Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecemasan merupakan respon psikologik terhadap stres yang

mengandung respon fisiologik dan psikologik. Kecemasan dapat terjadi ketika

seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologik. Tanda dari

komponen fisik misalnya keringat dingin pada telapak tangan, tekenan darah

dan pernafasan meningkat. Sedangkan tanda dari psikologik dapat berupa

harga diri rendah, gugup, tegang, gangguan gambaran diri, rasa tidak aman,

dan takut kehilangan ( Long, 1996 ). Kecemasan dalam keluarga atau orang

tua mempunyai peranan penting yang sangat mendukung selama masa

penyembuhan sakit. Apabila dukungan ini tidak ada maka keberhasilan dalam

penyembuhan akan berkurang. ( Friedman, 1998 )

Menurut Whaley and Wong ( 1999 ), bahwa krisis yang dialami anak-

anak ( yang menderita dan mengalami perawatan di rumah sakit ) akan

membawa efek bagi anggota keluarga yaitu keluarga inti ( orang tua ) dan

keluarga besar. Adapun reaksi keluarga ( orang tua ) terhadap anak yang di

rawat di rumah sakit meliputi penolakan, atau ketidak nyamanan, marah atau

merasa bersalah, depresi, ketakutan atau merasa cemas. ( Nursalam, 2005 ).

Kecemasan dan ketakutan serta frustasi adalah perasaan yang diekspresikan

oleh orang tua. Kecemasan dan ketakutan yang dihubungkan dengan parahnya

penyakit dan tipe prosedur medis. ( Wong, 1995 )

1
2

Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya kecemasan antara lain

faktor pendidikan, faktor usia, faktor jenis kelamin, dan faktor kepribadian.

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan mencakup

tentang penilaian terhadap rangsang ( situasi ) yang dianggap mengancam

yang dipengaruhi oleh sikap. Usia yaitu pengendalian emosi yang kaitannya

dengan kecemasan. Jenis kelamin yaitu perbedaan antara wanita dan pria

terhadap respon stres atau emosi, dan kepribadian dilihat dari pengalaman

yang dipelajari pada masa lalu. Sehingga untuk mengatasi kecemasan maka

dapat dilakukan komunikasi therapeutik sebelum tindakan medis dilakukan.

Hasil studi pendahuluan di ruang anak Rumah Sakit Umum Gresik

menunjukkan bahwa dari orang tua yang diwawancarai dan diobservasi secara

langsung terdapat 2 ( 20 % ) mengalami kecemasan ringan, 5 ( 50 % )

mengalami kecemasan sedang, dan 3 ( 30 % ) mengalami kecemasan berat.

Sedangkan orang tua yang tidak diberikan komunikasi therapeutik sebanyak 4

( 40 % ).

Untuk mengurangi kecemasan dapat dilakukan komunikasi antar

perawat dengan klien. Sehingga perawat perlu menyadari pentingnya

berkomunikasi sebelum melakukan tindakan terhadap klien, melakukan

komunikasi therapeutik dilakukan untuk membantu dan bekerja sama dengan

klien dalam memecahkan dan mengatasi masalah kesehatan klien ( Maramis,

1995 ). Dari latar belakang diatas maka penulis ingin mengadakan penelitian

tentang Pengaruh Pemberian Komunikasi Therapeutik Terhadap Tingkat

Kecemasan Orang Tua Klien Anak Yang Dirawat Di Rumah Sakit.


3

B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

Pada permasalahan ini di batasi pada penyakit infeksi di ruang anak

dan batasan dalam pemberian komunikasi therapeutik dengan menggunakan

metode tanya jawab (Face to face communication).

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang masalah dan kenyataan

maka penulis merumuskan masalah keperawatan sebagai berikut:

Apakah terdapat pengaruh pemberian komunikasi therapheutik terhadap

tingkat kecemasan orang tua klien anak yang dirawat di rumah sakit.

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Memahami pengaruh pemberian komunikasi therapeutik terhadap

tingkat kecemasan orang tua klien anak yang dirawat dirumah sakit.

b. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat

dirumah sakit

2. Memberikan komunikasi therapeutik pada orang tua klien anak yang

dirawat dirumah sakit.

