Anda di halaman 1dari 23

Tugas Kelompok

BELAJAR MENGAJAR SEBAGAI SUATU SISTEM

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

NAMA : LIES NOFIYANTI GEA


: ADIL RAHMAT ZEBUA
: ANDI RAHMAT ZILIWU
NIM : 212119044
: 212119001
: 212119005
FAKULTAS : FKIP
PRODI : PPKn
SEMESTER : V (LIMA)
KELAS :A
MATA KULIAH : STRATEGI PEMBELAJARAN

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH:


FATIANI LASE, S.Pd.,M.Pd.

UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
TA. 2023/2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

A. Pengertian Belajar Mengajar...............................................................................


B. Pengertian Sistem..................................................................................................
C. Belajar Mengajar Sebagai suatu sistem..............................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. kesimpulan ............................................................................................................
B. saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pendidikan adalah bagian integral dari masyarakat yang memainkan peran
krusial dalam pembentukan individu, pengembangan potensi, dan perkembangan sosial.
Belajar mengajar merupakan komponen utama dalam sistem pendidikan yang
memengaruhi kualitas dan efektivitas pendidikan. Oleh karena itu, penting untuk
memahami belajar mengajar sebagai suatu sistem yang kompleks dan dinamis untuk
meningkatkan proses pendidikan yang lebih baik.
Dalam konteks ini, penting untuk mengeksplorasi belajar mengajar sebagai suatu
sistem. Ini berarti melihat pendidikan sebagai suatu proses yang terdiri dari berbagai
komponen yang saling terkait, termasuk guru, siswa, kurikulum, metode pengajaran,
evaluasi, dan lingkungan pendidikan. Memahami bagaimana komponen-komponen ini
berinteraksi dan berdampak satu sama lain dapat membantu kita meningkatkan efektivitas
pendidikan secara keseluruhan. Makalah ini akan membahas konsep belajar mengajar
sebagai suatu sistem, menganalisis elemen-elemen utama dalam sistem ini. Dengan
memahami belajar mengajar sebagai suatu sistem, kita dapat mencari cara untuk
mengoptimalkan proses pendidikan guna mencapai hasil yang lebih baik bagi semua
peserta didik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian belajar mengajar?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem?
3. Bagaimana belajar mengajar menjadi suatu sistem?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian belajar mengajar.
2. Untuk mengetahui pengertian sistem.
3. Untuk mengetahui belajar mengajar menjadi suatu sistem.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Mengajar


a. Pengertian Belajar
Arti belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis memiliki arti
“berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa
belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Belajar menurut
Baharuddin dan Esa (2009: 11) merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai
macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir
sampai akhir hayat.
Pengertian belajar menurut Oemar Hamalik (2001: 27) adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification
or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar
bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.
Witherington (1952) seperti yang dikutip oleh Sukmadinata (2004:155)
menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Pendapat yang hampir sama dinyatakan
oleh Crow and Crow dan juga Hilgard. Menurut Crow and Crow (1958) dalam
Sukmadinata (2004: 155-156), belajar merupakan diperolehnya kebiasaankebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu
mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, sehingga belajar semacam ini
disebut dengan rote learning, belajar hafalan, belajar melalui ingatan, by heart, diluar
kepala tanpa mempedulikan makna. Rote Learning merupakan lawan dari meaningful
learning, pembelajaran bermakna. Menurut Hilgard (1962), belajar adalah suatu proses
dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu
situasi. Selanjutnya bersama-sama dengan Marquis, Hilgard memperbarui definisinya
dengan menyatakan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam
diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan lain-lain sehingga terjadi perubahan
dalam diri. Witherington, Crow and Crow serta Hilgard tergolong ahli pendidikan
yang terpengaruh oleh behaviorisme. Kata kunci dari penganut aliran ini adalah kata
latihan, pengalam, stimulus, rangsangan, respon, tanggapan atau reaksi yang berperan
dalam belajar. Intinya yaitu adanya perubahan perilaku (behavior) karena pengalaman
atau latihan. Sedangkan menurut Syaiful dan Aswan (1997: 11) belajar adalah proses
perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun
sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar
mengajar seperti mengorganisasi pengalamn belajar, mengolah kegiatan belajar
mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan
tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan. Belajar adalah segenap
rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan
mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau
kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Oleh sebab itu, apabila setelah
belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak
memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah, maka dapat
dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna (Maswan dan Khoirul Muslimin, 2011:
218).
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang
sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang
dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana
saja. Salah satu pertanda bahwa sesorang itu telah belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan
pada tingkat pengetahuan, ketrampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad, 2011: 1).
Eveline dan Hartini (2011: 3) menjelaskan bahwa belajar merupakan sebuah
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup,
sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda
bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam
dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat
pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai
dan sikap (afektif). Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah
suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar
anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan
proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan
bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar (Nana Sudjana,
1991: 29).
Sedangkan belajar menurut Arief S. Sadiman, dkk (2011: 2) belajar adalah suatu
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup,
sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang
telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut niliai dan sikap (afektif).
Menurut Ihsana (2017: 1) belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilaku nya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Oleh karena itu,
belajar dapat disimpulkan sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu
dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
Simpulan dari pengertian belajar menurut beberapa para ahli diatas adalah
rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar didalam diri sesorang
dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau
kemahiran.
Bila terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini
kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah tentu ada yang
mengajarnya, dan begitu pula sebaliknya kalau ada yang mengajar tentu ada yang
belajar. Kalau sudah terjadi suatu proses/ saling berinteraksi, antara yang mengajar
dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik, sebab secara
sengaja suasana atau tidak sengaja, masing-masing pihak berada dalam suasana belajar
(Sardiman 1986: 21).

