Anda di halaman 1dari 10

1

Nama : Tino Sinaga

NIM : 15.01.1334

Ting/Jur : II-D/Theologia

Mata Kuliah : PAK Ketaketik Dewasa

Dosen : Dr. Setia Ulina Tarigan

PAK dan Iman Orang Dewasa

I. Pendahuluan
Dalam membahas Pendidikan Iman Orang Dewasa, bagaimana kita membangun
Iman orang dewasa diantaranya “Dewasa Awal”, “Dewasa Menengah”, dan Dewasa
Akhir” baik menurut Alkitab ataupun menurut perkembangan Iman mereka. Mereka
meruapakan makhluk ciptaan Tuhan, dan perlu penguasaa diri tentang Iman orang
dewasa ini. Semoga sajian ini menambah wawasan bagi setiap yang membaca.
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Orang Dewasa
Dewasa berasal dari kata latin yaitu adults yang berarti telah tumbuh menjadi
kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang
dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan telah siap
meneria kedudukan dalam masyarakat bersamaan dengan orang dewasa lainnya. Jadi
psikologi perkembangan fase dewasa yaitu salah satu bidang psikolog yang
memfokuskan pembahasannya mengenai perubahan tingkah laku dan proses
perkembangan pada fase dewasa1.
II.2. Pengertian Iman
Secara etimologi Iman (bahasa Yunani: πίστιν– pisti) adalah rasa percaya kepada
Tuhan. Iman sering dimaknai “percaya” (kata sifat) dan tidak jarang juga diartikan
sebagai kepercayaan (kata benda). Iman adalah kepercayaan terhadap kekuasaan suatu
zat yang mengatur alam semesta.2 Iman adalah bagian dari Moral, sebab dalam moral
diatur segala perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari. 3 Kepercayaan

1
M. Djawad Dahlan, Psikologi Perkembangan anak dan remaja. ( Np :Rosda, 2001)
2
http://id.Wikipedia.org/wki/iman, diakses pada tanggal 1 april 2017, pukul 20.32
3
Sarlito W.Sarwono, pisikologi Remaja, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010),109

1
2

menyangkut upaya mental untuk menciptakan, memelihara, dan mentransformasikan


arti.4
II.3. Pengertian Iman Menurut Para Tokoh
1. Arthurpink
Menurut Arthurpink sebagaimana dikutip Wofford, “iman adalah dimana
ketaatan adalah bunga dan buah yang indah yang terjadi jika iman itu telah dinyatakan
dalam kenyataan.”
2. Andrew
Menurut Andrew iman adalah: “Kepastian bahwa apa yang dikatakan Allah itu
benar.  Apabila Allah menyatakan bahwa sesuatu akan terjadi, iman itu bersukacita
walaupun tidak melihat tanda-tanda apapun mengenai hal itu.  Bagi iman semuanya
sama-sama pasti.  Iman selalu hanya menurut pada apa yang telah dikatakan Allah serta
bersandar pada kuasa dan kesetiaanNya untuk menggenapi firmanNya.
3. Thomas H. Groome
Pengertian Iman menurut Thomas H. Groome, “Iman sebagai yang utama,
maksudnya disini adalah iman merupakan inti manusia yang mendasar, disposisi
fundamental dan membentuk segala sesuatu yang datang setelah iman”.5 
4. Ichwei G. Indra
Definisi Iman menurut Ichwei G. Indra, “dalam Ibr. 11:1 ada dua hal tentang
iman, yakni pertama iman adalah ‘dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan. Kedua
iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”.6
Thomas H. Groome, dalam Daniel Nuhamara mengklaim bahwa, iman Kristen
sebagai suatu pengalaman yang nyata mempunyai tiga dimensi yang esensial, yakni:1).
Suatu keyakinan / kepercayaan; 2). Suatu hubungan memercayakan diri; 3).Suatu
kehidupan yang dijalani dalam kasih agape.7
 Iman sebagai kepercayaan (Believing)
Iman Kristen lebih dari sekedar kepercayaan, walaupun demikian harus dikatakan
bahwa iman Kristen mempunyai dimensi kepercayaan apabila ia mendapatkan
perwujudannya dalam kehidupan manusia. Aktivitas dari iman Kristen menghendaki
agar didalamnya ada suatu keyakinan dan percaya tentang kebenaran-kebenaran yang

4
James W.Fowler, Teori Perkembangan Kepercayaan, ( Yogyakarta: Kanisius,1995),20
5
Wofford.  Kepemimpinan yang Mengubahkan, (Yogyakarta:  Andi, 1990),133
6
Ichwei G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993), 10
7
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK,  (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 43

