Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AGAMA

“IMAN DAN KETAQWAAN SEORANG PERAWAT”

DISUSUN OLEH:
CENDRA MUHARRAMAH

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI


TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bangkinang, September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................6
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................................7
A. Pengertian Iman dan Taqwa.......................................................................................................7
B. Tanda-Tanda Orang Beriman..................................................................................................10
C. Keimanan dan Ketaqwaan Seorang Muslim...........................................................................11
D. Implementasi Keimanan dan Ketaqwaan Seorang Perawat..................................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................................................17
B. Saran...........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu
pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini
sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud
pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering
lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah
untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama
membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup
manusia (ibadah).
Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim.
Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda
dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman
seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan
iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang,
jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang
menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah “percaya”, maka
taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.
Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi
tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan
segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang
mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah
hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai
identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama
dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia
dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup,
sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi dari
keimanannya.
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang
aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim
yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi
segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah
bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan
cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan
dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri
kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti
ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan
beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman
seseorang. Olah karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai
pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat
digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi
taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk
normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan
beberapa faktor, diantaranya yang pertama muslim yang bersangkutan belum paham
betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai, dan
yang kedua ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai
merilis sikap taqwa, kemudian yang ketiga kondisi sosial dimana dia hidup tidak
mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa, seperti saat sekarang kehidupan
yang serba bisa dan cenderung serba boleh. Oleh karenanya setiap individu muslim harus
paham pos – pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan
utama adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti
mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan atau pendengaran yang
ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota
tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa, jika penglihatan
atau pendengaran tersebut bersifat negatif dalam arti sesuatu yang dilarang agama maka
akan membuat hati menjadi kotor, jika hati sudah kotor maka pikiran (akal) juga ikut
kotor, dan ini berakibat pada aktualisasi kehidupan nyata, dan jika prilaku, pikiran dan
hati sudah kotor tentu akan sulit mencapai sikap taqwa. Oleh karenanya dalam situasi
yang serba bisa dan sangat plural ini dirasa perlu menjaga pandangan (dalam arti mata
dan telinga) dari hal – hal yang dilarang agama sebagai cara awal dan utama dalam
mendidik diri menjadi muslim yang bertaqwa. Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan
perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, menjadikan seorang muslim memiliki
kesempatan besar dalam memperoleh taqwa. Karena taqwa adalah sebaik–baik bekal
yang harus kita peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana dan pasti hancur
ini, untuk dibawa kepada kehidupan akhirat yang kekal dan pasti adanya. Adanya
kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya
kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus digapai
dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah
dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih
diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena
arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam
tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih”,
menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Iman dan Taqwa?
2. Siapa yang harus beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT?
3. Mengapa seorang muslim harus beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT?
4. Kapan dan dimana seorang muslim harus beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT?
5. Bagaimana implementasi iman dan taqwa seorang perawat?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian iman dan taqwa
2. Mengetahui siapa yang harus beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
3. Mengetahui mengapa seorang muslim harus beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT
4. Mengetahui kapan dan dimana seorang muslim harus beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT
5. Menjelaskan implementasi iman dan taqwa seorang perawat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman dan Taqwa


Pengertian Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Adapun menurut
istilah syari’at yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan
membuktikannya dalam amal perbuatan yang terdiri dari tujuh puluh tiga hingga tujuh
puluh sembilan cabang. Yang tertinggi adalah ucapan dan yang terendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan yang menggangu orang yang sedang berjalan,
baik berupa batu, duri, barang bekas, sampah, dan sesuatu yang berbau tak sedap atau
semisalnya. Iman merupakan perpaduan antara aqidah dengan syariah atau perpaduan
keyakinan dan amal dan perbuatan,tetapi jika tidak melaksanakan ketentuan Allah dan
rasulnya maka orang itu belum bias dikatakan beriman.
Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, ”Iman lebih dari tujuh puluh
atau enam puluh cabang, paling utamanya perkataan dan yang paling rendahnya
menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu merupakan cabang dari keimanan.”
(Riwayat Muslim: 35, Abu Dawud: 4676, Tirmidzi: 2614). Adapun cakupan dan
jenisnya, keimanan mencakup seluruh bentuk amal kebaikan yang kurang lebih ada
tujuh puluh tiga cabang. Karena itu Allah menggolongkan dan menyebut ibadah
shalat dengan sebutan iman dalam firmanNya, ”Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu” (QS. Al-Baqarah:143). Para ahli tafsir menyatakan, yang dimaksud
’imanmu’ adalah shalatmu tatkala engkau menghadap ke arah baitul maqdis, karena
sebelum turun perintah shalat menghadap ke Baitullah (Ka’bah) para sahabat
mengahadap ke Baitul Maqdis.
Iman kepada Allah adalah mempercayai bahwa Dia itu maujud (ada) yang
disifati dengan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan, yang suci dari sifat-sifat
kekurangan. Dia Maha Esa, Mahabenar, Tempat bergantung para makhluk, tunggal
(tidak ada yang setara dengan Dia), Pencipta segala makhluk, Yang melakukan segala
yang dikehendakiNya, dan mengerjakan dalam kerajaanNya apa yang
dikehendakiNya. Beriman kepada Allah juga bisa diartikan, berikrar dengan macam-
macam tauhid yang tiga serta beri’tiqad (berkeyakinan) dan beramal dengannya yaitu
tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid al-asma’ wa ash-shifaat.
Iman kepada Allah mengandung empat unsur:
1. Beriman akan adanya Allah. Mengimani adanya Allah ini bisa dibuktikan dengan:
a. Bahwa manusia mempunyai fitrah mengimani adanya Tuhan
Tanpa harus di dahului dengan berfikir dan sebelumnya. Fitrah ini tidak akan
berubah kecuali ada sesuatu pengaruh lain yang mengubah hatinya. Nabi
Shallahu’alaihi wa sallam bersabda:”Apakah mereka diciptakan tanpa
sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS.
Ath-Thur: 35). Maksudnya, tidak mungkin mereka tercipta tanpa ada yang
menciptakan dan tidak mungkin mereka mampu menciptakan dirinya sendiri.
Berarti mereka pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah yang maha suci.
b. Adannya kitab-kitab samawi
Yang membicarakan tentang adanya Allah. Demikian pula hukum serta aturan
dalam kitab-kitab tersebut yang mengatur kehidupan demi kemaslahatan
manusia menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa
c. Adanya orang-orang yang dikabulkan do’anya.
Ditolongnya orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, ini menjadi bukti-
bukti kuat adanya Allah.
d. Adanya tanda-tanda kenabian seorang utusan yang disebut mukjizat
Suatu bukti kuat adanya Dzat yang mengutus mereka yang tidak lain Dia
adalah Allah Azza wa Jalla. Firman Allah, ”Lalu kami wahyukan kepada
Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu
dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar” (QS. Asy-Syu’ara’:
63).
Pengertian taqwa secara dasar adalah Menjalankan perintah, dan
menjauhi larangan. Kepada siapa? maka dilanjukan dengan kalimat Taqwallah
yaitu taqwa kepada Allah SWT. Taqwa = Terdiri dari 3 Huruf :
Ta = Tawadhu’ artinya sikap rendah dirii (hati), patuh, taat baik kepada aturan
Allah SWT, maupun kepada sesama muslim jangan menyombongkan diri. Qof
= Qona’ah artinya Sikap menerima apa adanya (ikhlas), dalam semua aspek,
baik ketika mendapat rahmat atau ujian, barokah atau musibah, kebahagiaan
atau teguran dari Allah SWT, harus di syukuri dengan hati yang lapang dada.
Wau = Wara’ artinya Sikap menjaga hati / diri (Introspeksi), ketika menemui
hal yang bersifat subhat (tidak jelas hukum-nya) atau yang bersifat haram
(yang dilarang) oleh Allah SWT. beberapa ulama mendifinisikan dengan :
Taqwa = dari kata = waqa-yaqi-wiqayah = memelihara yang artinya
memelihara iman agar terhindar dari hal-hal yang dibenci dan dilarang oleh
Allah SWT. Taqwa = Takut yang artinya takut akan murka da adzab allah
SWT. Taqwa = Menghindar yang artinya menjauh dari segala keburukan dan
kejelekan dari sifat syetan. Taqwa = Sadar yang artinya menyadari bahwa diri
kita makhluk ciptaan Allah sehingga apapun bentuk perintah-nya harus di
taati, dan jangan sekali-kali menutup mata akan hal ini. “Hai Orang-orang
beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dengan sebenar-benar taqwa, dan
janganlah kalian mati, melainkan dalam keadaan beragama islam.” (Al-Imron)
: Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyebut ada 5 langkah yang dapat dilakukan
untuk mencapai taqwa, yaitu ;
a) Mu’ahadah
Mu’ahadah berarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah swt., bahawa
dia akan selalu beribadah kepada Allah swt. Seperti merenungkan
sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari semalam dia membaca ayat surat
Al Fatihah : 5 “Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada
Engkau kami mohon pertolongan”
b) Muraqabah
Muraqabah berarti merasakan kebersamaan dengan Allah swt. dengan
selalu menyedari bahawa Allah swt selalu bersama para makhluk-Nya
dimana saja dan pada waktu apa sahaja.
c) Muhasabah
Muhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran surat Al Hasyr:
18, “Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan
hendaklah merenungkan setiap diri, apalah yang telah diperbuatnya untuk
hari esok. Dan takwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah itu Maha
Mengetahui apa jua pun yang kamu kerjakan” Ini bermakna hendaklah
seorang mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan amal
perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan redha. Allah? Atau
apakah amalnya dicampuri sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak
Allah dan hak-hak manusia.
d) Mu’aqabah
Mu’aqabah ialah memberikan hukuman atau denda terhadap diri apabila
melakukan kesilapan ataupun kekurangan dalam amalan.
e) Mujahadah
Makna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ankabut ayat
69 adalah apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta
dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang
lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan
amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya.
B. Tanda-Tanda Orang Beriman
Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah
tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka
bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2).
2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah,
diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut
Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52,
Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun: 13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-
Anfal:3dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk
waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun: 4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara
yang kaya dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-
Mukminun: 3, 5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang
berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min
tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta
benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
C. Keimanan dan Ketaqwaan Seorang Muslim
1. Siapa yang harus beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT?
Sesorang dikatkan muslim jika ia telah beriman kepadAllah, malikat Allah, kitab
Allah, rosul allah, hari kiamat, serta qodho dan qodarnya Allah.
2. Mengapa seorang muslim harus beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT?
a. Untuk Beribadah Kepada Allah SWT
Karena tujuan utama diciptakanya manusia tidak lain adalah untuk beribadah
kepada Allah SWT . sebagaimana firman Allah SWT dalam al Qur’an
“Tidaklah kami ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepadaku”. Jadi tujuan utama manusia beriman adalah untuk beribadah kepada
Allah SWT karena dengan Iman yang tulus dan ikhlas manusia dapat
beribadah kepada Allah karena beribadah kepada Allah SWT adalah kodrat
yang telah dibawah manusia sejak lahir dalam hal ini sama halnya dengan
HAM ( Hak asasi manusia ) sebagaimana yang kita pelajari dalam pendidikan
Pancasila. Karena hanya dengan beribadah kepada Allah SWT lah manusia
dapat memperoleh ketenangan jiwa dan menemukan hakekat manusia
diciptakan oleh Allah SWT.
b. Untuk Memperoleh ketenangan Jiwa
Untuk memperoleh ketenangan jiwa, adalah salah satu alasan mengapa
manusia harus beriman karena hanya denagan iman dalam hatilah yang
menghubungkan manusia dengan tuhannya, tidak aka nada manusia yang
mendapat ketenangan hidup sejati selama masih tidak ada iman dalam hatinya,
ini ibarat bagi seorang muslim yang beriman dan selalu mengerjakan shalat
kemudian suatu waktu karena alasan yang memang masuk akal dan sangat
mendesak sehingga dia tidak shalat maka akan timbul rasa menyesal kepada
orang tersebut, dari sini kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa orang
yang beriman atau memiliki sedikit iman saja merasa tidak tenang atau
nyaman karena tidak melaksanakan kewajibannya apalagi dengan orang yang
sama sekali tidak ada iman dalam hatinya, hidupnya akan berantakan
walaupun ada yang manusia yang hidupnya teratur tapi tidak punya iman,
yakinlah bahwa ketenangan yang diperolehnya adalah ketenangan semu
karena di balik kalbunya ada ruang kosong yang selalu merasakan kekurangan
dan ketidaknyamanan karena ruang ini rindu akan iman kepada Allah selaku
penciptanya.
