Anda di halaman 1dari 76

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Krsitus,


karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya , sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku ajar “Kajian Kebahasaan”.

Buku ajar ini telah penulis susun secara maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ajar ini.

Pembuatan buku ajar ini bertujuan untuk memenuhi Ujian Tengah


Semester pada mata kuliah Kajian Kebahasaan. Selain itu, pembuatan
buku ajar ini juga bertujaun untuk membantu pembaca dalam memahami
konten dalam mata kuliah kajian kebahasaan.

Penulis berterima kasih kepada Ibu Kurniayu Triastuti R. A. Ratu


S.Pd.,M.Pd, sekalu dosen mata kuliah Kajian Kebahasaan yang telah
memberikan tugas ini, sehngga dapat menambah wawasan penulis terkait
dengan konten dalam mata kuliah Kajian Kebahasaan.

Penulis juga menyadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi materi, bahasa dan lainnya. Oleh karena itu,
dengan keterbatasan yang penulis miliki, dengan lapang dada dan tangan
terbuka penulis mempersilahkan bagi pembaca yang ingin memberikan
saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat memperbaiki
buku ajar ini di masa yang akan datang.

Harapan penulis semoga buku ajar ini dapat menambah pengetahuan,


wawasan dan manfaat bagi para pembaca. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan waktu untuk membaca
buku ajar ini.

Kupang, Maret 2023

Eka Putra Novrianto Katu


DAFTAR ISI

Halaman Judul .........................................................................................................

Kata Pengatar .......................................................................................................ii

Daftar Isi ...................................................................................................................iii

Bab 1 Sejarah bahasa Indonesia .............................................................................1

A. Sejarah Bahasa Indonesia ...............................................................2


B. Peresmian Bahasa Indonesia ...............................................................4
C. Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kemerdekaan ...........5
D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia ....................................11

Rangkuamn .....................................................................................................16

Glosarium .....................................................................................................17

Bab 2 Hakikat Bahasa, Peran serta Fungsi Bahasa ...................................18

A. Hakikat Bahasa ........................................................................................19


B. Sifat-Sifat Bahasa ..........................................................................21
C. Peran Bahasa ..................................................................................................25
D. Fungsi Bahasa ....................................................................................................25

Rangkuaman ....................................................................................................28

Glosarium ....................................................................................................29

Bab 3 Hakikat dan Teori Pemerolehan Bahasa

Faktor-Faktor Pendukung Pemerolehan Bahasa ..................................30

A. Hakikat Pemerolehan Bahasa .............................................................31


B. Teori Pemerolehan Bahasa .............................................................31
C. Ragam Pemerolehan Bahasa .............................................................35
D. Faktor-Faktor Pendukung Pemerolehan Bahasa .....................36

Rangkuman ....................................................................................................39

Glosarium ....................................................................................................40
Bab 4 Ragam Bahasa ........................................................................................41

A. Ragam Bahasa .......................................................................................42


B. Macam-Macam Ragam Bahasa .............................................................44
C. Fungsi Ragam Bahasa ..........................................................................49
D. Penggunaan Ragam Bahasa yang Baik dan Benar ......................51

Rangkuman ....................................................................................................53

Glosarium ....................................................................................................54

Bab 5 Fonologi ....................................................................................................55

A. Pengertian Fonologi ..........................................................................56


B. Dasar-Dasar Fonologi ..........................................................................56
C. Kajian Fonetik .......................................................................................57
D. Perbedaan Fonologi dan Fonetik .............................................................60
E. Kajian Fonemik .......................................................................................62

Rangkuman ....................................................................................................69

Glosarium ..................................................................................................................71

Daftar Pustaka ....................................................................................................72


BAB 1
SEJARAH BAHASA INDONESIA

Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial artinya manusia tidak dapat hidup
sendiri, tetapi manusia membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya.
Dalam kehidupan sosial, tentu memerlukan adanya suatu interaksi. Salah satu
alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi adalah bahasa. Bahasa merupakan
alat komunikasi sosial yang berupa sistem simbol bunyi yang dihasilkan dari
ucapan manusia. Bahasa digunakan untuk mempermudah manusia dalam
menyampaikan pikiran, gagasan, ataupun perasaan. Bahasa lahir berbeda-beda
sesuai dengan daerahnya sehingga muncul bahasa yang beraneka ragam.

Indonesia merupakan negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa.


Setiap suku bangsa tersebut memiliki bahasa daerah . Dengan demikian ,untuk
keperluan berkomunikasi antar suku bangsa diperlukan bahasa perantara
(lingua franca). Bahasa perantara yang terpilih adalah bahasa Indonesia. Hal
ini dibuktikan melalui salah satu pernyataan sumpah pemuda 1928 yang
berbunyi,“Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan,
bahasa Indonesia”.

Bahasa Indonesia pertama kali di akui sebagai bahasa nasional bertepatan


dengan sebuah peristiwa bersejarah dalam perjalanan Bangsa Indonesia,
peristiwa tersebut sering kita kenal dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Tujuan dari lahirnya bahasa Indonesia pada saat sumpah
pemuda pada dasarnya agar bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan yang
dapat mempersatukan bangsa Indonesia melalui bahasa yang dilatar belakangi
oleh banyaknya bahasa daerah yang ada.

Page | 1
A. Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa Indonesia merupakan
salah satu identitas nasional bagi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia
juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
bahasa Indonesia perlu dijaga dan dilestarikan oleh segenap masyarakat
Indonesia.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah sebuah
variasi dari bahasa Melayu. Dalam hal ini dasar yang dipakai adalah bahasa
Melayu Riau, tetapi telah mengalami perkembangan akibat penggunaanya
sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan pada awal abad ke-20.
Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup dan terus
berkembang dengan pengayaan kosakata baru, baik melalui penciptaan
maupun melalui penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 Masehi), bahasa Melayu
(bahasa Melayu Kuno) dipakai sebagai bahasa kenegaraan. Hal itu dapat
diketahui, dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di
Sumatra bagian selatan peninggalan kerajaan tersebut. Prasati tersebut
di antaranya adalah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit
berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M
(Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan
Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan
huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuno. Pada saat itu, bahasa Melayu
yang digunakan bercampur kata-kata bahasa Sanskerta. Sebagai
penguasa perdagangan, di Kepulauan Nusantara, para pedagangnya
membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa
Melayu walaupun dengan cara kurang sempurna.
Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam Melayu Kuno terdapat
di Jawa Tengah (Prasasti Gandasuli, tahun 832) dan di Bogor (Prasasti
Bogor,tahun 942). Kedua prasasti di Pulau Jawa inilah yang memperkuat
dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu bukan saja dipakai di
Pulau Sumatera saja, melainkan juga dipakai di Pulau Jawa (Prasasti,
2016). Salah satu bukti dari isi tulisan bahasa Melayu Kuno di Prasasti
Kedukan Bukit sebagai berikut. (Collins, 2005).
“Swasti syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyii syklapaksa wulan
waisyaakha dapunta hyang naayik di saamwan mangalap
siddhayaatra di saptamie syuklapaksa wulan jyestha dapunta hyang
marlapas dari minanga taamwan . . .”

Page | 2
(Selamat! Pada tahun syaka 605 hari kesebelas pada masa terang
Bulan Waisyaakha, tuan kita yang mulia naik perahu menjemput
Siddhayaatra. Pada hari ke tujuh, pada masa terang bulan Jyestha,
Tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga Taamwan . . .)

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk


resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak
disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaanya terbatas di kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaya.
Kemudian, Malaka merupakan tempat bertemunya para nelayan dari
berbagai negara dan mereka membuat sebuah kota serta mengembangkan
bahasa mereka sendiri dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari
bahasa di sekitar daerah tersebut. Kota Malaka yang posisinya sangat
menguntungkan (strategis) menjadi bandar utama di kawasan Asia
Tenggara. Bahasa Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling
tepat di kawasa timur jauh. Ejaan resmi bahasa Melayu pertama kali
disusun oleh Ch. A. van Ophuijsen yang dibantu oleh Moehammad Taib
Soetan Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma’moer yang dimuat dalam kitab
Logat Melayu pada tahun 1801.

Alasan mengapa bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa nasional bagi


negara Indonesia, yaitu:
a) Dibandingkan dengan bahasa daerah lain, misalnya bahasa Jawa,
sesungguhnya jumlah penutur bahasa Melayu tidak lebih banyak.
Dipandang dari jumlah penuturnya, bahasa Jawa jauh lebih besar
karena menjadi bahasa ibu bagi sekitar setengah penduduk Indonesia;
sedangkan bahasa Melayu dipakai tidak lebih dari sepersepuluh
jumlah penduduk Indonesia. Bahasa Melayu ragam Riau merupakan
bahasa yang kurang berarti. Bahasa itu diperkirakan dipakai hanya
oleh penduduk kepulauan Riau, Linggau dan penduduk pantai-pantai di
Sumatera. Namun di sinilah letak kearifan para pemimpin kita dahulu.
Mereka tidak memilih bahasa daerah yang besar sebagai dasar bagi
bahasa Indonesia karena dikhawatirkan akan dirasakan sebagai
pengistimewaan yang berlebihan.
b) Bahasa Melayu dipilih sebagai dasar bagi bahasa Indonesia adalah
karena bahasa itu sederhana sehingga lebih mudah dipelajari dan
dikuasai. Bahasa Jawa lebih sulit dipelajari dan dikuasai karena
kerumitan strukturnya, tidak hanya secara fonetis dan morfologis

Page | 3
tetapi juga secara leksikal. Seperti diketahui, bahasa Jawa memiliki
ribuan morfem leksikal dan stuktur gramatikal yang banyak dan rumit.
Penggunaan bahasa Jawa juga dipengaruhi oleh struktur budaya
masyarakat Jawa yang cukup rumit. Ketidaksederhaan itulah yang
menjadi alasan mengapa bukan bahasa Jawa yang dipilih sebagai dasar
bagi bahasa Indonesia. Yang sangat menggembirakan adalah bahwa
orang-orang Jawa pun menerima dengan ikhlas kebedaraan bahasa
Melayu sebagai dasar bagi bahasa Indonesia, meskipun jumlah orang
Jawa jauh lebuih banyak daripada suku-suku lain.

B. Peresmian Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang cepat dan menjadi
bahasa modern di seluruh kepulauan Indonesia. Peresmian nama bahasa
Indonesia ini ditandai dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober 1928 oleh pemuda Indonesia. Naskah Sumpa Pemuda adalah
hasil dari Putusan Kongres Indonesia Tahun 1928, yang di dalamnya
berisitiga butir kebulatan, yaitu:
Berbangsa satu bangsa Indonesia
Bertanah air satu tanah air Indonesia
Menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia.

Ikrar para pemuda itulah yang menjadi penyemangat muncul gerakan


persatuan rakyat untuk mencapai kemerdekaan, yang akhirnya
membuahkan hasil berupa kemerdekaan Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945. Satu hari setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada
tanggal 18 Agustus 1945, bahasa Bahasa Indonesia secara yuridis-formal
diakui sebagai bahasa resmi negara dan bahasa persatuan bangsa. Pada
saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, usul agar bahasa Melayu diangkat
sebagai bahasa nasional disampaikan oleh Muhammad Yamin, seorang
politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres
Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin mengatakan: “Jika mengacu
pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi
bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa
itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan
atau bahasa persatuan.

Page | 4
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia
banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli,
Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka,
Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi
bahasa Indonesia.

C. Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kemerdekaan


Sejak bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara
pada 18 Agustus 1945 melalui Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 36 bab
XV yang berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, maka bahasa
Indonesia mengalami babak baru perkembangannya. Pada 19 Maret 1947
diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai
pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku di era penjajahan. Dengan
demikian, bahasa Indonesia resmi memiliki ejaan sendiri.

Peristiwa-peristiwa lain yang berkaitan dengan perkembangan


bahasa Indonesia di era kemerdekaan sampai saat in, antara lain sebagai
berikut :
1. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d.
2 November 1954 merupakan salah satu perwujudan tekad bangsa
Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia
baik dalam kedudukannya sebagai bahasa kebangsaan maupun sebagai
bahasa bahasa negara.
2. Peresmian penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD) pada 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia H. M.
Soeharto, dalam pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang
dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
3. Penetapan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan pada 31 Agustus
1972 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai saat itu
pedoman tersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Momentum
tersebut dikenal sebagai Wawasan Nusantara.
4. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa
penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan
dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa

Page | 5
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia.
5. Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam
rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam
putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum
di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada
semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
6. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d.
3 November 1988 yang dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar
bahasa Indonesia dari dalam negeri dan peserta tamu dari negara
sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
7. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d.
2 November 1993 yang diharidi 770 pakar bahasa Indonesia dalam
negeri dan 53 peserta tamu dari Australia, Brunei Darussalam,
Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea
Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi
Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-
Undang Bahasa Indonesia.

Pada tahun 1953 Kamus Bahasa Indonesia berhasil disusun untuk


pertama kalinya oleh W.J.S Poerwodarminta. Dalam kamus tersebut
tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000.
Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan
terdapat penambahan 1.000 kata baru Pada tahun 1988 terjadi loncatan
yang luar bisa dalam Bahasa Indonesia. Dari 23.000 kata telah
berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan
Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah baru
di berbagai bidang ilmu.

Page | 6
Pada tahun 1980-an ketika terjadi ledakan kegiatan ekonomi di
Indonesia, yaitu saat banyak produk asing masuk ke Indonesia, banyak
istilah asing masuk ke Indonesia. Istilah asing marak digunakan sehingga
pemerintah menjadi khawatir. Pada tahun 1995 terjadi pencanangan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Nama-nama gedung,
perumahan dan pusat perbelanjaan yang berbau asing diganti dengan
nama yang berbahasa Indonesia.

Perkembangan bahasa Indonesia di era reformasi diawali dengan


Kongres Bahasa Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia,
Jakarta pada 26- 30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai
berikut:

(a) Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang


mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra,
(b) Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status
kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sampai tahun 2007 Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira


250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai
bidang ilmu. Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.

Namun, di sisi lain angin reformasi yang muncul sejak tahun 1998
justru membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Kerancuan
penggunaan bahasa Indonesia makin buruk kala itu. Penggunaan bahasa
asing kembali marak dan bahasa Indonesia sempat terpinggirkan. Pada
zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam
perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak maupun
elektronik. Seorang tokoh pers nasional, Djafar Assegaf, menuding
bangsa Indonesia tengah mengalami “krisis penggunaan Bahasa
Indonesia” yang amat serius. Media massa sudah terjerumus kepada
situasi “tiada tanggung jawab” terhadap pembinaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Media massa cenderung menggunakan bahasa asing
padahal dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Hal itu
menunjukkan penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai
memudar. Penyebabnya, antara lain, adanya euforia reformasi yang
“kebablasan” dan tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya diri dari
para insan pers dan pemilik perusahaan pers karena mereka cenderung

Page | 7
memikirkan pangsa pasarnya, persaingan usaha antarmedia dan selera
pribadi.

Kecenderungan tersebut bahkan kemudian berlanjut sampai saat


ini. Ada dua kecenderungan dalam pers saat ini yang dapat menimbulkan
kekhawatiran akan perkembangan bahasa Indonesia. Pertama,
bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim). Kedua, banyak
penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing dalam surat kabar.

