OLEH
NIM: 19320027
KELAS: A
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehinga makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Jasmani Adaptif ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa suatu rintangan apapun.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya buat ini masih banyak kesalahan
atau masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami butuhkan
untuk menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang. Atas kurang
lebihnya kami mengucapkan terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................................................................... 4
Rumusan Masalah............................................................................................... 4
Tujuan................................................................................................................... 5
BAB II : PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 12
3.2 Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan pendidikan jasmani dan
olahraga di Indonesia berjalan, baik pada siswa regular maupun pada siswa
adaptif. Kemudian untuk mngetahui seberapa jauh kualitas dan profesionalitas
guru penjas adaptif dan kondisi lingkungan di sekolah luar biasa, serta kualitas
kebugaran siswa di sekolah luar biasa.
BAB II
5
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga pada siswa reguler
di Indonesia.
Secara umum guru pendidikan jasmani dan olahraga memiliki pemahaman
yang sama tentang betapa pentingnya pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga
pada siswa reguler dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas siswa.
Pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek seperti
perkembnagan pengetahuan, kerjasama, penalaran, emosional, sikap sportif,
menghargai perbedaan, saling menolong, keterampilan dan kesehatan. Namun perlu
diingat bahwa dampak positif pendididkan jasmani dan olahraga tidak akan diperoleh
dalam waktu yang singkat seperti membalikan telapak tangan. Oleh karena itu setiap
guru atau insan olahraga yang terlibat didalam proses pembelajaran pendidikan
jasmani dan olahraga seyogianya profesional dan memiliki sifat-sifat yang dapat
menyejukan suasana belajar.
Rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga juga
disebabkan oleh adanya pandangan yang keliru dari kepala sekolah dan guru lainnya
bahwa guru olahraga bertanggung jawab terhadap setiap keributan ataupun
permasalahan yang muncul yang dilakukan oleh siswa. Hal ini memberi kesan yang
merendahkan figur guru pendidikan jasmani dan olahraga.
Selain itu pemahaman siswa tentang pentingnya pendidikan jasmani dan
olahraga dalam upaya meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masih rendah.
Kondisi pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang
menyebabkan siswa mengalami stress akan mengalami dampak negatif yaitu siswa
tidah menyenangi mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Pembelajaran
yang stress akan menyebabkan menurunnya jumlah neurotransmitter, pertumbuhan
dendrit dan akson serta terganggunya pembentukan reseptor di otak sehingga
menyebabkan kecerdasan dan kreatifitas siswa menurun (Bekinschtein, 2008).
6
Derived Neurotrophic Factor (BDNF) adalah protein khusus yang akan menstimulasi
pertumbuhan dendrit dan akson. Kedua komponen ini merupakan jembatan
menghantarkan informasi dari satu sel otak ke sel otak lainnya (Edmunds,/ntoumanis
dan Duda. 2007: Bekinschtein. 2008). Anak yang relatif jarang berolahraga tingkat
kecerdasan dan kreatifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang teratur
berolahraga.
Dari hasil pengamatan sementara kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani
dan olahraga di berbagai sekolah di Indonesia belum optimal menerapkan faal
olahraga dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Hal inilah
yang dapat menjawab rendahnya kebugaran jasmani siswa di Indonesia.
2.2 Kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga pada siswa adaptif
di Indonesia
Berbagai factor yang mempengaruhi kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani
dan olahraga pada siswa adaptif di Indonesia antara lain kualitas dan profesionalitas
guru penjas adaptif, kondisi lingkungan di sekolah luar biasa dan kualitas kebugaran
siswa sekolah luar biasa.
7
luar biasa juga ikut mempengaruhi rendahnya kualitas proses pembelajaran
yang dilakukan. (Tarigan, 2000).
Sebagai dampak lemahnya proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru-guru yang tidak professional yang ada kecenderungan bahwa
pembelajaran pendidikan jasmani tidak pernah memenuhi kebutuhan siswa
cacat akan gerak, sehingga untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran
tentu sangat sulit.
8
pengamatan lapangan.diketahui keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki SLB serta lingkungan yang tidak kondusif menyebabkan
keterbatasan gerak bagi mereka.Selain itu komponen fisik lain juga
terpengaruh akibat keterbatasan gerak tersebut .antara lain kekuatan otot
,kelentukan daya tahan otot.waktu reaksi dan keseimbangan juga sangat
rendah ,sebagai contoh.penyandang tuna netra biasanya berjalan
mengandalkan tuntunan orang lain,sehingga aktifitas geraknya tergantung
pada bantuan orang lain.
Winnick (1990) mengemukakan bahwa kebugaran jasmani pada
penyandang tuna netra biasanya di bawah orang lain normal,yang disebabkan
berkurangnya kesempatan dan kemauan untuk bergerak.Mengetahui hal ini
(Winnick.1990)dan (Powers&Howley 2001)menyatakan bahwa kurangnya
aktifitas fisik menyebabkan tingkat kebugaran jasmani yang rendah.
Rendahnya kebugaran atau kualitas fisik siswa penyandang cacat tersebut
akibat kurangnya aktifitas gerak fisik yang mereka lakukan karena sikap over
protektif dari keluarga,termasuk sering merasa kasihan,tidak acuh,lingkungan
kurang mendukung.Semua ini mengakibatkan terbatasnya aktivitas gerak
fisik yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menurunkan
derajat kesehatan dan tingkat kebugaran jasmani mereka.
Berkaitan dengan informasi tentang rendahnya tingkat kebugaran
jasmani siswa cacat sebagai berikut,kebugaran jasmani siswa SLB
Tunanetra,Tunarungu,dan tunagrahita dibandingkan siswa normal,data
menunjukan bahwa dari 30 sampel siswa Tunarungu,30 sampel Tunagrahita
dan 25 sampel Tunanetra semuanya memilki tingkat kebugaran yang sangat
rendah atau kurang sekali.Sedangkan dari 30 siswa normal yang dijadikan
sebagai pembanding menunjukan 13 orang masuk kategori sedang dan 17
orang masuk kategori kurang. Hal ini menunjukan bahwa tidak hanya siswa
cacat yang kebugarannya sangat kurang, tetapi siswa normalpun umumnya
masih memiliki kebugaran yang rendah.
9
350
300
250
200
150 Grafik 1
100
50
0
SLB SLB SLB SLTP
Tuna Tuna Tuna Negeri
Netra Rungu Grahita
70
60
50 SLB Tuna Netra
40 SLB Tuna Rungu
30 SLB Tuna Grahita
20 SLTP Negeri
10
0
10
Tunarunggu tetap memiliki skor yang paling besar. Selanjutnya untuk skor
kelincahan ternyata yang paling tinggi diperoleh oleh Siswa Tunarunggu dan
Tunagrahita, sedangkan yang paling rendah dicapai oleh Siswa Tunanetra.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat digambarkan bahwa
dari tujuh komponen kebugaran jasmani yang dinilai ternyata secara umum
kelompok Siswa Tunanetra yang paling rendah, hal ini dapat dipahami karena
aktivitas mereka yang terbatas dan selalu memerlukan bantuan orang lain.
Selanjutnya kelompok Siswa Tunagrahita berada diurutan kedua, hal
ini disebabkan disamping kurangnya kemauan, untuk melakukan aktivitas
gerak, orang tua juga terlalu over protective. Sedangkan kelompok
Tunarunggu aktivitasnya lebih baik dari Tunanetra dan Tunagrahita sebab
mereka pada umumnya dapat melakukan aktivitas seperti siswa normal,
namun lemah dalam bahasa dan komunikasi.
Temuan ini juga pernah diungkapkan oleh Winnick (1990) yang
menegaskan bahwa kebugaran jasmani pada penyandang Tunanetra biasanya
di bawah kecacatan yang lain dan orang normal, yang disebabkan
berkurangnya kesempatan dan kemauan untuk bergerak.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Secera keseluruhan sarana dan prasarana di Indonesia masih sangat kurang
dan minim, baik untuk sekolah umum regular maupun sekolah luar biasa.
Sedangkan, untuk tenaga pengajar professional bagi siswa adaptif masih teramat
kurang dan bahkan tidak ada kemampuan yang cukup, karena biasanya tenaga
pengajar bagi sekolah luar biasa terkadang bukan dari ahlinya. Artinya, sekolah
luar biasa kebanyakan menggunakan tenaga pengajar yang hanya asal ada saja.
11
3.2 Saran
Pendidikan jasmani sangatlah penting bagi seluruh siswa, baik siswa
regular maupun adaptif. Untuk itu diharapkan kepada pihak sekolah harus
memperhatikan sarana dan prasarana di sekolahnya, supaya dapat lebih
menunjang lagi proses kegiatan belajar mengajar di suatu lingkungan sekolah.
Agar lebih meingkatkan dan memajukan pendidikan di sekolahnya tersebut, dan
lebih meningkatkan kebugaran kesehatan fisik bagi siswa regular maupun
adaptif.
Selain itu, pihak pemerintahpun seharusnya lebih selektif dalam memilih
dan menentukan serta menyaring tenaga-tenaga pengajar yang sesuai dengan
kemampuannya dan profesionalitas di bidang studynya, jangan hanya asal bias
mengajar saja.
DAFTAR PUSTAKA
12