c. Untuk Mendapat Ridho Allah SWT
Untuk mendapat Ridho Allah SWT adalah satu alasan umum mengapa
manusia harus beriman karena ridho Allah itu hanya untuk orang-orang yang
di hatinya masih ada iman walaupun itu hanya seberat Zahra, karena Allah
telah menjamin nikmat yang luar biasa bagi orang-orang yang beriman, Allah
telah menjanjikan surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai sebagai
nikmat Allah bagi orang yang beriman, karena sudah sangat jelas bahwa Allah
memberikan derajat lebih bagi orang-orang yang beriman, sehingga alas an
untuk mendapat ridho Allah sehingga manusia beriman adalah sangat tepat.
d. Untuk Menghindari Fitnah Akhir Zaman
Alasan berikutnya kenapa manusia harus beriman adalah untuk menghindari
fitnah akhir zaman yang akan menimpah diri setiap umat di dunia utamanya
umat islam, karena pada akhir zaman seorang yang merasa dirinya memiliki
iman yang kuat saja akan terkena efek samping dari fitnah ini apalagi mereka
yang sama sekali tidak memilki iman, mereka adalah sasaran empuk dari
fitnah akhir zaman ini, karena bukankah orang yang celaka itu adalah orang
yang tidak memiliki keimanan dalam hatinya atau tidak mengusahakan
keimanan sedang hewan melata yang dapat berbicara denagn manusia telah
muncul dari perut bumi, maka tidaklah berguna lagi apa yang mereka
usahakan dan tidaklah berfaedah lagi bagi mereka, karena pada masa itu ada
orang yang paginya beriman sedang sore telah menjadi kafir karena
dahsyatnya fitnah akhir zaman itu sehingga manusia pada masa itu bterbagi
menjadi dua kelomp-ok yaitu manusia yang memiliki keimanan yang tidak
tercampur dengan kemunafikan dan kelompok manusia yang munafik tanpa
keimanan dalam hatinya.
3. Kapan dan Dimana seorang muslim harus beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT?
Dalam kehidupan sekarang yang serba modern, telah banyak menimbulkan
kekacauan-kekacauan. Hal ini tidak lain disebabkan karena berkurangnya tingkat
keimanan dan ketaqwaan manusia terhadap Allah SWT. Sangat banyak kejadian
dan peristiwa yang disebabkan karena semakin menipisnya iman dan taqwa di
masa kini. Sebagai seorang muslim, marilah kita untuk selalu dan terus
meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah SWT sampai kapanpun dan
dimanapun, dengan mengerjakan segal yang diperintahkan-Nya dan menjauhi
semua larangan-Nya.
D. Implementasi Keimanan dan Ketaqwaan Seorang Perawat
1. Satukan Tiang Iman Dengan Konsep Keperawatan Islami.
Inilah sebenarnya landasan dalam bekerja bagi setiap profesi yang ingin
mencantumkan label Islami di dalamnya. Islami bukanlah sebuah label kosong
tetapi lebih dari itu kata Islami adalah merupakan bentuk komitment dan
keberanian hati untuk berusaha merubah pandangan hidup kita dalam bertindak.
Jangan pernah mencabut kembali keberanian itu dalam langkah kita, justru dengan
label itulah kita mulai menilai diri kita dengan seadil-adilnya. Berbicara tentang
kejujuran sebuah penilaian sebenarnya bukanlah orang lain yang pantas
menilainya, tetapi diri kitalah yang paling mengetahui siapa diri kita yang
sebenarnya dengan sejujur-jujurnya.