Namun, di sisi lain pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan


istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru seperti KKN (korupsi, kolusi,
nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan,
hujat, makar dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut memang terdapat
di kamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya terbatas di
kalangan tertentu saja.

Selain itu, saat ini bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi
bahasa kedua setelah bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Di kalangan
pelajar dan remaja sendiri lahir sebuah bahasa baru yang merupakan
pencampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia, dan bahasa daerah.
Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa
Indonesia tersebut umumnya terjadi pada generasi muda. Bahkan sudah
ada beberapa kalangan yang beranggapan dan meyakini bahwa kaum
intelek adalah mereka-mereka yang menggunakan bahasa asing dalam
kehidupan sehari-hari mereka, baik yang total memakai bahasa asing
ataupun mencampuradukkan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa
Indonesia. Maraknya penggunaan jejaring sosial atau media sosial seperti
sms, chating internet, dan alat-alat teknologi informasi dan komunikasi
menambah carutmarutnya bahasa Indonesia.

Dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia dengan


bahasa asing justru semakin marak. Kata-kata seperti “new arrival”,
“sale”, “best buy”, “discount”, terpampang dengan jelas di berbagai toko
dan pusat perbelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi penggunaan bahasa
Indonesia yang salah. Malahan tidak sedikit media yang memberikan judul
acara dengan kata-kata dalam bahasa asing.

Penggunaan bahasa Indonesia baik oleh masyarakat umum maupun


orangorang terdidik saat ini mengalami pasang surut yang nyata. Di satu
sisi, pesatnya perkembangan IPTEK saat ini membuat penyebaran bahasa

Page | 8
Indonesia hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan berkembang
pesat. Bahasa Indonesia semakin dikenal masyarakat. Jika pada awalnya
masyarakat Indonesia yang terdiri dari multisuku, multietnis, multiras,
dan multiagama susah bergaul antarsesama karena terdapat perbedaan
bahasa, kini dengan meratanya penyerbarluasan bahasa Indonesia, maka
kendala komunikasi antaranggota masyarakat dapat diatasi. Hal ini
merupakan salah satu bentuk kemajuan dalam bahasa Indonesia.

Di sisi lain, sebagai dampak perkembangan IPTEK yang pesat,


penyebarluasan bahasa gaul dan bahasa asing sampai ke pelosok negeri
dikhawatirkan akan dapat mengancam eksistensi bahasa bahasa
Indonesia baku. Akibat pengaruh globalisasi, pesatnya perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi, dan pengaruh dari negara-negara
ekonomi kuat, seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, dan Korea, bahasa
Indonesia menjadi terpinggirkan.

Ancaman itu justru diperparah oleh sikap masyarakat dan kalangan


terpelajar di Indonesia sendiri. Banyak yang menganggap sepele bahasa
Indonesia dan lebih mementingkan bahasa asing seperti bahasa Inggris,
bahasa Spanyol, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman, bahasa
Mandarin, bahasa Korea, dan bahasa lainnya. Kebanyakan dari mereka
mengganggap bahasa Indonesia terlalu kaku, tidak bebas dan terasa
kurang akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang dikenal dengan
bahasa gaul yang merupakan campuran dari bahasa daerah, bahasa asing,
dan bahasa Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78
tahun yang lalu, di saat para pelajar dan pemuda dengan semangat cinta
tanah air menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan
bahasa lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa daerah.

Sebagai dampak dari sikap menganggap sepele pelajaran bahasa


Indonesia, banyak dari pelajar itu sendiri mendapatkan nilai yang rendah
dalam pelajaran bahasa Indonesia. Parahnya lagi, penyebab banyaknya
pelajar yang tidak lulus Ujian Nasional adalah karena mereka tidak
mendapatkan nilai yang baik dalam pelajaran bahasa Indonesia, yang
terjadi karena kebanyakan dari mereka menganggap remeh bahasa
Indonesia.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan masyarakat dan pelajar


Indonesia menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama,
adanya anggarapan tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia karena

Page | 9
karena mereka sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari, meskipun bahasa Indonesia seadanya. Padahal,
penguasaan bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi tingkat
masyarakaty melainkan juga mencerminkan karakter, budaya, sikap,
perilaku, dan jatidiri bangsa.

Kedua, karena adanya kemunduran dan kemerosotan ekonomi dan


moral bangsa Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Kemerosotan
ekonomi dan kemunduran moral bangsa yang dicerminkan dalam berbagai
tindak kekerasan, terorisme, dan kriminal menimbulkan rasa malu
berbahasa dan sebagai orang Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia
dalam pergaulan internasional.

Ketiga, sebagai akibat adanya globalisasi muncul beragam konsep


goblasisasi termasuk dalam percaturan dan pergaulan. Banyak kalangan
masyarakat Indonesia yang berhasil menjalin hubungan pergaulan
internasional, yang menyebabkan mereka tidak lagi suka menggunakan
bahasa Indonesia, dan lebih suka menggunakan bahasa asing.

Sejak era reformasi pada 1998, bahasa Indonesia mengalami


penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat
orang asing belajar bahasa Indonesia dipicu oleh kondisi pengajaran
bahasa Indonesia yang belakangan ini menunjukkan gejala penurunan, baik
dari aspek intensitas penyelenggaraan, jumlah peminat, maupun kualitas
pengajarannya.

Penurunan intensitas penyelenggaraan pengajaran bahasa


Indonesia untuk penutur asing disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain, akibat sistem politik di negara-negara asing tersebut dan kurangnya
sumber daya manusia pengajar bahasa Indonesia untuk orang asing.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya mengembangkan
pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing, misalnya dengan
pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran
Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga melakukan upayaupaya
pengembangan lain, misalnya dengan membuka pusat-pusat kebudayaan
Indonesia di beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus sebagai
ajang promosi Indonesia pada masyarakat dunia. Saat ini pusat
kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di Canbera
Australia, Los Angles AS, dan Washington DC, AS.

Page | 10
D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem
lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang
bersangkutan. Sedangkan fungsi adalah nilai pemakaian bahasa yang
dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu dalam kedudukan yang
diberikan kepadanya.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak
diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD
1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum ”Bahasa negara ialah Bahasa
Indonesia”.
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa
nasional. Kedudukan sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh
bahasa Indonesia sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober 1928. kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahwa
bahasa Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia, telah dipakai
sebagai lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh
kawasan tanah air kita. Dan ternyata di dalam masyarakat kita tidak
terjadi persaingan bahasa, yaitu persaingan di antara bahasa daerah
yang satu dan bahasa daerah yang lain untuk mencapai kedudukan
sebagai bahasa nasional.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2)
lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai suku bangsa
yang berlatar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda, dan
(4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebanggaan kita. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia
menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikannya
pegangan hidup. Atas dasar itulah, bahasa Indonesia kita pelihara
dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga dalam memakai bahasa
Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan wujud sikap
positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap jika

Page | 11
lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa atau
katakata asing.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat
menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini
dapat terjadi jika bangsa Indonesia selalu berusaha membina dan
mengembangkan bahasa Indonesia secara baik sehingga tidak
tercampuri oleh unsur-unsur bahasa asing (terutama bahasa
Inggris). Untuk itu kesadaran akan kaidah pemakaian bahasa
Indonesia harus selalu ditingkatkan.
Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam
berbahasa masih sering kita temukan, seperti contoh berikut ini.
Papan usaha : Anditya Tailor; Service Televisi.
Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di supermarket daripada
di pasar tradisional”.

Bahasa campuran seperti di atas tidak bagus dipandang dari


segi kebanggaan suatu bangsa dan tidak benar dipandang dari segi
kebahasaan. Agar pemakai dapat dijadikan teladan dan dihormati
orang lain terutama orang asing, pemakaian bahasa seperti contoh
di atas harus diubah dan diperbaiki menjadi seperti berikut ini.

Papan usaha : Penjahit Anditya; memperbaiki Televisi.


Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di swalayan dari pada di
Pasar tradisional”.

Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia mampu menunjukkan


fungsinya yaitu mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai suku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. hal itu tampak
jelas sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Pada zaman Jepang yang penuh kekerasan dan penindasan,
bahasa Indonesia digembleng menjadi alat pemersatu yang ampuh
bagi bangsa Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan
kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu
memperhubungkan bangsa Indonesia yang berlatar belakang sosial
budaya dana bahasa ibu yang berbeda-beda. Berkat bahasa
Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda-beda bahasa ibu itu
dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga

Page | 12
kesalahpahaman antarindividu antarkelompok tidak pernah terjadi.
Karena bahasa Indonesia pula kita dapat menjelajah ke seluruh
pelosok tanah air tanpa hambatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia
memungkinkan berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup
sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan
identitas kesukuan dan kesetiaan pada nilai-nilai sosial budaya serta
latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Dengan bahasa
nasional, kita dapat meletakkan kepentingan nasional kita jauh di
atas kepentingan daerah dan golongan kita.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula
melaksanakan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Jika
beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang merasa bahwa bahasa
Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang
halus, maka sekarang dapat kita lihat dalam kenyataan bahwa seni
sastra, baik yang tertulis maupun lisan, serta dunia perfilman kita
telah berkembang sedemikian rupa sehingga nuansa perasaan yang
betapa halus pun dapat diungkapkan dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Kenyataan tersebut tentulah menambah tebalnya rasa
bangga kita akan kemampuan bahasa nasional yaitu bahasa
Indonesia.

2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
juga berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan
yang tertera di dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36.
Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi negara; (2) bahasa pengantar di
dalam dunia pendidikan; (3) alat perhubungan dalam tingkat nasional
untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional serta kepentingan pemerintah; dan (4) alat pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Salah satu fungsi bahasa Indonesia di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara adalah pemakaiannya sebagai bahasa resmi
kenegaraan. Di dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia
dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan
baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan.

Page | 13
Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-
surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan
kenegaraan lainnya seperti Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis
Permusyawaratan Rakyat ditulis di dalam bahasa Indonesia. Pidato-
pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan di dalam
bahasa Indonesia. Hanya di dalam keadaan tertentu, demi
kepentingan komunikasi antarbangsa, kadang-kadang pidato resmi
ditulis dan diucapkan di dalam bahasa asing, terutama bahasa
Inggris. Demikian pula halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia
oleh warga masyarakat kita di dalam hubungan dengan upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan. Dengan kata lain, komunikasi
timbal balik antarpemerintah dan masyarakat berlangsung dengan
mempergunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi
kenegaraan dengan sebaik-baiknya, pemakai bahasa Indonesia di
dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan perlu senantiasa
dibina dan dikembangkan, penguasaan Bahasa Indonesia perlu
dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan
ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat
baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas khusus baik di
dalam maupun di luar negeri. Di samping itu, mutu kebahasaan siaran
radio dan televisi perlu pula senantiasa dibina dan ditingkatkan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi di seluruh Indonesia kecuali di daerah-daerah
bahasa seperti daerah bahasa Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura,
Bali, dan Makasar. Di daerah-daerah bahasa ini bahasa daerah yang
bersangkutan dipakai sebagai bahasa pengantar sampai dengan
tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia
dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, dan
juga sebagai alat perhubungan dalam masyarakat yang latar
belakang sosial budaya dan bahasa yang sama. Dewasa ini orang
sudah banyak menggunakan bahasa Indonesia apapun masalah yang
dibicarakan, apakah itu masalah yang bersifat nasional maupun
kedaerahan.

Page | 14
Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu
pengetahuan, dan teknologi, bahasa Indonesia adalah satu-satunya
bahasa yang digunakan untuk membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional yang memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri. Di
samping itu, bahasa Indonesia juga dipekai untuk memperluas ilmu
pengetahuan dan teknologi modern baik melalui penulisan buku-buku
teks, penerjemahan, penyajian pelajaran di Lembaga-lembaga
pendidikan umum maupun melalui sarana-sarana lain di luar lembaga
pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia
merupakan bahasa terpenting di kawasan republik kita ini. Penting
tidaknya suatu bahasa didasari oleh tiga faktor, yaitu (1) jumlah
penuturnya, (2) luas penyebarannya, dan (3) peranannya sebagai
sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya yang bernilai tinggi.
Penutur suatu bahasa yang berjumlah sedikit menutup
kemungkinan bahasa tersebut memiliki peranan yang penting.
Artinya, jika ada dua bahasa yang satu jumlah penuturnya sedikit
dan bahasa yang satu memiliki jumlah penutur yang banyak, maka
bahasa dengan jumlah penutur sedikit akan kurang mendapat
perhatian dari penutur lainnya.
Luas penyebaran suatu bahasa menunjukkan banyak hal.
Pertama, bahasa tersebut banyak disenangi oleh pengguna. kedua,
bahasa tersebut mudah dipelajari dan enak digunakan. Ketiga,
masyarakat penggunanya adalah orang-orang yang memiliki wibawa,
prestasi dan prestise yang tinggi sehingga masyarakat dari luar
bahasa itu berasal akan merasa bangga jika menggunakan bahasa
tersebut.
Sebuah bahasa menjadi sangat penting jika memiliki fungsi
atau selalu digunakan dalam penyebaran ilmu pengetahuan, sastra,
dan teknologi. Hanya orang-orang terpelajar yang selalu berusaha
menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan baik sastra
maupun teknologi. Tidak dapat dibayangkan jika bahasa yang
berfungsi sebagai pengembang ilmu pengetahuan tersebut tidak ada.

Page | 15
RANGKUMAN

Sejarah nasional Indonesia mencatat, bahwa bahasa Indonesia tumbuh


dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dulu sudah dipakai sebagai
bahasa penghubung (lingua franca) di hampir seluruh kawasan Asia Tenggara.
Peresmian nama bahasa Indonesia ini ditandai dengan diikrarnya Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 oleh pemuda Indonesia. Pada tahun
1953 Kamus Bahasa Indonesia berhasil disusun untuk pertama kalinya oleh
W.J.S Poerwodarminta. Dalam kamus tersebut tercatat jumlah lema (kata)
dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa
menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat penambahan 1.000 kata
baru Pada tahun 1988 terjadi loncatan yang luar bisa dalam Bahasa Indonesia.
Dari 23.000 kata telah berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah
bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat
340.000 istilah baru di berbagai bidang ilmu. Bahasa Indonesia memiliki
kedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Perkembangan
bahasa Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, antara lain
penyerapan bahasa daerah, penyerapan daribahasa asing. Bahasa Indonesia
mempunyai kedudukan yang sangat penting, yakni sebagai bahasa nasional, dan
sebagai bahasa Negara.

Page | 16
GLOSARIUM

Linguistik : ilmu bahasa, ilmu yang mengkaji, menelaah,


menganalisis bahasa secara umum, baik Bahasa Daerah,
Bahasa Indonesia, atau pun Bahasa Asing.
Kongres : pertemuan besar para wakil organisasi
Yuridis : menurut hukum atau secara hukum
Politikus : seseorang yang terlibat dalam politik
Sastrawan : sebutan untuk ahli sastra, penulis sastra, pujangga,
intelektual, cendekiawan, maupun jauhari di diksi
klasik.
Kesusastraan : kumpulan atau hal-hal yang berkenaan dengan sastra,
euphoria : perasaan nyaman atau perasaan gembira yang
berlebihan.
pers : badan yang membuat penerbitan media massa secara
berkala.
Akronim : singkatan yang berupa gabungan huruf awal kata,
gabungan suku kata,
Konspirasi : persekongkolan atau komplotan.
Rekonsiliasi : suatu usaha yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat.
Provokator : sebagai perbuatan untuk membangkitkan kemarahan,
tindakan menghasut dan pancingan.
Makar : tidakan pemberontakan atau tipu muslihat terhadap
pemerintah yang sedang berkuasa.
Globalisasi : proses integrasi dan interaksi bertahap di antara
entitas, individu, dan negara yang berbeda di seluruh
dunia.
Intensitas : suatu ukuran kuantitatif dari suatu penginderaan,
untuk mengukur ukuran fisik dari energi atau data
indera.