b. Pengertian Mengajar
Wina (2006: 95-96) menjelaskan bahwa kata “teach” atau mengajar berasal dari
bahasa Inggris kuno, yaitu teacem. Kata ini berasal dari bahasa Jerman kuno (Old
Teutenic), taikjan, yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Kata
tersebut ditemukan juga dalam bahasa Sansekerta, dic, yang dalam bahasa Jerman
kuno dikenal dengan deik. Istilah mengajar (teach) juga berhubungan dengan token
yang berarti tanda atau simbol. Kata token juga berasal dari bahasa Jerman kuno,
taiknom, yaitu pengetahuan dari taikjan. Bahasa Inggris kuno mengartikan bahwa
teacem adalah to teach (mengajar), sehingga token dan teach secara historis memiliki
keterkaitan. Definisi to teach (mengajar) dilihat dari asal usul kata-nya berarti
memperlihatkan sesuatu kepada sesorang melalui tanda atau simbol, penggunaan
tanda atau simbol itu dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkam
respons mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan, dan lain sebagainya.
Sejak tahun 1500-an, definisi mengajar (teaching) mengalami perkembangan secara
terus-menerus.
Menurut Maswan dan Khoirul Muslimin (2011: 219) mengajar adalah memberi
pelajaran kepada sesorang (peserta didik) dengan cara melatih dan memberi petunjuk
agar mereka memperoleh sejumlah pengalaman. Hamzah (2006: 7) menjelaskan
bahwa mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar.
Para ahli psikologis merumuskan prinsip, bahwa belajar itu harus bertahap dan
meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah mempersiapkan bahan yang
bersifat gradual, yaitu (1) dari sederhana kepada yang kompleks, (2) dari konkret
kepada yang abstrak, (3) dari umum atau general yang kompleks, (4) dari umum
(general) kepada yang kompleks, dan (5) dari yang sudah diketahui (fakta) kepada
yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak).
Beberapa prinsip umum tentang mengajar menurut Hamzah (2006: 7) adalah (1)
mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa. Apa yang telah
dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh
karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung
harus diketahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini disebut entry behavior. Entry
behavior dapat diketahui diantaranya dengan melakukan pre test. Hal ini sangat
penting agar proses belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien, dan (2)
mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.
Ada perbedaan individual dalam kesanggupan belajar. Setiap individu mempunyai
kemampuan potensial seperti bakat dan inteligensi yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Apa yang dipelajari seseorang secara cepat, mungkin tidak dapat
dilakukan oleh yang lain dengan cara yang sama. Oleh karena itu, mengajar harus
memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan masing-masing siswa.
Sedangkan Nasution dalam Maswan dan Khoirul Muslimin (2011: 220)
berpendapat bahwa mengajar adalah “suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi
proses belajar.”
Simpulan pengertian mengajar menurut beberapa ahli tersebut adalah memberikan
pelajaran sebaik-baiknya kepada seseorang agar mereka memperoleh sebuah
pengalaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setiap individu tersebut, maka
dari itu mengajar juga harus memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan yang
dimiliki setiap individu karena mereka mempunyai kemampuan potensial seperti bakat
dan inteligensi yang berbeda.
Menurut Nana Sudjana dalam Maswan dan Khoirul Muslimin (2017: 222) “Dasar-
dasar proses belajar mengajar dijelaskan belajar dan mengajar merupakan dua konsep
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus
dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik),
sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pengajar.”
Syaiful dan Aswan (1997: 1) bahwa belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang
bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan
anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar
yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan
sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan
pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna
kepentingan pengajaran.
Menurut konsepsi dasar pendidikan modern, proses belajar mengajar mempunyai
tujuan yang ingin dicapai yaitu membangun dan mengembangkan potensi peserta
didik. Pendidik sebagai pemimpin dalam proses belajar mengajar diharapkan mampu
mendesain pembelajaran dengan baik. Desain pembelajaran (instruksional) yang
dikemas harus mengacu pada pendekatan sistem dan lebih diarahkan pada penerapan
teknologi instruksional. Teknologi instruksional yaitu sumber-sumber yang disusun
terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar yang
dikombinasikan menjadi sistem instruksional yang lengkap untuk mewujudkan
terlaksananya proses belajar yang bertujuan dan terkontrol (Maswan dan Khoirul
Muslimin, 2017: 224).
Simpulan dari hakikat belajar-mengajar diatas adalah belajar mengajar merupakan
proses yang dilakukan antara pendidik dan peserta didik, dimana kegiatan tersebut
bernilai edukatif yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan potensi
peserta didik, maka dari itu pendidik diharapkan mampu mendesain pembelajaran
yang inovatif bagi peserta didiknya.

B. Pengertian Sistem
Istilah sistem dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia secara bahasa memiliki arti
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas
dan system dalam Oxford Learner’s Pocket Dictionary adalah organized set of ideas6
(kumpulan ide-ide yang terorganisir). Sedangkan sistem secara istilah adalah benda,
peristiwa, kejadian, atau cara yang terorganisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang lebih
kecil, dan seluruh bagian tersebut secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan
tersebut. Definisi tersebut memiliki makna bahwa suatu benda, kegiatan, atau cara dapat
disebut sebagai suatu sistem bila memenuhi empat kriteria sekaligus, yaitu:
a. memiliki sub sistem (dapat dibagi menjadi bagian yang lebih kecil);
b. setiap bagian mempunyai fungsi masing-masing;
c. seluruh bagian melakukan fungsi secara bersama;
d. fungsi bersama yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu.

Berdasarkan pengertian sistem diatas, maka ada tiga hal penting yang menjadi
karakteristik suatu sistem. Pertama, sistem memiliki tujuan yang jelas yang akan dicapai
sebagai arah pergerakan. Kedua, sistem selalu mengandung suatu rangkaian kegiatan
sebagai proses pencapaian tujuan. Ketiga, sistem selalu melibatkan dan memanfaatkan
berbagai komponen dan unsur-unsur tertentu dalam proses kegiatannya. Dengan
demikian, sistem adalah suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu dengan melalui
pemberdayaan komponen-komponen yang saling terkait yang dimilikinya.

Oleh karena itu, suatu sistem tidak mungkin memiliki satu komponen saja tetapi
membutuhkan berbagai komponen yang mana antara komponen satu dengan yang lain
saling berkaitan. Dalam buku akta mengajar V menyatakan bahwa karakteristik suatu
sistem sebagai berikut: a) adanya tujuan, b) adanya fungsi untuk mencapai tujuan, c)
adanya bagian komponen yang melaksanankan fungsi-fungsi, d) adanya interaksi antara
komponen, e) adanya penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, f) adanya
proses transformasi, g) adanya proses umpan balik untuk perbaikan, dan h) adanya daerah
batasan dan lingkungan.

Sebuah sistem tentu erat kaitannya dengan perencanaan yang merupakan pengambilan
keputusan bagaimana memberdayakan komponen-komponen agar tujuan yang ingin
disapai dapat berhasil dengan sempurna. Proses perencanaan yang sistematis dalam proses
pembelajaran memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: tencapainya tujuan (hasil)
secara optimal, dapat menentukan berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan, dan dapat menentukan berbagai langkah dalam memanfaatkan
berbagai sumber dan fasilitas yang ada untuk ketercapaian tujuan.10 Sehingga
perencanaan pembelajaran sebagai sub sistem dari sistem pembelajaran, memiliki
komponen-komponen yang memiliki fungsi sendiri-sendiri dan saling terkait bersama-
sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Gordon, 1990 ; Puxty, 1990, Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas
komponen-komponen yang terpadu dan berproses untuk mencapai tujuan.

Meriam-Webster: Sistem adalah interaksi secara teratur atau kelompok item yang
saling bergantung membentuk satu kesatuan yang utuh. Sistem juga didefinisikan sebagai
seperangkat ajaran, gagasan, atau asas yang terorganisasi biasanya dimaksudkan untuk
menjelaskan pengaturan atau cara kerja dari keseluruhan yang sistematis.

Ludwig Von Bertallanffy: Sistem adalah suatu kumpulan unsur yang berada pada
kondisi yang saling berinteraksi.

R. Fagen dan A.Hall: Sistem adalah suatu kumpulan objek yang meliputi hubungan
antara objek tersebut, serta hubungan antara sifat yang mereka punya.

Azhar Susanto: Sistem adalah kumpulan atau grup dari sub sistem/bagian/komponen
atau apapun baik fisik ataupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan
dapat bekerja bersama.

Fatansyah: Sistem adalah sebuah tatanan (keterpaduan) yang terdiri atas sejumlah
komponen fungsional (dengan satuan kerja yang berbeda) yang saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan yang sama.

L. James Havery: Sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu
rangkaian komponen.

Sri Marmoah: Sistem digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan sangat
berpengaruh pada kegiatan dan pencapaian tujuan bersama.

Jogianto: Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk


mencapai suatu tujuan tertentu.

Abdul Kadir: Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Ackof: Sistem merupakan satu kesatuan yang konseptual serta berdiri dari sebagian
bagian dalam suatu kondisi yang silih ketergantungan satu sama yang lain.

John Mc. Manama: Sistem yakni struktur yang terkonsep ataupun tersusun dari
sebagian guna yang bekerja serta berkaitan buat satu kesatuan buat menggapai suatu hasil
yang di mau secara efisien serta efektif.
Henry Prat Fairchild: Sistem merupakan kumpulan dari kesatuan fitur yang
berhubungan dengan satu serta dengan yang yang lain.

Nnaji: Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan tertentu.

J. F. Alexander: Sistem adalah suatu kumpulan unsur yang terorganisir dan saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.

J. W. Forrester: Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang saling berinteraksi


dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan tertentu.

menurut Azhar Susanto: sistem adalah kumpulan atau grup dari sub
sistem/bagian/komponen atau apapun baik fisik ataupun non fisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan dapat bekerja sama untuk mencapai satu tujuan tertentu.

Sutarman: sistem adalah kumpulan elemen yang saling berhubungan dan berinteraksi
dalam satu kesatuan untuk menjalankan suatu proses pencapaian suatu tujuan utama.

Pengertian Sistem menurut Arifin Rahman adalah sekumpulan beberapa pendapat


(Collection of opinions), prinsip-prinsip, dan lain-lain yang telah membentuk satu
kesatuan yang saling berhubungan antar satu sama lain.

Sutabri: Sistem adalah suatu kumpulan atau himpunan dari suatu unsur, komponen,
atau variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan
terpadu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas
komponen-komponen yang terpadu dan berproses untuk mencapai tujuan, dalam
berproses dikesatuan sistem mereka saling bergantung dan bersama-sama.

C. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem


Belajar mengajar selaku suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian
sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai
tujuan. Selaku suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu komponen, antara lain:
1. Siswa,
2. Guru,
3. Tujuan,
4. Materi,
5. Metode,
6. Evaluasi,
7. Lingkungan.
Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga
antarsesama komponen terjadi kerja sama. Karena itu, guru tidak boleh hanya
memperhatikan komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan, dan evaluasi
saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan. Proses belajar-
mengajar sebagai suatu system yang komponen-komponennya terdiri atas :

Masing-masing komonen itu sebagai bagian yang berdiri sendiri-sendiri, namun dalam
beproses di kesatuan system mereka saling bergantung dan bersama-sama untuk mencapai
tujuan. Masing-masing komponen system proses belajar-mengajar itu sedikit diulas
seperti paparan berikut ini.

1. Siswa/Peserta didik
Peserta didik biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikuti suatu
program pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan
seorang atau beberapa guru. Dalam konteks keagamaan murid digunakan sebagai
sebutan bagi seseorang yang mengikuti bimbingan seorang tokoh bijaksana. Meskipun
demikian, siswa jangan selalu dianggap sebagai objek belajar yang tidak tahu apa-apa.
Ia memiliki latar belakang, minat, dan kebutuhan serta kemampuan yang berbeda.
Bagi siswa, sebagai dampak pengiring berupa terapan pengetahuan dan atau
kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu
perkembangan mereka mencapai keutuhan dan kemandirian.
Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah
saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang
mengasumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang
peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
Siswa merupakan komponen pembelajaran yang terpenting, karena komponen
siswa sebagai pelaku belajar dalam proses pembelajaran. Aspek penting dari
komponen siswa yang harus diperhatikan dalam pembelajaran adalah karakteristiknya.
Siswa adalah individu yang unik dan memiliki sifat yang berbeda antara siswa satu
dengan yang lain. Dalam satu kelas tidak ada siswa yang memiliki karakteristik sama
persis, baik kecerdasan, emosi, kebiasaan belajar, kecepatan belajar, dan sebagainya.
Hal ini menghendaki pembelajaran yang lebih berorientasi pada siswa (student
centred), yaitu pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan
karakteristik siswa secara individual. Misalnya, pembelajaran yang menyediakan
bahan pembelajaran yang bersifat alternative dan bervariasi, sehingga siswa dapat
memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik (minat dan bakat) yang
dimiliki Di samping itu siswa memiliki tipe belajar yang berbeda, ada yang bertipe
visual, auditif, audio-visualistis, dan sebagainya. Berdasarkan tipe belajar spwa ini,
maka dalam pembelajaran guru seharusnya menyiapkan menyediakan bahan
pembelajaran yang bersifat alternative dan variatif untuk melayani perbedaan tipe
belajar siswa tersebut.

2. .Guru
Kata Guru berasal dari bahasa Sangsekerta “guru” yang juga berarti guru,
tetapi arti harfiahnya adalah “berat” yaitu seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa
Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik. Guru sebagai pendidik disekolah yang secara langsung maupun tidak
langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan
pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut mementuhi
persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan.
Di dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju,
guru memegang peranan penting. Guru merupakan satu diantara pembentuk-
pembentuk utama calon warga masyarakat. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai
pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing,
pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan
belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan sebagai pelaksana
dan penggerak kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan pembelajaran berlangsung dan
berhasil dengan sukses, maka guru harus merancang pembelajaran secara baik, dalam
arti dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, karakteristik
siswa, guru merumuskan tujuan. menetapkan materi, memilih metode dan media, dan
evaluasi pembelajaan yang tepat dalam rancangan pembelajarannya. Dalam
pelaksanaan pembelajaran guru harus berperan ganda, dalam anti guru tidak hanya
sebagai pengajar (informatory) saja. akan tetapi harus mampu menjadi programmer
pembelajaran, motivator belajar. fasilitator pembelajaran, organisator. konduktor,
actor, dan peran-peran lain yang dibutuhkan oleh siswa dalam: pembelajaran.
Meskipun guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi tugas, peranan dan fungsi
guru dalam pembelajaran sangatlah penting dan berperan sentral. Karena gurulah yang
harus menyiapkan program pembelajaran, bahan pembelajaran, sarana pembelajaran
dan evaluasi pembelajaran bagi para siswanya.
Profesi sebagai pelimpahan dari tugas orang tua yang tidak mampu lagi
memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap tertentu kepada anak. Apalagi
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. perkembangan masyarakat
dan budaya pada umumnya, maka berkembang pula tugas dan peranan guru Guru
sebagai salah satu sumber belajar memang dapat berperan banyak, seperti tersebut
pada alinea di atas. Dalam kaitan dengan peran tersebut guru sudah semestinya dapat
menyiapkan sumber-sumber belajar lam yang dibutuhkan siswa dalam rangka
menguasai materi pembelajaran yang ditargetkan dalam kurikulum.

3. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu
adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana
kegiatan itu akan dibawa.
Sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apa pun
tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang dicapai dalam
kegiatannya. Kegiatan belajar mengajar tidak bisa dibawa sesuka hati, kecuali untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran. Komponen ini adalah titik akhir dari sinergi
komponen-komponen pembelajaran lain seperti bahan, strategi, metode, media dan
evaluasi pembelajaran. Maka dari itu, komponen tujuan ini juga harus dijadikan
sebagai pijakan/dasar dalam merumuskan perancangan komponen- komponen
pembelajaran lainnya. Fathoni & Riyana (2009: 138) mengemukakan bahwa "tujuan
pembelajaran itu bertingkat dan setiap tingkatan akan berakumulasi untuk mencapai
tingkatan berikutnya yang lebih tinggi."
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai
normatif. Dengan perkataan lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus
ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik
bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas dan umum sampai kepada yang
sempit/khusus. Semua tujuan itu berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya,
dan tujuan di bawahnya menunjang tujuan di atasnya. Bila tujuan terendah tidak
tercapai, maka tujuan di atasnya juga tidak tercapai, sebagai rumusan tujuan terendah
biasanya menjadikan tujuan di atasnya sebagai pedoman. Ini berarti bahwa dalam
merumuskan tujuan harus benar-benar memperhatikan kesinambungan setiap jenjang
tujuan dalam pendidikan dan pengajaran.
Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran
lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat,
sumber, dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan
untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Bila salah satu komponen
tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ny. Dr. Roestiyah, N.K. (1989:44) mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran
adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang kita
harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu tujuan
pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu dan bukan
sekadar suatu proses dari pengajaran itu sendiri.
Akhirnya, guru tidak bisa mengabaikan masalah perumusan tujuan bila ingin
memprogramkan pengajaran.
Fathoni & Riyana (2009: 138) mengemukakan bahwa "tujuan pembelajaran itu
bertingkat dan setiap tingkatan akan berakumulasi untuk mencapai tingkatan
berikutnya yang lebih tinggi." Secara hierarkis, empát tingkatan tujuan pembelajaran
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan tujuan umum dari dilaksanakannya
kegiatan pendidikan secara nasional di Republik Indonesia. Tujuan Pendidikan
Nasional ini diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohant kepribadian yang mantap dan mandin,
serta rad sa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan"
b. Tujuan Institusional/Lembaga
Tujuan institusional/lembaga adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah
lembaga pendidikan/sekolah. Tujuan ini biasanya bersifat lebih spesifik dan
kongkrit, serta tercermin dalam setiap kegiatan pengembangan kurikulum yang
dilakukan oleh sekolah tersebut.

c. Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional dan
menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi dari suatu
lembaga pendidikan sekolah. Tujuan kurikuler tercantum dalam GBPP (Garis-
Garis Besar Program Pengajaran) dari setiap bidang studi di lembaga pendidikan
sekolah tersebut.
d. Tujuan Instruksional Pembelajaran.
Tujuan instruksional pembelajaran adalah tujuan yang hierarkis tingkatannya
paling rendah dibandingkan tuk pembelajaran yang lain. sehingga tujian ini benar-
benar menggambarkan tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran dengan betul-betul
spesifik dan terperinci. Tujuan instruksional pembelajaran dibagi lagi menjadi dua
bagian yaitu Tujuan Instruksional Umum (TI) dan Tujuan Instruksional Khusus
(TIK) Tujuan Instruksional Umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya
masih umum yang ingin dicapai dalam setiap pokok bahasan dari sebuah bidang
studi Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan penjabaran yang spesifik dar
Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus harus dinalis dengan
menggunakan kata-kata kerja opensantal agar tingkat kesercapatannya bisa
dengan lebih mudah terukur.

4. Materi (bahan pembelajaran)


Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar
mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena
itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan
disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan
pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran peleng-
kap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi
yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan
bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat
membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian
bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari
disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian
bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan
dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada
sebagian besar atau semua anak didik.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut
sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk
tujuan pengajaran. (Sudirman, N.K., 1991; 203). Bahan pelajaran menurut Dr.
Suharsimi Arikunto (1990) merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar
mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh
anak didik. Karena itu, guru khususnya atau pengembang kurikulum umumnya, tidak
boleh lupa harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang topiknya tertera dalam
silabi berkaitan dengan kebutuhan anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan
tertentu pula. Minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan
kebutuhan anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila
sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya. (Sadirman, A.M., 1988; 81). Jadi, bahan
pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam
jangka waktu tertentu.
Biasanya aktivitas anak didik akan berkurang bila bahan pelajaran yang guru
berikan tidak atau kurang menarik perhatiannya, disebabkan cara mengajar yang
mengabaikan prinsip-prinsip mengajar, seperti apersepsi dan korelasi, dan lain-lain.
Guru merasa pintar dengan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan
perkembangan bahasa dan jiwa anak didik akan lebih banyak mengalami kegagalan
dalam menyampaikan bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar. Karena itu,
lebih baik menyampaikan bahan sesuai dengan perkembangan bahasa anak didik
daripada menuruti kehendak pribadi. Ini perlu mendapat perhatian yang serius, agar
anak didik tidak dirugikan oleh sikap dan tindakan guru yang keliru.
Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa
diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar
yang akan disampaikan kepada anak didik.

5. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan
penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran
berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak
menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli
psikologi dan pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 1991:72).
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan
satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar
jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Tetapi
juga penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan belajar
mengajar bila penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang
mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik. Oleh karena itu, di sinilah
kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat (tentang hal ini akan
dibicarakan dalam bab lima tentang beberapa metode mengajar). Oleh karena itu,
pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan
bila guru mengabaikan faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Prof. Dr.
Winarno Surakhmad, M. Sc. Ed., mengemukakan lima macam faktor yang
mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut:
e. Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya;
f. Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya;
g. Situasi yang berbagai-bagai keadaannya;
h. Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya;
i. Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
Adapun beberapa metode-metode pembejaran antara lain:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan
informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada
umumnya mengikuti secara pasif.
b. Metode Tanya Jawab.
Metode Tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau
memberi pertanyaan kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid
bertanya pada guru dan guru menjawab pertanyaan murid itu .
c. Metode Diskusi
Metode diskusi dapat diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang
melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif
pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis.
d. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalui penggunaanmedia pembelajaran yang relevan dengan
pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
e. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode atau cara di mana guru dan murid bersama-
sama mengerjakan sesuatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh
atau akibat dari sesuatu aksi.

6. Evaluasi.
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation Dalam buku
Essentials of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown.
dikatakan bahwa Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of
something. Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka
menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983: 1) evaluasi pendidikan
dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai
sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala yang sesuatu yang ada hubungannya
dengan dunia pendidikan.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah N.K. (1989:85)
mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya,
sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui
sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan
kemampuan belajar.
Dari kedua pengertian evaluasi tersebut, dapat diketahui tujuan penggunaan
evaluasi. Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak menegaskan bahwa:
a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1. Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.
3. Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1) Merangsang kegiatan siswa.
2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan. perkembangan dan
bakat siswa yang bersangkutan.
4) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan
orang tua dan lembaga pendidikan.
5) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar. (Abu
Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991: 189).
Dalam tujuan-tujuan yang dikemukakan tersebut, maka pelaksanaan evaluasi
mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat itu dapat ditinjau dari pelaksanaannya
dan ketika akan memprogramkan serta melaksanakan proses belajar mengajar di masa
mendatang (H. Muhammad Ali, 1992: 113).
Dari tujuan itu juga dapat dipahami bahwa pelaksanaan evaluasi diarahkan
kepada evaluasi proses dan evaluasi produk (W.S. Winkel, 1989: 318). Evaluasi
proses dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana
pelaksanaan proses belajar mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan, apakah
dalam proses itu ditemui kendala, dan bagaimana kerja sama setiap komponen
pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran. Evaluasi produk
dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan kepada bagaimana hasil belajar yang
telah dilakukan oleh siswa, dan bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan/materi
pelajaran yang telah guru berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Ketik evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi
murid.
b. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari
setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan
belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus
tidaknya seorang murid.
c. Untuk menentukan murid di dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai
dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.
d. Untuk mengenal belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang
mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar
dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul. (Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono, 1991:189)
7. Lingkungan
Lingkungan dalam proses belajar mengajar adalah tempat dimana proses
pembelajaran dan pengajaran berlangsung. Ini dapat mencakup ruang kelas,
laboratorium, perpustakaan, atau bahkan lingkungan virtual dalam pembelajaran
online.
Lingkungan ini harus mendukung interaksi positif antara guru dan siswa, serta
menyediakan sumber daya dan fasilitas yang dibutuhkan untuk pendidikan yang
efektif.
Agar tujuan sistem belajar mengajar dapat tercapai, semua komponen yang ada
harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerja sama. Karena itu,
guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja misalnya
metode, bahan, dan evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen-
komponen secara keseluruhan.
Berbagai persoalan yang biasa dihadapi oleh guru antara lain adalah:
a. Tujuan-tujuan apa yang mau dicapai.
b. Materi pelajaran apa yang diperlukan.
c. Metode, alat mana yang harus dipakai.
d. Prosedur apa yang akan ditempuh untuk melakukan evaluasi.
Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar,
pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator, dan lain-lain.
Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi anak didik seperti:
1. Kecerdasan dan bakat khusus.
2. Prestasi sejak permulaan sekolah.
3. Perkembangan jasmani dan kesehatannya.
4. Kecenderungan emosi dan karakternya.
5. Sikap dan minat belajar.
6. Cita-cita.
7. Kebiasaan belajar dan bekerja.
8. Hobi dan penggunaan waktu senggang.
9. Hubungan sosial di sekolah dan di rumah.
10. Latar belakang keluarga.
11. Lingkungan tempat tinggal.
12. Sifat-sifat khusus dan kesulitan anak didik.
Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan melalui evauasi. Seain
itu, guru mempunyai keharusan melaporkan perkembangan hasil para siswa kepada
kepala sekolah, orang tua, dan instansi yang terkait.
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan
Belajar adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan oleh setiap individu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan,
nilai, sikap, dan preferensi. sedangkan mengajar adalah memberikan pelajaran sebaik-
baiknya kepada seseorang agar mereka memperoleh sebuah pengalaman sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki setiap individu tersebut, maka dari itu mengajar juga harus
memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan yang dimiliki setiap individu karena
mereka mempunyai kemampuan potensial seperti bakat dan inteligensi yang berbeda.
Belajar mengajar sebagai suatu sistem artinya bahwa kegiatan belajar dan mengajar
merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan dan
mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen-komponen
tersebut antara lain tujuan, siswa, guru, materi pelajaran, metode, lingkungan dan evaluasi.
B. Saran
Dalam proses pembelajaran guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-
komponen tertentu saja misalnya metode, bahan, dan evaluasi saja, tetapi ia harus
mempertimbangkan komponen-komponen secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syaiful dan Aswan. 1995. Strategi belajar mengajar. Jakarta: RINEKA CIPTA

Ariani, dkk. 2022. Buku ajar belajar dan pembelajaran. Bandung: WIDINA BHAKTI
PERSADA BANDUNG

Anda mungkin juga menyukai