Dirikanlah tiang Iman dalam pelayanan keperawatan di dalam hati kita dengan
meyakini bahwa Allah itu ada dan melihat apa yang kita kerjakan, Allah
mendengar apa yang kita katakan dan Allah mengetahui apa yang kita
sembunyikan dalam hati kita, kita tidak bisa menipu Allah karena Allah dekat
dengan kita bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. Yakinlah bahwa Allah
menciptakan malaikat-Nya dan diantara mereka ada yang selalu menemani kita
mencatat setiap kebaikan dan keburukan yang kita kerjakan di dunia ini, mencatat
kedzaliman yang kita lakukan kepada pasien, mencatat kekotoran perbuatan kita
kepada pasien dan mencatat setiap kejahatan kita kepada siapapun untuk dapat
kita pertanggungjawabkan dalam pengadilan-Nya yang maha cermat. Pengadilan
dimana mulut tidak dapat berbicara dan semua anggota tubuh kita menjadi saksi
atas apa yang telah kita lakukan di dalam hidup kita.
Kita tidak dapat menyalahkan Allah atas kesalahan kita dalam menyikapi
hidup. Allah membuat peraturan kehidupan ini secara utuh dan universal untuk
diterapkan dimanapun dan oleh profesi apapun dalam pandangan manusia. Kita
tidak bisa mengatakan bahwa Islam tidak mengatur bagaimana caranya untuk
memberikan pelayanan keperawatan bagi orang yang sakit, semua aturannya
terangkai begitu indah dalam sebuah bukti yang otentik dari apa yang harus kita
yakini kebenarannya. itulah Al-Quran yang seharusnya dapat meyakinkan kita
bahwa Allah telah memahami apa yang kita butuhkan dalam hidup ini dalam
bentuk panduan yang tertulis karena manusia sering memiliki sifat lupa, lalai dan
ceroboh. Jangan pernah mengatakan Allah tidak memberikan panduan hidup bagi
kita, karena semua itu tidak akan dapat diterima di pengadilan sempurna kelak.
Ketika kita telah meyakini kebenaran Al-Quran, seharusnya kita telah
mampu menjalankan fitrah hidup ini sebaik-baiknya, tetapi Allah tahu bahwa
manusia itu adalah mahluk yang lemah, bodoh dan sering tidak mengetahui apa
yang seharusnya dia lakukan dalam hidupnya agar sesuai dengan panduan dalam
Al Quran sebagai pedoman hidupnya maka Allah telah menjadikan Rasull-Nya
dari golongan manusia bahwa sebenarnya ada manusia yang mampu menjalankan
ahlak Al Quran secara kaffah, perjalanan kehidupannya, sikap dan tingkah
lakunya adalah cerminan Al Quran yang tiada cela. Rasul adalah manusia seperti
kita, mereka sakit, mereka sedih, mereka bahagia, dan mereka terluka seperti kita
dan Nabi Muhammad SAW adalah junjungan kita agar hidupnya dapat kita
jadikan contoh dan tauladan dalam setiap sisi kehidupan kita. Ketika kita hendak
melayani pasien, layanilah pasien sebagaimana Muhammad SAW melayani orang
yang sakit ketika hidupnya, ketika kita menerima cercaan dari pasien terimalah
cercaan itu dengan keikhlasan sebagaimana Muhammad SAW pernah
menerimanya dari orang yang tidak memahami siapa dirinya. Kita dan Rasul kita
adalah manusia dan Allah tahu semua itu, sehingga tidak ada lagi alasan bahwa
ahlaq Alqur’an tidak dapat dilaksanakan oleh seorang manusia di pengadilan
sempurna nanti. Muhammad SAW bukanlah seorang perawat, tetapi jika pasien
bisa memilih, Muhammad memiliki jiwa yang melebihi jiwa seorang perawat,
Jiwa peduli, jiwa pembela, jiwa pendidik, jiwa pemimpin, jiwa negosiator, jiwa
inovator jiwa sempurna yang melebihi jiwa perawat terbaik di muka bumi ini.
Setelah empat tiang iman itu berdiri, itu belum cukup, kokohkanlah empat
tiang iman itu dengan tiang kelima, yaitu keyakinan bahwa kita akan menemukan
hari akhir, hari dimana kehidupan dunia ini akan terhenti, hari dimana segala
kepalsuan, kemunafikan, dan segala kekurangan dalam sandiwara hidup ini akan
terhenti. Itulah hari Kiamat, dimana semua manusia tidak perduli suku, ras agama
ataupun antar golongan, umat terakhir maupun umat terdahulu, semuanya akan
dibangkitkan oleh Allah dalam sekejap. Semua akan dimintai
pertanggungjawaban atas segala amal dan perbuatannya selama hidupnya di
dunia. Akan ada pengadilan maha sempurna yang Allah sediakan untuk kita,
dimana tidak ada kepalsuan di dalamnya, dimana tidak ada kepiawaian logika
dalam memutar balikan fakta, dimana tidak ada keahlian lidah dalam merangkai
kebohongan, dimana mulut terkunci dan semua anggota tubuh kita menjadi saksi.
saksi yang jujur dan berbicara apa adanya, disitulah kita akan menemukan
jawaban apakah ujung dari kehidupan kita berakhir dengan penyesalan tiada
berujung dan penderitaan abadi, ataukah berakhir dengan kebahagiaan yang tiada
tara serta kenikmatan abadi. Dengan meyakini ini maka seorang perawat dalam
memberikan pelayanannya kepada pasien akan mengerti bahwa peran hidupnya
telah Allah tetapkan untuk berperan sebagai seorang perawat yang dengan segala
kesusahan, kelemahan dan kesedihannya sebagai seorang manusia tentulah semua
itu pasti akan berakhir, dan semuanya akan berlomba untuk mengakhirinya
dengan kebahagiaan yang tiada tara dan kenikmatan abadi bersama keridhoan
Allah Dzat yang memiliki jiwanya. Semua perawat akan berlomba-lomba
menjadikan penderitaan pasien, kesedihan pasien, kesusahan pasien mejadi ladang
amalnya dengan memberikan arti penting kelembutan dan kasih sayang seorang
perawat kepadanya untuk memaknai hidup di dunia yang mungkin terlalu singkat
ini. Dan demi masa waktu tidak akan pernah kembali, semua orang akan
mengalami kerugian dengan apa yang dia lakukan dari jatah waktu untuk hidup di
dunia yang telah Allah berikan kepadanya. kecuali orang-orang yang beriman dan
beramal sholeh….kehadiran pasien adalah ladang yang paling baik untuk
mengokohkan tiang iman bagi seorang perawat.
Dan itulah lima tiang Iman itu berdiri dengan kokoh di dalam hidup kita,
untuk kita sempurnakan dengan tiang yang terakhir yaitu tiang yang ke enam,
tiang yang harus meyakini bahwa Allah telah mengatur segala kehidupan ini
dengan begitu cermatnya sehingga sehelai daun jatuhpun Allah telah menetapkan-
Nya. Tiada lagi kesedihan bagi seorang perawat dalam menghadapi kehidupannya,
didalam kesusahan, kesedihan, duka dan luka yang paling hebatpun dia tidak akan
pernah kehilangan kebahagiaan yang begitu banyaknya telah Allah berikan
kepadanya. Hatinya selalu tahu kemana mencari arah jalan menuju kebahagiaan,
kapanpun dimanapun dan dalam kondisi apapun. Itu semua terjadi karena dia
yakin dengan Qodo dan Qodar manusia, dimana banyak hal yang menurut
manusia buruk padahal sebenarnya baik menurut Allah, dan banyak hal yang
menurut manusia baik padahal buruk menurut Allah. Dia akan selalu tahu
bagaimana berbaik sangka kepad Allah. Dia sadar bahwa Allah menyayanginya,
dan menginginkannya kembali kepada-Nya dalam kesucian untuk menjemput
kebahagiaan abadi.
Enam tiang iman telah berdiri kokoh dan sempurna, marilah kita jaga agar
semua itu tetap kokoh dalam diri kita, diri seorang perawat, diri yang setiap hari
selalu dekat dengan kematian, diri yang setiap hari Allah pertontonkan betapa
lemahnya mahluk yang bernama manusia itu, diri yang sering mendampingi
berbagai macam tabiat pasien dalam menjemput kematiannya, diri yang selalu
Allah berikan gambaran betapa hidup ini hanyalah persinggahan belaka. Andai
enam tiang iman itu telah berdiri kokoh di hati kita…..percayalah pelayanan
keperawatan yang kita berikan kepada pasien tidak akan pernah
mengecewakannya, karena itulah sebenar-benarnya landasan dari pelayanan
keperawatan yang Islami itu.
2. Munculkan Karakter Islami Keperawatan dengan menegakan tiang Islam
dengan konsekuen.
Setelah kita memahami dan mendirikan tiang Iman di dalam hati kita, maka
wujud nyata dari berdirinya tiang iman itu akan tampak dari berdirinya pula tiang
Islam sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan darinya.
Tiang islam yang pertama adalah mengucapkan kesaksian keimanan kita
kepada Allah dengan berkomitmen melalui simbol keimanan yang disebut
dengan syahadat ” Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad utusan Allah” , seorang perawat yang memiliki komitmen
kuat dengan tiang Islam yang pertama ini akan memiliki integritas, merdeka dan
tidak merasa rendah diri. Tidak akan ada hal yang akan menghalangi ketulusan
dan keihlasan perawat tersebut dalam memberikan pelayanan kepada pasien selain
nilai-nilai taqwa kepada Tuhan-Nya. Allah-lah yang selalu menjadi tujuan
hidupnya, bukan lagi uang meskipun dia membutuhkannya untuk
menyempurnakan ibadahnya di dunia, bukan lagi jabatan meskipun dia
membutuhkan kekuatan untuk menunjukan kebesaran pandangan-pandangan
Islam di mata manusia, bukan lagi penghargaan dari manusia meskipun dirinya
tidak rela hidupnya penuh dengan kehinaan. Perawat yang memiliki komitmen
ini akan mengetahui bagaimana caranya menempatkan dirinya tanpa harus
merusak system pelayanan yang harus dia jalani. Pilihannya selalu jelas, ketika
dia ikhlas dalam memberikan pelayanan maka Allah akan ridho dan ketika dia
tidak ikhlas dalam memberikan pelayanan maka Allah tidak akan ridho, sehingga
dia akan selalu mencari dan berusaha menegakkan keikhlasan dimanapun dia
berada.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk
merasakan kebahagiaan hidup. Seseorang dikatakan beriman kepada Allah apabila
memenuhi tiga unsure akidah dalam islam. Yaitu: isi hati, ucapan, dan tingkah laku.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4) yang artinya “bahwa
sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
bergetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman mereka
(karena-Nya) dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang
yang mendirikan shalat dan yang mnafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami
berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Tuhan-NYA dan ampunan serta
rizki (nikmat) yang mulia. Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak
dapatdipisahkan dari diri manusia. Oleh karenanya orang yang bertakwa adalah orang
yang berpandangan hidup dengan ajaran-ajaran Allah menurut sunnah rasul.
Seorang perawat dikatakan beriman dan bertaqwa apabila telah menyatukan
enam tiang iman dalam menegakkan asuhan keperawatan serta telah memunculkan
Karakter Islami Keperawatan dengan menegakan tiang Islam dengan konsekuen.
B. Saran
1. Hendaknya umat muslim apalagi seorang perawat senantiasa berperilaku terpuji
dalam memberikan pelayanan pada masyarakat agar iman dalam dirinya
meningkat.
2. Hindari sifat-sifat tercela agar iman dalam diri kita senantiasa terjaga.
3. Hendaknya umat muslim senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan
oleh Allah SWT.
4. Senantiasa tawakkal dan muhasabah diri agar tidak mengalami kesesatan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

http://amrhy.blogspot.co.id/2011/10/makalah-keimanan-dan-ketakwaan.html
http://mdwimartasade4wo.blog.com/2012/11/04/makalah-keimanan-dan-ketakwaan/
https://googleweblight.com/?lite_url=https://zafriadihistory.wordpress.com/2015/02/16/iman-
dan-taqwa-dalam-agama-islam https://googleweblight.com/?
lite_url=https://komitekeperawatanrsia.wordpress.com/2009/08/ 25/kerinduan-perawat-islam

Anda mungkin juga menyukai