Page | 17
BAB 2
HAKIKAT BAHASA, PERAn SERTA FUNGSI BAHASA

Pendahuluan
Dalam berkomunikasi, bahasa memiliki peranan yang sangat penting.
Informasi apapun yang tersampaikan memerlukan bahasa. Bahasa menjadi salah
satu alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi, baik secara lisan
maupun tertulis. Tanpa bahasa, kita akan sulit berkomunikasi dan
menyampaikan maksud ataupun tujuan kita kepada orang lain. Bahasa
mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan
seseorang, karena dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat
mengekspesikan dirinya.

Di Indonesia, kebutuhan dunia komunikasi terhadap bahasa Indonesia


telah memungkinkan bahasa tersebut mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Bahasa Indonesia sebagai media komunikasi utama di Indonesia
semakin menunjukkan kedewasaan dan kematangannya. Ketika kita
menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kita kepada orang lain, baik
secara lisan maupun tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita
maksud, tidak lain karena ia memahami makna yang dituangkan melalui bahasa
tersebut.

Kita tahu bahwa masyarakat Indonesia sangat menjunjung kesatuan


dalam berbahasa. Makna yang akan disampaikan tidak hanya terkait dengan
pemilihan kata, tetapi juga cara penyampaiannya. Sebagai contoh, pemilihan
kata yang tepat apabila disampaikan dengan cara kasar akan tetap dianggap
kurang santun

Page | 18
A. Hakikat Bahasa
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial tentu dengan
tujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang
paling lemah dibandingkan dengan makhluk yang lain, tetapi juga makhluk
paling sempurna karena kelebihankelebihan atas kuasa-Nya. Salah satu
kelebihan manusia adalah akal budi yang melekat pada setiap insan. Akal
budi manusia dapat digunakan dan diberdayakan dengan bantuan bahasa.
Dalam konteks itu, bahasa berfungsi sebagai media untuk berpikir dan
bernalar. Boleh dikatakan bahwa tanpa bahasa, manusia tidak dapat
berpikir.
Pada hakikatnya bahasa adalah bunyi ujar atau lisan. Hal ini dapat
dijelaskan dengan menggunakan fakta sejarah bahwa orang atau
kelompok orang (masyarakat) sejak dahulu kala telah dapat melakukan
komunikasi dengan menggunakan bahasa yang telah disepakati bersama
secara lisan. Bahasa tulis baru datang kemudian setelah muncul para ahli
linguis yang menciptakan lambang-lambang tulis yang juga didasari atas
kesepakatan bersama. Kesepakatan masing-masing kelompok/lingkungan
masyarakat penggunan bahasa tersebut.
Bahasa memiliki sistem. Bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan disusun
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kelompok masyarakat
pengguna bahasa tersebut. Contoh, suatu masyarakat (sebut saja sebagai
kelompok A) menyusun bunyi yang berasal dari fonem-fonem /a/, /t/, /o/,
/s/ → [a t o s] dan memberi makna ‘keras’, namun ada pula kelompok
masyarakat lain (kelompok B) menyusun bunyibunyi yang sama [a t o s]
dengan makna yang berbeda, yakni ‘sudah’. Jika bunyi-bunyi tersebut
disusun menjadi [t s o a] masing-masing kelompok tersebut tidak akan
pernah mengenalnya dan tidak mengerti maknanya karena di dalam
kelompok mereka tidak pernah ada kesepakatan susunan bunyi atau
sistem bunyi seperti itu. Jadi, sistem bahasa suatu masyarakat terbentuk
dari masyarakat penggunanya.
Bahasa itu bermakna. Konsep ini berkaitan dengan konsep tentang
sistem bahasa di atas. Artinya, bunyi-bunyi yang disusun secara teratur
berdasarkan kesepakatan tersebut diberi makna sehingga dapat dipahami
oleh pengguna. Bunyi-bunyi yang disusun tidak berdasarkan sistem tidak
akan bermakna. Sebagai contoh, silakan Anda baca susunan bunyi-bunyi
bahasa Indonesia berikut ini: ‘uukbiiniilkmsyaa’. Bagaimana? Dapat
dipastikan bahwa tidak ada satu orang Indonesia pun yang memahami
bunyibunyi bahasa yang disusun seperti itu. Itu berarti bahwa susunan

Page | 19
bunyi-bunyi bahasa seperti itu tidak bersistem. Jika bunyi-bunyi itu
disusun sesuai dengan sistem bahasa Indonesia maka akan menjadi ‘buku
ini milik saya’. Anda dapat memahami dan mengerti, apalagi jika disusun
sesuai dengan sistem atau kaidah penyusunan kalimat “Buku ini milik saya.”
Bahasa memiliki fungsi. Orang berbahasa karena ingin
mengungkapkan sesuatu yang ada di dalam pikiran dan perasaannya.
Apakah sesuatu tersebut diungkapkan pada dirinya sendiri atau pada
orang lain? Perhatikan contoh ungkapan berikut ini.
Contoh:
1. ”Jika saya punya komputer, saya tidak perlu membayar orang untuk
mengetikkan makalah ini.” Ungkapan ini diujarkan seseorang kepada
dirinya sendiri. Pikiran tersebut merupakan ide yang diperuntukkan
bagi dirinya.
2. “Bu besok di rumah saya ada acara, tolong siapkan 25 potong ayam
goreng dan 25 porsi nasi lalap ya.” Ujaran ini diungkapkan seorang
ibu kepada pengusaha rumah makan atau juru masak.

Melalui contoh di atas, dapat dipahami bahwa bahasa itu digunakan


oleh masyarakat pengguna untuk kepentingan dirinya. Jika bahasa itu
digunakan maka dapat dipastikan bahwa bahasa itu adalah alat komunikasi
baik untuk diri sendiri maupun untuk berinteraksi dengan orang lain.

Beberapa pengertian bahasa menurut para ahli, antara lain :

1. Plato
Pengertian bahasa adalah pernyataan pikiran seseorang dengan
perantaraan onomata (nama benda) dan rhemata (ucapan) yang
merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
2. Keraf
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa
simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
3. Wahyu Wibowo
Pengertian bahasa merupakan sistem simbol bunyi yang bermakna
dan berartikulasi yang bersifat arbitrer dan konvensional.
4. Finocchiarno
Bahasa adalah satu system simbol vokal yang arbitrer,
memungkinkan semua orang dalam satu kebudayaan tertentu, atau
orang lain yang telah mempelajari system kebudayaan tersebut
untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

Page | 20
5. Pei & Gaynor
Mendefinisikan bahasa sebagai satu sistem komunikasi dengan
bunyi, 4 yaitu lewat alat ujaran dan pendengaran, antara orang-orang
dari kelompok atau masyarakat tertentu dengan mempergunakan
simbol- simbol vokal yang mempunyai arti arbitrer dan konvensional
6. Ownes
Bahasa merupakan kode atau sistem konvensional yang disepakati
secara sosial untuk menyajikan berbagai pengetian melalui
berbagaisimbol sembarang (arbritrary symbol) dan tersusun
berdasarkan aturan yang ditentukan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan


bahwa bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang digunakan manusia
dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai sistem dengan pola tertentu.

B. Sifat-Sifat Bahasa
Bahasa pada hakikatnya adalah bunyi. Bunyi memiliki kandungan
irama dan tempo. Kedua unsur tersebut merupakan unsur pokok di dalam
seni. Oleh sebab itu, bahasa memiliki sifat estetis atau indah.
Bahasa adalah bunyi-bunyi yang diujarkan oleh pengguna. Bahasa
dapat berkembang karena digunakan oleh manusia. Dengan kata lain,
bahasa bersifat manusiawi atau insaniah.
Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Dengan akal budinya
manusia dapat mengubah-ubah susunan bunyi-bunyi bahasa tersebut
menjadi bunyi bahasa yang berbeda-beda. Perbedaan bunyi-bunyi itu
membuat bahasa menjadi produktif. Jadi selain manusiawi, bahasa juga
memiliki sifat produktif. Manusia yang berakal budi juga memiliki sifat
yang tidak suka pada sesuatu yang statis atau tetap. Manusia pada
umumnya selalu menginginkan sesuatu yang lain dari yang pernah
dimilikinya. Ada dinamika dan perubahan dalam kehidupan komunitas
pengguna bahasa, perubahan itu berdampak pada bahasa. Akibatnya
sangat jelas, bahasa memiliki sifat untuk berubah dan berkembang,
seperti yang terjadi pada perubahan makna. Kondisi demikian itu menjadi
bukti bahwa bahasa memiliki sifat dinamis.
Manusia memiliki karakter yang berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya. Perbedaan karakter ini menyebabkan orang menggunakan
bahasa secara berbeda pula. Perbedaan di dalam menggunakan bahasa

Page | 21
menyebabkan munculnya ragam atau varian bahasa. Dengan demikian,
bahasa memiliki sifat variatif.
Bahasa memiliki sistem yang disepakati oleh penggunanya sebagai
konvensi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa bahasa bersifat
konvensional atau kesepakatan. Bahasa memiliki makna. Sebagai bunyi,
bahasa adalah bunyi-bunyi yang bermakna yang dilandasi dengan sistem
yang berlaku dalam bahasa tersebut. Bahasa memiliki fungsi, karena
bahasa digunakan manusia untuk berbagai keperluan. Dengan kata lain,
bahasa adalah alat komunikasi.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, diketahui bahwa bahasa
memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Bahasa sebagai Sistem
Bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan disusun berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kelompok masyarakat pengguna
bahasa tersebut.Bahasa memiliki sistem tertentu di dalamnya.
Komponen-komponen yangterdapat di dalam suatu sistem bahasa harus
tersusun secara teratur supaya dapat dimengerti oleh penutur dan
lawan penuturnya. Dalam Bahasa Indonesia, komponenkomponen
tesebut berupa Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), dan Keterangan
(K). Unsur-unsur bahasa diatur, seperti pola yang berulang. Kalau salah
satu bagian terdeteksi maka keseluruhan bagiannya dapat diramalkan.
Misalnya, kita menemukan kalimat Nenek sedang …, kue … dapur, kita
akan dapat menerka bunyi keseluruhan kalimat itu. Oleh karena itu,
sebagai penutur bahasa Indonesia, kita dapat menerima kalimat :
(1.a) Bunga itu sangat indah,
(2.a) Kebaikan itu abadi,
(3.a) Kematiannya membuat warga kampung berduka; tetapi tidak
menerima kalimat
(1.b) Itu indah sangat bunga atau Uit abung ngasat dihan,
(2.b) Membaikan itu abadi,
(3.b) Kemampuannya berduka membuat warga kampung.

Jawaban Anda pasti, “Tidak tahu! Sudah dari ‘sananya’, seperti


itu.” Begitu, bukan? Anda betul karena pada dasarnya tak ada alasan
dan hubungan khusus antara nama dengan benda atau objek yang
dinamakannya. Memang ada beberapa kata yang bersifat onomatopoe,
artinya penamaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan ciri bunyi
atau ciri lain yang dimilikinya, seperti cecak, tokek, tekukur,

Page | 22
gemerincing atau kokok. Namun demikian, kata yang bersifat
onomatope itu tidak banyak jumlahnya. Jadi, penamaan sesuatu itu
(benda, sifat atau peristiwa) semata-mata hanya karena kesepakatan
sosial masyarakat penggunanya. Karena itulah bahasa bersifat
konvensional atau kesepakatan.
2. Bahasa merupakan Lambang
Bahasa itu merupakan sistem, maka dalam sifat ini adalah berupa
lambang-lambang yang berbentuk bunyi. Artinya, lambang-lambang
tersebut berwujud bunyi yang biasanya disebut sebagai bunyi bahasa.
Setiap lambang dari bahasa dapat melambangkan sesuatu yang
nantinya disebut dengan makna atau konsep.
3. Bahasa bersifat Arbitrer
Bahasa bersifat arbitrer artinya ‘mana suka’, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara lambang bunyi dengan
yangdilambangkan itu tidak wajib, bisa berubah sewaktu-waktu, dan
tidak dapat dijielaskan mengapa lambang bunyi tersebut dapat
“mengonsepi” makna tersebut. Untuk lebih jelasnya, mari kita cermati
gambar berikut! Coba Anda tanya pada diri sendiri, mengapa benda
yang tercantum dalam gambar tersebut dalam bahasa Indonesia
dinamai (a) burung, (b) pohon, (c) matahari, dan (d) kursi? Sementara
itu, untuk benda yang sama dalam bahasa Inggris disebut dengan (a)
bird, (b) tree, (c) sun, dan (d) Chair. Jawaban Anda pasti, “Tidak tahu!
Sudah dari ‘sananya’, seperti itu.” Begitu, bukan? Anda betul karena
pada dasarnya tak ada alasan dan hubungan khusus antara nama dengan
benda atau objek yang dinamakannya. Memang ada beberapa kata yang
bersifat onomatopoe, artinya penamaan suatu objek atau peristiwa
berdasarkan ciri bunyi atau ciri lain yang dimilikinya, seperti cecak,
tokek, tekukur, gemerincing atau kokok. Namun demikian, kata yang
bersifat onomatope itu tidak banyak jumlahnya. Jadi, penamaan
sesuatu itu (benda, sifat atau peristiwa) semata-mata hanya karena
kesepakatan sosial masyarakat penggunanya. Karena itulah bahasa
bersifat konvensional atau kesepakatan.
4. Bahasa bersifat Konvensional
Dalam hal ini, setiap penutur suatu bahasa (manusia) harus
mematuhi adanya hubungan antar lambang dengan konsep yang
dilambangkannya. Apabila sang penutur suatu bahasa tidak memahami
hubungan tersbut, maka besar kemungkinan komunikasi yang tengah
dijalinnya akan terhambat.