3. Mengidentifikasi pengaruh pemberian komunikasi therapeutik

terhadap tingkat kecemasan orang tua klien anak yang dirawat dirumah

sakit.
4

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman dan pengetahuan, serta wawasan tentang pasien

komunikasi therapeutik terhadap tingkat kecemasan orang tua klien anak

yang dirawat di rumah sakit.

b. Bagi Penderita

Menurunkan tingkat kecemasan melalui pemberian komunikasi

therapeutik, memberikan pengaruh terhadap tingkat kecemasan.

c. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai masukan pada perawat khususnya diruang anak dalam

memberikan asuhan keperawatan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Therapeutik

1. Definisi

Hubungan perawat dengan klien yang therapeutik tidak mungkin

dicapai tanpa komunikasi. ( Keliath, 1996 )

Komunikasi therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan

secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

pasien. ( Purwanto, 1996 )

2. Proses Komunikasi

Cultp dan Center ( 1996 ) dalam kutipan Efendy ( 1989 )

mengatakan bahwa komunikasi yang efektif harus melalui 4 tahap, antara

lain:

a. Fact – Fanding yaitu mengumpulkan data dan informasi tentang

kebutuhan sasaran, tentang pasien yang akan disampaikan.

b. Planning yaitu penyusunan penelitian yang berkaitan dengan anggaran

yang diperlukan, pesan yang akan diberikan, media yang akan

digunakan, serta sasaran penyuluhan kesehatan.

c. Communication yaitu bila rencana telah disusun dengan sebaik –

baiknya sebagai hasil pemikiran yang mantap, baru dilanjutkan dengan

pelaksanaan komunikasi terhadap sasaran.

5
6

d. Evaluation yaitu menilai kegiatan komunikasi yang telah dilaksanakan,

apakah telah mencapai sasaran atau belum.

3. Kegunaan Komunikasi Therapeutik

Kegunaan komunikasi therapeutik adalah untuk mendorong dan

mengajarkan kerjasama antara perawat dan pasien melalui hubungan

perawat klien. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian

tingkah laku dan membantu pasien dalam rangka mengatur persoalan yang

dihadapi (Arwani, 2003)

4. Tujuan Komunikasi Therapeutik

Tujuan komunikasi therapeutik adalah membantu pasien untuk

menjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat

mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya

ada hal yang dipikirkan. Dapat pula mengurangi keraguan, membantu

dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan

kekuatan egonya. Disamping itu dapat mempengaruhi orang lain,

lingkungan fisik dan dirinya sendiri. Karena komunikasi therapeutik

merupakan ketrampilan dasar untuk melakukan wawancara dan

penyuluhan dalam praktek keperawatan, wawancara digunakan untuk

berbagai tujuan misalnya pengkajian, memberi penyuluhan kesehatan dan

perawatan dan sebagai media therapeutik. ( Purwanto, 1994 )

5. Kekacauan – Kekecauan Yang Terjadi Dalam Komunikasi Therapeutik

Proses komunikasi antara perawat dengan klien tidak selamanya

berjalan dengan mulus dan berfungsi secara optimal, tetapi mungkin


7

terjadi kekacauan yang disebut dengan istilah distorsi. Terjadinya distorsi

dalam proses komunikasi antara perawat dengan klien dapat disebabkan

karena beberapa hal yaitu:

1. Pasien kurang tepat mempersepsikan pesan, bimbingan dorongan yang

diberikan oleh perawat. Hal ini disebabkan hal – hal sebagai berikut :

a. Pasien merasa cemas karena penyakit yang dideritanya.

b. Pikiran pasien dipengaruhi faktor luar misalnya memikirkan

keadaan keluarga, rumah dan lain – lain.

c. Hubungan perawat dengan klien kurang bersahabat

2. Kekurangan yang dimiliki oleh perawat dalam mengadakan

komunikasi dengan pasien yang disebabkan karena :

a. Kurang pandai mengemukakan buah pikiran

b. Bicaranya kurang jelas atau terlalu cepat

c. Bahasa yang digunakan tidak dimengerti oleh pasien.

