Anda di halaman 1dari 91

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: PRE DAN POST OP
HEMORROID INTERNA GRADE III DI RUANG RAFAEL
RUMAH SAKIT CAHAYA KAWALUYAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah profesi KMB dengan
dosen pembimbing Maria Yunita., M. Kep., Ns. Sp. KMB

Disusun Oleh
Lidwina Santi Setiawati
30190122303

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2022
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan
Sistem Pencernaan: Pre dan Post Op Hemorroid Interna Grade III Di Ruang
Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan” dengan sebaik-baiknya.
Dalam penulisan laporan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan kasus ini,
terutama kepada:
1. Maria Yunita., M. Kep., Ns. Sp. KMB selaku koordinator Profesi KMB
2. Ns. Friska Sinaga, S. Kep, MNS selaku tim pembimbing Pendidikan
3. Ns. Feranita Sagala, S. Kep selaku kepala bagian di ruang Rafael RSCK
4. Ns. Rianita, S. Kep selaku PPB di ruang Rafael RSCK
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan sehingga sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang sifatnya
membangun dalam perbaikan laporan ini, akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Padalarang, 22 Oktober 2022

Lidwina Santi Setiawati

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................5
1.3 Metode Penulisan......................................................................................6
1.4 Sistematika Penulisan................................................................................7
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................8
2.1 Konsep Teori Sistem Pencernaan ...........Error! Bookmark not defined.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gastroentritis..
1Error! Bookmark not defined.
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................37
3.1 Pengkajian Keperawatan.........................................................................37
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................70
3.3 Perencanaan Keperawatan.......................................................................52
3.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................56
3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................57
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................77
4.1 Pengkajian Keperawatan.........................................................................77
4.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................77
4.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................78
4.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................78
4.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................79
Bab V PENUTUP..................................................................................................80
5.1 Kesimpulan..............................................................................................80
5.2 Saran........................................................................................................81
Daftar Pustaka
Laporan Analisa Tindakan

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hemoroid atau wasir atau yang biasa disebut ambeien oleh masyarakat
awam merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006). Hemorrhoid
merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup seseorang.
Hemorrhoid juga cenderung memburuk dari tahun ke tahun.
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah
dari orang-orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hal
tersebut terjadi karena orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga
terjadi penekanan berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena proses
mengejan. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat
menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman.
Hemoroid merupakan lesi pada anorectal yang paling sering ditemukan,
prevalensi hemoroid dunia sebanyak 5% dari seluruh penduduk dunia. Di
Amerika Serikat, hemoroid adalah penyakit yang cukup umum dimana pasien
dengan umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per 100.000
jiwa (1,3%). Menurut Sutanto Gandakusuma, Ahli Bedah Rumah Sakit (RS)
Husada, Jakarta, hampir 70 persen manusia dewasa mempunyai wasir, baik
wasir dalam, wasir luar, maupun keduanya. Adapun menurut Aryani Aziz RS
Ernaldi Bahar Palembang, prevalensi hemorrhoid pada wanita sebesar 25-30%
dan pada pria 10- 20% meningkat dengan bertambahnya usia.
Hasil penelitian pigot dkk juga menyatakan bahwa epidemio logi
hemorrhoid tidak begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil
yang sangat bervariasi. Banyak orang yang mengalami hemoroid dan tidak
berkonsultasi dengan dokter. Pasien terkadang merasa ragu untuk
mengobatinya karena takut, malu, ketidaknyamanan dan rasa nyeri yang
ditimbulkan pada terapi hemoroid, sehingga insidensi yang sebenarnya dari
penyakit ini tidak dapat dipastikan.

4
Insidensi hemoroid di negara–negara maju dan berkembang, termasuk
Indonesia semakin meningkat dan perlu mendapat perhatian. Orang-orang dari
kelompok risiko tinggi di Indonesia khususnya di Palembang, belum
menyadari bahaya penyakit ini karena tidak memberikan gejala berat pada
tingkatan awal dan baru menjadi perhatian setelah memasuki grade tiga atau
empat dan sudah memerlukan tindakan bedah. Penelitian ini dilakukan untuk
memberikan informasi mengenai gambaran yang ditemukan pada pasien
hemorrhoid yang terdiri dari distribusi jumlah, usia, jenis kelamin, faktor
risiko, jenis dan derajat hemoroid hingga penatalaksanaan. Jika didapatkan
gambaran penyakit hemorrhoid secara komprehensif dan lengkap, dapat
berguna untuk pencegahan hemoroid dimulai dari stadium awal dan berguna
untuk tatalaksana sejak awal agar tidak sampai ke stadium.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik melakukan asuhan
keperawatan untuk melihat dan melakukan asuhan keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pencernaan: Pre dan Post Op Hemorroid Interna Grade III
Di Ruang Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan.

1.2 Tujuan penulisan


Adapun Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dibedakan menjadi tujuan
umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Pre dan Post Op
Hemoroid Interna Grade III.
b. Tujuan Khusus.
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Pre dan Post Op Hemoroid
Interna Grade III di ruang Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan
2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Pre dan Post
Op Hemoroid Interna Grade III di ruang Rafael Rumah Sakit Cahaya
Kawaluyan

5
3. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai dengan
masalah keperawatan pada klien dengan Pre dan Post Op Hemoroid
Interna Grade III di ruang Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan
4. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan
tindakan keperawatan pada pasien Pre dan Post Op Hemoroid Interna
Grade III di ruang Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan
5. Mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien Pre dan Post Op Hemoroid Interna Grade III di
ruang Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan

1.3 Metode penulisan


Metode yang digunakan dalam laporan kasus ini adalah metode
deskriptif yaitu memberi gambaran keadaan yang sedang berlangsung dan
aktual pada kasus tertentu dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang 6 meliputi langkah- langkah pengkajian, perumusan
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Adapun teknik
pengumpulan data-data dengan cara mengumpulkan informasi, cara yang
digunakan adalah:
a. Wawancara
Untuk memperoleh data, penulis melakukan wawancara dengan keluarga
klien dan orang tua serta pihak lain yang dapat memberikan keterangan
seperti perawat dan dokter yang merawat klien
b. Observasi
Penulis melakukan pengamatan dan pengawasan serta perawatan langsung
pada pasien dengan diagnosa medis Hemorroid Internal Grade III di ruang
Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan untuk mengetahui perjalanan
penyakit, perkembangan serta penatalaksanaan. Teknik ini dilakukan
dengan cara mengamati keadaan umum, perilaku, serta melakukan
pemeriksaan fisik secara komprehensif.
c. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik penulis menggunakan teknik dan proses yang
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

6
d. Studi dokumentasi
Dengan mengkaji catatan medis yang ada dan mendokumentasikan tindakan
keperawatan serta waktu pelaksanaan tindakan.
e. Studi kepustakaan
Dalam studi kepustakaan ini, penulis mendapat informasi dari buku-buku
sumber yang berkaitan dengan teori.

1.4 Sistematika penulisan


Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari lima (5) bab yang
dimulai dari pendahuluan sampai penutup. Bab 1 Pendahuluan, yang di dalam
berisikan latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan. Bab 2 Landasan Teori, yang di dalamnya berisikan
konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan. Konsep dasar penyakit terdiri
atas anatomi fisiologi sistem persarafan, pengertian, etiologi, patofisiolo gi,
tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikas i.
Sedangkan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian dan evaluasi yang
penulis dapatkan dari studi pustaka. Bab 3 Tinjauan Kasus, yang di dalamnya
berisikan pengkajian, penyimpangan KMB, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang penulis dapatkan
selama memberikan asuhan keperawatan langsung pada pasien. Bab 4
Pembahasan, yang di dalamnya membahas tentang kesenjangan yang
ditemukan antara praktek dan teori yang ada, serta penerapan langsung di
lapangan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Bab 5 Penutup, yang di dalamnya berisikan tentang
kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan masalah, setelah itu daftar pustaka
dan lampiran yang terdiri dari satuan acara penyuluhan dan media penyuluhan.

7
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi

Penyakit hemoroid adalah salah satu gangguan jinak yang paling umum
pada saluran pencernaan bagian bawah (Aigner, 2017). Hemoroid terdiri dari
pembuluh darah, jaringan ikat, dan sejumlah kecil otot (Pusparani & Purnomo,
2019). Struktur vaskular dalam bantal ini membantu mempertaha nkan
kontinensia anus dengan mencegah kerusakan pada otot sfingter (Dehdari. et
al, 2018).
Plekus hemoroidalis adalah suatu jaringan normal yang terdapat pada
semua orang, yang terdiri atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai katup di
dalam saluran anus untuk membantu sistem sfingter anus, mencegah
inkontinensia flatus dan cairan. Pelebaran yang simptomatis dari pleksus
hemoroid dan pergeseran bantalan anus ke arah distal dari normal merupakan
pengertian dari hemoroid (Sjamsuhidajat, 2010)
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus homorrhoidalis. Hemoroid eksterna
adalah pelebaran vena yang berada dibawah kulit (subkutan) di bawah atau luar
linea dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada dibawah
mukosa (submukosa) diatas atau di dalam linea dentate. (Sudoyo Aru,dkk
2009)
Hemorhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorhoid belum diketahui
secara jelas. Hemorhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai
penarikan feces. Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga
submukosa di atas valvula morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari
pleksus vena hemorrhoidalis eksterna, tetapi kedua rongga berhubungan di
bawah kanalis anal, yang submukosanya melekat pada jaringan yang
mendasarinya untuk membentuk depresi inter hemorrhoidalis. Hemorhoid
sangat umum dan berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik pada

8
system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu berdefekasi, atau
dengan sirosis hepatis. (Isselbacher, 2000).

B. Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh
otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah
sekitar 15cm (5,9 inci).
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan
berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior
mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan dua pertiga proksimal
kolon transversum) dan arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan bagian
proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal dari arteri
hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna
dan aorta abdominalis.
Anatomi

Gambar 1. Anus dan Rektum


(https://support.google.com/legal/answer/3463239?hl=en)

9
1. Rektum
Sebuah ruangan dengan panjang sekitar 12 sampai 15 cm yang berada
di antara ujung usus besar (setelah kolon sigmoid/turun) dan berakhir di
anus. Fungsi rektum adalah menyimpan feses untuk sementara waktu,
memberitahu otak untuk segera buang air besar, dan membantu mendorong
feses sewaktu buang air besar. Ketika rektum penuh dengan feses, maka
rektum akan mengembang dan sistem saraf akan mengirim impuls
(rangsangan) otak sehingga timbul keinginan untuk buang air besar
2. Kolom Anal atau Kolom Morgagni
Sejumlah lipatan vertikal yang diproduksi oleh selaput lendir dan
jaringan otot di bagian atas anus. Fungsi kolom anal adalah sebagai
pembatas dinding anus.
3. Anus
Saluran anus adalah bagian terminal dari saluran pencernaan,
sedangkan anus (jamak: anus atau ani) secara khusus mengacu pada
pembukaan yang memisahkan saluran anus dari luar, pada aspek paling
distal dari ambang anus. Secara anatomis, saluran anus disebut sebagai
saluran pencernaan terminal antara garis dentate dan ambang anal. Namun,
secara histologis meluas lebih proksimal dan mencakup kolom Morgagni
dan sinus anal.
4. Kanalis anal (anal canal)
Bagian terbawah dari usus besar yang memiliki panjang kurang lebih
tiga cm, berjalan ke bawah dari ampula recti sampai anus. Saat defekasi,
dinding lateral canalis analis dipertahankan saling berdekatan dengan
m.levator ani dan m.sphincter ani. Perbatasan tengah canalis analis ditandai
oleh linea dentata, yaitu tempat pertemuan antara ektoderm dan endoderm.

1
Gambar 2. Pembuluh darah Kanalis anal
(https://support.google.com/legal/answer/3463239?hl=en)

Garis dentate (pektinat) memisahkan saluran anus menjadi bagian atas


dan bawah, tidak hanya dalam struktur tetapi juga dalam suplai
neurovaskular (mencerminkan asal embriologis yang berbeda). Garis
dentate dibentuk oleh kolom anal, yang terdiri dari serangkaian sinus anal
(yang mengalirkan kelenjar anal) di sekitar titik tengah saluran anus. Garis
dentata adalah "daerah aliran sungai" dan transisi yang tepat dari suplai
epitel dan neurovaskular bervariasi. Di atas garis dentate, epitelnya adalah
selaput lendir (epitel kolumnar) seperti saluran pencernaan lainnya dan di
bawah garis dentata, epitelnya dianggap kulit (yaitu stratified squamous
keratinized dengan rambut dan kelenjar sebaceous).
Peredaran Darah
Di atas garis dentata: arteri rektal superior (dari arteri mesenterika
inferior); kontribusi kecil dari arteri rektal tengah (langsung dari arteri iliaka
internal) dan arteri sakral median, di bawah garis dentata: arteri rektal
inferior (dari arteri pudenda interna)
5. Sfingter anal internal (internal anal sphincter)
Sebuah cincin otot lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan
keliling 2,5 sampai 4 cm. Sfingter anal internal ini berkaitan dengan sfingter
anal eksternal meskipun letaknya cukup terpisah. Tebalnya sekitar 5 mm.
Fungsi sfingter anal internal adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat
buang air besar.

1
6. Sfingter anal eksternal (external anal sphincter)
Serat otot lurik berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding anus.
Panjangnya sekitar 8 sampai 10 cm. Fungsi sfingter anal eksternal adalah
untuk membuka dan menutup kanalis anal
Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroida lis
superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga
merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang
meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek
gastrokolik setelah makan, terutama setelah makan yang pertama kali dimakan
pada hari itu. Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi
dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh
sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem
saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf
voluntary.
Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua
dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnik us
panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter
interna. Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani
berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghila ng.
Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas
melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen
yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang
tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-menerus (maneuver dan
peregangan valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot
sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi
rileks, dan keinginan defekasi menghilang. Rektum dan anus merupakan lokasi

1
sebagian penyakit yang sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum
konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat terjadi peristaltik masa.
Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi rileks dan keinginan defekasi
menghilang.
Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras,
dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang
keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut
sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan
timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini
merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum) (Price,2005).

C. Etiologi
Penyebab hemoroid juga belum diketahui secara pasti. Namun,
kehamilan, konstipasi, usia dan pekerjaan telah terlibat dalam etiologi
hemoroid (Ezberci & Ünal, 2018).
1. Kehamilan
Pada wanita hamil, hemoroid dapat disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan intra abdomen (Safyudin & Damayanti, 2017). Selain
itu, meningkatnya kadar hormon progesteron selama kehamilan juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya hemoroid (Kestřánek, 2019).
Peningkatan tekanan intraabdomen selama kehamilan akan menyebabkan
terjadinya pelebaran vena hemoroidalis dan dapat memicu terjadinya
hemoroid (Safyudin & Damayanti, 2017). Tingginya kadar hormon
progesteron selama kehamilan akan menyebabkan otot-otot berelaksasi
untuk memberi tempat janin berkembang. Relaksasi otot ini juga mengena i
otot usus sehingga akan menurunkan motilitas usus dan berkontribusi
terhadap kejadian hemoroid (Kestřánek, 2019).
2. Konstipasi
Konstipasi adalah kelainan pada saluran pencernaan yang dapat
menyebabkan sulit BAB yang disertai rasa sakit dan kaku. Hal ini
disebabkan oleh tinja yang kering dan keras yang menumpuk pada kolon
karena absorpsi cairan yang berlebihan (Forootan, Bagheri, & Darvishi,
2018). Diperlukan waktu mengejan yang lebih lama saat terjadi konstipasi.

1
Tekanan yang keras saat mengejan ini yang dapat mengakibatkan trauma
berlebihan pada pleksus hemoroidalis sehingga menyebabkan hemoroid.
Pada populasi barat, konstipasi diyakini sebagai penyebab utama
perkembangan hemoroid atau faktor yang memperburuk gejala akut
hemoroid karena peningkatan tekanan intraabdomen mengganggu drainase
vena pelvis yang menyebabkan kongesti pleksus hemoroidalis (Lohsiriwat,
2019).
3. Usia
Kelompok usia muda lebih rentan terkena hemoroid (Badal &
Sharma, 2019). Seiring perkembangan zaman, pola konsumsi serat
masyarakat semakin berkurang terutama di usia produktif atau antara 21-30
tahun (Raena, Pradananta, & Surialaga, 2018). Suplementasi serat telah
memungkinkan pasien untuk BAB tanpa mengejan jika mereka relatif
konsitpasi. Hal itu berfungsi untuk meningkatkan curah tinja dan
mengurangi frekuensi gerakan usus (Guttenplan, 2017). Apabila konsumsi
serat kurang, massa feses menjadi terlalu sedikit untuk dapat didorong
keluar oleh gerak peristaltik usus. Akibatnya dapat menyebabkan sulit BAB
sehingga perlu usaha mengejan saat mengeluarkan feses. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan di pembuluh darah di daerah anus, yaitu
pleksus hemoroidalis menjadi merenggang sehingga terjadi hemoroid
(Raena, Pradananta, & Surialaga, 2018).
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan, seperti kurangnya aktivitas fisik merupakan salah
satu faktor risiko terjadinya hemoroid. Kurangnya aktivitas fisik, seperti
duduk terlalu lama dapat meningkatkan risiko pembekuan terhadap
pembuluh vena dalam hingga dua kali lipat. Biasanya pembekuan darah
terjadi pada bagian betis bahkan bisa terjadi dibagian saluran pencernaan
bawah. Jika pembekuan ini tidak dicairkan dengan obat pengencer darah,
maka akan terjadi hematoma yang dapat mengganggu aliran darah. Jika hal
ini terjadi pada anus, maka terjadilah hemoroid (Wibowo. et al, 2018).

1
D. Klasifikasi
Secara umum hemoroid diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan lokasinya, yaitu tipe eksternal, internal, dan campuran
(Lohsiriwat, 2019)

Gambar 3. Hemoroid internal, eksternal, dan campuran


(https://support.google.com/legal/answer/3463239?hl=en)

1. Hemoroid eksternal
Hemoroid eksternal terletak di bawah linea dentata dan berkembang
dari ektoderm secara embrionik. Mereka ditutupi dengan anoderm yang
terdiri dari epitel skuamosa dan dipersarafi oleh saraf somatik yang
memasok kulit perianal yang demikian dapat menghasilkan rasa sakit (Lord,
Shaw, & Pucher, 2018). Hemoroid eksternal berasal dari pleksus
hemoroidalis inferior dan dapat menjadi trombosis atau ulserasi, biasanya
dikenal sebagai skin tag perianal (Ezberci & Ünal, 2018).

2. Hemoroid internal
Hemoroid internal terletak di atas linea dentata dan berasal dari
endoderm. Mereka ditutupi oleh epitel kolumnar, dipersarafi oleh serabut
saraf visceral dan dengan demikian tidak dapat menyebabkan rasa sakit
(Gan, 2017). Hemoroid internal lebih lanjut dikelompokkan berdasarkan
ukuran dan gejala klinis (Beck, 2019).

1
Klasifikasi hemoroid internal:

Gambar 4. Derajat Hemoroid Internal


(Lohsiriwat, 2019)

a. Pada hemoroid internal derajat satu, bantalan anus berdarah, tetapi


tidak prolaps. Mukosa hampir tidak berkembang, namun dengan
mengejan yang parah, mereka mungkin terjebak oleh penutupan
sfingter anal. Selanjutnya, kongesti vena terjadi sesekali yang
mengakibatkan ketidaknyamanan dan/ atau perdarahan.
b. Pada hemoroid internal derajat dua, bantalan anus prolaps melalui
anus saat mengejan dan berkurang secara spontan. Lebih lanjut
menonjol di mukosa dan dengan demikian keluhan benjolan jelas,
tetapi ini menghilang secara spontan dan cepat setelah BAB kecuali
terjadi trombosis.
c. Pada hemoroid internal derajat tiga, bantalan anus prolaps hingga
melewati anus saat mengejan dan membutuhkan reduksi manual.
Terlihat pada penyakit hemoroid kronis di mana prolaps yang
persisten menghasilkan dilatasi sfingter anal. Hemoroid menonjo l
dengan provokasi minimal dan biasanya memerlukan penggantian
manual.
d. Pada hemoroid internal derajat empat, prolaps tetap keluar setiap
saat dan tidak dapat direduksi. Biasanya menonjol sepanjang waktu
kecuali jika berbaring atau mengangkat kaki dari tempat tidur. Pada
hemoroid derajat keempat ini, linea dentata juga membesar dan ada

1
komponen eksternal variabel yang terdiri dari kulit perianal
permanen yang berlebihan (Ravindranath & Rahul, 2018).
3. Hemorroid Campuran
Hemoroid campuran adalah kombinasi dari lesi internal dan lesi
eksternal (Ezberci & Ünal, 2018). Hemoroid campuran timbul di atas
maupun di bawah linea dentata dan memiliki karakteristik dari hemoroid
internal maupun hemoroid eksternal (Badri. et al, 2020). Sementara itu,
tidak ada penggolongan hemoroid eksternal dan campuran yang digunaka n
secara klinis (Lohsiriwat, 2019)

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala hemoroid dinilai menggunakan frekuensi yang
dilaporkan dari 5 gejala, yaitu perdarahan, rasa nyeri, prolaps, gatal, dan
keluarnya lendir (Rørvik. et al, 2019).
1. Perdarahan adalah gejala paling umum dari penyakit hemoroid dan biasanya
paling awal dalam perkembangannya. Namun, perdarahan tidak selalu
menjadi ketetapan awal kejadian hemoroid (Ratto. et al, 2018).
2. Nyeri jarang terjadi pada hemoroid meskipun derajatnya sangat parah dalam
hal perdarahan dan prolaps. Namun, ketika ada keluhan sakit atau nyeri anal
yang signifikan, etiologi lain seperti fisura ani. Adanya tumpukan
trombosis, eksternal atau internal, menunjukkan bahwa nyeri rektum terkait
erat dengan hemoroid (Lohsiriwat, 2019).
3. Prolaps hemoroid berada di bawah kulit di sekitar anus. Hemoroid yang
membesar secara perlahan dapat menonjol keluar dan menimbulka n
prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi
dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada derajat hemoroid interna l
yang lebih lanjut, penonjolan perlu didorong kembali setelah defekasi agar
masuk kembali ke dalam anus. Pada derajat akhir, penonjolan berlanjut
menjadi prolaps yang menetap dan tidak dapat didorong masuk kembali
(Brzezinski & Martini, 2019).
4. Keluarnya lendir dari anus dapat disebabkan oleh karena hemoroid interna l
yang ditutupi oleh mukosa. Hal tersebut dapat menyebabkan
ketidaknyamanan karena mengotori pakaian dalam. Skin tag juga sering

1
menjadi sumber ketidaknyamanan. Ketika skin tag menjadi besar dan
fibrotik, kemungkinan hal ini adalah hasil dari prolaps hemoroid yang mana
penderita dapat merasakan adanya masalah kebersihan anal,
ketidaknyamanan anal, atau pruritus yang mungkin berkorelasi (Ratto. et al,
2018).

F. Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari hemoroid masih belum diketahui. Namun,
saat ini dianggap bahwa hemoroid dihasilkan dari bantal anal yang tidak
normal dan padat. Konsep pembentukan hemoroid diperoleh dari pergeseran
bantal anal dan prolaps rektum (Lohsiriwat, 2018). Selain itu, kelainan vaskular
juga berkontribusi pada perkembangan perubahan patologis dan kejadian
hemoroid (Kestřánek, 2019).
Mekanisme patofisiologi hemoroid telah dideskripsikan sebagai
disintegrasi atau kerusakan jaringan pendukung perianal yang mana kerusakan
jaringan pendukung ini akan menyebabkan pergeseran bantal anal
(Jakubauskas & Poskus, 2020). Struktur dasar dari jaringan pendukung
perianal adalah serat elastis, kolagen, dan ligamentum treitz. Serat elastis
memberikan elastisitas pada bantal anal, sementara kolagen dan otot polos
sebagai kekuatan tariknya. Pergeseran bantal anal dapat membahayaka n
drainase vena yang mengarah ke venodilatasi pleksus hemoroida lis
(Lohsiriwat, 2018).
Prolaps rektum dapat mengganggu fiksasi jaringan pendukung bantal
anal ke dinding rektum. Prolaps rektum internal dengan derajat tinggi biasanya
menyebabkan beberapa gejala, seperti tegang dan terlalu sering BAB. Hal
tersebut yang dapat mengakibatkan terjadinya prolaps hemoroid (Lohsiriw at,
2018).
Kelainan vaskular dan disregulasi vaskular di daerah bantal anal
mungkin berhubungan dengan pembentukan hemoroid. Beberapa mekanis me
bertanggungjawab atas aliran darah anorektal. Ketidakseimbangan antara zat
vasokonstriktor dan vasodilator menyebabkan disregulasi vaskular. Pada orang
dengan hemoroid, aliran darah arteri rektum superior yang memasok bantal
anal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan orang normal. Hipertensi vena

1
pleksus hemoroidalis yang mungkin disebabkan oleh drainase vena yang tidak
mencukupi bisa menjadi penyebab lain pembentukan hemoroid. Peningkata n
tekanan yang lama pada pleksus hemoroidalis dapat merusak dinding
pembuluh darah dan mempengaruhi pembentukan hemoroid (Lohsiriw at,
2018).
Peningkatan tekanan intraabdomen dapat mempengaruhi drainase
pleksus hemoroidalis sehingga mengakibatkan pembengkakan vena bantal anal
dan mempengaruhi pembentukan hemoroid. Beberapa kondisi terkait
peningkatan tekanan intraabdomen adalah kehamilan, konstipasi, batuk kronis,
obesitas, olahraga berat, dan angkat berat (Lohsiriwat, 2018).

1
Pathway
Konstipasi Kehamilan Hipertensi Porta Obesitas

Tekanan Intra-Abdominal

Dilatasi dibawah Dilatasi plekus Dilatasi


linea dentata diatas linea
vena

Endoderm Grade 1 Sedikit


Ektoderm pembesaran

Skin tag perinal Hemorroid Eksternal Hemorroid Internal Grade 2


(trombosis/ulsera Hemorroid melewati
linea dentata
Merangsang serabut A & C Grade 3 Menonjol keluar
HEMORROID INTERNAL GRADE III Grade 4

Impuls diteruskan
Menonjol ke bawah terlihat di sfingter anal
ke cortex cerebri Erosi lamina propia ketika BAB

Nyeri Akut
Inflamasi/peradangan
Penatalaksanaan medis
Hemorroidectomy dengan stepler
Pelepasan mediator kimia (Bradikinin,
histamin, serotonin prostaglandin)

Darah keluar
Pengeluaran IL-1 dan IL-6 saat BAB

2
Darah keluar
Hipertermi set point HipotalamusMasuk Sistem Saraf Pusat saat BAB Gangguan Eliminasi

Kurang terpapar Penatalaksanaan medis Perdarahan


informasi Hipovolemia
Hemorroidectomy dengan

Cemas & Gelisah Bingung Luka operasi Anemia Resiko Syok


Hipovolemik

Ansietas Defisit Pengetahuan Port de entry

Resiko Infeksi

2
G. Komplikasi
Hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan
strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005) Komplikasi hemoroid antara
lain:
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan semakin memperberat
luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.
(Dermawan, 2010).
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah: hipertensi arterial, impaksi fekal,
fisura, serta mengakolon (Smeltzer & Bare, 2010)

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Colok Dubur, untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum. Pada hemoroid internal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di
dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri
2. Anoskop, untuk melihat hemoroid internal yang tidak menonjol keluar
3. Proktosigmoidoskopi, untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi
(Edwards, 2018)

I. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti
kodein

2
b. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk
mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat
membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta
efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanisme nya
(Mott, Latimer, & Edwards, 2018).
2. Penatalaksanaan Pembedahan
Perawatan bedah termasuk dalam tiga kategori utama, yaitu bedah
eksisi formal, stapled hemorrhoidopexy yang dikenal sebagai Procedure for
Prolapsed Hemorrhoids (PPH), dan Hemorrhoidal Artery Ligation (HAL)
juga dikenal sebagai Dopplerguided Hemorrhoidal Artery Ligation
(DGHAL).
a. Pembedahan eksisi melibatkan pemotongan komponen eksternal
hemoroid bersama dengan pedikel vaskularnya. Ini paling sering
dilakukan dengan menggunakan teknik terbuka atau tertutup di mana
bagian proksimal dari pedikel vaskular dijahit dan dibagi setelah
pembedahan dilakukan dengan gunting atau diatermi. Teknik ini juga
dapat dilakukan dengan perangkat energi yang dapat menyegel dan
membagi pedikel vaskular tanpa perlu dijahit.
b. Teknik PPH ini menggunakan alat stapel melingkar untuk reseksi cincin
mukosa berlebihan dari atas pleksus hemoroid. Teknik ini memiliki efek
mengangkat prolaps hemoroid dan memposisikan lebih tinggi di atas
saluran anal dan juga menyebabkan beberapa derajat gangguan pada
suplai darah ke hemoroid.
c. HAL adalah prosedur yang relatif baru yang mengganggu suplai darah
ke bantal hemoroid dengan menjahit ligasi cabang arteri hemoroid distal
menggunakan panduan doppler. Teknik itu dilakukan menggunaka n
peralatan khusus yang menggabungkan proktoskop yang dimodifika s i
dengan probe doppler (Mott, Latimer, & Edwards, 2018)

2
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan dari
keluhan utama yang mencakup PQRST. Adapun hal – hal yang
harus diperhatikan saat melakukan pengkajian riwayat kesehatan
sekarang klien, yaitu:
a) Apakah ada rasa gatal, panas / terbakar dan nyeri pada saat
defekasi.
b) Adakah nyeri abdomen.
c) Apakah ada perdarahan di rectum, seberapa banyak, seberapa
sering, dan apa warnanya (merah segar atau warna merah tua).
d) Bagaimana pola eliminasi klien, apakah seing menggunaka n
laktasif atau tidak.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan pada klien apakah dahulu pernah mengalami hal yang
sama, kapan terjadinya, bagaimana cara pengobatannya. Apakah
memiliki riwayat penyakit yang dapat menyebabkan hemoroid atau
yang dapat menyebabkan kambuhnya hemoroid.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan
a) Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas
antara lain : takipnea, hipernea, dan pernafasan chyne stoke
(pada kondis ketoasidosis).
b) Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest
dan pigeon chest.
c) Dengarkan pernafasan pasien
d) Stidor pada obstruksi jalan nafas

2
2) Sistem Kardiovaskuler
a) Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris
atau tidak, ictus cordis nampak atau tidak.
b) Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4-5. 3)
c) Perkusi : perkusi jantung terhadap suara jantung pekak
(padat).
d) Auskultasi : auskultasi bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ
2 (lup) dan suara terdengar tunggal.
3) Sistem Pencernaan
a) Inspeksi
1. Pada inspeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
2. Apakah benjolan terlihat saat prolaps
3. Bagaimana warnanya, apakah kebiruan, kemerahan,
atau kehitaman.
4. Apakah benjolan tersebut terletak diluar atau didalam
(internal/eksternal)
b) Palpasi
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium
awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya
tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid
dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan
fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang
lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirka n
kemungkinan karsinoma rektum (Linchan, 1994)
4) Sistem Musculoskeletal
Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas
maupun bawah. Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)

2
B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre-operasi
1) Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensoris atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencederaan fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencederaan kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia,
iritan)
c) Agen pencederaan fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot menurun
menggerakkan 2. Rentang gerak (ROM)
ekstremitas menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak 1. Sendi kaku
2. Enggan melakukan 2. Gerakan tidak
pergerakan terkoordinasi
3. Merasa cemas saat 3. Gerakan terbatas
bergerak 4. Fisik lemah
5. Berfokus pada diri
sendiri

2
2) Konstipasi
Definisi: Penurunan frekuensi normal defekasi disertai kesulitan
dan pengeluaran feses tidak lengkap serta feses kering
dan banyak
Penyebab:
Fisiologis
a) Penurunan motilitas gastrointestinal
b) Pertumbuhan gigi tidak adekuat
c) Ketidakcukupan diet
d) Ketidakcukupan asupan serat
e) Ketidakcukupan asupan cairan
f) Aganglionik
g) Kelemahan otot abdomen
Psikologis
a) Konfusi
b) Depresi
c) Gangguan emosional
Situasional
a) Perubahan kebiasaan makan
b) Ketidakadekuatan toileting
c) Aktivtias fisik harian kurang dari yang dianjurkan
d) Penyalahgunaan laksatif
e) Efek agen farmakologis
f) Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
g) Kebiasaan menahan dorongan defekasi
h) Perubahan lingkungan
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif
1. Defekasi kurang dari 2 1. Feses keras
kali seminggu 2. Peristaltic usus menurun

2
2. Pengeluaran feses lama
dan sulit
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif
1. Mengejan saat defekasi 1. Distensi abdomen
2. Teraba massa pada
rektal
3) Risiko Perdarahan
Definisi: Berisiko mengalami kehilangan darah baik interna l
(terjadi di dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi
hingga keluar tubuh)
Faktor Risiko:
a) Aneurisma
b) Gangguan gastrointestinal
c) Gangguan fungsi hati
d) Komplikasi kehamilan
e) Komplikasi pasca partum
f) Gangguan koagulasi
g) Efek agen farmakologis
h) Tindakan pembedahan
i) Trauma
j) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan
k) Proses keganasan
b. Post-operasi
1) Nyeri Akut
Definisi:Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencederaan fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)

2
b) Agen pencederaan kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia,
iritan)
c) Agen pencederaan fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

1. Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot menurun


menggerakkan 2. Rentang gerak (ROM)
ekstremitas menurun
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

1. Nyeri saat bergerak 6. Sendi kaku


2. Enggan melakukan 7. Gerakan tidak
pergerakan terkoordinasi
3. Merasa cemas saat 8. Gerakan terbatas
bergerak 9. Fisik lemah
10. Berfokus pada diri
sendiri
2) Risiko Infeksi
Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
Faktor Risiko:
a) Penyakit kronis
b) Efek prosedur invasive
c) Malnutrisi
d) Penignkatan paparan organisme pathogen lingkungan
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
f) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder

2
C. Intervensi Keperawatan
1. Pre operasi
Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut Definisi: Observasi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualits,
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual intensitas nyeri
dan fungsional, dengna onset mendadak atau 2) Identifikasi skala nyeri
lambat dan berintensitas ringan hingga berat 3) Identifikasi respons nyeri non-verbal
dan konstan 4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperinga n
Kriteria hasil: nyeri
Keluhan nyeri menurun (5) 5) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Meringis menurun (5) 6) Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
Sikap protektif menurun (5) 7) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
Gelisah menurun (5) diberikan
Kesulitan tidur (5) 8) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Frekuensi nadi membaik (5) Terapeutik:

2
9) Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
10) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
11) Fasilitasi istirahat dan tidur
12) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemiliha n
strategi meredakan nyeri
Edukasi:

13) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


14) Jelaskan strategi meredakan nyeri
15) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
16) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi

18) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


Konstipasi Definisi: Observasi:
1) Periksa tanda dan gejala konstipasi
2) Periksa pergerakan usus, karakterikstik feses

3
Proses defekasi normal yang disertai dengan 3) Identifikasi factor risiko konstipasi
pengeluaran feses mudah dan konsistens i, 4) Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau peritonitis
frekuensiserta bentuk feses normal Terapeutik:
Kriteria hasil:
5) Anjurkan diet tinggi serat
Kontrol pengeluaran feses meningkat (5)
6) Lakukan masase abdomen
Keluhan defekasi lama dan sulit menurun (5)
7) Lakukan evakuasi feses secara manual
Mengejan saat defekasi (5)
8) Berikan enema atau irigasi
Konsistensi feses membaik (5)
Edukasi:
Frekuensi defekasi membaik (5)
Peristaltic usus membaik (5) 9) Jelaskan etiologic masalah dan alasan tindakan
10) Anjurkan peningkatan asupan cairan
11) Latih buang air besar secara teratur
12) Ajarkan cara mengatasi konstipasi
Kolaborasi:

13) Konsultasi dengna tim medis tentang


penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
14) Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

3
Risiko Definisi: Observasi:
perdarahan Kehilangan darah baik internal (terjadi di
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga
2) Monitor nilai ht/hb sebelum dan setelah kehilangan darah
keluar tubuh)
3) Monitor TTV
Kriteria hasil:
4) Monitor koagulasi
Kelembaban membrane mukosa meningkat (5)
Terapeutik:
Kelembapan kulit meningkat (5)
Hemoptisis menurun (5) 5) Pertahankan bedrest selama perdarahan

Hematemesis menurun (5) 6) Batasi tindakan invasive

Hematuria menurun (5) 7) Gunakan kasur pencegah decubitus

Haemoglobin membaik (5) 8) Hindari pengukuran suhu rektal


Hematokrit membaik (5) Edukasi:

9) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan


10) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindar i
kosntipasi
11) Anjurkan menghindari aspirin dan antikoagulan
12) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
13) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

3
Kolaborasi:

14) Kolaborasi pemberian obat pengontrol darah


15) Kolaborasi pemberian produk darah
16) Kolaborasi pemberian pelunak tinja

2. Post operasi
Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut Definisi: Observasi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualits,
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual intensitas nyeri
dan fungsional, dengna onset mendadak atau 2) Identifikasi skala nyeri
lambat dan berintensitas ringan hingga berat 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
dan konstan 4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperinga n
Kriteria hasil: nyeri
Keluhan nyeri menurun (5) 5) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Meringis menurun (5) 6) Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
Sikap protektif menurun (5)

3
Gelisah menurun (5) 7) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
Kesulitan tidur(5) diberikan
Frekuensi nadi membaik (5) 8) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:

9) Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa


nyeri
10) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
11) Fasilitasi istirahat dan tidur
12) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemiliha n
strategi meredakan nyeri
Edukasi:

13) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


14) Jelaskan strategi meredakan nyeri
15) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
16) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

3
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Risiko infeksi Definisi: Observasi:


Derajat infeksi berdasarkan observasi atau 1) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
sumber informasi Terapeutik:
Kriteria hasil:
2) Batasi jumlah pengunjung
Demam menurun (5)
3) Berikan perawatan kulit pada area edema
Kemerahan menurun (5)
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
Nyeri menurun (5)
lingkungan pasien
Bengkak menurun (5)
5) Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Kadar sel darah putih membaik (5)
Edukasi:

6) Jelaskan tanda dan gejala infeksi


7) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
9) Anjurkan meningkatkan asupann nutrisi
10) Anjurkan meningkatkan asupan cairan

3
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai
setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk
membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan
yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Harahap, 2019)

E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria
hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Evaluasi keperawatan disusun
menggunakan format SOAP yaitu:
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunaka n
pengamatan yang obyektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisa.

3
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN: PRE-OP HEMORROID GRADE III INTERNA
DI RUANGAN RAFAEL RUMAH SAKIT CAHAYA KAWALUYAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


1. Pengumpulan Data
a. Data Umum
1) Identitas Klien
Nama : Ny. S
Usia : 39 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Wiraswasta
Status marital : Kawin
Tanggal, jam pengkajian : 18 Oktober 2022, 10.20 WIB
Tanggal, jam masuk : 17 Oktober 2022, 18.35 WIB
Diagnosa Medis : Hemorroid Interna Grade III
Alamat : Saguling Bandung Barat

2) Identitas Keluarga/Penanggung Jawab


Nama : Tn. R
Usia : 42 th
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Saguling Bandung Barat
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Klien
a) Riwayat Kesehatan Sekarang

3
1) Alasan Masuk Rumah Sakit:
Klien datang ke rumah sakit melalui IGD dengan keluhan
nyeri di bagian anus saat BAB dan beraktivitas sejak
seminggu yang lalu, BAB berdarah hilang timbul.
2) Keluhan utama:
Nyeri
3) Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Klien mengeluh nyeri di bagian anus. Nyeri dirasakan
sebelum masuk rumah sakit terasa seperti ditusuk jarum,
nyeri bertambah jika bergerak dan duduk, nyeri berkurang
saat tidur terlentang. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
berskala 4 (skala: 1-10). Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan konsisten.
4) Keluhan yang menyertai : Tidak ada
5) Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang telah
didapat : Tidak ada
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1) Riwayat penyakit atau rawat inap sebelumnya: Tidak ada
2) Riwayat alergi : Tidak ada
3) Riwayat operasi : Tidak ada
4) Riwayat transfuse : Tidak ada
5) Riwayat pengobatan : Tidak ada
c) Riwayat Penyakit Keluarga:
Klien mengatakan keluarga tidak ada penyakit hipertensi, DM,
jantung, dan paru.
d) Keadaan kesehatan lingkungan rumah: Tidak terkaji
c. Data Biologis
1. Penampilan umum:
KU klien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dengan
GCS 15 (E:4, M:6, V:5), akral hangat. Klien terpasang infus Asering
500ml/8 jam di tangan kiri, tidak terpasang NGT, kateter dan
oksigen.

3
2. Tanda–tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg di lengan kanan
Suhu : 37,3 oC per axilla,
Nadi : 82 x/menit, di arteri radialis irama teratur, denyutan
kuat
Pernapasan : 18 x/menit, teratur, jenis pernapasan dada
Nyeri : di bagian anus dengan skala 4/10 (skala 1-10)
3. Tinggi badan : 158
Berat badan : 57
IMT 22,8 (klien dalam kategori ideal)
4. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Sistem Tubuh
a) Sistem Pernapasan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat : Klien mengatakan tidak ada masalah
pernapasan
Saat dirawat : Klien mengatakan tidak ada masalah
pernapasan
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Hidung : pernapasan cuping hidung tidak ada, deviasi
septum nasi berada di tengah, mukosa hidung tampak
lembab, secret/lender tidak ada, polip tidak ada, tidak
terpasang oksigen, tidak sianosis, bentuk dada
: normal, pergerakan dada simetris, deviasi trakea
tidak ada, retraksi dada tidak tampak, tidak ada
dyspnea
Palpasi:
Daerah sinus paranasalis : Tidak terkaji
Taktilfremitus : Tidak terkaji
Perkusi:
Terdengar tidak terkaji, batas paru tidak terkaji

3
Auskultasi:
Vesicular, tidak terkaji
Bronchial, tidak terkaji
Bronchovesicular, tidak terkaji
Suara napas tambahan tidak terdengar
Vocal resonans tidak terkaji
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
b) Sistem Kardiovaskuler
1) Anamnesa
Sebelum dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
sistem kardiovaskuler
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan sistem
kardiovaskuler
2) Pemeriksaan fisik:
(a) Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak, clubbing of the
finger tidak ada, sianosis tidak ada dan mulut, epistakis
tidak ada.
(b) Palpasi: Ictus cordis tidak teraba, capillary refill time ‹ 2
detik, thrill tidak ada, edema tidak ada
(c) Perkusi:
Terdengar tidak terkaji
Batas-batas jantung: atas tidak terkaji
bawah tidak terkaji
(d) Auskultasi:
Bunyi jantung I terdengar lup
Bunyi jantung II terdengar dup
Bunyi jantung tambahan: tidak terkaji
3) Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

4
c) Sistem Pencernaan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengeluh nyeri di daerah anus
saat BAB dan beraktivitas
Saat dirawat: Klien mengatakan nyeri di daerah anus
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Mulut : bibir lembab, stomatitis tidak ada, lidah bersih tidak
ada bercak putih dibelakang, gingivitis tidak ada, gusi
berdarah tidak ada, tonsil T1
Gigi : caries tidak ada, gigi tanggal tidak ada masih
lengkap, tidak terpasang NGT
Abdomen: bentuk abdomen datar, bayangan/gambar an
bendungan pembuluh darah vena tidak terlihat, spider naevi
tidak ada, distensi abdomen tidak ada tidak terdapat scar,
tidak tampak balutan verban, tidak terpasang drain
Anus: haemorrhoid interna derajat III, fissure tidak ada,
fistula tidak ada, tanda – tanda keganasan tidak ada.
Auskultasi: Bising usus 15 x/menit, kuat
Palpasi:
Hepar tidak teraba, nyeri tekan tidak ada
Limpa tidak teraba, nyeri tekan tidak
ada Tidak ada nyeri tekan
Perkusi: Terdengar timpani
3) Masalah Keperawatan:
(a) Nyeri Akut
(b) Gangguan eliminasi
d) Sistem Perkemihan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan saat berkemih
tidak ada nyeri, jumlah urine yang dikeluarkan normal
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan

4
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Distensi regio hipogastrika tidak ada, tidak terpasang kateter
urine, warna urine kuning muda.
BAK 3 kali pada pagi hari
Palpasi:
Nyeri tekan regio hipogastrika tidak ada
Perkusi:
Regio hipogastrika tidak terkaji
Nyeri ketuk daerah costovertebral angle kanan tidak ada, dan
kiri tidak ada.
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
e) Sistem Endokrin
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada
keluahan sistem endokrin
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluahan sistem
endokrin
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk tubuh: tidak gigantisme, tidak kretinisme
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
Pembesaran pada ujung-ujung ekstremitas atas atau bawah
tidak ada
Lesi tidak adaa
Palpasi:
Kelenjar tiroid tidak teraba
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

4
f) Sistem Persarafan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
sistem persarafan
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan sistem
persarafan
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk muka simetris, mulut simetris, spastic tidak ada,
parase tidak ada
Sensibilitas ekstremitas atas normal
Sensibilitas ekstremitas bawah mormal
Pergerakan tidak terkoordinir tidak ada
Tingkat kesadaran: Kualitatif: Compos mentis
Kuantitatif: GCS 15 (E= 4, M= 6, V=5)
Uji saraf kranial:
Nervus I (olfaktori) : Dapat membedakan aroma
Nervus II (optikus) : Dapat membaca dengan jelas
pada jarak 20 cm
Nervus III (okulmotorius): Tidak terkaji
Nervus IV (troclear) : Tidak terkaji
Nervus V (trigeminus) : Tidak terkaji
Nervus VI (abdusen) : refleks kornea ada, dapat
menggerakan wajah
Nervus VII (fasialis) : Wajah dapat berekspresi
Nervus VIII (vestibulokoklearis): Dapat mendengar
dari mana suara detik jam berasal
Nervus IX (glosofaringeal): Dapat mengecap rasa
Nervus X (vagus) : Tidak terkaji
Nervus XI (aksesorius): Dapat melawan saat diberi
tahanan walaupun lemah

4
Nervus XII (hipoglosus): Dapat menggerakan lidah
dengan bebas
Perkusi:
Refleks fisiologis:
Tendon biceps : tidak terkaji
Tendon triceps : tidak terkaji
Tendon patella : tidak terkaji
Tendon Achilles: tidak terkaji
Refleks patologis:
Refleks Babinski tidak ada
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
g) Sistem Persepsi Sensori
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah
penglihatan dan pendengaran
Saat dirawat: Tidak ada keluhan
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Penglihatan: conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
palpebra tidak edema, pupil isokhor, reaksi cahaya ada
Pendengaran: pinna tidak merah atau edema, canalis
auditorius eksterna bersih, Refleks cahaya politzer ada ,
membran timpani utuh, battle sign tidak ada, pengeluara n
cairan dari telinga tidak berlebihan, lesi tidak ada
Palpasi:
Penglihatan: TIO tidak terkaji
Pendengaran: pinna tidak terkaji
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

4
h) Sistem Muskuloskeletal
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah
sistem muskuloskeletal
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Ekstremitas atas tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah tidak ada kelainan
Atrofi otot tidak ada
Rentang gerak/range of motion dapat dilakukan secara aktif
Nilai kekuatan otot 5/5/5/5 (Keterangan: seluruh ekstremitas
kuat
Bentuk columna vertebralis: tidak terkaji
Penggunaan alat/balutan: tidak ada
Palpasi:
Nyeri tekan pada processus spinosus tidak ada
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
i) Sistem Integumen
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah
sistem integumen
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluahan
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Rambut : warna hitam distribusi merata, tidak rontok
Kuku : tidak clubbing fingers
Kulit : lembab
Lesi (lokasi, ukuran, tanda-tanda peradangan) tidak ada,
ptekie tidak ada, ekimosis tidak ada

4
Palpasi:
Tekstur kulit halus
Kelembaban baik
Turgor kulit cukup baik
Nyeri tekan tidak ada
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
j) Sistem Imun-Hematologi
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah
sistem hematologi
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada,
lesi: tidak ada, rumple leed test: tidak terkaji
Palpasi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
d. Data Psikologis
1. Status emosi: Klien memiliki status emosi yang kurang stabil dalam
mengahdapi penyakitnya dikarenakan ada kecemasan untuk
tindakan yang diberikan.
2. Konsep diri (gambaran diri, harga diri, ideal diri, identitas diri,
peran)
a) Gambaran diri: klien menggambarkan diri sebagai seorang pria
b) Harga diri : Klien mengatakan percaya diri

c) Ideal diri : Memiliki harapan dapat kembali beraktivitas

d) Identitas diri: Menyadari bahwa dirinya adalah seorang istri dan


ibu rumah tangga
e) Peran : Sebelum sakit dapat melakukan aktivitas dan
melakukan kegitan dirumah mengurus anak anak

4
3. Gaya komunikasi (kejelasan artikulasi, intonasi, cepat lambatnya)
a) Kejelasan artikulasi: bisa berkomunikasi dengan baik dan jelas
b) Intonasi : cukup terdengar tidak terlalu rendah

c) Cepat lambatnya : tidak terlalu lambat

4. Pola interaksi: kooperatif dan bersahabat


5. Pola mengatasi masalah: selalu berdoa dan menyerahkan semuanya
pada yang Maha Kuasa.
e. Data Sosio-Spiritual
1. Hubungan sosial : Hubungan klien dengan keluarga, teman,
dan rekan kerja baik
2. Kultur yang diikuti : Berasal dari suku sunda
3. Gaya hidup : Sederhana
4. Kegiatan agama dan relasi dengan Tuhan: mengikuti kelompok ibu
ibu pengajian dan hubungan dengan Tuhan baik
f. Pengetahuan/Persepsi Klien terhadap Penyakitnya
Klien mengatakan kurang mengerti mengenai penyakit yang
dideritanya, begitupun dengan keluarganya.
g. Data Penunjang
1. Laboratorium:
Pemeriksaan Hematologi 17/10/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

MCV L 75 fL 80-96

MCH L 24 pg/mL 28-33

MCHC L32 g/dL 33-36

Eritrosit H 5.35 jt/𝜇𝐿 4.10-4.10

Neutrofil batang L0 % 2-6

Limfosit H 41 % 20-40

4
2. Radiologi:
Hasil radiologi (DX thorax PA) 17 Oktober 2022
a) Trachea di tengah
b) COR: bentuk dan ukuran normal
c) Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan dan kiri normal
d) Pulmo: Hili normal
Kesimpulan:
Pulmo tidak tampak BP/TB, tidak tampak efusi pleura, tidak
tampak kardiomegali
3. Terapi (oral dan parenteral/injeksi).
a. Cefotaxime
1) Golongan
Antibiotik sefalosparin
2) Dosis untuk pasien
1x1g
3) Cara kerja
Farmakologi cefotaxime adalah memberikan efek
bakterisidal dengan cara menghambat sintesis dinding sel
bakteri. Cefotaxime parenteral merupakan antibiot ik
berspektrum luas yang efektif terhadap bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif.
Farmakodinamik
Cefotaxime merupakan antibiotik sefalosporin generasi
ketiga, yang diberikan secara intravena. Cefotaxime
memiliki aktivitas spektrum luas terhadap bakteri gram
positif, seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, dan Streptococcus pneumoniae, serta bakteri
gram negatif, seperti Escherichia coli, Haemophilus
influenzae, dan Klebsiella spp.
4) Indikasi
Indikasi cefotaxime adalah untuk penatalaksanaan infeks i
saluran pernapasan bawah, infeksi saluran kemih, pelvic

4
inflammatory disease, infeksi intraabdominal, infeksi sistem
saraf pusat, infeksi pada tulang dan kulit, serta pada
bakteremia dan sepsis.
5) Kontra Indikasi
Riwayat hipersensitivitas tipe cepat setelah penggunaan
cefotaxime, komponen penyusun cefotaxime, atau golonga n
cephalosporin lain. Segera hentikan pemberian cefotaxime
bila muncul tanda-tanda hipersensitivitas, seperti ruam
kulit, urtikaria, atau bila pasien tampak gelisah
6) Efek samping
(a) Nyeri atau bengkak di area yang disuntik
(b) Diare
(c) Mual atau muntah
4. Diit : Puasa
5. Acara infus : Asering 500 ml/8 jam
6. Mobilisasi : Berjalan
Klien tampak meringis ketika bergerak
Klien tampak kurang rileks
2. Pengelompokkan Data (data subyektif dan data obyektif)
Data Subyektif Data Obyektif
1. Klien mengeluh nyeri di bagian 1. Keadaan Umum
anus. Tampak sakit sedang, kesadaran
2. Klien mengatakan nyeri terasa compos mentis, akral hangat
seperti tertusuk jarum dan 2. TTV
kurang nyaman, nyeri bertambah TD: 110/70 mmHg di lengan kanan
jika bergerak dan duduk, nyeri S : 37,3 oC per axilla,
berkurang saat tidur terlentang. HR: 82 x/menit, di arteri radialis
3. Klien mengatakan nyeri yang irama teratur, denyutan kuat
dirasakan berskala 4 (skala: 1- RR: 18 x/menit, teratur
10). Nyeri : di bagian anus dengan skala
4. Klien mengatakan BAB 4/10 (skala 1-10)
berdarah, hilang timbul. 3. Pemeriksaan fisik

4
5. Klien mengatakan ada rasa i. Bising usus 15 x/menit, kuat
cemas dengan tindakan yang ii. Terdapat hemorroid keluar dari
akan dilakukan anus sedikit
6. Klien mengatakan awalnya tidak 4. Hasil Lab
mengerti tentang penyakit yang i. MCV L 75 fL
dirasakan, sehingga setelah ii. MCH L 24 pg/mL
seminggu merasakan kurang iii. MCHC L 32 g/dL
nyaman klien memutuskan untuk iv. Eritrosit H 5.35 jt/μL
ke RS v. Neutrofil batang L 0 %
7. Klien mengatakan BAB sulit dan vi. Limfosit H 41 %
harus mengejan 5. Klien tampak meringis saat
bergerak
6. Klien tampak kurang rileks
7. Terasa massa pada rektal

3. Analisa Data: dibuat dalam bentuk 3 kolom (data, etiologi dan masalah)
Data Etiologi Masalah
DS: Hemorroid Intenal Nyeri akut
derajat III
1. Klien mengeluh nyeri di ↓
anus Inflamasi

2. Klien mengatakan nyeri di Pelepasan mediator
skala 4 kimia

DO: Merangsang saraf A dan
C
1. Klien tampak meringis

ketika bergerak Impuls diteruskan ke
2. Klien tampak kurang rileks cortex cerebri

Nyeri akut
DO: Hemorroid internal Resiko infeksi
derajat III
1. Hemorroid grade III akan ↓
dilakukan Stapled Inflamasi

Hemorrhoidopexy
Risiko infeksi

5
2. Limfosit H 41 %
DS:
BAB berdarah
DS: Penumpukan feses Konstipasi

1. Klien mengatakan BAB Feses keras
sulit dan harus mengejan ↓
Kesulitan BAB
DO:
1. Teraba massa pada rektal
DS: Hemorroid internal Ansietas
derajat IV
1. Klien mengatakan ada rasa ↓
cemas dengan tindakan Kurang terpapar
yang akan dilakukan informasi mengenai
operasi yang dilakukan:
DO: hemorroidopexy dengan
stapler
1. Klien tampak gelisah

Ansietas
DS: Hemorroid internal Defisit
derajat IV
1. Klien mengatakan tidak Pengetahuan

mengerti mengena Kurang terpapar
informasi mengenai
i penyakitnya
operasi yang dilakukan:
DO: hemorroidopexy dengan
stapler
1. Klien tampak bingung ↓
Bingung

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (inflamasi) d.d mengeluh nyeri,
tamak meringis
2. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (hemorroid)
3. Konstipasi b.d Aganglionik (penyakit hemorroid) d.d terasa massa pada
rektal, peristaltik usus menurun
4. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa cemas, tampak gelisah
dan tidak rileks
5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d tampak bingung

5
3.3 Perencanaan Keperawatan
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Observasi: 1. Untuk merencanakan tindakan
kerusakan integr itas intervensi 2 x 7 jam 19) Monitor tanda dan gejala selanjutnya
kulit (hemorroid) diharapkan klien dapat infeksi local dan sistemik 2. Mengatasi mikrobakteri untuk
DO: mencapai kriteria hasil: menyebar ke lingkungan
1. Hemorroid grade a. Demam menurun (5) Terapeutik: 3. Menurunkan infeksi yang dapat
b. Kemerahan menurun 20) Cuci tangan sebelum dan
III akan dilakukan terjadi
(5) sesudah kontak dengan pasien
Stapled 4. Memberikan pengetahuan
c. Nyeri menurun (5) dan lingkungan pasien
Hemorrhoidopexy kepada pasien
d. Bengkak menurun 21) Pertahankan teknik
2. Limfosit H 41 % 5. Mempertahankan daya tahan
(5) aseptic pada pasien berisiko
tubuh tetap optimal
tinggi 6. Mempertahankan cairan dalam
Edukasi: tubuh optimal
22) Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
23) Anjurkan meningkatka
n asupan nutrisi
24) Anjurkan meningkatka
n asupan cairan
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi: Observasi
berhubungan dengan tindakan asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengenali nyeri yang dialami
agen pencedera keperawatan selama 2 karakteristik, durasi, 2. Mengelompokkan nyeri pada
fisiologis d.d x frekuensi, kualitas, intens ita s ringan, berat atau sedang
7 jam klien menyatakan nyeri 3. Mengenali reaksi non-verbal
nyeri hilang berkurang

5
mengeluh nyeri, atau menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri 4. Mengetahui yang memperberat
tampak meringis kriteria hasil: 3. Identifikasi respons nyeri non- dan meringankan nyeri
DS: a. Keluhan nyeri verbal 5. Menilai pengetahuan klien
1. Klien mengeluh menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang tentang nyeri yang dirasakan
nyeri di anus b. Meringis menurun memperberat dan 6. Memahami persepsi budaya klien
2. Klien mengataka n (5) memperingan nyeri 7. Mengetahui kualitas hidup klien
nyeri di skala 4 5. Identifikasi pengetahuan dan dengan nyeri
DO: keyakinan tentang nyeri 8. Memantau tingkat keberhasilan
1. Klien tampak 6. Monitor keberhasilan terapi 9. Menjaga agar tidak terjadi efek
meringis ketika komplementer yang sudah samping yang tidak diinginkan
bergerak diberikan Terapeutik
7. Monitor efek samping 1. Untuk mengurangi rasa nyeri
2. Klien tampak
penggunaan analgetik dengan nafas dalam atau Teknik
kurang rileks
Terapeutik: farmakologis lainnya
2. Mencegah faktor eksternal
1. Berikan teknik
lingkungan yang dapat
nonfarmakologis untuk
memperberat nyeri
mengurangi rasa nyeri
3. Istirahat dan tidur yang baik
2. Kontrol lingkungan yang akan mengurangi nyeri yang
memperberat rasa nyeri dirasakan
3. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi
pertimbangkan jenis dan 1. Memberikan pengetahuan
sumber nyeri dalam pemiliha n kepada klien dan keluarga
strategi meredakan nyeri 2. Membantu klien agar dapat
Edukasi: meredakan nyeri yang dirasakan
1.Jelaskan penyebab, periode, 3. Melatih klien mengontrol nyeri
dan pemicu nyeri secara mandiri

5
2. Jelaskan strategi meredakan 4. Analgetik yang tepat akan
nyeri mengurangi efek dari obat
3. Anjurkan memonitor nyeri 5. Melatih klien mengontrol nyeri
secara mandiri Kolaborasi
4. Anjurkan menggunaka Bekerjasama dengan farmasi untuk
n analgetik secara tepat pemberian analgetik yang tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
3 Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan Observasi: 1. Meningkatkan kepercayaan diri
terpapar informasi d.d implementasi 2 x 7 jam 1. Identifikasi kemampuan klien dalam mengatasi masalah
merasa cemas, diharapkan klien dapat mengambil keputusan 2. Mengetahui sejauh mana
tampak gelisah dan mencapai kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda ansietas ansietas pada klien
tidak rileks a. Perilaku sesuai (verbal dan nonverbal) 3. Mengontrol ansietas klien agar
DS: dengan pengetahuan Terapeutik: tidak terlalu berlebihan
Klien mengatakan meningkat (5) 3. Pahami situasi yang membuat 4. Membuat klien lebih percaya
ada rasa cemas b. Pertanyaan tentang ansietas 5. Meningkatkan pemahaman
dengan tindakan yang masalah yang 4. Gunakan pendekatan yang klien dan membuat klien tidak
akan dilakukan dihadapi menurun tenang dan meyakinkan cemas
DO: (5) Edukasi: 6. Meningkatkan pemahaman
Klien tampak gelisah c. Persepsi yang keliru 5. Jelaskan prosedur yang akan terhadap apa yang dirasakan
terhadap masalah dialami klien
menurun (5) 6. Anjurkan mengungkapka 7. Meningkatkan kontrol diri pada
n perasaan dan persepsi klien
7. Latih teknik relaksasi

5
4 Konstipasi b.d Setelah dilakukan Observasi 1. Mengetahui penyebab dari
Aganglionik implementasi 2 x 7 jam 1. Identifikasi faktor resiko defekasi
(penyakit hemorroid) diharapkan klien dapat defekasi 2. Meningkatkan pengetahuan
d.d terasa massa pada mencapai kriteria hasil: Edukasi klien dalam mengatasi konstipasi
rektal, peristaltik usus a. Distensi (5) 2. Ajarkan cara mengatas 3. Meningkatkan frekuensi dan
menurun b. Massa pada rektal i konstipasi mempermudah dalam
DS: (5) Terapeutik pengeluaran feses
Klien mengatakan c. Frekuensi defekasi 3. Anjurkan diet tinggi serat 4. Membantu pengeluaran feses
BAB sulit dan harus (5) Kolaborasi
mengejan 4. Kolaborasi dengan obat
DO: pencahar
Teraba massa pada
rektal
5 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Observasi 1. Membantu klien dalam
b.d kurang terpapar implementasi 2 x 7 jam 1. Identifikasi kesiapan dan menerima informasi
informasi d.d tampak diharapkan klien dapat kemampuan menerima 2. Meningkatkan pengetahuan dan
bingung mencapai kriteria hasil: informasi memberikan klien kesempatan
DS: a. Persepsi yang keliru Terapeutik untuk bertanya
Klien mengatakan terhadap masalah 2. Jadwalkan pendidikan 3. Meningkatkan kemampuan klien
tidak mengerti yang dihadapi kesehatan dalam mengatasi nyeri
mengenai b. Perilaku sesuai Edukasi
penyakitnya anjuran 3. Ajarkan strategi yang tepat
DO: untuk mengatasi nyeri
Klien tampak
bingung

5
3.4 Implementasi Keperawatan
TGL JAM NO. IMPLEMENTASI NAMA
DK & TTD
18/10/ 10.20 1. Mengobservasi KU pasien, Lidwina
2022 H: KU klien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis dengan
GCS 15 (E:4, M:6, V:5), akral hangat.
Klien terpasang infus Asering
500ml/8 jam di tangan kiri, tidak
terpasang NGT, kateter dan oksigen.
R: Klien kooperatif
10.25 2. Melakukan PF dan memeriksa
TTV klien
H: PF terdapat masalah pada sistem
pencernaan yaitu terdapat benjolan
pada anus
TTV:
TD: 110/70 mmHg di lengan kanan
S : 37,3 oC per axilla,
HR: 82 x/menit, di arteri radialis
irama teratur, denyutan kuat
RR: 18 x/menit, teratur
R: Klien tampak gelisah dan tidak
rileks
10.50 I 3. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
H: Klien mengatakan nyeri di bagian
anus, nyeri terus menerus, nyeri terasa
nyut-nyutan
10.53 I 4. Identifikasi skala nyeri
H: Klien mengatakan nyeri pada skala
4/10
10.58 I 5. Identifikasi respons nyeri non-
verbal
H: Klien tampak meringis ketika
duduk
11.00 I 6. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperinga n
nyeri
H: Klien mengatakan nyeri bertambah
saat bergerak dan berkurang saat tidur
terlentang
11.10 II 7. Melakukan Skin test untuk obat
antibiotik
H: Tidak ada alergi
11.30 II 8. Memberikan Obat Cefotaxime 1 gr
R: Klien kooperatif

5
12.10 IV 9. Monitor tanda-tanda ansietas
H: Klien tampak gelisah
R: Klien mengatakan cemas akan
tindakan yang akan dilakukan
IV 10. Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan
R: Klien tampak mengerti
12.20 V 11. Melakukan penkes mengena i
penyakit dan terapi relaksasi napas
dalam untuk mengurangi nyeri
H: Klien tampak mengerti dengan
penjelasan
R: Klien kooperatif

3.5 Evaluasi Keperawatan


TGL NO. DK SOAP NAMA &
TTD
18/10/22 I S : Klien mengeluh nyeri di bagian Lidwina
anus, nyeri terasa nyut-nyutan,
terus menerus
O : Skala nyeri 4/10
A : Nyeri Akut
P : Masalah belum teratasi
intervensi dilanjutkan
Luaran:
a. Keluhan nyeri menurun (5)
b. Meringis menurun (5)
18/10/22 II S:- Lidwina
O : Hemorroid interna grade III
A : Resiko infeksi
P : Masalah belum teratasi
intervensi dilanjutkan
Luaran:
a. Demam menurun (5)
b. Kemerahan menurun (5)
c. Nyeri menurun (5)
18/10/22 III S: Klien mengatakan sulit BAB Lidwina
O: Teraba massa pada rektal
A: Konstipasi
P: Masalah belum teratasi
intervensi dilanjutkan
Luaran:
a. Massa pada rektal (5)
b. Defekasi (5)
18/10/22 IV S: Klien mengatakan cemas dengan Lidwina
tindakan yang akan dilakukan

5
O: Klien tampak cemas dan gelisah
A: Ansietas
P: Masalah belum teratasi
intervensi dilanjutkan
Luaran:
a. Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat (5)
b. Pertanyaan tentang masalah
yang dihadapi menurun (5)
18/10/22 V S: Klien mengatakan sudah Lidwina
mengerti mengenai penyakitnya
O: Klien tampak mengerti
A: Defisit pengetahuan
P: Masalah teratasi sebagian
intervensi dilanjutkan
Luaran:
a. Persepsi keliru (5)
b. Perilaku sesuai anjuran (5)

5
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN: POST-OP HEMORROID GRADE III INTERNA
DI RUANGAN RAFAEL RUMAH SAKIT CAHAYA KAWALUYAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


a. Keluhan utama:
Nyeri
b. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Klien mengeluh nyeri di bagian anus. Nyeri dirasakan sebelum masuk
rumah sakit terasa seperti sayatan-sayatan, nyeri bertambah jika bergerak
dan duduk, nyeri berkurang saat tidur terlentang. Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan berskala 2 (skala: 1-10). Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan konsisten.
c. Keluhan yang menyertai : Tidak ada
d. Data Biologis
1. Penampilan umum:
KU klien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dengan GCS
15 (E:4, M:6, V:5), akral hangat. Klien terpasang infus Asering 500ml/8
jam di tangan kiri, tidak terpasang NGT, kateter dan oksigen.
2. Tanda–tanda vital:
Tekanan darah : 100/70 mmHg di lengan kanan
Suhu : 36,8 oC per axilla,
Nadi : 65 x/menit, di arteri radialis irama teratur, denyutan
kuat
Pernapasan : 18 x/menit, teratur, jenis pernapasan dada
Nyeri : di bagian anus dengan skala 2/10 (skala 1-10)
3. Tinggi badan 158
Berat badan 57
IMT 22,8 (klien dalam kategori ideal)

5
4. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Sistem Tubuh
a) Sistem Pernapasan
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat : Klien mengatakan tidak ada masalah
pernapasan
Saat dirawat : Klien mengatakan tidak ada masalah
pernapasan
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Hidung : pernapasan cuping hidung tidak ada, deviasi
septum nasi berada di tengah, mukosa hidung tampak lembab,
secret/lender tidak ada, polip tidak ada, tidak terpasang oksigen
Palpasi:
Daerah sinus paranasalis : Tidak terkaji
Taktilfremitus : Tidak terkaji
Perkusi:
Terdengar tidak terkaji, batas paru tidak terkaji
Auskultasi:
Vesicular, insipirasi terdengar lebih jelas dibanding ekspirasi dan
terdengar di seluruh lapang paru
Bronchial, ekspirasi terdengar lebih jelas, keras, dan tinggi
dibanding insipirasi, dan terdengar di daerah bronkial
Bronchovesicular, inspirasi dan ekspirasi terdengar sama di
daerah sternum
Suara napas tambahan tidak terdengar
Vocal resonans tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
b) Sistem Kardiovaskuler
Anamnesa
Sebelum dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan sistem
kardiovaskuler

6
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan sistem
kardiovaskuler
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak, clubbing of the finger tidak
ada, sianosis tidak ada dan mulut, epistakis tidak ada.
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba, capillary refill time ‹ 2 detik,
thrill tidak ada, edema tidak ada
Perkusi:
Terdengar tidak terkaji
Batas-batas jantung: atas tidak terkaji
bawah tidak terkaji
Auskultasi:
Bunyi jantung I terdengar tidak terkaji
Bunyi jantung II terdengar tidak terkaji
Bunyi jantung tambahan: tidak terkaji
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
c) Sistem Pencernaan
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengeluh nyeri di bagian anus
Saat dirawat: Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Anus: haemorrhoid tidak ada, fissure tidak ada, fistula tidak ada,
tanda – tanda keganasan tidak ada.
Benjolan tidak ada, perban sudah dilepas
Auskultasi: Bising usus 15 x/menit, kuat
Palpasi:
Hepar tidak teraba, nyeri tekan tidak ada
Limpa tidak teraba, nyeri tekan tidak ada
Tidak ada nyeri tekan
Perkusi: Terdengar timpani

6
Masalah Keperawatan:
Nyeri Akut

d) Sistem Perkemihan
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan saat berkemih tidak ada
nyeri, jumlah urine yang dikeluarkan normal
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Distensi regio hipogastrika tidak ada, tidak terpasang kateter
urine, warna urine kuning muda.
BAK 3 kali pada sore hari
Palpasi:
Nyeri tekan regio hipogastrika tidak ada
Perkusi:
Regio hipogastrika tidak terkaji
Nyeri ketuk daerah costovertebral angle kanan tidak ada, dan kiri
tidak ada.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
e) Sistem Endokrin
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluahan sistem
endokrin
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluahan sistem endokrin
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk tubuh: tidak gigantisme, tidak kretinisme
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
Pembesaran pada ujung-ujung ekstremitas atas atau bawah tidak
ada
Lesi tidak adaa

6
Palpasi:
Kelenjar tiroid tidak teraba
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
f) Sistem Persarafan
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan sistem
persarafan
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan sistem persarafan
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk muka simetris, mulut simetris, spastic tidak ada, parase
tidak ada
Sensibilitas ekstremitas atas normal
Sensibilitas ekstremitas bawah mormal
Pergerakan tidak terkoordinir tidak ada
Tingkat kesadaran: Kualitatif: Compos mentis
Kuantitatif: GCS 15 (E= 4, M= 6, V=5)
Uji saraf kranial:
Nervus I (olfaktori) : Dapat membedakan aroma
Nervus II (optikus) : Dapat membaca dengan jelas pada
jarak 20 cm
Nervus III (okulmotorius): Tidak terkaji
Nervus IV (troclear) : Tidak terkaji
Nervus V (trigeminus) : Tidak terkaji
Nervus VI (abdusen) : refleks kornea ada, dapat
menggerakan wajah
Nervus VII (fasialis) : Wajah dapat berekspresi
Nervus VIII (vestibulokoklearis): Dapat mendengar dari mana
suara detik jam berasal
Nervus IX (glosofaringeal): Dapat mengecap rasa

6
Nervus X (vagus) : Tidak terkaji
Nervus XI (aksesorius): Dapat melawan saat diberi tahanan
walaupun lemah
Nervus XII (hipoglosus): Dapat menggerakan lidah dengan
bebas
Perkusi:
Refleks fisiologis:
Tendon biceps : tidak terkaji
Tendon triceps : tidak terkaji
Tendon patella : tidak terkaji
Tendon Achilles: tidak terkaji
Refleks patologis:
Refleks Babinski tidak ada
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

g) Sistem Persepsi Sensori


Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah
penglihatan dan pendengaran
Saat dirawat: Tidak ada keluhan
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Penglihatan: conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
palpebra tidak edema, pupil isokhor, reaksi cahaya ada, diameter
4 mm
Pendengaran: pinna tidak merah atau edema, canalis auditorius
eksterna bersih, Refleks cahaya politzer ada , membran timpani
utuh, battle sign tidak ada, pengeluaran cairan dari telinga tidak
berlebihan, lesi tidak ada
Palpasi:
Penglihatan: TIO tidak terkaji
Pendengaran: pinna tidak terkaji

6
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
h) Sistem Muskuloskeletal
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah sistem
muskuloskeletal
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Ekstremitas atas tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah tidak ada kelainan
Atrofi otot tidak ada
Rentang gerak/range of motion dapat dilakukan secara aktif
Nilai kekuatan otot 5/5/5/5 (Keterangan: seluruh ekstremitas kuat
Bentuk columna vertebralis: tidak terkaji
Penggunaan alat/balutan: tidak ada
Palpasi:
Nyeri tekan pada processus spinosus tidak ada
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
i) Sistem Integumen
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah sistem
integumen
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluahan
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Rambut : warna hitam distribusi merata, tidak rontok
Kuku : tidak clubbing fingers
Kulit : lembab
Lesi (lokasi, ukuran, tanda-tanda peradangan) tidak ada, ptekie
tidak ada, ekimosis tidak ada

6
Palpasi:
Tekstur kulit halus
Kelembaban baik
Turgor kulit cukup baik
Nyeri tekan tidak ada
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
j) Sistem Imun-Hematologi
Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah sistem
hematologi
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada,
lesi: tidak ada, rumple leed test: tidak terkaji
Palpasi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
e. Data Penunjang
1. Terapi
a) Cefotaxime
1) Golongan
Antibiotik sefalosparin
2) Dosis untuk pasien
2x1g
3) Cara kerja
Farmakologi cefotaxime adalah memberikan efek bakterisidal
dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Cefotaxime
parenteral merupakan antibiotik berspektrum luas yang efektif
terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

6
Farmakodinamik
Cefotaxime merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga,
yang diberikan secara intravena. Cefotaxime memiliki aktivitas
spektrum luas terhadap bakteri gram positif,
seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, dan Streptococcus pneumoniae, serta bakteri gram
negatif, seperti Escherichia coli, Haemophilus influenzae,
dan Klebsiella spp.
4) Indikasi
Indikasi cefotaxime adalah untuk penatalaksanaan infeksi saluran
pernapasan bawah, infeksi saluran kemih, pelvic inflammatory
disease, infeksi intraabdominal, infeksi sistem saraf pusat, infeksi
pada tulang dan kulit, serta pada bakteremia dan sepsis.
5) Kontra Indikasi
Riwayat hipersensitivitas tipe cepat setelah penggunaan
cefotaxime, komponen penyusun cefotaxime, atau golongan
cephalosporin lain. Segera hentikan pemberian cefotaxime bila
muncul tanda-tanda hipersensitivitas, seperti ruam kulit, urtikaria,
atau bila pasien tampak gelisah
b) Ketorolac
1) Golonga
n
Analgetik
2) Dosis untuk pasien
2 x 30 mg
3) Cara kerja
Ketorolac termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non-steroid
(OAINS) yang bekerja dengan cara menginhibisi sintesis
prostaglandin. Pemberian ketorolac secara intramuskular, dapat
diabsorpsi seluruhnya dengan cepat. Ketorolac mengalami proses
metabolisme di hati. Hampir seluruh ketorolac diekskresikan di
urin.

6
Farmakodinamik
Farmakodinamik ketorolac berhubungan dengan kemampuannya
menginhibisi aktivitas enzim siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan
COX-2) dalam metabolisme asam arakidonat menjadi
prostaglandin dan tromboksan-2. Hal tersebut menyebabkan
ketorolac sangat efektif digunakan dalam penanganan nyeri, sebab
patofisiologi nyeri melibatkan prostaglandin.
4) Indikasi
Indikasi utama penggunaan ketorolac adalah untuk mengatasi nyeri
akut dan digunakan dalam jangka pendek (<5 hari). Selain itu,
ketorolac juga dapat diberikan intra/post operatif pada kanker, dan
migrain.
5) Kontra Indikasi
Kontraindikasi utama pemberian ketorolac adalah pada pasien
yang memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap ketorolac atau
komplemen penyusun sediaannya.
6) Efek Samping
Efek samping tersering dari penggunaan ketorolac via oral dan
injeksi dapat berupa iritasi lambung, mual, nyeri kepala, rasa
mengantuk/somnolen, pusing, diare, dan dispepsia. Efek samping
umumnya ditemukan pada pasien yang menggunakan ketorolac
dalam jangka waktu panjang.
2. Diit : Bubur Kecap
3. Acara infus : Asering 500 ml/ 8 jam
4. Mobilisasi : Bedrest

Pengelompokkan Data (data subyektif dan data obyektif)


Data Subyektif Data Obyektif
1. Klien mengeluh nyeri di bagian 1. Keadaan Umum
operasi Tampak sakit sedang, kesadaran
2. Klien mengatakan nyeri seperti compos mentis, akral hangat
tersayat 2. TTV

6
3. Klien mengatakan nyeri yang TD: 100/70 mmHg di lengan kanan
dirasakan berskala 2 (skala: 1-10). S : 36,8 oC per axilla,
4. Klien mengatakan ada rasa cemas HR: 82 x/menit, di arteri radialis
ketika akan BAB, takut akan ada irama teratur, denyutan kuat
perdarahan RR: 18 x/menit, teratur
Nyeri : di bagian anus dengan skala
2/10 (skala 1-10)
3. Pemeriksaan fisik
Bising usus 15 x/menit, kuat
Keadaan anus tidak ada rembesan
darah benjolan tidak ada
4. Klien tampak bingung dan cemas

Analisa Data: dibuat dalam bentuk 3 kolom (data, etiologi dan masalah)
Data Etiologi Masalah
DS: Hemorroid Intenal Nyeri akut
derajat III
1. Klien mengeluh nyeri di ↓
anus Inflamasi

2. Klien mengatakan nyeri Pelepasan mediator
di skala 4 kimia

DO: ↓
1. Klien tampak meringis Merangsang saraf A
dan C
ketika bergerak ↓
Impuls diteruskan ke
2. Klien tampak kurang
cortex cerebri
rileks ↓
Nyeri akut
DO: Hemorroid internal Resiko infeksi
derajat III
1. Hemorroid grade III ↓
sudah dilakukan Inflamasi

Stapled Risiko infeksi
Hemorrhoidopexy

6
DS: Hemorroid internal Ansietas
derajat IV
Klien mengatakan ada rasa ↓
cemas dengan tindakan Kurang terpapar
informasi mengenai
yang akan dilakukan operasi yang dilakukan:
DO: hemorroidopexy
dengan stapler
Klien tampak gelisah ↓
Ansietas

DO: Hemorroid internal Resiko Perdarahan


derajat IV
Hemorroid grade III sudah ↓
dilakukan Stapled Tindakan
hemorroidopexy
Hemorrhoidopexy
dengan stapler

Luka tidak terfiksasi
dengan baik

Resiko perdarahan

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (inflamasi) d.d mengeluh nyeri,
tamak meringis
2. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (hemorroid)
3. Resiko perdarahan b.d tindakan pembedahan (Hemorrhoids Stapler)
4. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa cemas, tampak gelisah
dan tidak rileks

7
3.3 Perencanaan Keperawatan
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi b.d Setelah Observasi: 1. Untuk merencanakan tindakan
kerusakan dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala infeks i selanjutnya
integritas kulit intervensi 2 x 7 local dan sistemik 2. Mengatasi mikrobakteri untuk
(hemorroid) jam diharapkan menyebar ke lingkungan
DO: klien dapat Terapeutik: 3. Menurunkan infeksi yang dapat terjadi
Hemorroid grade mencapai 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah 4. Memberikan pengetahuan kepada
III akan dilakukan kriteria hasil: kontak dengan pasien dan pasien
Stapled a. Demam lingkungan pasien 5. Mempertahankan daya tahan tubuh
Hemorrhoidopexy menurun (5) 3. Pertahankan teknik aseptic pada tetap optimal
b. Kemerahan pasien berisiko tinggi 6. Mempertahankan cairan dalam tubuh
menurun (5) Edukasi: optimal
c. Nyeri
menurun (5) 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d. Bengkak 5. Anjurkan meningkatkan asupan
menurun (5) nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
2 Resiko perdarahan Setelah Observasi: 1. Merencanakan tindakan selanjutnya
b.d tindakan dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala 2. Memperjelas kemungkinan terjadi
pembedahan implementasi 1 perdarahan perdarahan
x 24 jam 2. Monitor nilai 3. Mencegah perdarahan yang lebih besar
diharapkan klien hemoglobin/hematokrit sebelum 4. Mengontrol perdarahan yang akan
dapat mencapai dan setelah kehilangan darah terjadi
kriteria hasil:

7
d. HB membaik Terapeutik 5. Mencegah pengeluaran darah pada
(5) pembuluh darah paling besar
3. Batasi tindakan invasif, jika perlu
e. Ht membaik 6. Meningkatkan respon dalam mengatas i
(5) 4. Pertahankan bedrest selama perdarahan
f. Tekanan perdarahan 7. Menghentikan perdarahan yang lebih
darah 5. Hindari pengukuran suhu rektal besar
membaik (5)
g. Suhu Edukasi
membaik (5)
6. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi

7. Kolaborasi pemberian obat


pengontrol perdarahan, jika perlu
3 Nyeri akut Setelah Observasi: Observasi
berhubungan dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Mengenali nyeri yang dialami
dengan agen tindakan asuhan durasi, frekuensi, kualitas, intens ita s 2. Mengelompokkan nyeri pada ringan,
pencedera keperawatan nyeri berat atau sedang
fisiologis d.d selama 2 x 7 jam 2. Identifikasi skala nyeri 3. Mengenali reaksi non-verbal
mengeluh nyeri, klien 3. Identifikasi respons nyeri non-verbal 4. Mengetahui yang memperberat dan
tampak meringis menyatakan 4. Identifikasi faktor yang meringankan nyeri
DS: nyeri hilang memperberat dan memperinga n 5. Menilai pengetahuan klien tentang nyeri
3. Klien berkurang atau nyeri yang dirasakan
mengeluh nyeri menurun dengan 5. Identifikasi pengetahuan dan 6. Memahami persepsi budaya klien
di anus kriteria hasil: keyakinan tentang nyeri 7. Mengetahui kualitas hidup klien dengan
c. Keluhan nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya nyeri
menurun (5) terhadap respon nyeri 8. Memantau tingkat keberhasilan

7
4. Klien d. Meringis 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada 9. Menjaga agar tidak terjadi efek samping
mengatakan menurun (5) kualitas hidup yang tidak diinginkan
nyeri di skala 4 8. Monitor keberhasilan terapi Terapeutik
DO: komplementer yang sudah diberikan 4. Untuk mengurangi rasa nyeri dengan
3. Klien tampak 9. Monitor efek samping penggunaan nafas dalam atau Teknik farmakolo gis
meringis ketika analgetik lainnya
bergerak Terapeutik: 5. Mencegah faktor eksternal lingk ungan
4. Klien tampak yang dapat memperberat nyeri
1. Berikan teknik nonfarmakolo gis
kurang rileks 6. Istirahat dan tidur yang baik akan
untuk mengurangi rasa nyeri mengurangi nyeri yang dirasakan
2. Kontrol lingkungan yang Edukasi
memperberat rasa nyeri 6. Memberikan pengetahuan kepada klien
3. Fasilitasi istirahat dan tidur dan keluarga
pertimbangkan jenis dan sumber 7. Membantu klien agar dapat meredakan
nyeri dalam pemilihan strategi nyeri yang dirasakan
meredakan nyeri 8. Melatih klien mengontrol nyeri secara
Edukasi: mandiri
1. Jelaskan penyebab, periode, dan 9. Analgetik yang tepat akan mengura ngi
pemicu nyeri efek dari obat
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 10. Melatih klien mengontrol nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara Kolaborasi
mandiri 11. Bekerjasama dengan farmasi untuk
4. Anjurkan menggunakan analget pemberian analgetik yang tepat
ik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakolo gis
untuk mengurangi rasa nyeri

7
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4 Ansietas b.d Setelah Observasi: 1. Meningkatkan kepercayaan diri klien
kurang terpapar dilakukan 1. Identifikasi kemampuan mengamb il dalam mengatasi masalah
informasi d.d implementasi 2 keputusan 2. Mengetahui sejauh mana ansietas pada
merasa cemas, x 7 jam 2. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal klien
tampak gelisah dan diharapkan klien dan nonverbal) 3. Mengontrol ansietas klien agar tidak
tidak rileks dapat mencapai Terapeutik: terlalu berlebihan
kriteria hasil: 3. Pahami situasi yang membuat 4. Merencanakan tindakan yang
a. Perilaku ansietas seharusnya dilakukan
sesuai 4. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Membuat klien lebih percaya
dengan 5. Gunakan pendekatan yang tenang 6. Meningkatkan pemahaman klien dan
pengetahuan dan meyakinkan membuat klien tidak cemas
meningkat Edukasi: 7. Meningkatkan pemahaman terhadap
(5) 6. Jelaskan prosedur yang akan dialami apa yang dirasakan klien
b. Pertanyaan 7. Anjurkan mengungkapkan perasaan 8. Meningkatkan kontrol diri pada klien
tentang dan persepsi
masalah 8. Latih teknik relaksasi
yang
dihadapi
menurun (5)
c. Persepsi
yang keliru
terhadap
masalah
menurun (5)

7
3.4 Implementasi Keperawatan
TGL JAM NO. IMPLEMENTASI NAMA
DK & TTD
19/10/ 13.50 1. Mengobservasi KU pasien, Lidwina
2022 H: KU klien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis dengan
GCS 15 (E:4, M:6, V:5), akral hangat.
Klien terpasang infus Asering
500ml/8 jam di tangan kiri, tidak
terpasang NGT, kateter dan oksigen.
R: Klien kooperatif
13.55 2. Melakukan PF dan memeriksa
TTV klien
H: PF terdapat masalah pada sistem
pencernaan yaitu nyeri pada tempat
pembedahan di anus
TTV:
TD: 100/70 mmHg di lengan kanan
S : 36,8 oC per axilla,
HR: 82 x/menit, di arteri radialis
irama teratur, denyutan kuat
RR: 18 x/menit, teratur
R: Klien tampak gelisah dan tidak
rileks
14.10 I 3. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
H: Klien mengatakan nyeri di bagian
anus, nyeri terus menerus, nyeri terasa
nyut-nyutan
14.13 I 4. Identifikasi skala nyeri
H: Klien mengatakan nyeri pada skala
2/10
14.16 I 5. Identifikasi respons nyeri non-
verbal
H: Klien tampak meringis akan
bergerak
14.20 I 6. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperinga n
nyeri
H: Klien mengatakan nyeri bertambah
saat bergerak dan berkurang saat tidur
terlentang
18.20 II 7. Memberikan Obat Cefotaxime 1 gr
dan ketorolac 30 mg
R: Klien kooperatif
18.25 I 8. Monitor tanda-tanda ansietas
H: Klien tampak gelisah

V
7
R: Klien mengatakan ada rasa takut
ketika akan BAB
18.30 IV 9. Jelaskan mengenai hal yang
dikhawatirkan oleh klien
R: Klien tampak mengerti

3.5 Evaluasi Keperawatan


TGL NO. DK SOAP NAMA &
TTD
19/10/22 I S:- Lidwina
O : Hemorroid interna grade III
A : Resiko infeksi
P : Masalah belum teratasi
intervensi dilanjutkan
Luaran:
c) Demam menurun (5)
d) Kemerahan menurun (5)
e) Nyeri menurun (5)
19/10/22 II S:- Lidwina
O:-
A : Resiko perdarahan
P : Masalah teratasi sebagian
intervensi dilanjutkan
19/10/22 III S : Klien mengeluh nyeri di bagian Lidwina
luka operasi, nyeri terasa nyut-
nyutan, terus menerus
O : Skala nyeri 2/10
A : Nyeri Akut
P : Masalah belum teratasi
intervensi dilanjutkan
Luaran:
c. Keluhan nyeri menurun (5)
d. Meringis menurun (5)
19/10/22 IV S: Klien mengatakan takut ketika Lidwina
akan BAB
O: Klien tampak bingung dan takut
A: Ansietas
P: Masalah belum teratasi
intervensi dilanjutkan
Luaran:
c. Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat (5)
d. Pertanyaan tentang masalah
yang dihadapi menurun (5)

7
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan kasus ini penulis akan menguraikan kesenjangan
yang ditemukan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus nyata yang
dilaksanakan penulis dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien Ny.
S dengan Pre dan Post Hemorroid interna grade III di ruang Rafael Rumah
Sakit Cahaya Kawaluyan yang dimulai pada hari Selasa s/d Rabu tanggal 18
s/d 19 Oktober 2022, sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan proes
Asuhan Keperawatan yang telah dilaksanakan. Adapun pembahasan yang
penulis pergunakan berdasarkan pendekatan proses keperawatan yang terdiri
dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
4.1 Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian kepada pasien dengan menggunaka n
pendekatan kepada klien, keluarga dan tenaga kesehatan. Pengkajian dilakukan
pada tanggal 18 Oktober 2022, dengan menggunakan metode observasi,
wawancara, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi baik perawatan maupun
medis. Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan, penulis tidak menemuka n
perbedaan dari pengkajian antara teori dan kenyataan di lapangan, apa yang
ada di teori sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Khususnya pengkajian
dalam sistem pencernaan menunjukan adanya rasa sakit dan benjolan di anus.

4.2 Diagnosa
Dari 5 diagnosa yang sudah penulis tegakan sesuai dengan apa yang
penulis temukan dalam studi kasus dan melakukan Asuhan Keperawatan
kurang lebih sudah mencapai hasil yang optimal, maka dari itu dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan untuk bisa mencapai hasil yang optimal
memerlukan adanya kerja sama antara penulis perawat dokter dengan klien dan
keluarga klien dan tim medis lainnya. Data diambil selama 2 hari berturut turut
18 oktober-19 oktober 2022.
a. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (inflamasi) d.d menge luh
nyeri, tamak meringis.
b. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (hemorroid).

