Anda di halaman 1dari 3

REVIEW RICHARD DEVETAK: POSTMODERNISME

Dosen Pengampu Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional II:


Ahmad AlFajri, MA.
Disusun oleh:
Syarah Shabrina
NIM. 11201130000029
Kelas HI-4A

Dalam teori ilmu hubungan internasional, tentu tidak asing dengan berbagai macam
perspektif maupun teori yang ditujukan untuk menjelaskan sebuah cara pandang terkait fenomena-
fenomena yang terjadi dalam ilmu hubungan internasional. Teori atau perspektif tersebut dipelajari
lebih lanjut apakah keberadaannya sangat berpengaruh atau tidak dalam ruang lingkup hubungan
internasional ini. Beberapa teori yang terdapat dalam ilmu hubungan internasional merupakan
sebuah teori adopsi dari ilmu lain yang sudah mapan sekaligus teori alternatif yang kemudian
berkembang dan mendominasi di ilmu hubungan internasional. Salah satu teori yang di adopsi dari
ilmu lain adalah teori postmodernisme. Postmodernisme mulai berkontribusi dalam ilmu HI sekitar
tahun 1980-an. Richard Devetak dalam tulisannya menyebutkan salah dua tokoh dari
postmodernisme yaitu Jacques Derrida dan Michel Foucault.
Munculnya postmodernisme di latar belakangi karena kegagalan modernisme dalam
mengangkat martabat manusia, dimana mereka gagal menepati janjinya kepada manusia untuk
menjamin hidup mereka agar lebih baik dan menghilangkan kekerasan dalam kehidupannya. Oleh
karena itu, pandangan dari modernisme ini menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus
mutlak dan objektif serta tidak adanya nilai dari manusia. Namun, bagi postmodernisme ilmu
pengetahuan bukanlah objektif, tetapi subjektif berdasarkan diri manusia itu sendiri sehingga
kebenarannya relatif. Tokoh postmodernisme yang menolak keuniversalan pengetahuan ialah
Michel Foucault. Menurut asumsinya, tidak ada pengetahuan yang dapat mengambil karakter
objektif dunia, tetapi selalu mengambil perspektif dan selalu terikat dengan rezim penguasa. Hal
ini, postmodernisme sangat menjunjung subjektivitas. Maka, postmodernisme percaya bahwa ilmu
pengetahuan dapat meluas dan meningkat dalam cakupan dunia alam, dunia sosial, dan sistem
internasional. Namun, sifat subjektivitas ini juga menimbulkan dunia anarki akibat setiap orang
memiliki kebebasan untuk melakukan apapun yang dianggapnya benar. Oleh karena itu, hal ini
menjadi bukti bahwa postmodernisme membuang keraguan dari kepercayaan modernisme
sekaligus melakukan dekonstruksi paradigma terhadap bidang keilmuan sebagai upaya
mengoreksi dan merevisi kembali dari paradigma modernisme.
Yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan Richard Devetak terkait postmodernisme
adalah relasi kekuatan atau kekuasaan dan ilmu pengetahuan, tekstualitas, dan permasalahan
kedaulatan negara. Dalam tulisan ini, dinyatakan bahwa postmodernisme berpendapat akan
kebenaran dan nilai yang didasari dengan kekuatan dan ilmu pengetahuan, dimana kekuatan
(power) atau kekuasaan digunakan sebagai pembentuk pengetahuan (knowledge). Hal ini
dikarenakan keduanya saling membutuhkan demi terciptanya kebenaran. Dengan kata lain,
kebenaran adalah hasil konstruksi dari sebuah rezim of truth akibat kekuasaan otoritas yang
menekankan pihak lain agar menerima kebenaran yang diciptakan oleh pihak dominan. Maka,
knowledge tidak bersifat objektif dan dapat dipercaya jika adanya power yang akan berpengaruh
kepada kedaulatan (sovereignty). Pemikiran historis yang membahas tentang signifikansi dalam
hubungan antara kekuatan dan pengetahuan adalah konsep genealogi, dimana konsep ini
mengklaim terhadap power dan otoritas politik. Dalam tulisan ini, genealogi dipahami sebagai
metode dalam menemukan kebenaran melalui interpretasi proses atau mengidentifikasi asal-usul
dan makna dalam sejarah serta direpresentasikan secara terus-menerus untuk menjadi pedoman
kehidupan sehari-hari dan menetapkan batasan yang jelas. Disimpulkan bahwa dibalik
pengetahuan yang diterima oleh masyarakat, terdapat campur tangan yang dapat menentukan
kehendaknya sehingga menunjukkan bahwa dalam ilmu pengetahuan yang berkembang, terdapat
suatu struktur kekuasaan yang mengkonstruksi pengetahuan tersebut.
Selanjutnya, dalam tekstualitas, ini berarti postmodernisme telah mengimplikasikan bahwa
kenyataan dunia sesungguhnya dibentuk berdasarkan teks dibentuk, dimana sejatinya dikonstruksi
berdasarkan pengalaman interpretasi. Maka, dalam hal ini kaum postmodernisme tidak
memandang sebuah teks hanya sebagai tulisan saja, tetapi merupakan fenomena yang dapat
dipahami dan harus ditelaah lebih lanjut agar dapat di dekonstruksikan dan double reading agar
menunjukkan bagaimana selalu ada lebih dari satu pembacaan dari teks apapun. Tokoh
postmodernisme yang pikirannya tak terlepas dari dekonstruksi adalah Jacques Derrida.
Pembahasan terkait permasalahan kedaulatan negara dalam tulisan Richard Devetak
sebenarnya, postmodernisme dianggap sebuah perspektif yang sulit didefinisikan dan masih
diperdebatkan oleh banyak pihak seperti kritikus dan antara pendukungnya sendiri.
Postmodernisme dianggap sebagai teori yang paling kontroversial dalam ilmu sosial dan
kemanusiaan sekaligus studi HI. Dinyatakan sebelumnya dalam tulisan Richard Devetak akibat
postmodernisme benar-benar ingin melepaskan diri dari fenomena-fenomena modernisme maka,
postmodernisme tidak memiliki etika karena telah mengkritik kedaulatan negara. Hal ini,
postmodernisme dianggap sebagai kritikus ilmu pengetahuan di masa pencerahan dan
mempertanyakannya dengan cara pikir yang skeptis. Kaum postmodernisme memiliki 4 cara
pandang dan memaknai sebuah negara dan entitasnya, yakni kekerasan, batas-batas negara,
identitas, dan statecraft. Ini merupakan pembahasan selalu dibahas dalam studi HI dan menjadi
tema utama dalam teori postmodernisme. Dalam tulisan Richard Devetak, baik teori maupun
praktik HI dikondisikan oleh prinsip kedaulatan. Namun, kritik yang dilakukan postmodernisme
terhadap kedaulatan negara bertujuan untuk mengatur dan membatasi kehidupan politik.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan postmodernisme telah membuat beberapa
kontribusi untuk studi HI dengan berusaha memperluas imajinasi politik di dalam HI. Penulis
berpendapat bahwa posmodernisme mungkin dapat membuat martabat manusia harus dijunjung
tinggi dan membuat sada bahwa seluruh fenomena yang terjadi perlu diwaspadai dan ditelaah lebih
lanjut. Maka, secara epistemologi, postmodernisme merupakan pusat teori internasional karena
telah menentukan apa yang dianggap sebagai realitas untuk dijelaskan. Namun, terlepas dari
asumsi-asumsinya, postmodernisme sama seperti teori lain yang memunculkan kritik sebagai
koreksi untuk berbenah diri, karena pada hakikatnya tidak ada teori yang sempurna. Penulis
berpendapat bahwa postmodernisme terlalu percaya diri dengan semua asumsi-asumsinya.

Anda mungkin juga menyukai