Page | 23
5. Bahasa bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya bahasa dapat berkembang
dalam jumlah yang tidak terbatas. Sejalan dengan sifat bahasa yang
dinamis, satuan- satuan ujaran bahasa memiliki jumlah yang hampir
tidak terbatas. Contohnya, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
terdapat kurang lebih sekitar 23.000 buah kata, yang mana kata-kata
tersebut dapat pula dibuat menjadi banyak kalimat yang tidak
terbatas jumlahnya.
6. Bahasa bersifat Dinamis
Bahasa tidak akan terlepas dari adanya kemungkinan perubahan
yang terjadi sewaktu-waktu. Perubahan-perubahan tersebut dapat
terjadi pada semua tataran bahasa, mulai dari fonologis, morfologis,
sintaksis, semantik, hingga leksikon. Tataran bahasa yang paling jelas
kedinamisannya adalah pada leksikon. Pada setiap waktu tertentu,
akan ada kosakata baru yang bermunculan, kemudian kosakata lama
akan tenggelam dan tidak digunakan lagi, atau bahkan sebaliknya.
Sifat dinamis pada bahasa mengikuti sifat manusia yang selalu
potensial berubah. Akibatnya, tidak jarang unsur-unsur suatu bahasa
mengalami perubahan. Kita ambil contoh perubahan yang pernah
terjadi pada bahasa Indonesia. Dalam hal tatatulis, misalnya, sudah
tiga kali ejaan bahasa Indonesia mengalami perubahan, yaitu (1) ejaan
Vanopusen berubah menjadi (2) ejaan Suwandi, kemudian menjadi (3)
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), dan terakhir
adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
7. Bahasa itu Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola yang sama, tetapi
apabila disampaikan oleh penutur yang heterogen yang memiliki latar
belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa dapat
menjadi beragam. Beragam ini dapat dilihat dari tataran fonologis,
morfologism, sintaksis, dan leksikon.
8. Bahasa bersifat Manusiawi
Dalam hal ini bahasa yang bersifat manusiawi berarti bahasa
sebagai alat komunikasi verbal yang hanya dimiliki dan dituturkan oleh
manusia saja, sementara hewan dan tumbuhan tidak dapat
melakukannya. Meskipun hewan dapat berkomunikasi, tetapi tidak
serta-merta menggunakan bahasa manusia ini, melainkan menggunakan
bunyi atau gerak isyarat terhadap sesama hewan.

Page | 24
C. Peran Bahasa
Peran utama bahasa adalah memenuhi kebutuhan komunikasi di
antara sesama manusia. Selain itu dalam kehidupan manusia, bahasa juga
sangat berkaitan dengan perkembangan budaya.

Ada tiga (3) faktor yang menunjukkan peran bahasa dalam perkembangan
budaya, diantaranya :
1. Bahasa sebagai unsur budaya Setiap aktivitas dalam kehidupan
manusia, memiliki unsur bahasa di dalamnya. Maka untuk memahami
perkembangan suatu kebudayaan, terlebih dahulu perlu diteliti
perkembangan bahasa dalam masyarakatnya.
2. Bahasa sebagai penanda strasifikasi sosial Bahasa dapat menunjukkan
pola hubungan dan strasifikasi sosial di suatu masyarakat. Contohnya
dalam kebudayaan Jawa, anak berbicara dengan orang tua
menggunakan bahasa Jawa krama (bahasa halus). Sementara ketika
bercakap dengan sesama usianya, orang Jawa menggunakan bahasa
Ngoko (bahasa kasar).
3. Bahasa sebagai simbol budaya suku bangsa Bahasa dapat menunjukkan
simbol budaya di suatu suku bangsa. Hal ini terbukti dari keberadaan
logat atau dialek bahasa yang beragam dari berbagai suku bangsa. Hal
ini disebabkan adanya perbedaan secara geografis dan pelapisan
lingkungan sosial antarsuku bangsa dalam kehidupan bermasyarakat.

D. Fungsi Bahasa
Banyak ahli yang memberikan definisi tentang fungsi bahasa.
Dengan demikian, banyak pula definisi yang dapat kita ketahui. Untuk itu
mari kita lihat definisi-definisi yang diungkapkan kembali oleh
Soemarsono (2004) berikut ini.
1. Aristoteles dalam Soemarsono (2004: 58) menyatakan bahasa
adalah alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan manusia.
2. Karl Raemind Popper mengemukakan 4 fungsi bahasa.
a. Fungsi ekspresif, yaitu fungsi untuk mengungkapkan atau
menyatakan diri.
b. Fungsi sinyal, yaitu fungsi mereaksi, menjawab, atau memberi
tanggapan.
c. Fungsi deskriptif, yaitu fungsi yang mencakup kedua fungsi di
atas, hanya caranya memberi gambaran atau mendeskripsikan
secara rinci apa-apa yang akan disampaikan.

Page | 25
d. Fungsi argumentatif, yaitu fungsi bahasa dalam memberikan
alasan atau argument
3. Karl Bühler, seorang sarjana Jerman membedakan 3 fungsi bahasa.
a. Appel, yaitu fungsi memerintah.
b. Ausdrüch, yaitu fungsi untuk mengungkapkan suasana hati.
c. Darstellung, yaitu fungsi yang mengacu objek tertentu yang
berada di luar diri penutur
4. Halliday (Tomkins. G.E., dan Hoskisson. K. 1995) mengemukakan 7
fungsi Bahasa, yaitu:
a. Instrumental, bahasa digunakan sebagai alat untuk memperoleh
kebutuhan fisik.
b. Regulatori, bahasa digunakan untuk mengontrol atau
mengendalikan orang lain.
c. Interaksional, bahasa digunakan untuk berhubungan atau
bergaul dengan orang lain.
d. Personal, bahasa digunakan untuk mengungkapkan diri.
e. Heuristik, bahasa digunakan untuk mengungkapkan dunia di
sekitarnya atau mengutarakan pengalaman.
f. Imajinatif, bahasa digunakan untuk mencipta.
g. Informatif, bahasa digunakan untuk mengomunikasikan
informasi baru (Tim, 2007: 120).

Berdasarkan definisi-definisi tentang fungsi bahasa di atas. Kata


‘sebagai’, ‘untuk’, ‘digunakan’, mengacu pada pengertian alat. Kata
‘mengungkapkan’, ‘menyatakan’, ‘mengutarakan’, ‘mengomunikasikan’,
mengacu pada pengertian ’berkomunikasi’. Jika definisi-definisi tersebut
disimpulkan, akan Anda peroleh hakikat dari fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Hal itu menjadi jelas jika mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Aristoteles, yaitu bahasa adalah alat untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan manusia. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa fungsi bahasa pada hakikatnya adalah sebagai alat
komunikasi. Dengan kata lain, fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi.

Bagaimana penggunaan bahasa dalam komunikasi? Untuk itu, fungsi-


fungsi bahasa yang dikemukakan Halliday berikut merupakan elaborasi
penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi.

Page | 26
1. Bahasa berfungsi untuk memperoleh kebutuhan fisik. Artinya, ketika
fisik kita memerlukan sesuatu, misalnya lapar, kita akan mengujarkan
“Saya mau makan.”
2. Bahasa berfungsi untuk mengontrol atau mengendalikan orang lain.
Misal, ketika sedang mendidik anak akan keluar ujaran “Ayo, dicuci
dulu tangannya, baru makan!
3. Bahasa berfungsi untuk berhubungan atau bergaul dengan orang lain.
Dalam hal ini bahasa digunakan sebagai fungsi sosial, dapat berupa
kata-kata sapaan “Selamat pagi, apa kabar?” dan sebagainya.
4. Bahasa berfungsi untuk mengungkapkan diri. Di sini seseorang dapat
memperkenalkan diri atau memberikan identitas diri dengan ujaran-
ujaran “Nama saya Eki, saya tinggal di Jalan Jamblang, saya bekerja
…”, dan seterusnya.
5. Bahasa berfungsi untuk mengungkapkan dunia di sekitarnya atau
mengutarakan pengalaman. Dengan bahasa, orang menceritakan
peristiwa atau kejadiankejadian yang pernah dialami, masa lalu, masa
kini, di berbagai lingkungan.
6. Bahasa berfungsi untuk mencipta. Orang dapat memanfaatkan bahasa
untuk mencipta, dapat berupa ide-ide kreatif atau berupa karya
sastra (cerita, puisi, drama).
7. Bahasa berfungsi untuk mengomunikasikan informasi baru. Dengan
bahasa orang dapat saling memberi informasi, apakah berupa berita
tentang peristiwa atau berupa ilmu dan teknologi.

Page | 27
RANGKUMAN

Pada hakikatnya bahasa adalah bunyi ujar atau lisan. Hal ini dapat
dijelaskan dengan menggunakan fakta sejarah bahwa orang atau kelompok
orang (masyarakat) sejak dahulu kala telah dapat melakukan komunikasi dengan
menggunakan bahasa yang telah disepakati bersama secara lisan.

bahasa memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Bahasa sebagai Sistem


2. Bahasa merupakan Lambang
3. Bahasa bersifat Arbitrer
4. Bahasa bersifat Konvensional
5. Bahasa bersifat Produktif
6. Bahasa bersifat Dinamis
7. Bahasa itu Beragam
8. Bahasa bersifat Manusiawi

Peran utama bahasa adalah memenuhi kebutuhan komunikasi di antara


sesama manusia. Selain itu dalam kehidupan manusia, bahasa juga sangat
berkaitan dengan perkembangan budaya. fungsi bahasa pada hakikatnya adalah
sebagai alat komunikasi. Dengan kata lain, fungsi utama bahasa adalah sebagai
alat komunikasi.

Page | 28
GLOSARIUM

Linguistik : ilmu bahasa, ilmu yang mengkaji, menelaah,


menganalisis bahasa secara umum, baik Bahasa Daerah,
Bahasa Indonesia, atau pun Bahasa Asing
Artikulasi : pengucapan bunyi bahasa yang polanya sesuai standar
sehingga dapat dipahami oleh orang lain.
Arbitrer : tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian
bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu
pula.
Konvensional : kesepakatan umum terkait hal-hal yang lampau, seperti
adat, kebiasaan, dan kelaziman.
Onomatopoe : kata yang terdengar seperti apa yang dimaksud.
Sintaksis : ilmu tatakalimat yang menguraikan hubungan
antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah kalimat.
Leksikon : semua kata dalam suatu bahasa atau semua kata yang
dapat digunakan seseorang.

Page | 29
BAB 3
HAKIKAT DAN TEORI PEMEROLEHAN BAHASA,
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG PEMEROLEHAN
BAHASA

Pendahuluan
Bahasa merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kita. Istilah tersebut
setiap saat kita dengar, baca ataupun digunakan sebagai komunikasi secara
lisan maupun tertulis. Bahasa diperoleh dan dipelajari secara alamiah bagi anak-
anak untuk memenuhi kebutuhan dalam lingkungan. Bahasa mampu mengubah
dan mengontrol perilaku tidak hanya pada anak, tetapi tingka laku yang lain.
Bahasa juga memfasilitasi dan kadang-kadang bertanggung jawab untuk
pertumbuhan kognitif. Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan
intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang
keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

Pemerolehan dan perkembangan bahasa anak merupakan suatu yang


kompleks. Artinya, banyak faktor yang mempengaruhi dan saling terjalin dalam
berlangsungnya proses perkembangan anak, baik unsur-unsur pengalaman yang
diperoleh dalam berinteraksi yang sama memberikan konstribusi tertentu
terhadap arah dan laju perkembangan bahasa anak.

Pembelajaran bahasa di sekolah dasar juga merupakan suatu faktor


yang sangat penting. Peserta didik diharap memgenal dan menpelajarai bahasa
yang baik dan benar dan pemerolehan bahasa setiap anak memiliki suatu khas,
yaitu sesuai dengan perkembangannya.

Page | 30
A. Hakikat Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu
kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan
memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu, maka yang
dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan
kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan,
secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan
dkk,1998)
Ada juga pendapat Kiparsky dalamTarigan (1998) mengatakan
bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh
anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan
orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan
paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.
Kemerdekaan bahasa ditunjukkan mulai sekitar usia satu tahun di
saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas ataukata-kata
terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai tujuan sosial
mereka.Pengertian lain mengatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki
suatupermulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi kognitif
pra-linguistik (McGraw, 1987 ; 570). Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa dalam pemerolehan bahasa :
1. Berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar tanpa beban
dan berlangsung di luar sekolah (lingkungan tempat tinggalnya).
2. Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-
lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.
3. Dilakukan tanpa sadar atau secara spontan.
4. Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa
yang bermakna bagi anak.

B. Teori Pemerolehan Bahasa


1. Teori Behaviorisme
Perkembangan bahasa adalah bentukan atau hasil dari
pengaruh lingkungan. Artinya, pengetahuan merupakan hasil dari
interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang
menimbulkan respons. Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa
anak dilahirkan tidak membawa apa-apa, sehingga memerlukan
proses bealajar. Proses belajar ini melalui imitasi, modeling, atau
belajar reinforcement (Hetherington, 1998; Mussen dkk,1984;

Page | 31
Monks dkk, 2001). Skinner memakai teori stimulus-respon dalam
menerangkan perkembangan bahasa, yaitu bahwa bila anak mulai
belajar berbicara yang merupakan bukti berkembangnya bahasa
anak, maka orang yang berada disekelilingnya memberikan repons
yang positif sebagai penguat (reinforcement). Dengan adanya
respon positif tersebut maka anak cenderung mengulang kata
tersebut atau tertarik mencoba kata lain. Dalam teori ini, Skinner
menekankan agar para pendidik PAUD untuk senantiasa
menghadirkan suasana kelas dengan latihan yang diberikan kepada
anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban
(respons) yang dikenalkan melalui berbagai tahapan, mulai dari yang
sederhana sampai yang lebih rumit, contohnya sistem pembelajaran
drilling. Pada awalnya, anak akan memberikan respons pada setiap
pembelajaran dan dapat segera memberi repons. Pendidik perlu
memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan
pujian atau hadiah. Ahli lain, Albert Bandura mencoba menerangkan
dari sudut teori belajar sosial. Dia berpendapat anak belajar bahasa
karena menirukan suatu model. Tingkah laku imitasi ini tidak mesti
harus menerima reinforcement sebab belajar model dalam
prinsipnya lepas dari reinforcement dari luar.
2. Teori Nativisme (Nativistic Approach)
Pelopor teori ini adalah Chomsky, seorang ahli linguistik. Ia
berpendapat bahwa bahasa sudah ada dalam diri anak, merupakan
bawaan lahir,telah ditentukan secara biologis, bersifat alamiah.
Pada saat seorang anak lahir, ia telah memiliki seperangkat
kemampuan berbahasa yang disebut Tata Bahasa Umum atau
Universal Grammar. Jadi dalam diri manusia sudah ada innate
mechanism, yaitu bahwa bahasa seseorang itu ditentukan oleh
sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia atau sudah diprogram
secara genetik. Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak
tidak banyak mendapat rangsangan, anak tetap dapat
mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang
didengarkannya, tetapi juga mampu menarik kesimpulan dari pola
yang ada Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky
menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang
kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud
adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini
merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses

Page | 32
penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap
anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi
memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi
dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses,
yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau
mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar,sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat
sendiri (Chaer 2003:167). Sejak lahir anak manusia sudah dilengkapi
dengan alat yang disebut dengan alat penguasaan/pemerolehan
bahasa (language acquisation device/LAD), dan hanya manusia yang
mempunyai LAD. LAD ini mendapatkan inputnya dari data bahasa
dari lingkungan. LAD ini dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak
yang khusus untuk mengolah masukan (input) dan menentukan apa
yang dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan
seterusnya. Meskipun kita tidak tahu persis tepatnya dimana LAD
itu berada karena sifatnya yang abstrak (invisible). Dalam bahasa
juga terdapat konsep universal sehingga secara mental telah
mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Tanpa LAD, tidak
mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat
dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga
memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan
bukan bunyi bahasa. Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas
yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik,
mana yang dipencet itulah yang akan menyebabkan bola lampu
tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa
ditentukan oleh input dari sekitarnya, antara Nurture dan Nature
sama-sama saling mendukung. Nature diperlukan karena tanpa bekal
kodrati makhluk tidak mungkin anak dapat berbahasa dan nurture
diperlukan karena tanpa input dari alam sekitar bekal yang kodrati
itu tidak akan terwujud (Dardjowidjojo, 2003). Teori ini
berpengaruh pada pembelajaran bahasa, di mana anak perlu
mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak belajar
bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun, apalagi menyangkut
bahasa kedua (second language). Usia lebih dari 10 tahun, anak
kesulitan dalam mempelajari bahasa.

Page | 33
3. Teori Kognitivisme
Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang
mengatakan bahwa bahasa itu salah satu di antara beberapa
kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Jadi
perkembangan bahasa itu ditentukan oleh urutan-urutan
perkembangan kognitif. Perkembangan bahasa tergantung pada
kemampuan kognitif tertentu, kemampuan pengolahan informasi, dan
motivasi. Piaget (Mussen dkk., 1984) dan pengikutnya menyatakan
bahwa perkembangan kognitif mengarahkan kemampuan berbahasa,
dan perkembangan bahasa tergantung pada perkembangan kognitif.
Menurut Piaget struktur yang kompleks itu bukan pemberian alam
dan bukan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan melainkan
struktur itu timbul secara tak terelakkan sebagai akibat dari
interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognisi anak
dengan lingkungan kebahasaannya. Menurut kaum kognitivisme
bahwa kemampuan pembelajar sudah terprogram secara biologis
untuk memiliki kemampuan kognitif dan proses belajar terjadi
dengan cara memetakan kategori linguistik ke dalam kategori
kognitif, serta apa yang dipelajari adalah tata bahasa sebuah
bahasa. Jadi, sebetulnya kaum kognitivisme berusaha
menggabungkan peran lingkungan dan faktor bawaan, namun lebih
besar ditekankan pada aspek berpikir logis (the power of logical
thinking). Urutan pemerolehan bahasa: menuranikan struktur aksi –
representasi kecerdasan – membentuk struktur linguistik. (Lebih
jelas lihat Chaer, 2003; hal, 178-179). Menurut teori kognitivisme,
yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif,
barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan
berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada.
Anak hanya memahami dunia melalui inderanya. Anak hanya mengenal
benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak
sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen
sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan
benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian
berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak
4. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan
bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental
pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu

Page | 34
berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan
kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah
memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai
tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara
otomatis. Sebenarnya,faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan
bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada
teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa anak telah ada
sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai
penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia
mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai
kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah
kecerdasan berbahasa. Aspek kebahasaan merupakan sarana dalam
berkomunikasi atau berinteraksi satu individu dengan individu
lainnya atau satu kelompok dengan kelompok lainnya, untuk
menyampaikan atau menerima suatu informasi.

C. Ragam Pemerolehan Bahasa


Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut
pandang, sebagai berikut:
1. Berdasarkan bentuk:
a) Pemerolehan bahasa pertama
b) Perolehan bahasa kedua
c) Pemerolehan bahasa ulang (Klein, 1986).
2. Berdasarkan urutan:
a) Pemerolehan bahasa pertama
b) Pemerolehan bahasa kedua (Winits, 1981; Stevens, 1984).
3. Berdasarkan jumlah:
a) Pemerolehan satu Bahasa
b) Pemerolehan dua bahasa ( Gracia, 1983).
4. Berdasarkan media:
a) Pemerolehan bahasa lisan
b) Pemerolehan bahasa tulis (Freedman, 1985).
5. Berdasarkan keaslian:
a) Pemerolehan bahasa asli
b) Pemerolehan bahasa asing (Winits, 1981)

Page | 35
D. Faktor-Faktor Pendukung Pemerolehan Bahasa
1. Faktor Biologis
Perangkat biologis yang menentukan penguasaan bahasa anak
adalah otak (sistem syaraf), alat dengar dan alat ucap. Dalam proses
berbahasa, seorang anak dikendalikan oleh sistem syaraf pusat yang
berada pada otak. Pada belahan otak sebelah kiri terdapat wilayah
broca yang mempengaruhi dan pengontrol produksi bahasa seperti
berbicara. Pada bagian belahan otak bagian kanan terdapat wilayah
wernicke yang mempengaruhi dan mengendalikan penerimaan atau
pemahaman bahasa seperti menyimak. Dan diantara kedua belahan
otak tersebut terdapat wilayah motor suplementer yang berfungsi
mengendalikan unsur fisik penghasil ujaran.
2. Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan yang kaya sumber, mendukung dan aktif dalam
berinteraksi dengan anak, akan membuat pemerolehan bahasa anak
semakin beraneka dan cepat. Dukungan dan keterlibatan sosial begitu
penting bagi anak dalam berbahasa.
3. Faktor Inteligensi
Intelegensi merupakan kemampuan seorang berfikir atau
bernalar termasuk memecahkan masalah suatu masalah. Intelengensi
bersifat abstrak tidak dapat diamati langsung kecuali melalui sikap.
4. Faktor Motivasi
Motivasi itu bersumber dari dalam dan luar individu keluarga
sangat berperan sangat signifikan dalam memotivasi anaknya agar
mempunyai semangat hidup dan motivasi hidup. Selain keluarga
pemberian motivasi dari lingkungan sosial sangat berarti bagi anak
untuk membuatnya kian bergairah dalam belajar dalam aspek belajar
untuk hal apapun.
5. Stategi Pemerolehan Bahasa
Dalam mempelajari dan menguasai suatu bahasa anak-anak
cenderung lebih cepat daripada orang dewasa. Selama masa anak-anak
sampai dengan usia pubertas, otak berada dalam keadaan paling siap
untuk mempelajari bahasa tertentu. Usia hingga 12 ahun itu disebut
„periode penting‟ (Critical period). Disebut periode kritis karena Pada
usia tersebut berbagai piranti atau kelengkapan kebahasaannya telah
siap dan matang. Mereka dalam mempelajari dan menguasai suatu
bahasa pertamanya dengan cepat dan baik. Ternyata anak melakukan

Page | 36
strategi dalam belajar suatu bahasa, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Mengingat
Mengingat yaitu memainkan peranan yang cukup penting
dalam belajar bahasa. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui
anak, dicatat dalam benaknya. Ketika ia menyentuh, menyerap,
mencium, mendengar dan melihat sesuatu, memori anak
merekamnya. Pada tahap awal belajar bahasa, anak mulai
membangun pengetahuan tentang bunyi dan kombinasi bunyi-bunyi
tertentu yang merujuk pada sesuatu yang dia dengar dan alami.
Ingatan itu semakin kuat apabila penyebutan peristiwa terjadi
berulang-ulang. Dengan cara inianak akan mengingat bunyi,
kombinasi bunyi atau kata, sekaligus cara mengungkapkannya.
Oleh karena itu, dalam berbahasa anak-anak biasanya dibantu
oleh ekspresi muka, gerak tangan, gerak tubuh dan konteks.
Dalam komunikasi dengan anak, orang tua tanpa selalu disadari
biasanya melakukan penyederhanaan bahasa melalui cara tutur
yang pelan dan lembut, pengulangan atau modifikasi kata yang
mudah diingat dan digunakan anak.
2. Meniru
Dalam belajar bahasa anak menggunakan strategi peniruan.
Pada dasarnya, peniruan yang dilakukan anak tidak selalu berupa
pengulangan yang persis atau yang didengarkannya. Mengamati
pengulangan tiruan yang dilakukan seorang anak dalam berbahasa.
Tuturan anak cenderung berubah, mungkin berupa pengurangan,
penambahan atau penggantian kata atau susunan kata dan
intonasinya. Setidaknya ada dua penyebab, penyebab pertama,
berkaitan dengan perkembangan otak dan alat ucap, penguasaan
kaidah bahasa, serta adanya masukan dari sumber lain. Dengan
demikian anak akan mengucapkan tuturan yang dikuasainya.
Penyebab kedua, berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak.
Di satu sisi anak secara bertahap dapat memahami dan
menggunakan tuturan yang lebih rumit. Di sisi lain, secara
bersamaan anak pun membangun suatu sistem bahasa yang
memungkinkan dia mengerti dan memproduksi tuturan dalam
bentuk dan jumlah tak terbatas.

Page | 37
3. Mengalami Langsung
Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa
pertamanya adalah mengalami langsung kegiatan berbahasa dalam
konteks yang nyata. Anak menggunakan bahasanya baik ketika
berkomunikasi dengan oang lain, maupun sewaktu sendirian. Dia
menyimak dan berbicara langsung dan memperoleh tanggapan dari
mitra bicaranya. Secara tidak sadar anak memperoleh masukan
tentang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya, dalam
waktu yang sama anak mendapat masukan dari tindakan
berbahasa. Anak melakukan kegiatan berbahasa dalam situasi
formal, tanpa disadari dan tanpa beban. Dan mencoba eksperimen
atau uji coba dalam berbahasa tanpa takut salah, untuk
memperkaya dan mempermantap sistem bahasa yang dipelajari.
Secara bertahap si anak mengubah, memperbaiki dan
menyimpulkan aturan bahasa sampai tuturan dirasakan benar.
Orang tua tidak boleh serta merta mengkritik atau
menyalahkannya aturan bahasa yang dipelajari.
4. Bermain
Dunia anak memang dunia bermain. Kegiatan bermain sangat
penting untuk mendorong pengembangan kemampuan berbahasa
anak. Dalam bermain, si anak kadang berperan sebagai orang
dewasa, sebagai penjual atau pembeli dalam bermain dagang-
dagangan, ibu, bapak atau anak dalam bermain rumahrumahan,
sebagai dokter, perawat atau pasien, atau sebagai guru dan murid
dalam bermain sekolah-sekolahan. Tanpa disadari mereka sedang
bermain drama, sekaligus mereka berlatih berbicara dan
menyimak.

Page | 38
RANGKUMAN

Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk


menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang
lain.

Teori Pemerolehan Bahasa

1. Teori Behaviorisme
2. Teori Nativisme (Nativistic Approach)
3. Teori Kognitivisme
4. Teori Interaksionisme

Ragam Pemerolehan Bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandang, sebagai
berikut:

1. Berdasarkan bentuk:
2. Berdasarkan urutan:
3. Berdasarkan jumlah:
4. Berdasarkan media:
5. Berdasarkan keaslian:

Faktor-Faktor Pendukung Pemerolehan Bahasa

1. Faktor Biologis
2. Faktor Lingkungan Sosial
3. Faktor Inteligensi
4. Faktor Motivasi
5. Stategi Pemerolehan Bahasa

Strategi dalam belajar suatu bahasa, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Mengingat
2. Meniru
3. Mengalami Langsung
4. Bermain

Page | 39
GLOSARIUM

Linguistik : ilmu bahasa, ilmu yang mengkaji, menelaah,


menganalisis bahasa secara umum, baik Bahasa Daerah,
Bahasa Indonesia, atau pun Bahasa Asing.
Reinforcement : respon terhadap suatu perilaku yang dapat
meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali
perilaku tersebut
Kompetensi : kemampuan yang kemampuan yang dibutuhkan
dibutuhkan untuk melakukan atau untuk melakukan atau
melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja.
Performansi : cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode
waktu tertentu.
Abstrak : ringkasan isi
Invisible : tidak terlihat.
Entitas : sesuatu yang memiliki keberadaan yang unik dan
berbeda, walaupun tidak harus dalam bentuk fisik.
Intelengensi : kemampuan untuk menerapkan pegetahuan yang sudah
ada untuk memecahkan berbagai masalah.
Signifikan : penting atau berarti.

Page | 40
BAB 4
RAGAM BAHASA

Pendahuluan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional serta bahasa negara bangsa
Indonesia. Bahasa ini sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu
jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia. Namun tidak semua orang
menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar. Bahasa diartikan
sebagai suatu sistem berupa bunyi atau lambang yang bersifat spontan.Bahasa
dapat menyampaikan pola pikiran untuk dipahami induvidu lain,sehingga lahirlah
ragam-ragam bahasa beserta karakteristiknya. Dimana ragam bahasa
merupakan varian dari sebuah bahasa menurut penggunaannya.Ragam bahasa
amat luas pemakaiannya dan bermacam-macam pula latar belakang
penuturnnya,mau tidak mau akan melahirkan sejumlah ragam bahasa yang
berbeda-beda.

Terdapat beberapa ragam bahasa, diantaranya ragam lisan, ragam


tulisan, ragam baku, ragam tidak baku, ragam baku lisan ragam baku tulisan,
serta ragam sosial dan ragam fungsional.

Page | 41
A. Ragam Bahasa
Ketika berada pada tataran fungsi bahasa untuk mengekspresikan
diri dan sebagai alat komunikasi, bahasa tersebut termasuk ke dalam
ragam bahasa dan laras bahasa. Ragam bahasa adalah variasi bahasa
yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa dibedakan
berdasarkan media yang digunakan, topik pembicaraan, dan sikap
pembicaranya. Di pihak lain, laras bahasa dapat dikatakan kesesuaian
antara bahasa dan fungsi pemakaiannya (KBBI). Fungsi pemakaian
bahasa lebih diutamakan dalam laras bahasa daripada aspek lain dalam
ragam bahasa. Selain itu, konsepsi antara ragam bahasa dan laras
bahasa saling terkait dalam perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras
bahasa akan memanfaatkan ragam bahasanya untuk menyampaikan
pikiran yang dapat berupa ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ragam bahasa
diartikan variasi bahasa menurut pemakaiannya; dapat dilihat dari topik
yang dibicarakan, hubungan pembicara dan teman bicara, serta media
pembicaraannya (2011: 1131). Pengertian ragam bahasa ini dalam
berkomunikasi perlu memperhatikan aspek (1) situasi yang dihadapi, (2)
permasalahan yang hendak disampaikan, (3) latar belakang pendengar
atau pembaca yang dituju, dan (4) media atau sarana bahasa yang
digunakan. Keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut lebih
mengutamakan aspek situasi yang dihadapi dan aspek media bahasa yang
digunakan dibandingkan kedua aspek yang lain.
Adanya ragam bahasa sebagai bentuk gejala sosial dilihat dari
pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor
kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor nonkebahasaan. Faktor
tersebut, antara lain, faktor lokasi geografis, situasi, waktu, dan
sosiokultural. Faktor-faktor itu mendorong timbulnya perbedaan dalam
pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi
pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan
atau varian dalam bahasa yang digunakan masing-masing menyerupai pola
umum bahasa induk disebut ragam bahasa.
Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak
geografis disebut dialek. Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan
perbedaan pemakaian bahasa (Departemen Pendidikan Menengah
Kejuruan, 2004: 4). Bahasa Melayu dialek Langkat, misalnya, berbeda
dengan bahasa Melayu dialek Batubara, walaupun keduanya satu bahasa.
Demikian pula halnya dengan bahasa Aceh dialek Aceh Besar berbeda

Page | 42
dengan bahasa Aceh dialek Pasai yang digunakan sebagian besar
masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Utara, atau berbeda juga dengan
bahasa Aceh dialek Pidie di Kabupaten Pidie. Di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD), saat ini sekurang-kurangnya hidup enam (6) dialek
masing-masing yaitu dialek Aceh Besar, Pidie, Peusangan, Pasai, Aceh
Timur, dan Aceh Barat (lihat Sulaiman dkk., 1983: 5).
Selain ragam yang sudah disebutkan, terdapat pula ragam bahasa
yang berkaitan dengan perkembangan waktu atau disebut dengan
kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa Kerajaan Sriwijaya berbeda
dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji, dan
berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang.
Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para
penuturnya disebut dialek sosial. Faktor-faktor sosial yang
memengaruhi pemakaian bahasa, antara lain, tingkat pendidikan, usia,
dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas
(bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah
(orang-orang terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan dalam
berbagai bidang. Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/ dan gugus
konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang
berpendidikan, seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan
kompleks. Bagi orang yang tidak dapat menikmati pendidikan formal,
bentuk-bentuk tersebut sering diucapkan padil, pakultas, pilm, pitnah,
dan komplek. Demikian pula, ungkapan “apanya dong?” dan “trims” yang
disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak
muda.
Ragam bahasa tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat
penutur bahasa. Satu hal yang perlu mendapat catatan bahwa semua
ragam bahasa tersebut tetaplah merupakan bahasa yang sama.
Dikatakan demikian karena setiap penutur ragam bahasa sesungguhnya
dapat memahami ragam bahasa lainnya (mutual intelligibility). Apabila
suatu ketika saling pengertian di antara setiap penutur ragam tidak
terjadi lagi, saat itu pula tiap-tiap bahasa yang mereka pakai gugur
statusnya sebagai ragam bahasa. Dengan pernyataan lain, ragam-ragam
bahasa itu sudah berubah menjadi bahasa baru atau bahasa mandiri.

