Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala rahmat, nikmat dan hidayah yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik yang membahas tentang “Nilai
Ketaatan Hukum UUD NRI 1945 dan Implementasi”.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.2 Implementasi Nilai Ketaatan Hukum Bersumber dari UUD NRI 1945 ....................... 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Sebagaimana dikutip Ridwan HR menurut Hamid S. Attamini, bahwa Negara
Indonesia memang sejak didirikan bertekad menetapkan dirinya sebagai Negara
berdasar Negara hukum (rechstaat), bahkan rechstaat Indonesia itu adalah yang
“memajukan kesejahteraan umum”, “mencerdaskan kehidupan Bangsa” dan
mewujdkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1
1.2 Rumusan masalah
Apa sajakan yang menjadi tujuan utama dalam penulisan makalah ini? Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
2
BAB II
PEMBAHASAN
Bagi Ewick dan Silbey, “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan
karenannya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris.
Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai
perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas”. Membangun
kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran
tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam institusi dan
pengendalian masyarakat. Di dalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi
3
yang masing-masing diperlukan di dalam masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat
perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 Negara Republik IndonesiaTahun
1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara
Hukum”.Sebagaimana dikutip Ridwan HR menurut Hamid S. Attamini, bahwa
Negara Indonesia memang sejak didirikan bertekad menetapkan dirinya sebagai
4
Negara berdasar Negara hukum (rechstaat), bahkan rechstaat Indonesia itu
adalah yang “memajukan kesejahteraan umum”, “mencerdaskan kehidupan
Bangsa” dan mewujdkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rechstaat itu adalah rechstaat yang material, yang sosial oleh Bung Hatta
disebut sebagai Negara Pengurus, suatu terjemahan dari Verzogningstaat.
Para pendiri negara telah berfikir jauh ke depan bahwa negara hukum
yang dibentuknya dalam kerangka Negara Kesejahteraan dalam kenyataannya
saat ini sangat relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia dalam
memantapkan nilai ketaatan hukum. Ketaatan hukum adalah suatu perilaku
berupa tindakan nyata/mentaati hukum atau peraturan yang berlaku. Adanya
ketaatan hukum apabila kesadaran hukum itu timbul, kesadaran hukum memiliki
makna Nilai-Nilai yang terdapat dalam diri manusia mengenai hukum yang ada,
dan perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Kesadaran hukum akan memiliki
makna mendalam apabila pengetahuan, pemahaman dan sikap hukum
bermuara pada perilaku berupa tindakan nyata / mentaati hukum atau peraturan
seperti membayar pajak, retribusi kebersihan, mematuhi rambu-rambu lalu lintas
dan sebagainya.
5
subyek hukum itu terhadap hukum yang kesetiaan tersebut diwujudkan dalam
bentuk prilaku yang nyata patuh atau taat pada hukum. Masyarakat tidak patuh
pada hukum karena masyarakat tersebut dihadapkan pada dua tuntutan
kesetiaan dimana antara kesetiaan yang satu bertentangan dengan kesetiaan
lainnya.
2.2 Implementasi Nilai Ketaatan Hukum Bersumber Dari UUD NRI 1945
Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Bangsa Dan Negara
6
tersebut sering kali saling bertabrakan satu terhadap yang lain. Keadilan
merupakan hal yang sangat abstrak, hal tersebut disebabkan karena setiap
individu memiliki perspektif yang berbeda mengenai keadilan. Terkadang yang
anggap adil belum tentu adil bagi orang lain. Kemanfaatan juga bersifat abstrak.
Sementara kepastian hukum cenderung lebih statis, variabel ini cenderung kaku
karena dibatasi oleh ketentuan yang sudah dilegalisasi secara permanen.
7
Kurang tegas dan konsekuensinya para petugas penegak hukum
terutama Polisi, Jaksa dan Hakim, dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran
hukum pada umumnya merupakan peluang terjadinya pelanggaran-pelanggaran
atau kejahatan-kejahatan. Tidak ada atau kurangnya pengawasan pada petugas
penegak hukum merupakan perangsang menurunnya kesadaran hukum
masyarakat. Adanya golongan, pejabat-pejabat dan pemimpin-pemimpin tertentu
yang seakan-akan kebal terhadap hukum karena mereka berbuat dan ”dapat”
berbuat semaunya, menimbulkan kesadaran kepada kita bahwa tidak
demikianlah sebaiknya. Sistem pendidikan kita kiranya kurang menaruh
perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum.
Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, maka
menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak
melihat atau menyadari lagi bahwa hukum melindungi kepentingannya.
Menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan juga karena para pejabat
kurang menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya
pengertian akan tujuan serta fungsinya dalam pembangunan.
8
Menurut Soerjono faktor-faktor yang menyebabkan warga masyarakat
mematuhi hukum, setidak-tidaknya dapat dikembalikan pada faktor-faktor atau
hal-hal sebagai berikut :
a. Compliance.
b. Identification
Identification “an acceptance of a rule not because of its intrinsic value and
appeal but because of a person‟s desire to maintain membership in a group or
relationship with the agent. The source of power is the attractiveness of the
relation which the persons enjoy with the group or agent, and his conformity with
the rule will be dependent upon the salience of these relationships”.
9
c. Internalization
Kesadaran hukum dan ketaatan hukum sering kita dengar atau kita
membaca pernyataan-pernyataan yang menyampaikan “Kesadaran hukum”
dengan “Ketaatan Hukum” atau “Kepatuhan Hukum”, suatu persepsi keliru.
Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana dijelaskan
bahwa :
10
Hukum adalah kompas ilmu untuk manusia, atau sosial ilmu, karena
merupakan bagian integral dan penting dalam komponen manusia masyarakat
dan budaya. Tidak ada kejadian yang dikenal dari suatu keadaan dalam
pengalaman manusia, di mana masyarakat yang heterogen ada dan budaya
telah, atau sudah bebas dari hukum. Dimanapun dan kapanpun masyarakat dan
budaya yang ditemukan, ada hukum juga ditemukan, menggenangi seluruh
masyarakat sebagai-bagian dari budaya. Seperti komponen lain dari masyarakat
manusia dan budaya, hukum adalah fenomena, rentan terhadap ketakutan
intelektual dengan bantuan dari indra manusia, dan tunduk pada penyelidikan
empiris dan ilmiah deskripsi. Hukum merupakan salah satu bentuk budaya untuk
kendali dan regulasi perilaku manusia, baik individual atau kolektif dalam
penerapannya. Hukum adalah alat utama dari kontrol sosial pada masyarakat
modern serta dalam masyarakat primitif.
11
masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung
terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat
mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang
dikehendaki. Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang
diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi
masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada ketaatan
hukum.
12
Adapun faktor-faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan
pentingnya hukum, menurut Rahardjo Satjipto meliputi 3 hal yaitu :
Bahwa ketaatan hukum itu tidak lepas dari kesadaran hukum, dan
kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan dengan logika yang
sama, maka ketidaksadaran hukum adalah ketidaktaatan hukum.
Ilmu hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan umat
manusia. Ini karena struktur hukum pada dasarnya berbasis kepada kewajiban
dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati, dan peranan
peraturan membentuk karakteristik masyarakat. Di dalam kenyataannya ketaatan
hukum tidak identik dengan ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum adalah
kewajiban, maka apabila tidak dilaksanakan timbul sanksi. Sedangkan pada
ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan maka sanksi-sanksi sosial yang
berlaku pada masyarakat yang menjadi penghakim.
13
yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang.
kesadaran hukum terbentuk dalam tindakan dan karenannya merupakan
persoalan praktik untuk dikaji secara empiris. Dengan kata lain, kesadaran
hukum adalah persoalan hukum sebagai perilaku, dan bukan hukum sebagai
aturan norma atau asas.
Untuk itulah diperlukan sikap positif terhadap nilai ketaatan hukum dalam
bentuk sikap dan perilaku sebagai berikut :
14
n. Berbudaya hukum yang tinggi tidak melakukan pelanggaran hukum
meskipun tidak diawasi oleh aparat hukum sehingga tegaknya hukum di
tengah masyarakat tumbuh secara menyeluruh.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai ketaatan hukum merupakan salah satu dari tiga nilai kebangsaan
yang terkandung di dalam UUD NRI Tahun 1945. Nilai ketaatan hukum dewasa
ini menghadapi masa-masa krusial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Keberhasilan amandemen UUD NRI Tahun 1945 dan aplikasinya
sangat menentukan implementasi Nilai-Nilai ketaatan hukum. Nilai ini berkaitan
langsung dengan penegakkan hukum baik dalam materi hukum, aparatur
penegak hukum, sarana dan prasarana hukum, maupun budaya hukumnya.
Kesadaran hukum Indonesia belum tumbuh dengan baik, seperti adanya
anggapan bahwa kesenjangan antara das sollen (keadaan ideal/normatif) dan
das sein (realitas/implementasi) merupakan hal yang dianggap biasa oleh para
penegak hukum kita saat ini. Masih banyak pelanggaran hukum seperti
kejahatan atau kebatilan berarti kesadaran akan makin banyak terjadinya
”onrecht”.
3.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17