2
3

diakui sebagai esensi dalam iman kristiani. Dimensi iman sebagai kepercayaan tertuju
pada dimensi kognitif.
 Iman sebagai keyakinan (Trusting)
Dimensi iman sebagai keyakinan tertuju pada dimensi afektif yaitu mengambil
mengambil bentuk dalam hubungan memercayakan diri, serta yakin akan Allah yang
pribadi, yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus.
 Iman sebagai tindakan (Doing)
Iman Kristen sebagai suatu respons terhadap kerajaan Allah dalam Yesus Kristus,
harus mencakup pelaksanaan kehendak Allah. Dimensi tindakan ini memperoleh
perwujudan dalam kehidupan yang dijalani dalam kasih agape, yakni mengasahi Allah
dengan jalan mengasihi sesama manusia.
II.4. Pengertian Iman Menurut Alkitab
 Perjanjian Lama
Pengertian iman dalam Perjanjian Lama, yakni: Perkataan “Iman” dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Ibrani “aman” yang dapat diterjemahkan dengan “firmnes”
atau keteguhan, kekokohan dan ketetapan.8
 Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, perkataan yang dipergunakan menerangkan “Iman” atau
“kepercayaan” adalah “pistis” (bahasa Yunani), berasal dari kata Pisteno, yang artinya
“saya percaya” atau “saya mempercayai”.9 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang
kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dasar keyakinan ini
adalah Firman Allah (Ibrani 11:1). Dalam Ibrani 11:1 dikatakan: “Iman adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita
lihat”. Iman mengandung unsur ilahi dan kemanusiaan. Iman adalah karunia Allah dan
juga tindakan manusia. Dasar iman adalah Firman Allah (Roma 4: 20-21). Tujuan iman
adalah iman kepada Yesus Kristus. Iman yang menyelamatkan adalah iman kepada
Yesus Kristus sebagai Juruselamat.10
II.5. Pengertian Pertumbuhan Iman
Pertumbuhan iman adalah suatu proses dimana seseorang sudah menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamatnya (Yohanes 1:12), diberi kuasa jadi anak Allah, lalu
rindu mendengar, menerima dan memahami kebenaran Firman Allah dalam hidupnya
8
https://koreshinfo.blogspot.co.id/2016/02/pertumbuhan-iman-pengertian-pertumbuhan.html Diakses
pada tanggal 2 April 2017; Pukul: 15.00
9
 Xavier Leon-Dufour, Eksiklopedia Perjanjian Baru, (Yogyakarta:  Kansius, 1990),281.
10
Wofford. Kepemimpinan yang Mengubahkan, (Yogyakarta: Andi, 1990),133

3
4

setiap hari (1 Korintus 10:17), selanjutnya di dalam diri orang tersebut, kebenaran
Firman Tuhan mengakar dan bertumbuh hingga dapat menghasilkan buah yang sesuai
dengan kehendak Allah (Matius 3:8). Nacy Poyah mengatakan dalam bukunya bahwa:
“Hidup di dalam iman kepada Kristus bagaikan tunas yang baru, terus bertumbuh dan
berbuah. Bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Allah, sehingga hidup umat
berkenan kepada Allah dalam segala hal dan terus mengarah kepada Kristus (Efesus
4:13-16). Berbuah dalam kesaksian hidup yang baik, untuk memuliakan namaNya
(Yohanes 15:7; Efesus 2:10)”.11
II.6. Dasar Pertumbuhan Iman
Salah satu tema kuat dalam tulisan-tulisan teologis tentang iman, karya H.
Richard Niebuhr dan Paul Tillich berhubungan dengan Iman sebagai suatu cara melihat
dunia. Bagi mereka iman adalah suatu bentuk pengetahuan, suatu penyusunan dunia
dalam terang penyikapan karakter realitas sebagai suatu keseluruhan yang dianggap
sebagai yang menentukan. Iman yang berbeda adalah cara-cara berbeda didalam dunia
yang muncul secara bergantian dari cara-cara yang kontras. Cara berbeda dan cara-cara
yang kontras. Cara berbeda dan cara melihat bersifat timbal-balik yang mana kita
membentuk aksi dan reaksi kita dalam hidup sesuai interprestasi tentang pola-pola yang
lebih luas dari aksi-aksi yang menimpa kita.12
II.7. Cara Menumbuhkan Iman13
1. Berdoa
Martin Luther menyebut doa adalah nafas hidup orang percaya. Dalam doa dapat
menyampaikan pengakuan akan kuasa dan kemuliaan serta kekudusan Tuhan,
pergumulan sebagai orang beriman, dan juga memohon pengampunan dosa kepadaNya.
2. Membaca Firman Tuhan.
Manusia mengenal Allah yang menyatakan diriNya dalam sejarah keselamatan
melalui Firman dan karyaNya. KaryaNya dinyatakan melalui para nabi dan utusannya, dan
dikumpulkan dalam Alkitab. Membaca Alkitab adalah upaya dalam mengenal Allah,
menggali yang kehendak Allah.