Page | 43
B. Macam-Macam Ragam Bahasa
1. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya
Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas
tiga bagian, yaitu ragam bahasa formal, ragam bahasa semiformal,
dan ragam bahasa nonformal. Setiap ragam bahasa dari sudut
pandang yang lain dan berbagai jenis laras bahasa diidentifikasikan
ke dalam situasi pemakaiannya. Misalnya, ragam bahasa lisan
diidentifikasikan sebagai ragam bahasa formal, semiformal, atau
nonformal. Begitu juga laras bahasa diidentifikasikan sebagai ragam
bahasa formal, semiformal, atau nonformal. Ragam bahasa formal
memperhatikan kriteria berikut agar bahasanya menjadi resmi
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 6).
a) Kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak
kaku, tetapi tetap lebih luwes dan dimungkinkan ada perubahan
kosa kata dan istilah dengan benar.
b) Penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan
eksplisit.
c) Penggunaan bentukan kata secara lengkap dan tidak disingkat.
d) Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten
e) Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal
yang baku pada ragam bahasa lisan.

Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan


antara ragam formal, ragam semiformal, dan ragam nonformal
diamati dari hal berikut :

a) Pokok masalah yang sedang dibahas,


b) Hubungan antara pembicara dan pendengar,
c) Medium/mediabahasa yang digunakan lisan maupun tulis,
d) Area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan
e) Situasi ketika pembicaraan berlangsung.

2. Ragam Bahasa Berdasarkan Mediumnya


Berdasarkan mediumnya ragam bahasa terdiri atas dua ragam, yaitu:
a) Ragam bahasa lisan
b) Ragam bahasa tulis

Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan atau


dituturkan langsung oleh penutur kepada pendengar atau lawan

Page | 44
bicara. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh intonasi dalam
pemahaman maknanya. Misalnya,

a) Kucing/makan tikus mati.


b) Kucing makan/tikus mati.
c) Kucing makan tikus/mati.

Ragam bahasa tulis merupakan komunikasi dalam bentuk tulisan


dengan memperhatikan penempatan tanda baca dan ejaan yang
benar. Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal, semiformal, dan
nonformal. Di dalam penulisan karya ilmiah, seperti makalah, artikel,
skripsi, penulis harus menggunakan ragam bahasa formal. Ragam
bahasa semiformal dapat digunakan dalam perkuliahan. Ragam
bahasa nonformal dapat digunakan pada aktivitas keseharian.
Berikut ini dideskripsikan perbedaan dan persamaan antara bahasa
lisan dan bahasa tulis dalam bentuk bagan.

Penggunaan ragam bahasa dan laras bahasa dalam penulisan


karangan ilmiah harus berupaya pada:

a) Ragam bahasa formal,


b) Ragam bahasa tulis,
c) Ragam bahasa lisan,
d) Laras bahasa ilmiah,
e) Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

3. Keberagaman Bahasa Indonesia


Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut
berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia.
Berikut disajikan ragam bahasa yang ada.
a) Ragam Bahasa Menurut Daerah
Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau
dialek. Bahasa yang luas wilayah pemakaiannya selalu mengenal
logat. Masing-masing logat dapat dipahami secara timbal balik
oleh penuturnya. Sekurang-kurangnya oleh penutur logat yang
daerahnya berdampingan. Menurut Chaer dan Leonie (2010: 63)
bahwa dialek merupakan variasi bahasa dari sekelompok penutur
yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah,
atau area tertentu.

Page | 45
Jika di dalam wilayah pemakaiannya, individu atau
sekelompok orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena
tempat kediaman mereka dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau
laut, lambat laun tiap logat dapat mengalami perkembangan
sendiri-sendiri. Selanjutnya, logat itu semakin sulit dimengerti
oleh penutur ragam lainnya. Pada saat itu, ragam-ragam bahasa
tumbuh menjadi bahasa yang berbeda. Dialek biasanya dianggap
sebagai bahasa nonformal, karena penggunaannya yang sering
dalam situasi nonformal.
b) Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal
Ragam bahasa Indonesia menurut pendidikan formal
menunjukkan perbedaan yang jelas antara kaum yang
berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi bahasa
Indonesia golongan penutur yang kedua itu berbeda dengan
fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-
ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang
tidak bersekolah atau hanya berpendidikan rendah.
c) Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur
Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah
corak bahasa Indonesia yang masing-masing, pada asasnya,
tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini disebut langgam
atau gaya. Pemilihannya bergantung pada sikap penutur atau
penulis terhadap orang yang diajak berbicara atau pembacanya.
Sikap itu dipengaruhi, antara lain, oleh usia dan kedudukan orang
yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan
yang hendak disampaikan, dan tujuan penyampaian informasi.
Ketika berbicara dengan seseorang yang berkedudukan lebih
tinggi, penutur akan menggunakan langgam atau gaya berbahasa
yang berbeda daripada ketika dirinya berhadapan dengan
seseorang yang berkedudukan lebih rendah. Sama halnya ketika
berbicara dengan seseorang yang usianya lebih muda atau tua,
penutur tentu akan menggunakan langgam atau gaya bertutur
yang berbeda disesuaikan dengan kondisi lawan tutur.
d) Ragam Bahasa Menurut Jenis Pemakaian
Menurut jenis pemakaiannya, ragam bahasa dapat dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
1) Berdasarkan pokok persoalan

Page | 46
2) Berdasarkan media pembicaraan yang digunakan
3) Berdasarkan hubungan antarpenutur.

Berdasarkan pokok persoalan, ragam bahasa dibedakan


menjadi ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa jurnalistik,
ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa
sehari-hari.

Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan


menjadi ragam lisan (ragam bahasa cakapan, ragam bahasa
pidato, ragam bahasa kuliah, dan ragam bahasa panggung) dan
ragam tulis (ragam bahasa teknis, ragam bahasa undang-undang,
ragam bahasa catatan, dan ragam bahasa surat).

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara


dibedakan menjadi ragam bahasa resmi, ragam bahasa santai,
ragam bahasa akrab, ragam baku, dan ragam takbaku. Situasi
resmi yang menuntut pemakaian ragam baku. Hal ini tecermin
dalam situasi berikut ini: (1) komunikasi resmi, yakni dalam surat-
menyurat resmi, suratmenyurat dinas, pengumuman-
pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi,
penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan
sebagainya; (2) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan
karya ilmiah; (3) pembicaraan di depan umum, yakni dalam
ceramah, kuliah, khotbah, dan sebagainya; serta (4) pembicaraan
dengan orang yang dihormati. Ragam bahasa baku merupakan
ragam orang yang berpendidikan. Kaidah-kaidah ragam baku
paling lengkap pemeriannya jika dibandingkan dengan ragam
bahasa yang lain. Ragam ini tidak saja ditelaah dan diperikan,
tetapi juga diajarkan di sekolah. Ragam inilah yang dijadikan
tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar.

Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis


yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya itu tidak
dapat berubah setiap saat. Ciri kedua yang menandai bahasa
baku ialah sifat kecendekiaannya. Sifat kecendekiaan ini
terwujud di dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang
lebihbesar lainnya yang mengungkapkan penalaran atau pemikiran
yang teratur, logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa
baku ini amat penting bila masyarakat penutur memang

Page | 47
mengidealisasikan bahasa Indonesia berkemampuan menjadi
bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hingga saat ini,
untuk hal yang disebutkan terakhir, masyarakat Indonesia masih
sangat bergantung pada bahasa asing.

Bahasa baku mendukung beberapa fungsi, di antaranya (a)


fungsi pemersatu dan (b) fungsi pemberi kekhasan. Bahasa baku
memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu.
Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi
satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi
penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu. Fungsi
pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan
bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku
memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa
yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur bahasa
Indonesia.

Untuk mendukung pemantapan fungsi bahasa baku


diperlukan sikap tertentu dari para penutur terhadap bahasa
baku. Setidak-tidaknya, sikap terhadap bahasa baku
mengandung tiga dimensi, yaitu (1) sikap kesetiaan bahasa, (2)
sikap kebanggaan bahasa, dan (3) sikap kesadaran akan norma
atau kaidah bahasa. Setia terhadap bahasa baku bermakna selalu
atau senantiasa kukuh untuk menjaga atau memelihara bahasa
tersebut dari pengaruh-pengaruh bahasa lain secara berlebihan,
terutama bahasa asing. Bangga terhadap bahasa baku tecermin
di dalam perasaan senang dan tidak sungkan menggunakan bahasa
baku di dalam situasi-situasi yang mengharuskan penggunaan
ragam bahasa tersebut. Kesadaran akan norma bahasa baku
terlihat di dalam kesungguhan untuk memahami dan menggunakan
kaidah-kaidah bahasa tersebut dengan setepattepatnya dalam
rangka pengungkapan nalar yang logis.

Dalam konteks bahasa baku di atas, perlu pula disinggung


sekilas mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Pengaitan ini penting agar tidak timbul kerancuan
pemahaman mengenai keduanya. Pada peringatan ke-87 hari
Kebangkitan Nasional, 20 Mei 1995, di Jakarta, Kepala Negara
menekankan pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan

Page | 48
benar. Akhir-akhir ini, dampak seruan tersebut semakin terasa.
Slogan “Gunakan bahasa Indonesia dengan baikdan benar” pada
kain rentang dapat kita temukan di mana-mana. Namun,
gencarnya pemasyarakatan ungkapan tersebut belum tentu
diikuti pemahaman yang benar tentang maknanya. Oleh karena
itu, pada bagian ini akan dijelaskan makna serta kriteria bahasa
yang baik dan bahasa yang benar tersebut. Kriteria yang dipakai
untuk menentukan bahasa Indonesia yang benar adalah kaidah
bahasa. Kaidah-kaidah bahasa yang dimaksudkan tersebut
meliputi aspek (1) tata bunyi, (2) tata kata dan tata kalimat, (3)
tata istilah, (4) tata ejaan, dan (5) tata makna. Benar tidaknya
bahasa Indonesia yang kita gunakan bergantung pada benar
tidaknya pemakaian kaidah bahasa.

Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan


memilih ragam bahasa dengan konteks, peristiwa, atau keadaan
yang dihadapi. Orang yang mahir memilih ragam bahasa dianggap
berbahasa dengan baik. Bahasanya membuahkan efek atau hasil
karena sesuai dengan tuntutan situasi. Pemilihan ragam yang
cocok merupakan tuntutan komunikasi yang tak bisa diabaikan
begitu saja. Pemanfaatan ragam bahasa yang tepat dan serasi
menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah
yang disebut bahasa yang baik atau tepat.

C. Fungsi Ragam Bahasa


Ragam bahasa juga memiliki beberapa fungsi,antalain sebagai berikut :
1. Sebagai sarana komunikasi
Digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan
kepentingan yang beraneka ragam, misalnya, komunikasi ilmiah, 10
komunikasi bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial. Manusia
tidak dapat hidup sendiri, mereka perlu berkomunikasi dalam
berbagai lingkungan ditempat mereka.
2. Sebagai sarana integrasi dan adaptasi
Bahasa indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara merupakan fungsi integratif. Indikator
kedudukannya sebagai bahasa nasional:
a) Lambang nasional yang dapat memberikan kebanggaan jati diri
pemakainya sebagai bangsa indonesia.

Page | 49
b) Lambang identitas nasional yang dapat dikenali oleh masyarakat.
c) Alat pemersatu penduduk antar pulau diseluruh indonesia. d. Alat
komunikasi antar daerah dan antar budaya
3. Sebagai kontrol sosial
Berfungsi untuk mengendalikan komunikasi agar orang yang
terlibat dalam komunikasi dapat saling memahami. Dalam kehidupan
sehari-hari dapat berbentuk komunikasi timbal balik, baik secara
lisan maupun tulisan. Dengan demikian, masingmasing dapat
mengendalikan komunikasi dan memberi saran, kritik dan lain-lain.
4. Sebagai sarana memahami diri
Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami
dan mengidentifikasi kondisi dirinya terlebih dahulu.Pemahaman ini
mencakup kemampuan fisik, emosi,kecerdasan dan lain-lain.
5. Sebagai sarana ekspresi diri
Dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai
dengan tingkat yang kompleks. Ekspresi paling sederhana misalnya
untuk menyatakan cinta, lapar, krecewa. Tingkat kompleks misalnya
berupa pernyataan kemapuan mengerjakan proyek besar dalam
bentuk proposal yang sulit dan rumit, menulis laporan, desain produk,
dan lain-lain.
6. Sebagai sarana memahami orang lain
Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakai bahasa dapat
mengenali berbagai hal mencakup kondisi pribadinya. Melalui
pemahaman ini seseorang akan memperoleh wawasan yang luas dan
bermanfaat serta memperoleh kemampuan berfikir sinergis dengan
memadukan pengalaman orang lain bersama dengan potensi dirinya.
7. Sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar
Keberhasilan seseorang menggunakan kecerdasannya
ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan situasi lingkungannya
sehingga memperoleh berbagai kreatifitas baru yang dapat
memberikan berbagai keuntungan bagi dirinya dan masyarakat.
Misalnya, Apa yang melatarbelakangi pengamatan, bagaimana
masalahnya, bagaimana cara mengamati, tujuannya, hasilnya,
kesimpulan.
8. Sebagai sarana berfikir logis
Melalui proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan
tindakan tepat yang harus dilakukan. Selain itu, perlu disadari bahwa

Page | 50
bahasa bukan hanya sarana proses berpikir melainkan juga penghasil
pemikiran, konsep, atau ide.
9. Mengembangkan kecerdasan ganda
Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan
memiliki beberapa kecerdasan sekaligus. Selain itu orang yang tekun
mendalami bidang studinya secara seriu dimungkinkan memiliki
kecerdasan yang produktif. Misal seorang ahli pemograman yang
mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, mesin
penerjemaah, dlan lain-lain.
10. Membangun karakter
Kecerdasan merupakan bagian karakter dari manusia.
Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat
mengembangkan karakternya lebih baik.

D. Penggunaan Ragam Bahasa yang Baik dan Benar


Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan
bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan
kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan
kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan tata bahasa).
Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam
bahsa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian
dengan topik apa yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak
berbicara (kalau lisan) atau orang yang akan membaca (kalau tulis), dan
tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti
bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai
masyarakat kita.
Penggunaan ragam bahasa memakai Kalimat efektif dengan
kriteria,sebagai berikut :
1. Mudah dipahami oleh orang lain.
2. Memenuhi unsur penting kalimat (minimal ada subjek dan predikat,
terutama untuk ragam tulis).
3. Menggunakan kata yang tepat dan serasi.
4. Gramatikal (seperti: menggunakan pungtuasi dan kata yang baku,
menggunakan struktur yang benar, frasa selalu D-M, menggunakan
kata yang morfologis, menggunakan kata yang sesuai dengan
fungsinya/kedudukannya).

Page | 51
5. Rasional (yakni, menggunakan gagasan yang dapat dicerna oleh akal
sehat), Efisien (menggunakan unsur sesuai kebutuhan, tidak boleh
berlebihan).
6. Tidak ambigu (tidak menimbulkan dua arti yang membingungkan )

Page | 52
RANGKUMAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ragam bahasa diartikan


variasi bahasa menurut pemakaiannya; dapat dilihat dari topik yang
dibicarakan, hubungan pembicara dan teman bicara, serta media
pembicaraannya (2011: 1131).

Macam-Macam Ragam Bahasa

1. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya


2. Ragam Bahasa Berdasarkan Mediumnya
3. Keberagaman Bahasa Indonesia

Ragam bahasa juga memiliki beberapa fungsi,antalain sebagai berikut :


1. Sebagai sarana komunikasi
2. Sebagai sarana integrasi dan adaptasi
3. Sebagai kontrol sosial
4. Sebagai sarana memahami diri
5. Sebagai sarana ekspresi diri
6. Sebagai sarana memahami orang lain
7. Sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar
8. Sebagai sarana berfikir logis
9. Mengembangkan kecerdasan ganda
10. Membangun karakter

Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahsa
yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi.

Page | 53
GLOSARIUM

Konsepsi : pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu


konsep tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam
pikirannya
Kronolek : variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial
pada masa tertentu.
Intelligibility : sifat terang
Afiksasi : Afiksasi adalah proses penambahan prefiks atau
gabungan kata.
Cendekia : orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja,
belajar, membayangkan, mengagas, atau menyoal dan
menjawab persoalan tentang berbagai gagasan.
Integrative : penyatuan atau penggabungan, pembaharuan hingga
menjadi kesatuan yang utuh.
Pungtuasi : seperangkat tanda baca unsur yang penting dalam
suatu tulisan
Rasional : menurut pikiran dan pertimbangan yang logis, menurut
pikiran yang sehat, dan cocok dengan akal.
ambigu : bermakna lebih dari satu.

Page | 54
BAB 5
FONOLOGI

Pendahuluan
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai oleh penutur kepada
lawan bicaranya untuk menyampaikan maksud atau tujuan dari sang penutur.
Oleh karena itu, pengajaran bahasa khususnya bahasa Indonesia pada
hakikatnya bertujuan untuk melatih bagaimana manusia dapat bertutur agar
dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya dengan menggunakan bahasa yang
baik dan benar supaya dapat langsung dipahami oleh lawan bicaranya.

Mengenai bahasa, tentu banyak sekali hal dapat dikaji untuk


menambahkan ilmu kita dalam berbahasa. Salah satu kajian bahasa adalah
fonologi. Fonologi merupakan satu dari banyak hal penting yang berkenaan
dengan bahasa.

Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-


bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi
bahasa secara umum dan fungsional. Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai
satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki
fungsi untuk membedakan makna. Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata,
misal fonem pertama pada kata makan dan makna secara fonetis berbeda.
Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Kajian
fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia
merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan vokal, konsonan,
diftong, dan kluster. Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang
ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka
pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk
Menentukan struktur fonemis sebuah bahasa dan Membuat ortografi yang
praktis atau ejaan sebuah bahasa. Gejala fonologi Bahasa Indonesia termasuk
di dalamnya yaitu penambahan fonem, penghilangan fonem, perubahan fonem,
kontraksi, analogi, fonem suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka,
dan nada dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna.

Page | 55
A. Pengertian Fonologi
Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu
phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu
disebut juga tata bunyi.
Adapun Pengertian fonologi menurut beberapa ahli yakni:
1. Menurut Kridalaksana dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang
dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut
fungsinya
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, fonologi dimaknai sebagai ilmu
tentang bunyi bahasa, terutama yang mencakup sejarah dan teori
perubahan bunyi.
3. Menurut Abdul Chaer, secara etimologi istilah “fonologi” ini
dibentuk dari kata fon yang bermakna bunyi dan logi yang berarti
“ilmu”.

Secara sederhana, maka fonologi dapat diartikan sebagai suatu


bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan
runtutan bunyi-bunyi bahasa.

B. Dasar-Dasar Fonologi
Batasan dan Kajian Fonologi Istilah fonologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos = ‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi
adalah ilmu bunyi. Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang
mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama bunyi bahasa (fon)
yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang
disebut tata fomen (fonemik). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji
bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi
mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.

Beberapa Pengetian Mengenai Tata Bunyi, yaitu :


1. Fonem
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa
terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki
fungsi untuk membedakan makna. Fonem dalam bahasa mempunyai
beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata
atau suku kata. Contoh fonem /t/ jika berada di awal kata atau suku
kata, dilafalkan secara lepas. Pada kata /topi/, fonem /t/ dilafalkan
lepas. Namun jika berada di akhir kata, fonem /t/ tidak diucapkan

Page | 56
lepas. Bibir kita masih tetap rapat tertutup saat mengucapkan bunyi,
misal pada kata /buat/.
2. Alofon
Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem
pertama pada kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi
suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon
dituliskan diantara dua kurung siku […]. Kalau[p] yang lepas kita
tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai
dengan [p>]. Maka kita dapat berkata bahwa dalam Bahasa Indonesia
fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>]

C. Kajian Fonetik
Klasifikasi Bunyi
a) Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam
saluran suara.
1) Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak
mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada
artikulasi.
2) Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan
menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal
ini terjadi artikulasi.
3) Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk
konsonan, tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum
membentuk konsonan murni.
b) Berdasarkan jalan keluarnya arus udara.
1) Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus
udara ke luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar
arus udara dapat keluar melalui rongga hidung.
2) Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan
mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak
untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar
melalui mulut.
c) Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di
artikulasikan.
1) Bunyi keras (fortis), yaitu bunyi bahasa yang pada waktu di
artikulasikan disertai ketegangan kuatarus.
2) Bunyi lunak (lenis), yaitu bunyi yang pada waktu di
artikulasikan tidak disertai ketegangan kuatarus.

Page | 57
d) Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau
diartikulasikan
1) Bunyi panjang
2) Bunyi pendek
e) Berdasarkan derajat kenyaringannya
Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak
nyaring. Derajat kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya
ruang resonansi pada waktu bunyi diucapkan. Makin luas ruang
resonansi saluran bicara waktu membentuk bunti, makin tinggi
derajat kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya.
f) Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata
1) Bunyi tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu
suku kata (semua bunyi vokal atau monoftong dan konsonan).
2) Bunyi rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat
dalam satu suku kata. Bunyi rangkap terdiri dari
3) Diftong (vocal rangkap) : [ai], [au] dan [oi].
4) Klaster (gugus konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl]. vi
g) Berdasarkan arus udara
1) Bunyi egresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara
mengeluarkan arus udara dari dalam paruparu. Bunyi egresif
di bedakan menjadi :
- Bunyi egresif pulmonik: di bentuk dengan mengecilkan
ruang paru-paru,otot perut dan rongga dada.
- Bunyi egresif glotalik: terbentuk dengan cara merapatkan
pita suara sehingga glottis dalam keadaan tertutup.
2) Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara
menghisap udara ke dalam paru-paru.
- Ingresif glotalik: pembentukannya sama dengan egresif
glotalik tetapi berbeda pada arus udara.
- Ingresif velarik: di bentuk dengan menaikkan pangkal
lidah di tempatkan pada langit-langit lunak. Kebanyakan
bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.

Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster

1. Pembentukan Vokal Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya


lidah, bagian lidah yang bergerak, bentuk bibir, dan strikturnya.
Berikut ini jenis-jenis vokal berdasarkan cara pembentukannya, yakni:

Page | 58
a. Berdasarkan bentuk bibir: vokal bulat, vokal netral, dan vokal tak
bulat.
b. Berdasarkan tinggi rendahnya lidah: vokal tinggi, vokal madya
(sedang), dan vokal rendah.
c. Berdasarkan bagian lidah yang bergerak: vokal depan, vokal
tengah, dan vokal belakang.
d. Berdasarkan strikturnya: vokal tertutup, vokal semi-tertutup,
vokal semi-terbuka, dan vokal terbuka.
2. Pembentukan Konsonan Pembentukan konsonan didasarkan pada
empat faktor, yakni daerah srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita
suara, dan jalan keluarnya udara. Berikut ini klasifikasi konsonan
tersebut:
a. Berdasarkan daerah artikulasi: konsonan bilabial, labio dental,
apikodental, apikoalveolar, palatal, velar, glotal, dan laringal.
b. Berdasarkan cara artikulasi: konsonan hambat, frikatif, getar,
lateral, nasal, dan semi-vokal.
c. Berdasarkan keadaan pita suara: konsonan bersuara dan konsonan
tak bersuara.
d. Berdasarkan jalan keluarnya udara: konsonan oral dan konsonan
nasal.
3. Pembentukan Diftong vii Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri
bersama dan pada saat diucapkan berubah kualitasnya. Perbedaan
vokal dengan diftong adalah terletak pada cara hembusan nafasnya.
Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai berikut:
a. Diftong /au/, pengucapannya [aw]. Contohnya: [harimaw]
/harimau/ [kerbaw] /kerbau/
b. Diftong /ai/, pengucapannya [ay]. Contohnya: [santay] /santai/
[sungay] /sungai/
c. Diftong /oi/, pengucapannya [oy]. Contohnya: [amboy] /amboi/
[asoy] /asoi/
4. Pembentukan Kluster Gugus atau kluster adalah deretan konsonan
yang terdapat bersama pada satu suku kata.
a. Gugus konsonan pertama: /p/,/b/,/t/,/k/,/g/,/s/ dan /d/.
b. Gugus konsonan kedua: /l/,/r/ dan /w/.
c. Gugus konsonan ketiga: /s/,/m/,/n/ dan /k/.
d. Gugus konsonan keduanya adalah konsonan lateral /l/, misalnya:
1) /pl/ [pleno] /pleno/
2) /bl/ [blaƞko] /blangko/

Page | 59
3) Dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/ dan /w/.

Jika tiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu


/s/, yang kedua /t/,/p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau
/l/. Contohnya:

1) /spr/ [sprey] /sprei


2) /skr/ [skripsi] /skripsi/
3) /skl/ [sklerosis] /sklerosis/

D. Perbedaan Fonologi dan Fonetik


Fonetik adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa tanpa
memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai
makna atau tidak. Fonetik sendiri terbagi menjadi tiga yakni fonetik
artikulatoris, akustik, dan auditoris. Fonetik artikulatoris mempelajari
bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam
menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu
diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai
peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan, fonetik auditoris
mempelajari bagaimana mekaisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh
telinga kita.
Fonetik dan Fonologi adalah dua disiplin ilmu yang sama-sama
mengkaji bunyi bahasa. Namun demikian, ranah kajian kedua disiplin ini
berbeda. Pembagian ranah kajian antara fonetik dan fonologi secara
tegas bersumber dari pemikiran seorang linguis Swiss, Ferdinand de
Saussure. Melalui sumbangan pemikirannya yang diabadikan oleh para
mahasiswanya dalam Cours de linguistique gēnērale (1996), ia telah
meletakkan fondasi bagi kemajuan linguistik modern sehingga ia dijuluki
Bapak Linguistik Modern.
Salah satu sumbangan yang paling berharga untuk linguistik modern
adalah konsepsi mengenai langue (bahasa) dan dan parole (tuturan).
Langue adalah pengetahuan bahasa yang dikuasai oleh para penutur suatu
bahasa. Langue bersifat abstrak, sistematik, dan merupakan konvensi di
antara para penutur bahasa tersebut, sedangkan parole kebalikan dari
sifat langue, yaitu gejala bahasa yang bersifat konkret dan bersifat
individual.
Langue adalah kaidah bahasa yang menguasai parole, sedangkan
parole adalah ekspresi-ekspresi bahasa yang diatur oleh langue.
Walaupun batas antara langue dan perole sangatlah jelas, ternyata

Page | 60
keduanya berkaitan erat, saling bergantung, dan tak terpisahkan. Kita
boleh mengatakan salah satu ada karena yang lainnya ada.
Hubungan antara fonologi dan fonetik dapat ibaratkan seperti
hubungan antara langue dan parole. Kajian bunyi bahasa pada tataran
langue diwakili oleh fonologi, sedangkan kajian bunyi bahasa pada tataran
parole diwakili oleh fonetik. Trubetzkoy (1959) mengatakan,”Phonetics is
the study of the sounds of parole” dan “Phonology is the study of the
sounds of langue.” Karena kajian fonetik berada pada tataran bunyi
bahasa yang konkret (parole), maka kajian fonetik lazimnya menjelaskan
bunyi pada dimensi artikulasi, akustik, dan persepsi. Kajian fonetik tidak
berada pada tataran kaidah bahasa sehingga fonetik dipandang sebagai
kajian bahasa ekstragramatikal. Fonetik tidak mendekripsikan bunyi
sebagai satuan yang membawa perbedaan makna atau fungsi. Ilmu fonetik
berada pada tataran etik, yaitu tataran di luar sistem bahasa tertentu.
Oleh sebab itu, fonetik sering dianggap ilmu yang bersifat inklusif.
Di pihak lain, berbeda dengan fonetik, fonologi mendeskripsikan
bunyi sebagai suatu sistem bahasa yang abstrak (langue), yaitu kaidah
bunyi dalam pengetahuan penuturnya. Karena fonologi mengkaji bunyi
bahasa yang berkaitan dengan kaidah bahasa maka kajian fonologi
dipandang sebagai bagian gramatika bahasa. Bunyi dideskripsikan sebagai
satuan yang membawa perbedaan makna atau fungsi. Tempatnya ilmu
fonologi berada pada tataran pada sistem bahasa tertentu, sehingga ada
yang mengatakan bahwa fonologi cenderung eksklusif.
Trubetzkoy (Rahyono, 2003: 46) menjelaskan bahwa fonetik
merupakan studi bunyi bahasa yang berkenaan dengan peristiwa tutur,
murni fenomenalistik terhadap bunyi bahasa tanpa mempertimbangkan
fungsi, sedangkan fonologi merupakan studi bunyi bahasa yang berkenaan
dengan sistem bahasa, serta merupakan studi fungsi linguistis bahasa.
Titik tolak fonetik adalah konkret, yakni bahasa manusia. Fonetik meneliti
produksi, pengaruh langsung, dan persepsi bahasa. Sistem bahasa yang
merupakan cakupan studi fonologi, tidak diproduksi dan tidak dipersepsi,
Sistem bahasa telah hadir dan tersedia sebagai kerangka acuan baik bagi
pembicara maupun pendengar.
Sebagian pakar mengatakan bahwa karena kajian fonetik adalah
kajian bunyi bahasa pada tataran permukaan maka fonetik disebut juga
lower level phonology. Di pihak lain, kajian fonologi dianggap berada pada
tataran yang lebih tinggi, yaitu pada tataran representasi mental bunyi
sehingga disiplin ini kadang-kadang disebut higher level phonology.

Page | 61
Sebagian lagi mengistilahkan home based fonologi adalah otak, sedangkan
home based fonetik di luar otak (Hayward, 2000:9).
Para linguis mengenal dua jenis transkripsi bunyi, yaitu transkripsi
fonetis dan transkripsi fonemis. Perbedaan bunyi dalam fonetik biasanya
dideskripsikan menggunakan transkripsi fonetis yang biasa disebut IPA
(International Phonetical Alphabet) yang mulai diperkenalkan pada akhir
abad ke-19. Dalam transkripsi fonetik, satu simbol digunakan untuk satu
bunyi tanpa dibatasi konteks bahasa tertentu. Simbol bunyi yang
digunakan dalam fonetik adalah [ ]. Di pihak lain, fonologi mendeskripsikan
bunyi bahasa pada tataran fonem. Oleh sebab itu, perbedaan bunyi dalam
fonologi ditraskripsikan dengan transkripsi fonemis. Dalam transkripsi
fonemis, satu simbol untuk mereprsentasikan satu bunyi dalam konteks
bahasa tertentu. Simbolnya bunyi yang digunakan adalah / /.
Perbedaan ranah kajian antara fonetik dan fonologi dapat dilihat
dari ilustrasi berikut. Jika seseorang mengkaji bagaimana posisi lidah,
rahang, dan bibir ketika memproduksi vokal [i] dan bagaimana wujud
akustik bunyi tersebut, misalnya seberapa tinggi frekuensi fundamental
bunyi tersebut dibandingkan vokal-vokal lainnya maka ia sedang mengkaji
bunyi bahasa pada tataran fonetik. Namun, jika ia mengkaji di mana saja
vokal /i/ berposisi dalam kata atau dalam suku kata dalam suatu bahasa
tertentu, misalnya bahasa Indonesia, maka ia mengkaji bunyi bahasa pada
tataran fonologi.

E. Kajian Fonemik
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil
yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk
membedakan makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi yang
bersifat distingtif atau unit bunyi yang signifikan. Dalam hal ini perlu
adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang
berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian
fonemisasi itu bertujuan untuk:
1. Menentukan struktur fonemis sebuah bahasa,
2. Membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.

Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang bersifat


fungsional atau fonem, biasanya dilakukan melalui “ kontras pasangan
minimal”. Dalam hal ini pasangan minimal ialah pasangan bentuk-bentuk

Page | 62
bahasa yang terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya
berupa kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda.
Sekurang-kurangnya ada empat premis untuk mengenali sebuah fonem,
Yakni:

1. Bunyi bahasa dipengaruhi lingkungannya


2. Bunyi bahasa itu simetris
3. Bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam
kelas fonem yang berbeda
4. Bunyi bahasa yang bersifat komplementer harus dimasukkan ke dalam
kelas fonem yang sama.

1. Realisasi Fonem
Realisasi fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari ciri
atau satuan fonologis, yakni fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi
fonem erat kaitannya dengan variasi fonem. Variasi fonem merupakan
salah satu wujud pengungkapan dari realisasi fonem. Secara
segmental fonem bahasa Indonesia dibedakan atas vokal dan
konsonan.
2. Variasi Fonem
Variasi fonem adalah wujud pelbagai manifestasi bersyarat
maupun tak bersyarat dari fonem. Wujud variasi suatu fonem yang
ditentukan oleh lingkungannya dalam distribusi yang komplementer
disebut varian alofonis atau alofon.

Gejala Fonologi Bahasa Indonesia

1. Penambahan Fonem
Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa
penambahan bunyi vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran
ucapan.
2. Penghilangan Fonem
Penghilangan fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem pada
awal, tengah dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna.
Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata.

Page | 63
3. Perubahan Fonem
Perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada
sebuah kataagar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk
tujuan tertentu.
4. Kontraksi
Kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau
lebih fonem yang dihilangkan. Kadangkadang ada perubahan atau
penggantian fonem.
5. Analogi
Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu
contoh yang sudah ada (Keraf, 1987:133).
6. Fonem Suprasegmental
Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena
dapat diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama
dengan ciri suprasegmentalseperti tekanan, jangka dan nada.
Disamping ketiga ciri itu, pada untaian terdengar pula ciri
suprasegmental lain, yakni intonasi dan ritme.
a) Jangka, yaitu panjang pendeknya bunyi yang di ucapkan. Tanda […]
b) Tekanan, yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang
pengucapan, meninggikan nada dan memperbesar intensitas tenaga
dalam pengucapan suku kata tersebut.
c) Jeda atau sendi, yaitu ciri berhentinya pengucapan bunyi
d) Intonasi, adalah cirri suprasegmental yang berhubungan dengan
naik turunnya nada dalam pelafalan kalimat.
e) Ritme, adalah ciri suprasegmental yang berhubungan dengan pola
pemberian tekanan pada kata dalam kalimat.

Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa


Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang
menyimpang dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.
Jenisjenis perubahan fonem bunyi tersebut berupa asimilasi,
disimilasi, modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis,
diftongisasi, monoftongisasi, dan anaptiksis, sebagaimana uraian
berikut.

a) Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua hal bunyi yang tidak
sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Hal ini terjadi
karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan

Page | 64
sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi.
Dalam bahasa Indonesia, asimilasi fonetis terjadi pada bunyi nasal
pada kata tentang dan tendang. Bunyi nasal pada tentangdiucapkan
apiko-dental karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [t], juga apiko-
dental. Bunyi nasal pada tendang diucapkan apiko-alveolar karena
bunyi yang mengikutinya, yaitu [d], juga apiko-alveolar. Perubahan
bunyi nasal tersebut masih dalam lingkup alofon dari fonem yang
sama.
b) Disimilasi
Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama
atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contoh :
Kata bahasa Indonesia belajar [bǝlajar] berasal dari
penggabungan prefix ber [bǝr] dan bentuk dasar ajar [ajar].
Mestinya, kalau tidak ada perubahan menjadi berajar [bǝrajar].
Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang pertama
diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi
[bǝlajar]. Karena perubahan tersebut sudah menembus batas
fonem, yaitu [r] merupakan alofon dari fonem /r/ dan [l]
merupakan alofon dari fonem /l/, maka disebut disimilasi fonemis.
c) Modifikasi vokal
Modifikasi vokal adalah perubahan bunyi vokal sebagai akibat
dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Perubahan ini
sebenarnya bisa dimasukkan kedalam peristiwa asimilasi, tetapi
karena kasus ini tergolong khas, maka perlu disendirikan.
d) Netralisasi
Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat
pengaruh lingkungan. Untk mejelaskann kasus ini bisa dicermati
ilustrasi berikut. Dengan cara pasangan minimal [baraƞ]
‘barang’−[parang] ‘paraƞ’ bisa disimpulkan bahwa dalam bahasa
Indonesia ada fonem /b/ dan /p/.Tetapi dalam kondisi tertentu,
fungsi pembeda antara /b/ dan /p/ bisa batal setidak-tidaknya
bermasalah karena dijumpai yang sama. Minsalnya, fonem /b/ pada
silaba akhir pada kata adab dan sebab diucapkan [p’]: [adap] dan
[sǝbab’], yang persis sama dengan pengucapan fonem /p/ xi pada
atap dan usap: [atap’] dan [usap’]. Mengapa terjadi demikian?
Karena konsonan hambatan letup bersuara [b] tidak mungkin
terjadi pada posisi koda. Ketika dinetralisasikan menjadi

Page | 65
hambatan tidak bersuara, yaitu [p’], sama dengan realisasi yang
biasa terdapat dalam fonem /p/.
e) Zeroisasi
Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat
upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Peristiwa ini
biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk
bahasa Indonesia, asal saja tidak menggangu proses dan tujuan
komunikasi. Peristiwa ini terus dikembangkan karena secara diam-
diam telah didukung dan disepakti oleh komunitas penuturnya.
Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian katatak
ataundak untuk tidak, tiada untuk tidak ada, gimana untuk
bagaimana, tapi untuk tetapi. Padahal, penghilangan beberapa
fonem tersebut dianggap tidak baku oleh tatabahasa baku bahasa
Indonesia. Tetapi, karena demi kemudahan dan kehematan, gejala
itu terus berlangsung. Zeroisasi dengan model penyingkatan ini
biasa disebut kontraksi. Apabila diklasifikasikan, zeroisasi ini
paling tidak ada tiga jenis, yaitu : aferesis, apokop, dan sinkop.
f) Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu
kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Dalam
bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis ini tidak
banyak.
g) Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal
(monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong)
secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap
ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap
dalam satu silaba.
h) Monoftongisasi
Monoftongisasi yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal
rangkap (diftong) menjadi vokal (monoftong) . (Muslich 2012 :
126). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa
Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-
bunyi diftong. Monoftongisasi adalah proses perubahan dua buah
vokal atau gugus vokal menjadi sebuah vokal. Poses ini banyak
terjadi dalam bahasa Indonesia akibat dari ingin memudahkan
ucapan. (Chaer 2009 : 104). Monoftongisasi adalah proses
perubahan bentuk kata yang berujud sebuah diftong berubah

Page | 66
menjadi sebuah monoftong. Jadi, monoftongisasi adalah proses
perubahan dua bunyi vokal menjadi sebuah vokal.
Contoh:
Ramai menjadi (rame)
Kalao menjadi (kalo)
Danau menjadi (danau)
Satai menjadi (sate)
Damai menjadi (dame)
Sungai menjadi (sunge)
i) Anaptiksis
Anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan
jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan
untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah
bunyi vokal lemah. Dalam bahasa Indonesia, penambahan bunyi
vokal lemah ini biasa terdapat dalam kluster. (Muslich 2012 : 126).
Anaptiksis adalah proses penambahan bunyi vokal di antara
dua konsoan dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah
konsonan pada sebuah kata tertentu. (Chaer 2009 : 105).
Anaptiksis (suara bakti) adalah proses perubahan bentuk
kata yang berujud penambahan satu bunyi antara dua fonem dalam
sebuah kata guna melancarkan ucapan. Jadi, anaptikis adalah
perubahan bentuk kata dengan menambahkan bunyi vokal tertentu
di antara dua konsonan.
Contoh:
Putra menjadi putera
Putri menjadi puteri
Bahtra menjadi bahtera
Srigala menjadi serigala
Sloka menjadi seloka
Anaptikis dibagi menjadi tiga yaitu: Protesis adalah proses
penambhan bunyi ada awal kata.
Misalnya:
Mas menjadi emas
Mpu menjadi empu
Tik menjadi ketik
Lang menjadi elang
Epentesis adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata.
Misalnya:

Page | 67
Kapak menjadi kampak
Sajak menjadi sanjak
Upama menjadi umpama
Beteng menjadi benteng
Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata.
Misalnya:
Huubala menjadi hulubalang.

Page | 68
RANGKUMAN

fonologi dapat diartikan sebagai suatu bidang linguistik yang mempelajari,


menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Istilah fonologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos = ‘ilmu’. Secara harfiah,
fonologi adalah ilmu bunyi.

Beberapa Pengetian Mengenai Tata Bunyi, yaitu fonem dan alofon

Kajian Foneti

1. Klasifikasi Bunyi
a. Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam
saluran suara.
b. Berdasarkan jalan keluarnya arus udara.
c. Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di
artikulasikan
d. Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau
diartikulasikan
e. Berdasarkan derajat kenyaringannya
f. Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata
g. Berdasarkan arus udara

Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang


bergerak, bentuk bibir, dan strikturnya. Pembentukan konsonan didasarkan
pada empat faktor, yakni daerah srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara,
dan jalan keluarnya udara. Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri bersama
dan pada saat diucapkan berubah kualitasnya. Gugus atau kluster adalah
deretan konsonan yang terdapat bersama pada satu suku kata.

Fonetik dan Fonologi adalah dua disiplin ilmu yang sama-sama mengkaji
bunyi bahasa. Namun demikian, ranah kajian kedua disiplin ini berbeda.
Pembagian ranah kajian antara fonetik dan fonologi secara tegas bersumber
dari pemikiran seorang linguis Swiss, Ferdinand de Saussure.

Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang


bersifat fungsional.

fonemisasi itu bertujuan untuk:

1. Menentukan struktur fonemis sebuah bahasa,


2. Membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.

Page | 69
Gejala Fonologi Bahasa Indonesia

1. Penambahan Fonem
2. Penghilangan Fonem
3. Perubahan Fonem
4. Kontraksi
5. Analogi
6. Fonem Suprasegmental

Page | 70
GLOASRIUM

Linguistic : ilmu bahasa, ilmu yang mengkaji, menelaah, menganalisis


bahasa secara umum, baik Bahasa Daerah, Bahasa
Indonesia, atau pun Bahasa Asing.
Egresif : dihasilkan dengan aliran udara bergerak ke luar dari
alat ucap.
Frikatif : konsonan yang dihasilkan dengan cara menggesekkan
udara yang keluar dari paru-paru.
Lateral : dihasilkan dengan penutupan sebagian lidah
Nasal : bunyi bahasa yang dihasilkan dengan mengeluarkan u
dara melalui hidung
Inklusif : usaha yang dilakukan seseorang untuk menempatkan
dirinya ke dalam sudut pandang orang lain dalam
memahami suatu hal atau masalah.
Transkripsi : pengalihan tuturan yang berujud bunyi ke dalam bentuk
tulisan
Distingtif : sebuah sifat bahasa yang bisa berkontras.

Page | 71
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Alwi, H. D. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia ed ke 3. Jakarta : Balai


Pustaka.

Bahasa, P. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, A. (1994). .Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Collins, J. T. (2005). Bahasa Melayu bahasa Dunia : Sejarah Singkat. Yayasan


Obor Indonesia.

Dinnie, S. H. (2015/2016). FONOLOGI. Jakarta.

Dr. Drs. H. Eko Kuntarto, M. M. (n.d.). Bahasa Indonesia Untuk Perguruan


Tinggi.

Faisal, M. D. (2009). Kajian Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Dirjen Pendidikan


Tinggi Dapartemen Pendidikan Nasiona.

Gani, S. (2019). “Kajian teoritis struktur internal bahasa


(fonologi,morfologi,sintaksis, dan sematik).” A . Jurnal Bahasa dan
Sastra Arab.

Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. . Penerbit


Serambi.

Siregar, R. (1987). Bahasa Indonesia Jumalistik. Jakarta: Pustaka Graftka.

Sujinah, i. f. (2018). Buku Ajar Bahasa Indonesia. Surabaya: UMSurabaya


Publishing.

Sundari, W. (2018). Pemerolehan Bahasa. Jurnal Warna.

Susiati, S. (2020). Teori dan Aliran Linguistik: Tata Bahasa Generatif.

Yunus, M. A. (n.d.). Hakikat Bahasa dan Pembelajaran Bahasa.

Page | 72

Anda mungkin juga menyukai