biasa ternyata jauh lebih parah di bandingkan
dengan sekolah regular. Selain itu minimnya sarana dan prasarana di sekolah

7
luar biasa juga ikut mempengaruhi rendahnya kualitas proses pembelajaran
yang dilakukan. (Tarigan, 2000).
Sebagai dampak lemahnya proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru-guru yang tidak professional yang ada kecenderungan bahwa
pembelajaran pendidikan jasmani tidak pernah memenuhi kebutuhan siswa
cacat akan gerak, sehingga untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran
tentu sangat sulit.

b. Kondisi Lingkungan Di Sekolah Luar Biasa


Karena minimnya sarana dan prasarana olahraga bagi siswa adaptif,
para siswa tidak akan dapat melakukan aktifitas secara leluasa dan tidak dapat
bergerak bebas. Pengadaan guru yang terkesan “asal ada” tersebut, tidak
mampu mengelola proses pembelajaran apalagi membina dan meningkatkan
kesehatan serta kebugaran jasmani siswa sesuai dengan tujuan penjas di
sekolah luar biasa (Tarigan, 2003).
Hal lain yang menjadi catatan dan perlu mendapat perhatian adalah
pemilihan materi dan pelaksanaan pembelajaran yang harus disesuaikan
dengan kondisi dan tingkat kecacatan pada siswa. Sebab kurikulum yang
digunakan sama dengan kurikulum sekolah umum, padahal pada
kenyataannya tidak semua materi yang terdapat dalam kurikulum pada
sekolah umum mampu dilaksanakan pada siswa luar biasa. Oleh karena itu,
apabila pemilihan materi tidak di lakukan secara cermat dan pelaksanaannya
tidak disesuaikan dengan kemampuan dan kecacatan setiap siswa, maka akan
menyebabkan cedera, karena beban yang diberikan terlalu berat bagi mereka
yang memang tidak memiliki kekuatan otot dan daya tahan yang baik.

c. Kualitas Kebugaran Siswa Sekolah Luar Biasa


Berkaitan dengan kondisi lingkungan sekolah dan sarana yang sangat
minim yang umumnya dialami oleh SLB akan berpengaruh terhadap derajat
kebugaran jasmani ,khususnya daya tahan jantung paru,sebab dari

8
pengamatan lapangan.diketahui keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki SLB serta lingkungan yang tidak kondusif menyebabkan
keterbatasan gerak bagi mereka.Selain itu komponen fisik lain juga
terpengaruh akibat keterbatasan gerak tersebut .antara lain kekuatan otot
,kelentukan daya tahan otot.waktu reaksi dan keseimbangan juga sangat
rendah ,sebagai contoh.penyandang tuna netra biasanya berjalan
mengandalkan tuntunan orang lain,sehingga aktifitas geraknya tergantung
pada bantuan orang lain.
Winnick (1990) mengemukakan bahwa kebugaran jasmani pada
penyandang tuna netra biasanya di bawah orang lain normal,yang disebabkan
berkurangnya kesempatan dan kemauan untuk bergerak.Mengetahui hal ini
(Winnick.1990)dan (Powers&Howley 2001)menyatakan bahwa kurangnya
aktifitas fisik menyebabkan tingkat kebugaran jasmani yang rendah.
Rendahnya kebugaran atau kualitas fisik siswa penyandang cacat tersebut
akibat kurangnya aktifitas gerak fisik yang mereka lakukan karena sikap over
protektif dari keluarga,termasuk sering merasa kasihan,tidak acuh,lingkungan
kurang mendukung.Semua ini mengakibatkan terbatasnya aktivitas gerak
fisik yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menurunkan
derajat kesehatan dan tingkat kebugaran jasmani mereka.
Berkaitan dengan informasi tentang rendahnya tingkat kebugaran
jasmani siswa cacat sebagai berikut,kebugaran jasmani siswa SLB
Tunanetra,Tunarungu,dan tunagrahita dibandingkan siswa normal,data
menunjukan bahwa dari 30 sampel siswa Tunarungu,30 sampel Tunagrahita
dan 25 sampel Tunanetra semuanya memilki tingkat kebugaran yang sangat
rendah atau kurang sekali.Sedangkan dari 30 siswa normal yang dijadikan
sebagai pembanding menunjukan 13 orang masuk kategori sedang dan 17
orang masuk kategori kurang. Hal ini menunjukan bahwa tidak hanya siswa
cacat yang kebugarannya sangat kurang, tetapi siswa normalpun umumnya
masih memiliki kebugaran yang rendah.

9
350
300
250
200
150 Grafik 1
100
50
0
SLB SLB SLB SLTP
Tuna Tuna Tuna Negeri
Netra Rungu Grahita

70
60
50 SLB Tuna Netra
40 SLB Tuna Rungu
30 SLB Tuna Grahita
20 SLTP Negeri
10
0

Untuk melihat sebaran rata-rata skor setiap komponen kebugaran


jasmani dari Siswa SLB Tunanetra, Tunarunggu, Tunagrahita dan SLTP
Negeri dapat dilihat pada grafik 1.
Berdasarkan grafik 1 tersebut terlihat bahwa Siswa Tunanetra
memiliki komponen kecepatan yang paling rendah, kemudian disusul
Tunagrahita dan paling tinggi adalah Tunarunggu, tetapi bila dibandingkan
dengan Siswa sekolah normal maka komponen kecepatan lebih tinggi pada
Siswa normal.
Untuk power, Siswa Tunanetra dan Tunarunggu hampir sama
besarnya, sedangkan Siswa Tunagrahita paling rendah skornya. Sedangkan
untuk kekuatan dan daya tahan lengan, ketiga jenis kecacatan tersebut
memiliki daya tahan lengan yang hampir sama. Mengenai komponen
kekuatan otot ternyata skor yang paling tinggi dicapai oleh Siswa
Tunarunggu, kemudian disusul Siswa Tunagrahita dan yang paling rendah
adalah Siswa Tunanetra.

Untuk komponen daya tahan otot perut ternyata Siswa Tunanetra


lebih besar skornya dibandingkan dengan Siswa Tunagrahita, namun Siswa

10
Tunarunggu tetap memiliki skor yang paling besar. Selanjutnya untuk skor
kelincahan ternyata yang paling tinggi diperoleh oleh Siswa Tunarunggu dan
Tunagrahita, sedangkan yang paling rendah dicapai oleh Siswa Tunanetra.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat digambarkan bahwa
dari tujuh komponen kebugaran jasmani yang dinilai ternyata secara umum
kelompok Siswa Tunanetra yang paling rendah, hal ini dapat dipahami karena
aktivitas mereka yang terbatas dan selalu memerlukan bantuan orang lain.
Selanjutnya kelompok Siswa Tunagrahita berada diurutan kedua, hal
ini disebabkan disamping kurangnya kemauan, untuk melakukan aktivitas
gerak, orang tua juga terlalu over protective. Sedangkan kelompok
Tunarunggu aktivitasnya lebih baik dari Tunanetra dan Tunagrahita sebab
mereka pada umumnya dapat melakukan aktivitas seperti siswa normal,
namun lemah dalam bahasa dan komunikasi.
Temuan ini juga pernah diungkapkan oleh Winnick (1990) yang
menegaskan bahwa kebugaran jasmani pada penyandang Tunanetra biasanya
di bawah kecacatan yang lain dan orang normal, yang disebabkan
berkurangnya kesempatan dan kemauan untuk bergerak.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Secera keseluruhan sarana dan prasarana di Indonesia masih sangat kurang
dan minim, baik untuk sekolah umum regular maupun sekolah luar biasa.
Sedangkan, untuk tenaga pengajar professional bagi siswa adaptif masih teramat
kurang dan bahkan tidak ada kemampuan yang cukup, karena biasanya tenaga
pengajar bagi sekolah luar biasa terkadang bukan dari ahlinya. Artinya, sekolah
luar biasa kebanyakan menggunakan tenaga pengajar yang hanya asal ada saja.

11
3.2 Saran
Pendidikan jasmani sangatlah penting bagi seluruh siswa, baik siswa
regular maupun adaptif. Untuk itu diharapkan kepada pihak sekolah harus
memperhatikan sarana dan prasarana di sekolahnya, supaya dapat lebih
menunjang lagi proses kegiatan belajar mengajar di suatu lingkungan sekolah.
Agar lebih meingkatkan dan memajukan pendidikan di sekolahnya tersebut, dan
lebih meningkatkan kebugaran kesehatan fisik bagi siswa regular maupun
adaptif.
Selain itu, pihak pemerintahpun seharusnya lebih selektif dalam memilih
dan menentukan serta menyaring tenaga-tenaga pengajar yang sesuai dengan
kemampuannya dan profesionalitas di bidang studynya, jangan hanya asal bias
mengajar saja.

DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Beltasar. (2009). Optimalisasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga


Berlandaskan Ilmu Faal Olahraga, FPOK UPI Bandung.

Tarigan, Beltasar. (2008). Pendidikan Jasmani Adaptif, FPOK UPI Bandung.

Tarigan, Beltasar. (2000). Penjaskes Adaptif, Depdiknas, Direktorat PLB, Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai