Kelompok 10
Kelompok 10
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Bimbingan
Dan Konseling Islam
Dosen Pengampu
Ismail Ahmad Siregar, S.Pd.I, M.Pd.
DISUSUN
O
L
E
H
Kelompok 10:
Arya Wiranda - 0304213049
Putri Aghna Asyifa - 0304202084
Syahadah - 0304203178
TBI -3
ii
KATA PENGANTAR
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian Teori dan Teknik dalam Bimbingan dan Konseling...............................3
B. Teori-Teori dalam Bimbingan dan Konseling..........................................................3
C. Teknik-Teknik dalam Bimbingan dan Konseling.....................................................8
D. Teori dan Teknik dalam Bimbingan Konseling Islam..............................................12
BAB III PENUTUP.............................................................................................................15
A. Kesimpulan...............................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan dalam pembahasan makalah ini
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori dan teknik dalam bimbingan dan konseling?
2. Apa saja teori-teori yang terdapat dalam bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana penerapan dari teori-teori (teknik) dalam bimbingan dan konseling?
4. Bagaimana teori dan teknik dalam bimbingan dan konseling islam?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yang menjadi poin untuk dicapai dalam
pembahasan makalah dapat dilihat dari:
1. Untuk mengetahui definisi dari teori dan teknik dalam bimbingan dan konseling.
2. Untuk mengetahui teori-teori dalam bimbingan dan konseling.
3. Untuk mengetahui apa saja teknik dalam bimbingan dan konseling.
4. Untuk mengetahui teori dan teknik dalam bimbingan konseling islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
James T. Hansen, “Counseling Theories Within a Postmodernist Epistemology: New Roles
for Theories in Counseling Practice,” Journal of Counseling & Development 83, no. 3 (2006), 291.
2
Tohirin, Bimbingan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), Hal. 305.
3
ketidaksadaran. Menurutnya kepribadian manusia terbesar berada pada dunia
ketidaksadaran dan merupakan sumber energi tingkah laku manusia yang penting.3
Psikoanalisis juga merupakan salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi
yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental. Hipotesis pokok
psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh
motif-motif tak sadar, sehingga Freud (Pendiri Aliran psikoanalisis) dijuluki sebagai
bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.4.
Tujuan konseling psikoanalisis adalah membantu klien untuk membentuk kembali
struktur karakternya dengan mejadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh
klien. Proses konseling difokuskan pada usaha menghayati kembali pengalaman-
pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, dianalisis, dan
ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
Salah satu karakteristik konseling psikoanalisis adalah konselor bertindak sangat
sedikit dalam menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga mendorong klien
untuk memantulkan perasaannya kepada konselor. Peran utama konselor dalam konseling
ini adalah membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan
pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis.
2. Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori yang didasarkan pada perubahan prilaku
yang bisa diamati. Behaviorme memfokuskan diri pada sebuah pola perilaku baru yang
diulangi sampai prilaku tersebut menjadi otomatis atau membudaya. Teori behaviorisme
mengkonsentrasikan pada kajian tentang prilaku nyata yang bisa diteliti dan diukur. Teori
ini memandang pikiran sebagai sebuah kotak hitam, dalam artian bahwa respon terhadap
stimulus bisa diamati secara kuantitatif, apa yang ada dalam pikiran menjadi diabaikan
karena proses pemikiran tidak bisa diamati secara jelas perubahan prilakunya. Tokoh-
tokoh kunci dalam perkembangan teori behaviorisme adalah Ivan Pavlov, Watson,
Throndike, dan B.F Skinner.
Salah satu pendekatan yang mengedepankan pada gejala-gejala perubahan tingkah
laku ialah Pendekatan Behaviorisme. Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan
3
Syamsu Yusuf, Konseling Individual (Konsep dasar & Pendekatan), (Bandung: Refika
Aditama, 2016), Hal. 105.
4
Sumandi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2013), Hal.
128.
4
yang cukup dikenal. Pendekatan belajar behaviorisme melihat belajar merupakan
perubahan tingkah laku. Seseorang telah dianggap belajar apabila mampu menunjukkan
perubahan tingkah lakunya. Pandangan behaviorisme ini mengakui pentingnya masukan
atau input yang berupa stimulus, dan keluaran atau output yang berupa respons.5
Menurut Watson dan para ahli lainnya meyakini bahwa tingkah laku manusia
merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional.
Tingkah laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional. Hal ini didasari
dari hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku.
Menurut Thorndike salah seorang pendiri aliran tingkah laku, teori behaviorisme
dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan).
Jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang
konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa diamati).
Tujuan terapi behavioral adalah untuk memperoleh perilaku baru, mengeleminasi
perilaku yang maladaptive dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginkan. Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang
respon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari renspon-respon yang baru
yang lebih sehat. Terapi ini berbeda dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai oleh:
a. Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik
b. Kecematan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c. Formulasi presedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus
d. Penilaian obyektif mengenai hasil konseling.6
3. Teori Humanistik
Konseling dengan pendekatan humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan
ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada suatu pemahaman atas manusia.
Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan
dirinya. Manusia bebas untuk menjadi apa dan siapa sesuai keinginannya. Manusia adalah
makhluk hidup yang menentukan sendiri apa yang ingin dia lakukan dan apa yang tidak
ingin dia lakukan, karena manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas segala
5
Reira Litalisdiana, Penerapan Teori Behaviorisme dalam Pendidikan Dasar Kelas II SDN
Panggang (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2016), Hal. 1.
6
Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2013), Hal. 105.
5
apa yang dilakukannya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang
sadar, mandiri, aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya aktivitas kehidupannya.
Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining being” yang mampu
sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan cara-cara mencapai
tujuan itu yang dianggapnya paling benar dan paling tepat tepat. 7
Humanisme meyakini pusat belajar ada pada peserta didik dan pendidik berperan
hanya sebagai fasilitator. Sikap serta pengetahuan merupakan syarat untuk mencapai
tujuan pengaktualisasian diri dalam lingkungan yang mendukung. Pada dasarnya manusia
adalah makhluk yang spesial, mereka mempunyai potensi dan motivasi dalam
pengembangan diri maupun perilaku, oleh karenanya setiap individuadalah merdeka
dalam upaya pengembangan diri serta pengaktualisasiannya.
Konseling eksistensial humanistik bertujuan agar klien mengalami keberadaannya
secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensipotensi serta sadar
bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak sesuai kemampuannya. Konseling
eksistensial humanistik memiliki konsep yang mengarah pada kehidupan sekarang yang
akan sangat berpengaruh pada masa depan seseorang, berdasarkan perilaku sekarang yang
bisa menentukan nasib masa depannya. Konseling eksistensial humanistik membuat
kondisi-kondisi dalam memaksimalkan kesadaran diri guna menghapus penghambat
dalam mengoptimalkan potensi, dan memilih jalan untuk mencapai kebebasan yang harus
diikuti oleh tanggung jawab secara sadar. Eksistensial humanistik membuka jalan untuk
mengalami dan melihat keterkaitan dari hal-hal yang sudah ada, bahkan ide-ide yang pada
akhirnya disatukan dalam upaya mereka yang berfokus pada hati untuk mengurangi
penderitaan yang tidak perlu dan memperluas kapasitas manusia untuk kesadaran,
pertumbuhan, dan kehidupan yang bermakna. 8
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan humanism, manusia memegang
kendali terhadap kehidupan dan perilaku mereka, serta berhak untuk mengembangkan
sikap dan kepribadian mereka. Masih dalam pandangan humanism, belajar bertujuan
untuk menjadikan manusia selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai bila peserta
didik mengenali dirinya dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Peserta didik dihadapkan
pada target untuk mencapai tingkat aktualisasi diri semaksimal mungkin. Teori
7
Zulfikar, dkk.. “Konseling Humanistik: Sebuah Tinjauan Filosofi.” Jurnal Konseling
GUSJIGA Volume 3, No. 1, 2017 146-150, Hal. 148.
8
Qawiyyan Fitri, Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial Humanistik untuk
Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10 Makassar, Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 6, No.
1, 2019: 41-52, Hal. 43.
6
humanistic berupaya mengerti tingkah laku belajar menurut pandangan peserta didik dan
bukan dari pandangan pengamat.
7
5. Teori Client Centered (Berpusat Pada Klien)
Berbeda dengan pendekatan konseling yang pada umumnya berorientasi pada
pentingnya diagnosis dan interpretasi yang mendalam terhadap individu yang bermasalah.
Carl. R. Rogers, tokoh pendekatan ini, memperkenalkan suatu pendekatan dalam
konseling yang berpusat pada diri dan masalah klien. Selama konseling berlangsung,
klien diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan emosinya serta dipercayakan
untuk memikul sebagian besar tanggung jawab bagi pemecahan masalahnya.Konsep
dasar dari teori Client Centered adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai
diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan.
Konseling berpusat pada klien bertujuan untuk menciptakan iklim yang kondusif
dengan membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang penuh (fully functioning
person). Adapun seseorang dikatakan mencapai fully functioning apabila terbukanya
pengalaman, menghidupi sertiap peristiwa secara penuh, dan dapat mempertimbangkan
dan memilih sendiri.9 Membantu klien agar menjadi lebih matang dan kembali melakukan
self-actualization dengan menghilangkan hambatan-hambatannya. Lebih lanjut, konseling
pendekatan ini adalah membebaskan klien dari jeratan tingkah laku yang dipelajarinya
selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu self-
actualizationnya.
9
M. Surya, Teori-teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), Hal. 47-48.
8
mimpi-mimpinya. Konselor harus benar-benar peka terhadap dua aspek mimpi:
isi manifestasi (makna yang jelas) dan isi laten (makna tersembunyi).
c. Analisis Transference. Transference adalah tanggapan klien pada konselor
seolah-olah konselor tersebut adalah figur yang signifikan di dalam kehidupan
masa lalu klien, biasanya figur orang tua. Ahli analisis mendorong tranference ini
dan menginterpretasikan perasaan negatif maupun positif yang diekpresikan.
Pengungkapan ekpresi ini bersifat terapi dan meringankan beban
d. Analisis Resistensi. Terkadang pada saat menjalani psikoanalisis, klien pada
awalnya mengalami kemajuan dan kemudian melambat atau berhenti. Resistensi
mereka terhadap proses terapi ini dapat bermacam-macam, seperti tidak
memenuhi janji temu, memblokir pemikiran saat asosiasi bebas, atau menolak
untuk mengingat mimpi atau kenangan. Analisis konselor terhadap resistensi
dapat membantu klien untuk mendapatkan pencerahan akan hal ini dan juga
tingkah laku lainnya. Jika resistensi tidak dihadapi, proses terapi kemungkinan
akan berhenti.
e. Interpretasi. Ketika memberikan interpretasi, konselor membantu klien
memahami makna peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau dan masa
kini. Interpretasi memberikan penjelasan dan menganalisis pemikiran, perasaan,
dan tindakan klien. Konselor harus menggunakan interpretasi pada saat yang
tepat. Jika dilakukan terlalu cepat, dapat membuat klien menjauh. Namun, jika
tidak digunakan sama sekali atau jarang digunakan klien akan gagal
mendapatkan pencerahan.10
10
Samuel T. Gladding, Konseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta: Indeks, 2012), Hal.
236.
9
b. Assertive Training, merupakan teknik dalam konseling behavioral yang
menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang
sesuai dalam menyatakannya. Bermain peran adalah pelaksanaan teknik ini.
c. Aversion Therapy, teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatf
dan memperkuat perilaku positif. Hukuman bisa dengan kejutan listrik, atau
memberi ramuan yang membuat orang muntah.
d. Home-Work, yaitu suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu
menyesuaikan dir terhadap situasi tertentu. Caranya ialah dengan memberi tugas
rumah untuk satu minggu. Misalnya tugas klien adalah tidak menjawab jika
dimarahi ibu tiri. Klien menandai hari apa dia yang menjawab dan hari apa dia
tidak menjawab. Jika selama seminggu dia tak menjawab selama lima hari, berarti
ia selama seminggu dia tak menjawab selama lima hari, berarti ia diberi lagi tugas
tambahan sehingga selama tujuh hari ia tak menjawab jika dimarahi.
11
Suriati, Mulkiyan dan Makmur Jaya Nur, Teori dan Teknik Bimbingan dan Konseling,
(Sinjai: CV. Latinulu, 2020), Hal.84.
10
Metode ini menekankan pada domain kognitif. Prosedur belajar-rmengajar
menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
c. Permainan peran
Prosedur-prosedur analisis transaksional dikombinasikan dengan teknik
psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran
dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran
sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya,
kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah
permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
d. Analisis upacara
Hiburan, dan permainan, analisis transaksional meliputi pengenalan terhadap
upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya.
Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena
merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang
lain dan memperoleh perhatian.
e. Analisa skenario
Kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario
atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut
posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan
dan adaptasi sangat mirip dengan pementasan sandiwara.
11
Bertanya adalah keterampilan dalam mengarahkan pembicaraan pada pokok-pokok
persoalan tertentu. Keterampilan ini digunakan untuk membantu memperjelas sesuatu
persoalan yang konselor rasakan perlu dieksplorasi lebih lanjut.
c. Feedback (Umpan Balik)
Memberikan umpan balik kepada konseli adalah satu cara mempengaruhi mereka
untuk merubah tingkah laku mereka kepada pola tingkah laku yang lebih konstruktif.
d. Summary (Ringkasan)
Meringkas adalah proses menyatukan semua yang telah dikomunikasikan selama sesi
konseling. Dengan meringkas itu, konselor dan Konseli bersama-sama berusaha
mengangkat pokok-pokok utama dari masalah yang dibicarakan dengan mengemukakan
apa yang sudah dikerjakan (dijelajahi) dan apa yang belum. Contohnya:
Mari kita coba menyatukan semua yang telah kita bicarakan. Pada suatu segi kamu
merasa kesepian dan terpisah dari teman-teman. Pada segi lain, kamu mengatakan bahwa
kamu mendapat kesukaran untuk bergau. Jadi sekalipun kamu ingin berkenalan dengan
yang lain, tetapi tidak mudah memulainya. Benarkah demikian?
e. Paraphrase
Mengulang kembali kalimat konseli menggunakan kalimat konselor sendiri yang lebih
lengkap. Contohnya:
Konseli : Barangkali saya sudah melakukan suatu kesalahan. Teman-teman baru saya
berfikir mereka membantu saya dan melakukan sesuatu untuk saya karena saya
sendirian. Mereka memang membantu, tetapi saya tidak memilih apa yang saya
suka. Orang lain lelah memilih buat saya.
Konselor : Mmm… teman-teman berfikir mereka sudah menolong anda.
f. Self-Disclosure (Penyingkapan Diri)
Usaha seorang konselor untuk membuka diskusi dengan konseli dengan lebih
menggunakan kata-kata yang mengajak kesediaan dalam mendengar keluhan konseli.
Contoh: “Saya gembira sekali melihat Anda pagi ini sangat ceriah”.
“Saya bersedia mendengar segala keluhan-keluhan Anda”.
12
menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah
laku berdasarkan al-Quran dan As-Sunnah.12 Teori-teori tersebut sebagaimana yang telah
dipaparkan oleh Hamdani Bakran adalah sebagaimana berikut:
a. Dasar Al-Hikmah
Sebuah pedoman, penuntun dan pembimbing untuk memberi bantuan kepada
individu yang sangat membutuhkan pertolongan dalam mendidik dan
mengembangkan eksistensi dirinya hingga ia dapat menemukan jati diri dan citra
dirinya serta dapat menyelesaikan atau mengatasi berbagai permasalahan hidup secara
mandiri. Proses aplikasi konseling teori ini semata-mata dapat dilakukan oleh
konselor dengan pertolongan Allah, baik secara langsung maupun melalui perantara,
dimana ia hadir dalam jiwa konselor atas izin-Nya.
b. Dasar Al-Mauidhoh Hasanah
Teori bimbingan atau konseling dengan cara mengambil pelajaran-pelajaran dari
perjalanan kehidupan para Nabi dan Rasul. Yang dimaksud dengan Al-Mau’izhoh Al-
Hasanah ialah pelajaran yang baik dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya, yaitu
dapat membantu klien untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.
c. Dasar Mujadalah
Teori Mujadalah ialah teori konseling yang terjadi dimana seorang klien sedang
dalam kebimbangan. Teori ini biasa digunakan ketika seorang klien ingin mencari
suatu kebenaran yang dapat menyakinkan dirinya, yang selama ini ia memiliki
problem kesulitan mengambil suatu keputusan dari dua hal atau lebih, sedangkan ia
berasumsi bahwa kedua atau lebih itu lebih baik dan benar untuk dirinya. Padahal
dalam pandangan konselor hal itu dapat membahayakan perkembangan jiwa, akal
pikiran, emosional, dan lingkungannya.
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Terapi Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Al-
12
13
1) Dengan menggunakan kekuatan, power dan otoritas
2) Keinginan, kesungguhan dan usaha yang keras
3) Sentuhan tangan (terhadap klien yang mengalami stres dengan memijit di bagian
kepala, leher dan pundak)
4) Nasehat, wejangan, himbauan dan ajakan yang baik dan benar.
5) Membacakan do'a atau berdo'a dengan menggunakan lisan.
6) Sesuatu yang dekat dengan lisan yakni dengan tiupan.
13
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001),
Hal. 36-37.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa teori disebut
sebagai fondasi dari konseling yang baik. Teori membuat konselor untuk lebih kreatif dan
peduli dalam batasan-batasan hubungan sangat pribadi yang terstruktur demi kemajuan dan
pencerahan. Sedangkan teknik dalam bimbingan dan konseling merupakan suatu cara yang
yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mengatasi kesulitan konseli.
Ada 3 teori dan teknik utama dalam bimbingan dan konseling yaitu:
1. Teori dan teknik psikoanalisis
2. Teori dan teknik behaviorisme
3. Teori dan teknik humanistik.
Dan teori-teori pendukungnya yaitu:
4. Teori dan teknik analisis transaksional
5. Teori dan teknik client centered
Sedangkan teori-teori konseling dalam Islam sebagaimana yang telah dipaparkan oleh
Hamdani Bakran adalah sebagai berikut:
1. Dasar Al-Hikmah
2. Dasar Al-Mauidhoh Hasanah
3. Dasar Mujadalah
Adapun teknik-teknik konseling islam adalah sebagai berikut:
1. Teknik yang Bersifat Lahir
2. Teknik yang Bersifat Batin
B. Saran
Sebagai seorang konselor yang baik dan tentunya kompeten, hendaknya dalam
melakukan layanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu menguasai teori-teori yang
ada, terutama 3 teori terkenal (psikoanalisis, behaviorisme dan humanistik). Tak hanya itu,
seorang konselor juga harus mampu mengimplementasikan berbagai teori yang dipelajarinya
melalui teknik –teknik yang sesuai dengan jenis masalah seperti apa yang dihadapi klien. Jika
dua aspek tersebut dapat dipenuhi maka tujuan dari kegiatan bimbingan dan konseling dapat
tercapai dengan mudah.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran. 2008. Konseling dan Terapi Psikoterapi Islam. Yogyakarta:
Al-Manar.
Faqih, Aunur Rahim. 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: UII Press.
Fitri, Qawiyyan. 2019. “Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial Humanistik untuk
Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10 Makassar.” Jurnal Ilmiah
Psikologi, 6 (1), 41-52.
Hansen T.J. 2006. “Counseling Theories Within a Postmodernist Epistemology: New Roles
for Theories in Counseling Practice.” Journal of Counseling & Development, 83 (3),
291-297.
Litalisdiana, Reira. 2016. Penerapan Teori Behaviorisme dalam Pendidikan Dasar Kelas II
SDN Panggang. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Gladding, T. Samuel. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks.
Suriati, Mulkiyan dan Makmur Jaya Nur. 2020. Teori dan Teknik Bimbingan dan Konseling.
Sinjai: CV. Latinulu.
Surya, Muhammad. 2003. Teori-teori Sekolah Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Suryabrata, Sumandi. 2013. Psikologi Kepribadian. Depok: Raja Grafindo Persada.
Tohirin. 2007. Bimbingan Konseling di dan Madrasah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Willis, S. Sofyan. 2013. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.
Yusuf, Syamsu. 2016. Konseling Individual (Konsep dasar & Pendekatan). Bandung: Refika
Aditama.
Zulfikar, dkk. 2017. “Konseling Humanistik: Sebuah Tinjauan Filosofi.” Jurnal Konseling
GUSJIGAN, 3 (1), 146-150.
16