7
c. Konstipasi b.d Aganglionik (penyakit hemorroid) d.d terasa massa
pada rektal, peristaltik usus menurun.
d. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa cemas, tampak
gelisah dan tidak rileks.
e. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d tampak
bingung.
4.3 Intervensi
Intervensi keperawatan klien dengan Pre dan Post OP Hemorroid
interna grade III dilakukan sesuai dengan perencanaan menurut teori yang
sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan. Pada masalah
Nyeri akut berkolaborasi dengan memberikan obat Anti Nyeri yaitu
ketorolac yang diresepkan dokter disertai makanan diet yang diprogramka n.
Pada masalah Resiko Infeksi diberikan Antibiotik dengan instruksi yang
diberikan dokter. Pada masalah ansietas klien diberikan pengertian tentang
prosedur dan penyakit yang sedang dialami.

4.4 Implementasi
Impementasi keperawatan yang dilakukan pada kasus Ny.S ini
mengacu pada intervensi yang telah disusun oleh penulis pada asuhan
keperawatan klien dengan penderita Pre dan Post Hemorroid mengacu pada
pedoman Buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan
dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah
dibuat di atas.

7
4.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan selama 2 hari dari tanggal 18 November 2022
sampai 21 Oktober 2022

1. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (inflamasi) d.d mengeluh nyeri,
tamak meringis. Masalah teratasi sebagian pada hari kedua, sekala nyeri
ringan.
2. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (hemorroid). Masalah
teratasi sebagian, dengan pemberian antibiotik.
3. Konstipasi b.d Aganglionik (penyakit hemorroid) d.d terasa massa pada
rektal, peristaltik usus menurun. Masalah teratasi dengan Ny. S sudah
BAB.
4. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa cemas, tampak gelisah
dan tidak rileks. Masalah teratasi, Ny. S terlihat paham setelah diberikan
penjelasan mengenai tahapan pengobatan yang harus dilalui.
5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d tampak bingung.
Masalah teratasi, Ny. S terlihat paham setelah diberikan penjelasan
mengenai tahapan pengobatan yang harus dilalui.

7
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan Pre dan Post
Hemorroid interna grade III di ruang Rafael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan
dari tanggal 18 Oktober 2022 sampai dengan 20 Oktober 2022, penulis
mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Hemorroid grade III, yang dimulai dari pengkajian,
perencanaan, implementasi, evaluasi dan pendokumentasian keperawatan

a) Pengkajian
Pengkajian pada Ny.S dengan Pre dan Post Hemorroid interna grade III
difokuskan pada pemeriksaan anus dan bagian sistem pencernaan lainnya .
Pada Ny.S ditemukan klien mengatakan diare sebelum masuk rumah sakit
berdarah, Klien mengatakan nyeri pada daerah anus.
b) Diagnosa keperawatan
Tahap penegakan diagnosa keperawatan dapat penulis simpulkan bahwa
diagnosa keperawatan yang ada dalam teori tidak semuanya muncul
didalam kasus Ny.S hal ini sangat tergantung pada kondisi pasien, penyebab
kejadian, tanda dan gejala yang muncul, serta support sistem yang
berpengaruh pada pasien. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
ada 4 sesuai dengan pasien, 4 diagnosis sesuai teori yaitu Nyeri akut, resiko
infeksi, resiko perdarahan, ansietas, konstipasi.
c) Intervensi
Perencanaan ditetapkan dengan merumuskan subjek, predikat, kriteria
adalah SMART (spesific, measurable, achievable, realistic dan time
limited). Perencanaan untuk setiap diagnosa serta disesuaikan dengan
kebutuhan pasien, kondisi pasien, menyesuaikan dengan sarana dan
prasarana yang ada di rumah sakit. Perencanaan sesuai teori.
d) Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi di
rumah klien. Di samping itu penulis juga melakukan kolaborasi dengan tim

8
kesehatan lain yakni dokter, ahli gizi, dan keluarga dalam melaksanaka n
implementasinya. Implementasi dilakukan seharusnya 2 x 7 jam tetapi
dilakukan 2 hari 7 jam.
e) Evaluasi
Evaluasi hasil yang waktunya disesuaikan dengan perencanaan tujuan.
Diagnosa keperawatan yang tercapai tujuannya semua. Pendokumenta s ian
yang dilakukan selama 2 hari x 7 jam, dengan menggunakan SOAP
(subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan) dan evaluasi dilakukan
setiap berkunjung. Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasi faktor
pendukung dan penghambat. Faktor pendukung dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan Pre dan Post Hemorroid interna grade III pada Ny.S di Ruang
Maria adalah adanya kerjasama yang baik antara keluarga pasien, pasien,
dan team kesehatan , dan tersedianya sarana prasarana yang memadai.
Faktor penghambatnya adalah terbatasnya kemampuan dan keterampila n
penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini.
5.2 Saran
a) Profesi
Meningkatkan profesionalitas dalam bekerja, dan memperbahar ui
pengetahuan tentang Hemorroid agar tindakan yang dilakukan tidak hanya
rutinitas.
b) Institusi
Institusi pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan, hendaknya
menambah literatur tentang Hemorroid seperti buku Ilmu Penyakit
Pencernaan yang ada di perpustakaan, dengan literatur yang masih
tergolong terbitan baru, sehingga peserta didik tidak kesulitan saat mencari
literatur

8
LAMPIRAN

LAPORAN ANALISA TINDAKAN


1. Nama tindakan keperawatan
Terapi Relaksasi Napas Dalam
2. Rasional dilakukan tindakan keperawatan
Meningkatkan ventilasi alveoli, meningkatkan efisiensi batuk, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, dan mengurangi tingkat stres baik itu
stres fisik maupun emosional sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri yang
dirasakan oleh individu
3. Dampak bila tindakan keperawatan tersebut tidak dilakukan
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi nafas dalam
terletak pada fisiologi sistem syaraf ototnom yang merupakan bagian dari sistem
saraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individ u.
Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostagland in,
dan substansi akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan
vasokontriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulka n
berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,
mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak
dan dipersepsikan sebagai nyeri (Hidayat dan Febrianti, 2019).
Teknik relaksasi napas dalam merupakan salah satu keadaan yang
mampu merangsang tubuh untuk mengeluarkan opoid endogen; endorphin
dan enkefalin sehingga terbentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya akan
menyebabkan penurunan intensitas nyeri. Zat tersebut dapat menimbulkan efek
analgesia yang akhirnya mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat
persepsi dan interpretasi somatik di otak. Sehingga efek yang bisa muncul adalah
nyeri berkurang. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik
dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan A. Analgesika ini dapat
memblok sinyal nyeri pada tempat masuknya ke medulla spinalis (Linda, dkk.,
2018).

8
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan bagian dari diagnosa
keperawatan
Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (inflamasi) d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis
5. Data yang mendukung diagnosa keperawatan diatas, meliputi:
DS:
1. Klien mengeluh nyeri di anus
2. Klien mengatakan nyeri di skala 4
DO:
1. Klien tampak meringis ketika bergerak
2. Klien tampak kurang rileks
6. Deskripsikan implementasi tindakan keperawatan diatas, meliputi:
Tanggal : 20/10/2022
Ruangan : Rafael
Nama : Ny. S
Usia : 39 tahun
Diagnosa medis : Hamorroid Interna Grade III
Persiapan
Tahap Pra Interaksi
a. Membaca status klien
b. Mencuci tangan
Pelaksanaan:
1. Menciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru udara melalui
hitungan 1,2, 3
4. Perlahan menghembuskan melalui mulut seperti bersiul
5. Bernafas dengan irama normal sebanyak 3 kali
6. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang

8
Evaluasi
a. Klien mengatakan mengerti mengenai tujuan dan langkah- langkah terapi
relaksasi napas dalam
b. Klien dapat menjelaskan kembali tujuan, langkah-langkah, berapa lama,
dan kapan dilakukan terapi relaksasi napas dalam
c. Klien dapat mempraktikan terapi relaksasi napas dalam

(Lidwina Santi Setiawati)

Sumber jurnal
Linda, Ambar Rosa., Eko Julianto, dan Eko Sari Ajiningtyas. (2018).
GAMBARAN PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS
DALAM UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN
POST
OPERASI HEMOROIDEKTOMI. Jurnal of Nursing and Health Vol.
3 No.1
http://jurnal.politeknikyakpermas.ac.id/index.php/jnh/article/view/78
/125
Hidayat, Salman., dan Arly Febrianti. (2019). PENGARUH RELAKSASI
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN
POST OPERASI HEMOROID DI RUMAH SAKIT TK. II DR. AK.
GANI PALEMBANG TAHUN 2019. Prosiding Seminar Nasional.
http://prosiding.stikesmitraadiguna.ac.id/index.php/PSNMA/article/v
iew/24

8
SATUAN ACARA PENYULUHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: PRE DAN POST
HEMORROID INTERNA GRADE III DI RUANG RAFAEL
RUMAH SAKIT CAHAYA KAWALUYAN

Topik : Teknik Relaksasi Napas Dalam


Hari/Tanggal : Kamis, 20 September 2022
Waktu/Jam : 12:10/15 menit
Peserta : Ny. S

1. Tujuan Umum
Meningkatkan ventilasi alveoli, meningkatkan efisiensi batuk, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, dan mengurangi tingkat stres baik
itu stres fisik maupun emosional sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri
yang dirasakan oleh individu
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 15 menit pasien mampu:
a. Menjelaskan mengenai terapi relaksasi napas dalam
b. Melakukan terapi relaksasi napas dalam
3. Metode
Ceramah
4. Media
Leaflet
5. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Peserta
No Waktu Kegiatan Pendidikan Kesehatan

1 2 menit Pembukaan: Menjawab salam


a. Membuka/memulai kegiatan Mendengarkan
dengan mengucapkan salam Mendengarkan
b. Memperkenalkan diri dan
c. Menjelaskan tujuan dari penkes memperhatikan

8
d. Menyebutkan materi penkes Menjawab
e. Apersepsi (misal bertanya pertanyaan
kepada pasien apakah sudah
mengetahui tentang manajemen
nyeri, apa tindakan yang biasa
dilakukan).
2 8 menit Pelaksanaan penyampaian materi: Mendengarkan
a. Menjelaskan tentang terapi dan
relaksasi napas dalam memperhatikan
b. Menunjukkan cara melakukan Menjawab
terapi relaksasi napas dalam pertanyaan
c. Meminta klien untuk mengik uti Bertanya
langkah-langkah terapi napas
dalam
3 3 menit Evaluasi:
Menanyakan kepada peserta Menjawab
tentang materi yang telah diberikan pertanyaan
(mengacu pada tujuan khusus) dan
reinforcement jawaban peserta
4 2 menit Terminasi:
a. Menyimpulkan proses dan hasil Mendengarkan.
penyuluhan Menjawab salam
b. Mengucapkan terima kasih
c. Mengucapkan salam penutup.

6. Evaluasi
a. Klien mengatakan mengerti mengenai tujuan dan langkah-langkah terapi
relaksasi napas dalam
b. Klien dapat menjelaskan kembali tujuan, langkah- langkah, berapa lama, dan
kapan dilakukan terapi relaksasi napas dalam
c. Klien dapat mempraktikkan terapi relaksasi napas dalam

8
7. Materi Pendidikan Kesehatan
Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011), relaksasi nafas dalam adalah
pernafasan abdomen dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama, dan
nyaman yang dilakukan dengan memejamkan mata.
Langkah-langkah teknik napas dalam:
1. Menciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru udara melalui
hitungan 1,2, 3
4. Perlahan menghembuskan melalui mulut seperti bersiul
5. Bernafas dengan irama normal sebanyak 3 kali
6. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang

8
8
DAFTAR PUSTAKA
Aigner F, 2017, Hemorrhoids, 37-46, [online], (diunduh 17 Oktober 2022), tersedia
dari: http://dx.doi.org/ 10.1007/978-3-662-53210-2.
Ezberci F, Ünal E, 2018, Aesculus Hippocastanum (Aescin, Horse Chestnut) in the
Management of Hemorrhoidal Disease: Review, 28(2), 54–57, [online],
(diunduh 02 Juni 2019), tersedia dari: https://www.researchgate. net/
publication/325765766Aesculus_Hippocastanum_Aescin_Horse_Chestnut
_ in_the_Management_of_Hemorrhoidal_Disease_Review.
Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 3.
Edisi 13. Jakarta: EGC. Hal.1347-1353.
Lohsiriwat, W. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical manageme nt.
World Journal of Gastroenterology 2012; 18(17): 2009- 2017.
Mansjur A dkk (editor), 1999, Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi III, FK UI,
Jakarta,pemeriksaan penunjang: 321 – 324.
Price, S.A, Wilson, L.M, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume I, Alih Bahasa Brahm U. Pendit, editor Huriawat i
Hartanto, Jakarta: EGC
Pusparani C, Purnomo S, 2019, Hemorrhoid Artery Ligation and Recto-Anal Repair
Treatment for Hemorrhoid : A Case Series, 8(3), 550-552, [online],
(diunduh 07 Oktober 2019), tersedia dari: https://www.researchgate. net/
publication/340833933_Hemorrhoid_artery_ligation_and_recto-anal_
repair_treatment_for_hemorrhoid_a_case_series.
Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Jakarta: Penerbit
ECG. 2010. Page 788-792
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai