Anda di halaman 1dari 9

H.

Pathway
PEMBAHASAN

Pembahasan studi kasus Asuhan Keperawatan pada Klien Tn.S dengan


Sepsis meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2023 pukul 20.20
WIB menggunakan format yang selah ditentukan yang meliputi:
identitas, riwayat kesehatan, pola kebiasaan, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, serta terapi yang sedang berjalan. Dari
pengkajian yang dilakukan pada Tn. S didapatkan data yang sesuai
yaitu:

a. Gangguan Pertukaran Gas


Pada umumnya pasien dengan Sepsis. Klien mengalami sesak
napas (dispnea) sehingga dilakukan pemberian oksigenasi
menggunakan NRM untuk memenuhi kebutuhan oksigennya.
b. Pola Napas Tidak Efektif
Berdasarkan teori penderita Sepsis akan mengalami kelemahan otot
pada otot pernapasan sehingga mengakibatkan pola nafas yang
irreguler pada pasien tersebut.
c. Hipertermia
Berdasarkan teori penderita Sepsis akan mengalami demam tinggi
diakibatkan oleh infeksi yang tinggi di dalam tubuh. Pada Tn. S
didapatkan hasil observasi suhu yaitu : 39,8oC .
d. Risiko Jatuh
Berdasarkan teori klien yang mengalami hambatan dalam
memobilisasi diri secara mandiri, dan membutuhkan bantuan total.
Karena tidak mampu mengendalikan posisi tubuhnya atau tidak
bisa menggerakkkan tubuhnya dan sulit menahan atau menopang
tubuhnya.(Anggraini et al., 2022)

B. Analisa Kasus
Sepsis adalah peradangan ekstrem akibat infeksi yang berpotensi
mengancam nyawa. Sepsis terjadi ketika infeksi dalam tubuh memicu
infeksi lain di seluruh tubuh Anda. Ini terjadi saat sistem imun bereaksi
berlebihan dengan melepas zat kimia ke dalam pembuluh darah untuk
melawan infeksi mikroorganisme penyebab penyakit.
Sepsis dapat terjadi akibat septikemia alias keracunan darah, yaitu
kondisi saat infeksi bakteri telah menyerang aliran darah. Beberapa
penyakit infeksi yang bisa memicu reaksi ini adalah infeksi saluran
kemih, infeksi luka operasi, pneumonia, meningitis termasuk COVID-19.
Peradangan akibat sepsis berisiko mengakibatkan penyumbatan
dan kebocoran pada pembuluh darah. Pada kondisi ini, sepsis dapat
merusak berbagai sistem organ bahkan menyebabkan kegagalan organ
tubuh.Jika berkembang menjadi syok septik, tekanan darah akan turun
secara drastis. Pada tahap ini, sepsis dapat menyebabkan kematian. Pada
kasus Tn. S ini merupakan kasus sepsis pada kondisi tertentu yang paling
sering memicu penyebaran infeksi ke aliran darah adalah: infeksi luka
operasi dan infeksi pembuluh darah oleh bakteri (septikemia).
Faktor-faktor yang menyebabkan dapat memicu terjadi sepsis di
antaranya adalah: Pasien Sepsis parah dan syok septik juga bisa
mengakibatkan komplikasi. Komplikasi terberat dari sepsis adalah
kematian. Angka kematian akibat syok septik adalah 50 persen dari
seluruh kasus.Penggumpalan darah kecil dapat terbentuk di seluruh tubuh
Anda. Gumpalan ini menghalangi aliran darah dan oksigen ke organ vital
dan bagian lain tubuh Anda. Ini meningkatkan risiko kegagalan organ
dan kematian jaringan.
Meskipun berpotensi mengancam jiwa, dalam kasus yang ringan,
tingkat pemulihan bisa lebih tinggi. Namun, pasien yang selamat dari
syok sepsis berat berisiko lebih tinggi untuk terjangkit penyakit infeksi di
masa depan. Sesuai dengan konsep teori, etiologi dan komplikasi sepsis,
diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita dengan kasus
ini adalah :
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan edema di paru
ditandai dengan ketidakseimbangan ventilasi
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
4. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan depresi otot
pernapasan ditandai dengan pola napas tidak teratur
5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
7. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder dan primer : penurunan hemoglobin , leukopenia,
kerusakan integritas kulit.
8. Risiko Jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran dan tirah
baring ditandai dengan ketidakmampuan melakukan pergerakan
sendiri.
Dalam kasus ini penulis membuat diagnosa keperawatan berdasarkan
SDKI (2017) yang sudah sesuai dengan kriteria mayor dan minor.
Adapun diagnosa keperawatan yang penulis angkat dalam kasus Tn.S
ini tidak ada didapatkan kesenjangan antara teori dan kasus pasien di
lahan praktek.(Anggraini et al., 2022)
C. Diagnosa keperawatan
Kemudian masuk ke dalam bagian diagnosa keperawatan, sesuai dengan
pengkajian pada klien maka dapat diangkat diagnosa keperawatan pada
klien dengan Sepsis yaitu :

a. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)


Alasan diangkatnya diagnosa ini karena ditemukannya data pada
klien yaitu :
1. SPO2 : 95% dengan NRM
2. RR : 31x/m dengan NRM
3. Suara nafas tambahan stridor
b. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Alasan diangkatnya diagnosa ini karena ditemukannya data pada
klien yaitu :
1. Klien mengalami dispnea sehingga pola nafas irreguler.
2. Klien tampak kesulitan bernapas
c. Hipertermia (D.0130)
Alasan diangkatnya diagnosa ini karena ditemukannya data pada
klien yaitu :
1. Suhu : 38,9oC
2. TD : 134/54 mmHg
3. Nadi : 154x/m
d. Risiko Jatuh (D.0143)
Alasan diangkatnya diagnosa ini karena ditemukannya data pada
klien yaitu :
1. Klien tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri
2. Klien membutuhkan bantuan perawat untuk melakukan
melakukan gerakan karena tidak mampu menopang tubuhnya.
3. Skor jatuh : 51
D. Intervensi Keperawatan
Dalam penyusunan rencana tindakan keperawatan
dilakukan berdasarkan diagnosa yang diangkat, namun tidak semua
rencana tindakan yang ada pada teori dapat ditegakkan pada tijauan
kasus karena rencana tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan
dengan keluhan dan keadaan klien.

a. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)


Pada diagnosa ini rencana keperawatan yang digunakan yaitu :
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
(setiap 15 menit)
 Monitor kemampuan kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhannya.
b. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Pada diagnosa ini rencana keperawatan yang digunakan yaitu :
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
c. Hipertermia (D.0130)
Pada diagnosa ini rencana keperawatan yang digunakan yaitu :
 Identifikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertermi
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepas pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih).
 Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres pada dahi, leher, dada, abdomen dan aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
 Anjurkan klien untuk tirah baring atau bedrest
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
d. Risiko Jatuh (D.0143)
Pada diagnosa ini rencana keperawatan yang digunakan yaitu :
 Identifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat
meningkatkan potensi terjatuh di lingkungan tertentu
 Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko
terjatuh
 Identifikasi riwayat jatuh
 Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat
meningkatkan potensi jatuh (mis. lantai licin, dan tangga
terbuka)
 Monitor keterampilan, keseimbangan, dan tingkat
kelelahan dengan ambulasi
 Monitor kemampuan untuk pindah dari tempat tidur ke
kursi dan sebaliknya
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan. (Sudiantara &
Dharmapala, 2018)
E. Imlementasi Keperawatan
Setelah rencana tindakan ditetapakan maka dilanjutkan
dengan pelaksanaan tersebut dalam bentuk nyata. Sebelum
melakukan tindakan kepada klien, sebagai perawat harus
melakukan teknik pendekatan terhadap klien. Sehingga seluruh
rencana tindakan keperawatan dapat terlaksana dengan baik dan
dengan persetujuan dari keluarga klien. (Umroh, 2020)
a. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

Pada diagnosa ini dilakukan tindakan keperawatan yaitu :


 Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
(setiap 15 menit)
 Memonitor kemampuan kemampuan batuk efektif
 Memonitor adanya produksi sputum
 Memonitor adanya sumbatan jalan napas
 Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Mendokumentasikan hasil pemantauan
 Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhannya, klien
mendapatkan terapi O2 NRM 12 lpm
b. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Pada diagnosa ini dilakukan tindakan keperawatan yaitu :
 Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Memonitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)
 Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Memposisikan semi-fowler atau fowler
 Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Memberikan asupan cairan 1000 ml/24 jam, melalui intravena
c. Hipertermia (D.0130)
Pada diagnosa ini dilakukan tindakan keperawatan yaitu :
 Mengidentifikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi,
terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
 Memonitor suhu tubuh
 Memonitor kadar elektrolit
 Memonitor haluaran urine
 Memonitor komplikasi akibat hipertermi
 Melonggarkan atau lepas pakaian
 Menghindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Menganjurkan klien untuk tirah baring atau bedrest
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,
(Paracetamol 100 ml)
d. Risiko Jatuh (D.0143)
Pada diagnosa ini dilakukan tindakan keperawatan yaitu :
 Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang
dapat meningkatkan potensi terjatuh di lingkungan
tertentu
 Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
risiko terjatuh
 Mengatur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Mendokumentasikan hasil pemantauan.
F. Evaluasi
a) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Klien mengalami penurunan kesadaran setelah di IGD, dengan
GCS 111. Didapatkan data hasil observasi yaitu : PCO2 : 24
mmHg, PO2 : 239 mmHg, FiO2 : 61%, adanya suara nafas
tambahan stridor. Pasien meninggal dunia pada pukul 00.15
WIB.
b) Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Didapatkan data hasil observasi terakhir sebelum pasien
dinyatakan meninggal yaitu : Pola nafas irreguer, RR : 54x/m,
SPO2 : 96%, dengan O2 NRM, Posisi pasien semi fowler.
c) Hipertermia (D.0130)
Didapatkan data hasil observasi terakhir sebelum pasien
dinyatakan meninggal yaitu : S : 38,0oC, TD : 70/34 mmHg,
nadi teraba lemah, tidak ada output urine.
d) Risiko Jatuh (D.0143)
Klien mengalami kelemahan otot sehingga kesulitan untuk
mengatur atau menopang tubuhnya. Kemudian dilakukan
pemantauan dan mendapatkan hasil yaitu bedrail selalu kuat/kokoh,
dan memastikan bedrail selalu terpasang.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standart Diagnosa Keperawatan Edisi 1,
cetakan Kedua, 2017
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standart Luaran Keperawatan Edisi 1,
cetakan Kedua, 2017
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standart Intervensi Keperawatan Edisi 1,
cetakan Kedua, 2017
Anggraini, D., Hasni, D., & Amelia, R. (2022). Pathogenesis of Sepsis. Scientific
Journal, 1(4), 332–339. https://doi.org/10.56260/sciena.v1i4.63
Sudiantara, P. H., & Dharmapala, J. (2018). Syok Septik Disertai Hipoksia
Hepatik Pada Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung, Bali-Indonesia:
Sebuah Laporan Kasus. Intisari Sains Medis, 9(3), 47–50.
https://doi.org/10.15562/ism.v9i3.304
Umroh, A. (2020). Tatalaksana Syok Septik. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional, 2(4), 361–370.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/
download/83/65

Anda mungkin juga menyukai