3. Kebisingan ( Noise )

Kebisingan dapat mengganggu komunikasi. Kebisingan mungkin

muncul pada saat seorang perawat berkomunikasi dengan pasien dalam

bentuk :

a. Rintihan atau tangisan pasien

b. Suara air gemericik di wastafel atau kamar mandi

c. Suara brancara untuk mendorong pasien

d. Suara pasien yang sedang bergurau

e. Dan lain sebagainya


8

( Purwanto, 1996 ).

6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Therapeutik Pada Anak

a. Usia Tumbuh Kembang Anak

Pada usia tumbuh kembang anak cara komunikasi berbeda sesuai

dengan usia. Mengingat anak pada usia tumbuh kembang mempunyai

pola perkembangan motorik. Bahasa psikososial yang berbeda.

b. Kondisi Anak

Anak dalam kondisi sakit akan berpengaruh dalam berkomunikasi. Hal

ini akan menjadi perhatian bagi komunikan, tentang cara yang tepat

dalam berkomunikasi dengan anak.

c. Stres Hospitalisasi

Stress hospitalisasi merupakan keadaan atau kondisi strees psikologis

karena dampak masuk rumah sakit seperti lingkungan yang asing, serta

tindakan yang dilakukan selama dirumah sakit.

( Nursalam, 2005 )

7. Macam-macam Komunikasi

Ada tiga macam komunikasi antara lain :

a. Komunikasi Searah

Disini komunikator mengirim pesannya melalui saluran atau media

dan diterima oleh komunikan. Sedangkan komunian tersebut tidak

memberikan umpan balik (Feed Back)

b. Komunikasi Dua Arah


9

Komunikator mengirim pesan (berita) diterima oleh komunikan setelah

disimpulkan kemudian komunikan mengirimkan umpan balik kepada

sumber berita atau komunikator

c. Komunikasi Berantai

Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator kemudian di

salurkan kepada komunikan kedua, dari komunikan kedua disampikan

kepada komunikan ketiga atu seterusnya (Purwanto, 2000)

8. Bentuk-Bentuk Komunikasi

Pembangunan, termasuk pemabngunan disektor kesehatan tidak

akan berjalan dengan baik dan efektif tanpa adanya proses komunikasi.

Agar proses komunikasi kesehatan itu efektif dan terarah, maka dapat

dilakukan melalui bentuk-bentuk komuniksi antara lain :

a. Interpersonal Communication (Face To Face Communication)

Komunikasi adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif,

karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka,

sehingga stimulus yakni pesan atau informasi yang disampikan oleh

komunikan langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga.

Apabila terjadi ketidak jelasan pesan atau informasi yang diterima oleh

komunikan, maka pada saat itu juga dapat diklarifikasi atau dijelaskan

oleh komunikator (pembawa pesan).

b. Mass Communication (Communication Through The Mass Media)

Komunikasi ini menggunakan saluran (media) massa, atau

berkomunikasi melalui media massa. Komunikasi melalui media


10

massa kurang efektif bila dibandingkan dengan komunikasi

interpersonal, meskipun lebih efektif. (Notoatmodjo, 2002)

B. Konsep Kecemasan

1. Definisi

Pengertian kecemasan adalah suatu perasaan khawatir yang samar,

sumbernya sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu

tersebut ( Towsend, 1998 ).

Kecemasan adalah rasa khawatir atau takut yang tidak jelas

penyebabnya. ( Gunarsa, 1989 )

2. Tanda – Tanda Kecemasan

Menurut Stuart dan Sunden ( 1998 ) efek terhadap respon kecemasan

dapat diketahui dari :

a. Perilaku

Yaitu ditandai dengan gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup,

berbicara cepat, tidak ada koordinasi kecenderungan untuk celaka,

menarik diri.

b. Kognitif

Ditandai dengan gangguan perhatian, konsentrasi, pelupa, salah tafsir,

kreatifitas menurun, bingung, khawatir yang berlebihan.

c. Fisiologis

Ditandai dengan nadi cepat, tensi meningkat, ketengan otot, sukar

bernafas, sukar berkeringat, sakit kepala, gangguan tidur.


11

3. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sunden ( 1995 ) tingkat kecemasan dibagi menjadi

empat, yaitu:

a. Cemas Ringan

Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari – hari dan menyebabkan seseorang waspada dalam

meningkatkan lahan persepsinya. Cemas dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan kreativitas. Respon kognitif antara lain: sesekali nafas

pendek, nadi dan tekanan darah naik, muka berkerut dan bibir bergetar.

Pada respon fisiologis lapang persepsi meluas, mampu menerima

rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif. Sedangkan respon perilaku dan emosi : tidak

dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang –

kadang meninggi.

b. Cemas Sedang

Pada tingkat ini memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal

yang mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih

terarah. Respon fisiologis antara lain, sering nafas pendek, nadi dan

tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare / konstipasi. Selain

itu juga terdapat respon kognitif antara lain : lapang persepsi yang

menyempit, rangsang luar tidak mampu menerima, berfokus pada apa

yang menjadi perhatiannya. Sedangkan pada respon perilaku emosi


12

antara lain : gerakan tersentak – sentak , bicara lebih cepat, susah tidur

serta perasaan tidak aman.

c. Cemas Berat

Pada cemas berat lahan persepsi menjadi sangat sempit. Individu

cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang

lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan

banyak pengarahan. Adapun respon fisiologis antara lain nafas pendek,

nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan

kabur, ketegangan. Selain itu terdapat pula respon kognitif antara lain

lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah

sedangkan respon perilaku dan emosi antara lain perasaan ancaman

meningkat, verbalisasi cepat dan bloking.

d. Panik

Pada tingkat ini lahan persepsi sudah terganggu sehingga individu

tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-

apa walaupun sudah diberi pengarahan / tuntunan. Adapun respon

fisiologis antara lain nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit

dada, pucat, hipotensi. Selain itu juga terdapat respon kognitif antara

lain agitasi, mengamuk dan marah, kehilangan kendali / kontrol diri

dan persepsi kacau.

4. Penilaian Tingkat Kecemasan

Untuk test kecemasan dapat dilakukan dengan cara memberikan

pertanyaan langsung, mendengarkan cerita serta mengobservasinya;


13

terutama perilaku non verbal. Hal ini berguna untuk menentukan adanya

kecemasan dan tingkat kecemasan. ( Maramis, 1995 )

Menurut Stuart dan Sunden ( 1998 ) secara umum respon

kecemasan melihatkan sistem tubuh dan patologis yang dapat

diklasifikasikan menurut respon fisiologis, respon kognitif dan afektif

meliputi:

a. Respon Fisiologis

1. System kardiovaskuler antara lain :

Palpitasi tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan, tekanan

menurun, denyut nadi cepat.

2. System pernafasan antara lain :

Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal,

pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah –

engah.

3. System gastrointestinal antara lain :

Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada

abdomen, mual dan diare.

4. System perkemihan antara lain :

Tidak dapat menehan kencing , sering berkemih

5. System neuromuskuler antara lain :

Refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia,

tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki

goyah, gerakan yang ganjal.


14

6. System integumen antara lain :

Wajah kemerahan, berkeringat setempat ( telapak tangan ), gatal,

rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh

tubuh.

b. Respon Perilaku Kognitif dan Afektif

1. Respon perilaku antara lain :

Gelisah, ketegangan fisik, tremor gugup, bicara cepat, kurang

koordinasi, cenderung mendapat cidera, menarik diri dari

hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah.

2. Respon afektif antara lain :

Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, teror

gugup.

3. Respon kognitif antara lain :

Perhatian terganggu, konsentrasi terganggu, pelupa, salah dalam

memberi penilaian, hambatan berfikir, kreativitas menurun,

bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan

obyektivitas.

Masing – masing kelompok gejala diberi penilaian angka antara 0 – 4 yang

artinya:

Cara penilaian.
15

Nilai 0 : tidak ada gejala sama sekali

Nilai 1 : gejala ringan

Nilai 2 : gejala sedang

Nilai 3 : gejala berat

Nilai 4 : gejala berat sekali

Dari hasil penilaian maka dapat ditentukan derajat kecemasan yaitu:

Skor kurang dari 6 : tidak ada kecemasan

Skor 6 – 14 : kecemasan ringan

Skor 14 – 27 : kecemasan sedang

Skor lebih dari 27 : kecemasan berat / panik

5. Mekenisme Koping

Tingkat kecemasan ringan seringkali ditanggulangi tanpa

pemikiran yang serius.

Tingkat kecemasan sedang dan berat menimbulkan dua mekanisme

koping:

1. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan

berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistis tuntutan

situasi stress.

a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi

hambatan pemenuhan kebutuhan.

b. Perilaku menarik diri digunakan baik fisik maupun psikologik

untuk memindakan seseorang dari sumber stress.


16

c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang

mengoperasikan, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek

kebutuhan personal seseorang.

2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan

sedang tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan

penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat

merupakan respon maladaptive terhadap stress.

6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Kecemasan yang dialami oleh setiap individu sangat subyektif dan

hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.

Sehingga penyebab kcemasan dapat dibedakan oleh faktor – faktor antara

lain:

a. Pendidikan

Penilaian terhadap rangsang ( situasi ) yang dianggap

mengancam dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman

masa lalu, lebih lanjut dikatakan bahwa dalam situasi yang

menyenangkan atau tidak menyanangkan. Reaksi kecemasan akan

tergugah melalui mekanisme umpan balik sensoris dan kognitif.

b. Usia

Masa belasan tahun atau usia muda sering terjadi tingkat emosi

yang tidak stabil. Hurlock menyebutkan masa ini dengan Heigkened

Emotionality yang diartikan sebagai emosi yang meningkat pada


17

remaja. Semakin tua usia seseorang maka akan semakin mampu untuk

mengendalikan emosi yang ada kaitannya dengan pencetus kecemasan.

c. Jenis kelamin

Ada perbedaan antara pria dan wanita cara berespon terhadap

stres dan ada anggapan bahwa wanita lebih emosional dari pada pria

yang dengan sendirinya akan lebih merasa cemas dan bingung.

d. Kepribadian

Presepsi tentang hal – hal yang menyebabkan suatu keadaan

dipengaruhi oleh kecenderungan kepribadian seseorang dan

pengalaman yang dipelajari pada masa lalu.

C. Konsep Hospitalisasi

1. Definisi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan

yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami

berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan

pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress. ( Supartini,

2004 )

2. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi Anak

Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah

bagi anak, tetapi juga orang tua. Banyak penelitian yang membuktikan

bahwa perawatan anak di rumah sakit menimbulkan stres pada orang tua.
18

Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua yaitu takut, rasa bersalah

, stres, dan cemas.(Hollistrom dan Elander, 1997, Callery, 1997). Untuk

itu perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua

merasa stres, hal ini akan membuat ia tidak dapat merawat anaknya

dengan baik dan akan menyebabkan anak menjadi stres.( Supartini, 2000 )

1. Perasaan cemas dan takut

Perasaan cemas dan takut muncul pada saat orang tua melihat

anak mendapat prosedur menyakitkan, seperti mengambil darah,

injeksi, infus, dilakukan fungsi lumbal dan prosedur invasif lainnya.

2. Perasaan sedih

Perasaan ini muncul pada saat anak dalam kondisi terminal dan

orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk

sembuh. Bahkan, pada saat menghadapi ajal, rasa sedih dan berduka

akan dialami orang tua. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan

perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak

kooperatif terhadap petugas kesehatan. ( Supartini, 2000 )

3. Perasaan frustasi

Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan

dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan

psikologis yang diterima orang tua baik dari keluarga maupun kerabat

lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan frustasi. Oleh

karena itu, sering kali orang tua menunjukkan perilaku tidak


19

kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang

paksa.

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian yaitu kerangka hubungan antara konsep –

konsep yang ingin diteliti atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.

( Notoatmojo, 1999 )

Faktor-faktor yang
mempengaruhi Kecemasan :
kecemasan : Ringan
Pendidikan Sedang
Usia Berat
Jenis Kelamin Panik
Kepribadian

Komunikasi Terapeutik

Keterangan :

Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Penelitian Pengaruh Pemberian


Komunikasi Therapeutic Terhadap Tingkat Kecemasan Orang
Tua Klien Anak Yang Dirawat Di Rumah Sakit
20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan seluruh dari perencanaan untuk

menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi dari beberapa kesulitan

yang mungkin timbul selama proses penelitian. ( Nursalam, 2001 )

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre

experimental.

B. Kerangka Kerja ( From work )

Klien sebelum Komunikasi Sesudah


komunikasi therapeutik komunikasi
therapeutik therapeutik

Kecemasan kecemasan kecemasan kecemasan kecemasan kecemasan


Ringan sedang berat/ringan ringan sedang berat/panik

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada pengaruh pemberian komunikasi therapeutik terhadap tingkat

kecemasan orang tua klien anak yang dirawat di rumah sakit.

Hi : Ada pengaruh pemberian komunikasi therapeutik terhadap tingkat

kecemasan orang tua klien anak yang dirawat di rumah sakit.

20
21

D. Variabel

Variabel adalah suatu ukuran ciri yang dimiliki oleh suatu anggota

kelompok ( orang, benda, situasi ) yang berada dengan yang dimiliki oleh

kelompok tersebut. ( Nursalam, 2001 ). Peneliti menggunakan variabel

pengaruh pemberian komunikasi therapeutik dengan tingkat kecemasan orang

tua klien anak yang dirawat di rumah sakit, adapun variabel yang akan

diidentifikasi dalam penelitian ini ( Nursalam, 2001), adalah :

1. Klasifikasi variabel

a. Variabel eksperimen

Yang menjadi variabel eksperimen dalam penelitian ini adalah

pemberian komunikasi therapeutik.

b. Variabel non eksperimen

Variabel non eksperimen dalam penelitian ini adalah tingkat

kecemasan orang tua klien.


22

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu

yang didefinisi. ( Nursalam, 2001 ). Definisi operasional dari tiap – tiap penelitian ini

akan diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Variabel Definisi Parameter Alat Skala Kriteria


Operasional ukur
Komunikasi Face to face - Komunikan
therapeutik communication - Komunikator
merupakan - Media
salah satu bentuk (Lifleth)
komunikasi yang
paling efektif
antara komunikan
dan komunikator
dapat langsung
tatap muka
Kecemasan Suatu perasaan 1. Respon Kuisio Ordin Penilaian
psikologik fisiologis : ner al Nilai :
terhadap stres a. Kardiovaskuler 0=tidak ada
yang b. Pernafasan gejala sama
mengandung c. Neuromuskuler sekali
komponen fisik d. Gastrointestinal 1=gejala
dan psikologik e. Traktus ringan
urinarius 2=gejala
f. Kulit sedang
2. Respon kognitif : 3=gejala berat
a. Perilaku 4=gejala
b. Kognitif panik
c. Afektif <6=tidak ada
kecemasan
6-
14=kecemasa
n ringan
14-
27=kecemasa
n sedang
>27=
kecemasan
berat/panik
23

E. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut

masalah yang diteliti ( Nursalam, 2001 ). Populasi dalam penelitian ini adalah

orang tua klien anak di ruang anak RSUD Gresik. Pada bulan Mei 2006,

jumlah klien anak di Rumah Sakit 35 anak.

F. Sampel

Sampel adalah bagian dari popilasi yang dipilih dengan sampling

tertentu untuk bisa memenuhi seluruh objek penelitian. ( Notoatmojo, 2002 ).

Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah orang tua klien anak yang dirawat

di ruang anak yang ada pada saat dilakukan penelitian dan memenuhi kriteria

inklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan diteliti. ( Nursalam, 2001 ). Kriteria

tersebut antara lain :

a. Orang tua klien anak yang dirawat di ruang anak baik klien baru atau

lama.

b. Orang tua klien anak yang dirawat inap bersedia menjadi responden ( mau

menanda tangani surat perjanjian ).

c. Orang tua klien yang bisa membaca atau menulis.

Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan salah satu objek yang memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. ( Nursalam, 2002 ). Kriteria

antara lain :
24

a. Orang tua klien yang sedang sakit.

b. Orang tua klien yang tidak ditempat.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

consecutive yaitu merupakan cara pengambilan sampel dengan memilih

sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu

sehingga jumlah sampel terpenuhi. ( Nursalam, 2002 )

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Sehubungan dengan masalah yang diteliti, maka menjadi penelitian di

ruang anak RSUD Gresik.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal

H. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen adalah alat ukur atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam menggumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik dari arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. (

Arikunto, 2002 )

Pengumpulan data pada penelitian ini melalui kuisioner dan yang

disebarkan pada responden. Kuisioner dalam penelitian ini diartikan sebagai

daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, dari responden

memeberikan jawaban dengan memberikan tanda tertentu.


25

I. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan

tahap-tahap sebagai berikut :

a. Persiapan

Kegiatan dalam langkah persiapan ini ( Arikunto, 2002 ), antara lain :

1. Mengecek nama dan kelengkapan identitas

2. Mengecek kelengkapan data artinya memeriksa isi instrumen

pengumpulan data.

3. Mengecek macam isian data.

b. Tabulasi

Tabulasi adalah kegiatan untuk meringkas data yang masuk

kedalam tabel – tabel yang telah dipisahkan. (Silalahi, 2003). Proses ini

meliputi :

1. Mempersiapkan tabel dan kolom serta barisnya yang disusun dengan

cermat sesuai kebutuhan.

2. Menghitung banyaknya frekuensi untuk tiap kategori jawaban.

3. Menyusun distribusi atau tabel frekuensi dengan tujuan supaya data

yang sudah di distribusi atau rapi mudah dibaca dan dianalisa.

c. Editing

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan – kesalahan

dari data yang telah dikumpulkan juga memonitoring jangan sampai

terjadi kekosongan dari data yang dibutuhkan.


26

d. Coding

Untuk memudahkan dalam pengolahan data maka dari setiap

jawaban dari kuesioner yang disebarkan diambil kode dari karakter masing

– masing. Kode yang diberikan terhadap jawaban responden atas

pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner penelitian ini

digolongkan berdasarkan pengaruh pemberian komunikasi therapeutik

terhadap tingkat kecemasan orang tua klien.

e. Scoring

Scoring angket dikumpulkan, kemudian pengolahan data dilakukan

dengan pemberian scor dan penilaian, sesuai dengan skala yaitu:

1. Skor kurang dari 6 : tidak ada kecemasan

2. Skor 6 – 14 : kecemasan ringan

3. Skor 14 – 27 : kecemasan sedang

4. Skor lebih dari 27 : kecemasan berat / panik

J. Analisa Data

Data yang sudah terkumpul, kemudian di edit, coding, tabulating,

untuk selanjutnya diolah dan disajikan untuk mengetahui hubungan antar

variabel eksperimen dan non eksperimen, maka dilakukan uji statistik yang

berupa uji Chi Square (X2). Apabila tingkat signifikan ()  0,05 maka Ho

ditolak berarti ada hubungan yang bermakna antar variabel, jika tingkat

signiffikan () > 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan antar

variabel yang signifikan. Sedangkan data berupa variabel yang akan diteliti
27

diuji, diteliti dengan menggunakan uji Chi Square yang menggunakan rumus

menurut Arikunto, 1998

Keterangan :

: Chi Square

0 : Frekuensi observasi

E : Frekuensi harapan

i : Baris

j : Kolom

K. Masalah Etika

Pada pelaksanaan I penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi

dari akademi keperawatan untuk mengajukan permohonan ijin kepada

Direktur Rumah Sakit Gresik untuk mendapatkan persetujuan, kemudian

kuesiner disebarkan ke responden yang akan diteliti dengan berbagai

permasalahan etika sebagai berikut :

a. Lembar persetujuan menjadi responden

Lembar persetujuan akan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan

kepada seluruh objek yang akan diteliti dengan maksud supaya responden

mengetahun tujuan penelitian. Jika subjek bersedia diteliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan tersebut. Tetapi jika tidak bersedia

diteliti maka harus tetap menghormati hak responden

b. Anonimity (Tanpa nama)


28

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden tidak mencantumkan

nama pada lemabr pengumpulan data yangmtelah diisi pada lembar

tersebut dan hanya diberi kode tertentu (inisial)

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data

tertentu saja yang akan disajikan hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai