Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL NARAPIDANA

Kelompok 1
Areta Feodora Effandi 22.2.048
Elma Novika Haryani 22.2.052
Fajar Bahari 22.2.053
Faradina 22.2.054
Melania F Alves Manikin 22.2.062
Rido Damanik 22.2.071
Shinta Rambu Atanyungga Taralandu 22.2.076
Stein Mario Aldrich A Quin Amsikan 22.2.079
Taqiyah Kamila Az Zahra Sr 22.2.081

STUDI SARJANA TERAPAN ANESTESIOLOGI


POLITEKNIK INSAN HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
kelompok untuk Mata kuliah Anatomi Fisiologis dengan topik Sistem reproduksi.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa banyak bantuan dari pihak yang
dengan tulus memberikan doa, saran dan kritikan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya
pengetahuan yang kami miliki. oleh karena itu, kami mengharap segala bentuk saran dan
masukan membangun dari berbagai pihak. kami garap sedikit pengetahuan dari makalah kami
dapat diterima dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Surakarta, 28 November 2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
Daftar isi 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 3
B. Rumusan masalah 4
C. Tujuan penulisan 5
BAB II PEMBAHASAN 6
Kebutuhan seksual narapidana 7
Bentuk tidak terpenuhi kebutuhan seksual 8
Mekanisme pemenuhan kebutuhan seksual narapidana 8
BAB III KESIMPULAN 9
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan dasar manusia selain makan, minum, dan tidur adalah kebutuhan
seksual. Maslow membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 5 tingkatan, dimana tingkat
yang paling dasar ialah Physilogical need yaitu Kebutuhan fisiologis, lalu kebutuhan
yang lebih tinggi Safety and Security need yaitu Kebutuhan keselamatan dan keamanan
(setelah terpenuhi maka kebutuhan manusia meningkat ke Love and Belonging need
yaitu Kebutuhan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan yang lebih tinggi adalah Estem need
yaitu Kebutuhan rasa berharga dan harga diri, dan kebutuhan yang paling tinggi, yang
menurut Maslow hanya bisa di capai setelah semua kebutuhan terpenuhi adalah Self
Actualization yaitu Kebutuhan aktualisasi diri.1 Teori ini menjelaskan bahwa, manusia
akan sulit memenuhi kebutuhan lainya apabila kebutuhan di tingkat sebelumnya ada yang
tidak terpenuhi. Apabila dalam prosesnya ada salah satu kebutuhan yang tidak terpenuhi,
maka hal tersebut akan mejadi motivator bagi manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Pemenuhan kebutuhan seksual adalah hal yang penting dalam kehidupan manusia,
baik dari segi kebutuhan fisologis maupun biologis. Terdapat banyak hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mengatur mekanisme pemenuhan hak atas kebutuhan seksual
warga binaan pemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana negara
menerapkan prinsip proporsionalitas dalam rangka pemenuhan hak kebutuhan seksual
terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola
kehidupan seksual narapidana, mengatasi penyimpangan dan kejahatan seksual yang
dilakukan oleh narapidana serta memberi solusi mekanisme upaya pemenuhan kebutuhan
seksual bagi narapidana.
Melalui metode penelitian hukum normatif, penelitian ini didasarkan acuan pada
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat menjadi bahan
rumusan kebijakan pemasyarakatan lebih mengedepankan aspek perlindungan Hak Asasi
Manusia, dengan tetap mempertimbangkan aspek kemanan dan ketertiban sosial
masyarakat. Penulisan ini menghasilkan analisa dalam mekanisme pemenuhan kebutuhan
seksual di Lembaga Pemasyarakatan melalui kebijakan Conjugal visit dan pemberian
Cuti Mengunjungi Keluarga yang diharapkan dapat mengurangi permasalahan di
Lembaga Pemasyarakatan.
1. Bagaimana bentuk dari tidak terpenuhinya kebutuhan seksual narapidana ?
2. Bagaimana upaya dalam menyikapi tidak terpenuhinya kebutuhan seksual Narapidana?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan


seksual narapisana
2. Agar dapat mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
dampak negatif yang ditimbulkan dari tidak terpenuhinya kebutuhan seksual narapidana
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kata Kunci
- Kebutuhan seksual narapidana
- Mekanisme pemenuhan kebutuhan seksual narapidana
- Bentuk tidak terpenuhi kebutuhan seksual

B. Kerangka konsep

Kebutuhan seksual narapidana Bentuk tidak terpenuhi kebutuhan seksual


KDM berupa ekspresi perasaan dua orang manusia tidak dapat mencapai well-beingnya.
individu secara pribadi yang saling
Dan akan memicu terjadinya penyimpangan
menghargai memperhatikan, dan
seksual,
menyayangi sehingga terjadi hubungan
timbal balik antara kedua individu
tersebut

Mekanisme pemenuhan kebutuhan seksual


Dengan cara bilik asmara dan cuti mengunjungi
keluarga.

C. Pengertian

Secara tidak langsung seseorang mempunyai hasrat untuk melampiaskan gairah


seksualnya kapan saja. Namun kenyataannya lain, narapidana yang berada didalam
rumah tahanan memiliki keterbatasan tertentu dalam memenuhi kebutuan seksualnya,
selain karena terisolasi dari lingkungan sosial, narapidana juga memiliki keterbatasan
untuk bertemu dengan pasanganya. Selama ini, baik pada tataran norma hukum maupun
praktik, Negara seakan-akan abai terhadap kebutuhan dasar itu.

Padahal konsekuensi dari pengabaian itu cukuplah rumit. Sampai saat ini, pergeseran
cara pandang kepenjaraan menuju ke pemasyarakatan sejak tahun 1969 ternyata belum
dapat menjawab tantangan terhadap fenomena kebutuhan biologis narapidana. Hukuman
penjara di maksudkan untuk memeberi efek jera terhadap pelaku tindak kejahatan pidana,
namun penjara tidak hanya merampas kemerdekaan seorang pidana tetepi juga
menimbulkan akibat negatif yang berhubungan dengan di rampasnya kemerdekaan itu
sendiri. Akibat negatif itu salah satunya ialah terampasnya kehidupan seksual sehingga
mengakibatkan munculnya perilaku seksual yang tidak normal seperti sering terjadinya
prilaku homoseksual dan masturbasi di kalangan narapidana.

Namum, sepertinya penyediaan fasilitas khusus bagi para narapidana ini sulit
diwujudkan dalam sebuah kebijakan, sebab secara faktual penjara di Indonesia masih
fokus pada permasalahan klasik seperti kelebihan kapasitas dan terbatasnya dana
pemenuhan kebutuhan sehari – hari narapidana. Untuk mengatasi hal demikian,
dukungan penuh terhadap pemerintah yang mewacanakan pengadaan fasilitas khusus
untuk pemenuhan kebutuhan seksual para narapidana perlu mendapatkan apresiasi,
dengan diikuti aturan ketat dalam melakukan hubungan intim.

D. Bentuk dari tidak terpenuhinya kebutuhan seksual narapidana

Seperti makan dan minum, seks merupakan kebutuhan dasar manusia yang jika
tidak terpenuhi maka akan menimbulkan masalah pada tubuh. Khusus untuk seks, jiwa
juga akan turut mengalami masalah. Apabila, tidak terpenuhinya kebutuhan seksual
tersebut, dapat menimbulkan upaya pemenuhan seksual dengan cara menyimpang.
Dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seksual adalah manusia tidak dapat
mencapai well-being-nya. Hal ini dikarenakan manusia tersebut berada dalam kondisi
ketidakseimbangan dalam waktu yang lama. Akibat dari tidak terpenuhinya dorongan
seksual secara normal akan memicu terjadinya penyimpangan seksual, seperti
homoseksual yaitu hubungan seksual antara jenis kelamin yang sama karena tinggal
bersama sesama jenis dengan waktu yang lama, onani atau masturbasi dan bentuk
penyimpangan seksual lainnya.
Narapidana yang hidup dalam lingkungan yang homogen sering mengalami
ketidakwajaran seksual (sexual perversion) mencakup perilaku perilakunya.
Seperti bagaimana narapidana berusaha untuk memenuhi kebutuhan seksualitasnya.
Pemenuhan hasrat biologis memang kebutuhan pokok bagi manusia, baik laki-laki
maupun perempuan. Tetapi ketika berada dipenjara, tentunya pemenuhan hasrat ini
menjadi terganggu.
Hasil penelitian dalam jurnal pada tahun 2003 inmate-to inmate sexual coercion in
a prison for woman dengan metode pengambilan data menyebar quisioner sebanyak 245
kuisioner kepada narapidana perempuan, menunjukan bahwa 4% dari populasi
narapidana, mendapat pemaksaan secara seksual diantara sesama narapidana untuk
memenuhi kebutuhan seksualnya. Jurnal lain yang mendukung yaitu penelitian dengan
judul The evolving nature of prison argot and sexual hierarchies dengan metode
wawancara terstruktur pada 174 responden pria menunjukkan hasil bahwa orientasi
seksual mereka berubah
E. Upaya dalam menyikapi tidak terpenuhinya kebutuhan seksual Narapidana
1. Conjugal visit
Pembuatan conjugal room atau lebih sering disebut ‘bilik asmara’ di dalam
lembaga pemasyarakatan sebagai sarana conjugal visit telah banyak digagas oleh
para pejabat di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pembuatan conjugal
room merupakan salah satu pilihan yang logis. Pilihan demikian dapat
mengakomodasi kepentingan narapidana, keluarga, maupun dari aspek keamanan.
2. dukungan penuh terhadap pemerintah yang mewacanakan pengadaan fasilitas
khusus untuk pemenuhan kebutuhan seksual para narapidana perlu mendapatkan
apresiasi, dengan diikuti aturan ketat dalam melakukan hubungan Seksual. Harus
mendapatkan izin dan syarat – syarat yang wajib dipenuhi diantaranya harus istri atau
suami yang sah dilengkapi dengan bukti surat nikah.
Di dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal
14 Ayat 1 huruf j. yang menyatakan : Bahwa narapidana berhak mendapatkan
kesempatan berasimilasi termasuk Cuti Mengunjungi Keluarga, diatur juga di dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 tahun
2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi
Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat pasal 35.
Menurut ketentuan di atas, CMK (Cuti Mengunjungi Keluarga) bisa dijadikan
alasan untuk memenuhi kebutuhan seksual narapidana, akan tetapi menurut ketentuan di
atas dengan adanya CMK tersebut pemenuhan kebutuhan seksual narapidana menjadi
sulit untuk terpenuhi karena untuk mendapatkan CMK harus sudah menjalani setengah
dari hukumannya, berarti apabila seorang narapidana di hukum kurungan selama 10
tahun maka otomatis harus menunggu selama 5 tahun untuk dapat memenuhi kebutuhan
seksualnya.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pergeseran cara pandang kepenjaraan menuju ke pemasyarakatan sejak tahun 1969


ternyata belum dapat menjawab tantangan terhadap fenomena kebutuhan biologis
narapidana. Hukuman penjara di maksudkan untuk memeberi efek jera terhadap pelaku
tindak kejahatan pidana, namun penjara tidak hanya merampas kemerdekaan seorang
pidana tetepi juga menimbulkan akibat negatif yang berhubungan dengan di rampasnya
kemerdekaan itu sendiri. Akibat negatif itu salah satunya ialah terampasnya kehidupan
seksual sehingga mengakibatkan munculnya perilaku seksual yang tidak normal seperti
sering terjadinya prilaku homoseksual dan masturbasi di kalangan narapidana.

Upaya dalam menangani kebutuhan seksual Narapidana antara lain :


1. Conjugal visit
Pembuatan conjugal room atau lebih sering disebut ‘bilik asmara’ di dalam
lembaga pemasyarakatan sebagai sarana conjugal visit telah banyak digagas oleh para
pejabat di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2. Bahwa narapidana berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk Cuti
Mengunjungi Keluarga, diatur juga di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bing.com/search?
q=kebutuhan+seksual+narapidana&cvid=038c5c3656864838bdfdb83e565338ad&aqs=
edge..69i57j69i60j69i61j69i60.12755j0j1&pglt=299&FORM=ANNTA1&PC=ASTS#

Anda mungkin juga menyukai