11
Nacy Poyah dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), 30
12
James W.Fowler, Teori Perkembangan Kepercayaan, 97-98
13
Kelompok Kerja PAK-PGI, Pendidikan Agama Kristen untuk Kelas 8 SMP,(Jakarta:  BPK Gunung
Mulia, 2006), 41

4
5

3. Beribadah.
Ibadah adalah pengabdian hidup dan pelayanan terhadap Tuhan dan sesama.
Ibadah adalah aktivitas hidup beriman. Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti
kepada Tuhan.
II.8. Tahap Pertumbuhan Iman Secara Umum
1. Iman yang berpengalaman (experience)
Selama percaya dan berdoa, dia memiliki pengalaman yang baru.
2.      Iman yang memiliki kepribadian (personal)
Orang percaya yang dewasa, adalah orang yang menjadi hamba Yesus Kristus
dikuasai olehNya dan kepribadiannya seperti kepribadian Yesus.
3.      Iman Komunitas (community)
Orang beriman tidak hidup sendiri, tetapi hidup serasi dalam kehidupan iman.
4.      Iman yang dimiliki (owned)
Iman yang bisa mengorbankan diri dan menyerahkan diri untuk orang lain.
Kehidupan yang berkoban yang mencapai tahap pelayanan.
5.      Iman Internasional (world)
Orang yang memiliki iman seperti ini adalah orang yang mengkhawatirkan dunia
dengan imannya.

II.9. Tahap Pertumbuhan Iman Dewasa14


1. Dewasa Dini (Dewasa Awal)
 Kepercayaan individual-reflektif:
Pola dasar kepercayaan ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh
pendapat, keyakinan, dan nilai (religius) lama. Pribadi sudah mampu melihat diri sendiri
dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa
dia sendirilah yang memikul tanggung jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya
hidup yang membuka jalan baginya untuk meningkatkan diri dengan cara menunjukan
kesetiaan pada seluruh hubungan dan panggilan tugas. Pada tahap ini juga Kesadaran diri
sudah cukup tinggi, Memiliki sistem dan konsep berpikir yang jelas, Memeriksa kembali
imannya secara kritis, Iman ditata ulang lagi, sehingga hasilnya menjadi iman yang
individu.

Tahap “demitologisasi” kisah suci yang memuat perkembangan ganda: (1)


identitas diri yang lebih otonom, tidak ditentukan oleh penilaian dan evaluasi orang lain
14
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius), 1995:39

5
6

dan (2) pandangan-dunia yang menentukan kerangka makna tertentu yang terbedakan
dari kerangka makna orang lain. Kekuatan fase ini: mulai ada kapasitas refleksi kritis
mengenai identitas dan ideologi. Orang sungguh memiliki imannya yang personal; orang
mulai terhubung kembali dengan Gereja. Bahaya fase ini: kekuatan tadi bisa eksesif
menjadi terlalu PD, narsis dan ideologis. Yang mendorongtransisi ke tahap berikutnya:
orang mulai memperhatikan hal-hal yang tampak seperti anarki dan suara-suara batin
yang mengusik. Kisah, simbol, mitos dan paradoks dalam tradisinya atau tradisi lain bisa
juga menantang ‘kerapian’ iman yang dimiliki sebelumnya.

2. Dewasa Madya (Dewasa Tengah)


 Kepercayaan konjungtif:
Pada tahap ini semua yang diupayakan di bawah kuasa kesadaran dan
pengontrolan rasio pada tahap sebelumnya, kini ditinjau kembali. Batas-batas “sistem
pandangan hidup dan identitas diri yang jelas, kaku, dan tertutup, kini menjadi lentur”.
Tahap ini ditandai oleh suatu keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas,
ketegangan, paradoks, dan ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya.
Kebenaran hanya akan terwujud apabila paradoks dan sebagainya itu diakui dan
diungkap dalam bentuk pemikiran dialektis. Orang mencari berbagai cara dan daya untuk
mempersatukan pertentangan-pertentangan yang terdapat di dalam pikiran dan
pengalamannya, karena sadar bahwa manusia membuka sebuah tafsiran majemuk
terhadap kenyataan multidimensional. Pada tahap ini orang melihat kompleksitas
kebenaran dan sekaligus punya komitmen pada tradisi yang dihidupinya. Orang mampu
mendamaikan paradoks atau kontradiksi dalam pikiran dan pengalaman. Ada orientasi
dan komitmen pada keadilan yang terbebaskan dari ikatan suku, khas, agama atau
bangsa. Ada pengakuan bahwa orang lain pun mungkin menemukan makna dan identitas
dengan cara yang berbeda dari dirinya. Kekuatan fase ini: muncul kekuatan imajinasi
yang ironis, yaitu kemampuan untuk memahami makna terdalam sekaligus mengakui
bahwa sifatnya parsial, relatif dan bahkan bisa mendistorsi kenyataan
transenden. Bahaya fase ini: karena pemahamanan paradoksal dari kebenaran itu, orang
bisa pasif bahkan lumpuh atau menarik diri secara sinis dari kebenaran. Yang
mendorong transisi ke tahap berikutnya: dorongan untuk mengaktualisasikan
inklusivisme keselamatan secara radikal.

Pada Tahap ini juga orang dewasa Sadar akan batas akal, Ia melihat bahwa di
dunia ini ada hal yang paradoks. Muncul macam-macam pandangan, sehingga ia berpikir

6
7

“benar itu apa?” Benar adalah dapat didapatkan dimana-mana. Orang yang benar/iman
yang benar adalah iman yang memiliki toleransi atau muncul pemahaman atau
membentuk pemahaman keyakinannya yang baru.

3. Usia Lanjut (Masa Tua)


 Kepercayaan universalitas:
Pada tahap ini pribadi melampaui tingkatan paradoks dan polaritas, karena gaya
hidupnya langsung berakar pada kesatuan yang ultim, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan
keterlibatan yang terdalam. Identifikasi dan partisipasi dengan yang ultim (Yang Satu
dan Tunggal) sebagai dasar dan sumber segala yang hidup menjadi mungkin, karena
pribadi berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah
pusat, titik acuan, dan tolak ukur kehidupan yang mutlak. Dia melampaui keterikatan
pada pusat-pusat nilai dan kekuasaan yang terbatas dan relatif, serta memperoleh
semangat hidup dan penyerahan diri total dan rasa bersatu dengan realitas Transenden
yang Satu dan Tunggal...Visi tanggung jawab universal mendorongnya untuk
membaktikan seluruh diri penuh cinta kasih dalam berbagai macam keterlibatan etis dan
kreatif, misalnya tekad untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan, mengatasi segala
macam penindasan dan situasi yang kurang berperikemanusiaan, membongkar
pandangan picik dan akuistik, serta ide dan idola palsu yang biasanya dianut oleh
masyarakat luas. Jarang sekali orang sampai pada tahap ini. Pada tahap ini, orang
menjadi inkarnator dan aktualisator roh komunitas manusiawi yang inklusif. Roh ini
menular dalam arti membuat wilayah bebas dari sekat sosial-politik-ekonomi-
ideologi. Universalizer (orang yang menghidupi roh yang menguniversal tadi) biasanya
dialami sebagai orang yang subversif terhadap struktur (agama misalnya).
Banyak universalizer  mati di tangan mereka yang tak suka pada perubahan yang
dilihatnya; seringkali mereka itu dihargai setelah kematiannya lebih daripada saat mereka
masih hidup: Gandhi, Martin Luther King.

II.10. Faktor Penghambat Pertumbuhan Iman Orang Dewasa


 Dosa

7
8

Menurut Charles Ryrie, defenisi dosa tidak mencapai sasaran, kebejatan,


pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang tidak benar, penyimpangan terhadap
hukum dan kesenjangan meninggalkan jalan yang benar.15
 Tidak memiliki persekutuan dengan Tuhan
 Tidak percaya kepada Firman Allah.
 Hidup dalam daging
Orang Kristen duniawi mengikuti keinginan daging (Gal.5:19-21). Menurut
Charles Ryrie cara orang Kristen duniawi merusak empat hal dalam hidup orang percaya,
yaitu: 1). Persekutuan; 2). Sukacita; 3). Cara hidup; 4).Dosa-dosa mengakibatkan
kurangnya kepercayaan dalam doa.16
II.11. Peranan Pak dalam Pertumbuhan Iman Orang Dewasa
1. Dewasa Awal/Muda
Pada masa ini disebut masa remaja atau masa muda awal. Dewasa itu sudah
mempunyai kesadaran tinggi yang tinggi dan memiliki konsep berpikir yang jelas.
Remaja berusaha mengkoreksi imannya dan mentata ulang kembali. Tugas seorang
pendeta pada masa ini ialah mengawasi proses ini, memberi pengarahan, membantu
mengontrol imannya, sehingga si anak muda menjadi individu yang beriman teguh.
2. Dewasa Madya/Tengah
Pada tahap ini orang menyadari akan batas akal. Muncul bermacam pandangan-
pandangan terhadap iman. Pendeta bertugas meluruskan pandangan-pandangan tersebut,
agar pandangan tersebut tidak menyimpang dari Alkitab. Inti iman orang Kristen
ditekankan dalam hidup orang tersebut, agar pandangan-pandangan baru tidak
menggoyahkan iman orang tersebut.
3. Masa Tua/Lanjut Usia
Pada Tahap ini orang hidup berdasarkan prinsip kasih dan keadilan. Ini
merupakan buah iman orang yang bersangkutan. Pola hidup ini perlu ditekankan dan
dipertahankan dalam prinsip hidup. Pendeta bertugas men17untun orang tersebut agar
mau membagi imannya kepada orang lain, dengan mengajar dan membimbing orang lain
pula, sehingga buah iman orang tersebut benar-benar nampak dalam hidupnya.
III. Kesimpulan

15
Charles Ryrie, Teologia Dasar, (Yogyakarta: Andi, 1993), 28
16
Ibid, 134
17

8
9

Dari pemaparan diatas dapat saya simpulkan bahwa dewasa adalah dikatakan
dalam perkembangan Iman mereka, baik moral, dan Etika mereka sebagai makhluk
ciptaan Tuhan atau dengan kata lain individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya
dan telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersamaan dengan orang dewasa
lainnya. Orang dewasa dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu dewasa awal, madya dan
usia lanjut. Sedangkan Iman sering dimaknai “percaya” (kata sifat) dan tidak jarang juga
diartikan sebagai kepercayaan (kata benda). Iman adalah kepercayaan terhadap
kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta. Dan Pertumbuhan iman adalah suatu
proses dimana seseorang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya
(Yohanes 1:12), diberi kuasa jadi anak Allah, lalu rindu mendengar, menerima dan
memahami kebenaran Firman Allah dalam hidupnya setiap hari (1 Korintus 10:17),
selanjutnya di dalam diri orang tersebut, kebenaran Firman Tuhan mengakar dan
bertumbuh hingga dapat menghasilkan buah yang sesuai dengan kehendak Allah (Matius
3:8). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan iman yaitu dengan
berdoa, membaca firman dan beribadah. Tahap perkembangan orang dewasa terdiri dari
Kepercayaan individual-reflektif, Kepercayaan konjungtif, Kepercayaan universalitas.
Dan dalam menumbuhkan iman orang dewasa itu ada beberapa faktor yang menghambat
pertumbuhan tersebut, yaitu Dosa, Tidak memiliki persekutuan dengan Tuhan, Tidak
percaya kepada Firman Allah, Hidup dalam daging. Disinilah mencerminkan sikap orang
dewasa harus mempertumbuhkan Iman mereka.
IV. Daftar Pustaka
A. Sumber Buku:
Djawad Dahlan M, Psikologi Perkembangan anak dan remaja. Np :Rosda, 2001.
G. Indra Ichwei, Dinamika Iman, Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993.
Hidayati Wiji, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Teras, 2014.
Kelompok Kerja PAK-PGI, Pendidikan Agama Kristen untuk Kelas 8 SMP,
Jakarta:  BPK Gunung Mulia, 2006.
Leon-Dufour Xavier, Eksiklopedia Perjanjian Baru, Yogyakarta:  Kansius, 1990.
Nuhamara Daniel, Pembimbing PAK,   Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
Poyah Nacy dan Simanjuntak Bentty, Bahan PA Mengenai Allah, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004.
Ryrie Charles, Teologia Dasar, Yogyakarta: Andi, 1993.
Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta: Kanisius 1995.

9
10

W. Fowler James, Teori Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta:


Kanisius,1995.
W. Sarwono Sarlito, pisikologi Remaja, Jakarta:Rajawali Pers, 2010.
Wofford,  Kepemimpinan yang Mengubahkan, Yogyakarta:  Andi, 1990.

B. Sumber Lain:
http://id.Wikipedia.org/wki/iman, diakses pada tanggal 1 april 2017, pukul 20.32
https://koreshinfo.blogspot.co.id/2016/02/pertumbuhan-iman-pengertian-
pertumbuhan.html Diakses pada tanggal 2 April 2017; Pukul: 15.00

10

Anda mungkin juga menyukai