Anda di halaman 1dari 19

Ad-Daakhil Dalam Tafsir Jalalain

(Analisis beberapa Isroiliyyat, Hadist Do’if dan Hadist Maudu, serta Ro’yi atau Ta’wil)
Jurnal Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester DariMata Kuliah:

Ad-Daakhil Fii Tafsir


Dosen Pengampu:
Al-Ustadz Deki Ridho Adi Anggara, S.Ud., M.Ag.

Dibuat oleh:

Muhammad Farhan Hibatullah 422021232118

Prodi Ilmu Qur’an dan Tafsir


Fakultas Ushuluddin
Universitas Darussalam Gontor
2023/1445
Ad-Daakhil Dalam Tafsir Jalalain
(Analisis beberapa Isroiliyyat, Hadist Do’if
dan Hadist Maudu’, serta Ro’yi atau Ta’wil)

Muhammad Farhan Hibatullah*


Universitas Darusslam Gontor, Indonesia
Email: muhammadfarhanhibatullah64@student.iqt.unida.gontor.ac.id

Abstract

Ad-Daakhil basically existed at the time the Al-Quran was revealed, although in

a simple form. However, it is increasingly developing in line with the times. In the

second century, there was a separation between tafsir and hadith, and interpreters

still used hadith as a source of interpretation, or what was known as tafsir bil ma'sur.

However, many commentators summarize the sanad and quote words without

giving credit to the person who said them. This summary causes a mixture of

authentic and dhaif narrations. This also happened in the interpretation of

Jalaluddin al-Mahalli and Jalaluddin ash-Suyuthi in their book of tafsir called Tafsir

Jalalain. The method used in this research is qualitative methods. Based on this

research, the author came to the conclusion that it is indeed proven that there is Ad-

Daakhil in Tafsir Jalalin for several reasons and reasons such as Israiliyyat, Hadith

Do'if or Hadith Maudu', and Ro'yi or Ta'wil

*
Correspondece, Fakultas Ushuluddin Universitas Darussalam Gontor,
Kampus Pusat UNIDA Gontor, Jl. Raya Siman Km. 06, Demangan, Siman, Ponorogo,
63471, Jawa Timur. Telp. (+62352) 483762.
. This research aims to study and provide knowledge about Ad-Daakhil in Tafsir

Jalalin, so that if someone wants to quote an interpretation of the book, they can be

more thorough and careful.

Keywords: Ad-Daakhil, Tafsir Jalalain, Israiliyyat

Abstrak

Ad-Daakhil pada dasarnya sudah ada pada masa turunnya Al-Quran meskipun

dalam bentuk yang sederhana. Akan tetapi semakin berkembang sejalan dengan

perkembangan zaman. Pada abad kedua, terjadi pemisahan antara tafsir dengan

hadis, dan para mufassir masih menggunakan hadis sebagai sumber penafsiran,

atau yang dikenal dengan istilah tafsir bil ma'sur. Namun, banyak mufassir yang

meringkas sanad dan menukil perkataan tanpa menisbatkan kepada orang yang

mengatakannya. Peringkasan ini menyebabkan bercampurnya riwayat yang sahih

dan dhaif. Hal ini pula yang terjadi pada pernafsiran Jalaluddin al-Mahalli dan

Jalaluddin asy-Suyuthi dalam kitab tafsirnya yang Bernama Tafsir Jalalain. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif.

Berdasarkan penelitian ini, penulis mendapat kesimpulan bahwa memang terbukti

adanya Ad-Daakhil dalam Tafsir Jalalin dengan beberapa sebab dan alasan seperti

Israiliyyat, Hadist Do’if atau Hadist Maudu’, dan Ro’yi atau Ta’wil. Penelitian ini

bertuan untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan tentang Ad-Daakhil dalam

Tafsir Jalalin, agar apabila ada sesorang yang ingin menukil tafsir dari Kitab tersebut

bisa lebih teliti dan berhati-hati.

Kata kunci: Ad-Daakhil, Tafsir Jalalain, Israiliyyat

Pendahuluan

Al-Qur’an mengandung berbagai macam kemungkinan untuk ditafsirkan.

Berkembangnya penafsiran dari zaman ke zaman menimbulkan lahirnya berbagai


macam keberagaman dalam penafsiran Al-Qur’an, sehingga tidak jarang ditemui

penafsiran yang menyimpang dalam kitab-kitab tafsir. Penyimpangan dalam kitab

tafsir ini disebut dengan ad-daakhil.1

Dalam permasalahan keilmuan tafsir, tidak ada mufassir yang benar-benar

terbebas atau terlepas daripada kesalahan-kesalahan dalam menafsirkan ayat-ayat

suci Al-Qur’an.2 Dalam menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, seorang mufassir

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri

mufassir sendiri, dan faktor eksternalnya ialah faktor politik, perbedaan mazhab,

maupun cerita yang berasal dari Yahudi atau Nasrani (Israiliyyat).

Tafsir Jalalain merupakan kitab tafsir yang ditulis oleh dua ulama besar, yaitu

Jalaluddin al-Mahalli (mulai dari surat an-Naas hingga surat al-Kahfi dan

dilanjutkan surat al-Fatihah) kemudian penulisan tersebut dilanjuti atau diambil alih

oleh muridnya yaitu Jalaluddin asy-Suyuthi (mulai dari surat al-Baqarah

hinggasurat al-Isra’). Keduanya merupakan ulama yang terkenal dalam bidang

fiqih, tafsir, filsafat, hadis, dan lain-lain.3

Terlepas daripada karya penulis yang luar biasa serta keluasan ilmunya dalam

berbagai bidang keislaman, Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin asy-Suyuthi dalam

kitab tafsir Jalalain, terbukti menyisipkan beberapa ad-daakhil yang berupa riwayat

israiliyyat.4

1
Andri Nirwana. AN, Ita Purnama Sari, Suharjianto, Syamsul Hidayat, Kajian Kritik
pada Bentuk dan Pengaruh Positif al-Dakhil dalam Tafsir Jalalain tentang Kisah
Nabi Musa dan Khidir, AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis, vol. 5, no 2, 2021,
718.
2
Ahmad Rifai, “Kesalahan dan Penyimpangan dalam Tafsir”, Al-Amin: Jurnal Kajian
Ilmu dan Budaya Islam, Vol. 2, No. 2, 2019, 130.
3
Ita Purnama Sari, Skripsi: Al-DakhiL Dalam Tafsir JalaLain Surat Al-Kahfi Ayat 60-82,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2021, 3.
4
Ita Purnama Sari, Skripsi: Al-DakhiL Dalam Tafsir JalaLain Surat Al-Kahfi Ayat 60-82,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2021, 3.
Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti atau membahas

yang berkaitan dengan ad-daakhil yang tersisipkan dalam kitab tafsir karya Jalalain

(Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin asy-Suyuthi).

Pengertian Ad-Daakhil

Secara etimologi ‫ دخل‬yang terdiri dari huruf dal, kha, dan lam bermakna bagian

dalamnya rusak, ditimpa oleh kerusakan dan mengandung cacat.5 Makna ad-daakhil

yang berasal dari kata ‫ دخل‬dapat juga memiliki arti tipu daya, atau kejelekan. Ad-

Daakhil dalam tafsir memiliki arti suatu aib atau kerusakan yang tersembunyi,

hakikatnya samar dan disisipkan di dalam tafsir Al- Quran. Karena kesamaran

tersebut, usaha untuk mengetahui dan mengungkapkannya membutuhkan suatu

penelitian.

Sementara dalam terminologi, Ad-Daakhil dalam tafsir berarti penafsiran yang

tidak ada dasarnya dalam agama.6 Sebuah penafsiran dapat dikatakan benar,

apabila terdapat kesesuaian dengan Al-Qur’an, Hadits yang shahih, Pendapat

sahabat dan tabi’in yang benar, Kaidah bahasa Arab sebagaimana yang disepakati

oleh ahli bahasa, Ijtihad yang berdasar pada data, kaidah yang berlaku, teori, dan

pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.7

Berdasarkan pengertian bahasa diatas, dapat disimpulkan bahwa al-dakhil

yang berasal dari kata kerja ‫ دخل‬memiliki arti yaitu kerusakan, aib, penyakit, makar,

dan penipuan. Sifat ad-daakhil adalah merusak dan mengganggu kebaikan dalam

5
Muhammad Alwi Abdussalam, Skripsi: Ad-Dhaakil Fii Tafsir (Studi Tafsir Al-
Kasysyaf), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2020, 19.
6
Muhammad Misbah, “Dakhil Ayat Kisah Dalam Al-Quran: Studi Analisis Kisah
Harut Dan Marut Dalam Tafsir Ad-Durr Al-Mantsur Karya Jalaluddin As- Suyuthi”,
Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur'an dan Tafsir, Vol. 11 No.2, 2017, 227.
7
Andri Nirwana. AN, Ita Purnama Sari, Suharjianto, Syamsul Hidayat, Kajian Kritik
pada Bentuk dan Pengaruh Positif al-Dakhil dalam Tafsir Jalalain tentang Kisah
Nabi Musa dan Khidir, AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis, vol. 5, No 2, 2021,
719.
semua hal, karena tafsir maupun hadis dapat mengalami kehancuran atau keraguan

dalam bentuk penuturannya dan sumber periwayatannya.8

Ad-Daakhil dapat diklasifikasikan menjadi tiga jalur yaitu jalur al-ma’tsur

(riwayat), jalur al-ra’yi (rasio atau logika), dan jalur al-isyarah (intuisi). Masing-

masing jalur kemudian dibagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu:9

Ad-Daakhil jalur al-ma’tsur (riwayat)

Ad-Daakhil jalur al-ma’tsur (riwayat) meliputi hadis maudu’ (palsu), hadis da’if

(lemah), riwayat isroiliyyat yang bertentangan dengan AlQur‟an dan sunnah juga

israiliyyat yang tidak didukung oleh ajaran agama, pendapat sahabat dan para tabi’in

yang bertentangan dengan Al-Qur‟an, sunah, hukum logika dan tidak dapat

dikompromikan.

Ad-Daakhil jalur al-ra’yi (rasio atau logika)

Ad-Daakhil jalur al-ra’yi (rasio atau logika) meliputi tafsir yang didasari niat

buruk dan skeptisme terhadap ayat-ayat Allah, tafsir eksoteris (cara penafsiran

dengan melihat makna zhahir yang terkandung dalam sebuah ayat) tanpa

mempertimbangkan sisi kepantasanya bila disematkan kepada Dzat Allah,

penafsiran distorsif (penyimpangan makna) atas ayat-ayat dan syariat Allah dengan

mengabaikan sisi leteral ayat.

Dan tafsir esoteris (cara penafsiran yang terfokus terhadap makna bathin

atau kandungan yang tersimpan dalam suatu ayat) yang tidak didukung

argumentasi yang kuat, penafsiran yang tidak berbasis pada prinsip dan kaidah

8
Muhammad Alwi Abdussalam, Skripsi: Ad-Dhaakil Fii Tafsir (Studi Tafsir Al-
Kasysyaf), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2020,. 19-20.
9
Nora Idola, Skripsi: Ad-Dakhil Dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab
(Kajian Perspektif Tentang Ayat-Ayat Kisah Dan Hukum), Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim, Riau, 2022, 13-14.
yang baku, penafsiran saintifik yang terlalu jauh dari konteks linguistik, sosiologis

dan psikologis ayat.

Ad-Daakhil jalur al-isyarah (intuisi)

Ad-Daakhil jalur al-isyarah (intuisi) meliputi tafsir esoteris yang dilakukan

oleh sekte Batiniyah, dan tafsir sebagian kaum sufi yang tidak mengindahkan

makna eksoteris ayat.

Dalam pengamalan hadist da’if masih terdapat perbedan pendapat di

kalangan para ulama. Perbedaan tersebut secara garis besar terbagi dalam tiga

kategori, yaitu: tidak dapat diamalkan, dapat diamalkan secara mutlak atas

pendapat bahwa hadist da’if lebih kuat dari pada pendapat manusia, dan Dapat

dijadikan hujjah dalam hal fada‟il al-a‟mal, Mawaiz, Idaif alTarhib wa al-Targhib.

Hujjah atau alasan tersebut dapat dipakai dengan syarat: Ke-da’if-annya tidak

parah, seperti hadis yang diriwayatkan oleh para pendusta atau tertuduh dusta,

atau sangat banyak mengalami kesalahan, Terdapat dalil lain yang kuat yang dapat

diamalkan, dan Ketika mengamalkannya tidak beriktikad bahwa hadis itu thubut,

melainkan dalam rangka hati-hati.10

Sementara yang terkait dengan israiliyyat, terdapat tiga pandangan yaitu:

selaras dengan kebenaran Al-Qur‟an dan hadist, meninggalkan apa yang

bertentangan dengan Al-Qur‟an dan hadis, dan bagian yang didiamkan, yaitu tidak

mempercayai dan juga tidak mendustakan apa yang berasal dari ahli kitab.11

10
Nora Idola, Skripsi: Ad-Dakhil Dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab
(Kajian Perspektif Tentang Ayat-Ayat Kisah Dan Hukum), Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim, Riau, 2022, 19-20.
11
Nora Idola, Skripsi: Ad-Dakhil Dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish
Shihab (Kajian Perspektif Tentang Ayat-Ayat Kisah Dan Hukum), Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau, 2022, 13-14.
Muhammad Atiyah Aram merumuskan beberapa pengaruh negatif dari

adanya Ad-Daakhil dalam tafsir di antaranya yaitu: Dapat memalingkan manusia

dari petunjuk Al-Qur‟an dan Sunnah, adanya potret Islam yang hina dan rendah,

dan orang awam akan semakin percaya dengan khurafat dan tahayul.12

Biografi Singkat Mufassir

Jalaluddin al-Mahalli13

Nama lengkap Jalaluddin al-Mahalli adalah Muhammad Ibn Ahmad Ibn

Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ahmad al-Imam Al-Allamah Jalāl al-Din Al-Maḥ allī.

791 H/1389 M lahir di Kairo, yaitu yang berada di kota Mesir. Dia dikenal hangat

sebagai “al-Maḥ allī” yaitu yg di nisbahkan pada desa tempat dia dilahirkan. Lokasi

ini berada disebelah barat Kairo dan tidak jauh dari Sungai Nil.

Ketika ia masih kecil, tanda-tanda kecerdasannya Al-Maḥ allī sudah dapat

terlihat. Ia sangat antusias dan semangat dalam mempelajari berbagai ilmu seperti

tafsir, ushul fiqih, teologi, fiqih, nahwu dan logika. Beliau hanya mempelajari

sebagian kecil guru-gurunya yaitu dari para ulama Salaf.

Al-Maḥ allī dikenal tidak hanya sebagai mufasir, tetapi juga sebagai fuqaha

(ahli fiqih). Terlihat jelas dari karyanya, beliau sangat teguh menganut aliran

maḍ zhab fiqih syafi’i dan dikatakan sebagai orang pertama yang menguasai fiqih

empat maḍ zhab.

Jalaluddin al-Mahalli adalah seorang ulama dengan akhlak mulia 'Alim dan

Wara'. Karakter sederhana yang jauh dari dunia glamor. Untuk memenuhi

Nora Idola, Skripsi: Ad-Dakhil Dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish


12

Shihab (Kajian Perspektif Tentang Ayat-Ayat Kisah Dan Hukum), Universitas


Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau, 2022, 23-24.
13
Muhammad Firmansyah, Skripsi: Munafik Dalam Tafsir Jalalain (Studi Kajian Surat
Al-Baqarah Ayat 8-20), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2022,
45-47.
kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai pedagang. Namun, kondisi tersebut tidak

menyurutkan tekadnya untuk melanjutkan studi. Jalāl al-Din Al-Maḥ allī meninggal

dunia pada 864 H, bertepatan dengan 1445 M.

Al-Maḥ allī merupakan seorang penulis yang sangat aktif, banyak sekali

karya-karyanya, diantaranya sebagai berikut: Kanzur Ragibīn , Syarh al-Minhaj al-

Talībn li al-Nawāwī , Al Badr Thali’ Fī hall jam’i al-Jawami’ li al-Subki, Syarh al-

Waraqat Lī al-Imām al-Harāmain, Al-Anwar Al Mudli’ah, Al Qaul Al-Mufīd Fī Al-

Nailis Sa’id, Al-Ṭ ib Al-Nabawī, Mukhtaṣar al-Tanbih Fī Furū’ al-Fiqh al-Syafi’i ,

Tafsīr Jalālain, dan karya-karya lainnya.

Jalaluddin asy-Suyuthi14

Nama lengkap Jalaluddin asy-Suyuthi adalah al-Hafiż Jalāl al-Din Abīl Faḍ il

Abd al-Rahman Abū Bakar al- Suyūṭī. Ia lahir pada awal bulan Rajab, Oktober

849H/1445 M. Jalaluddin asy-Suyuthi adalah salah satu tokoh yang paling

berpengaruh. Beiau tersebut memiliki banyak orang yang mengomentarinya, baik

orang yang memujinya maupun yang mengkritiknya.

Al-Suyūṭī lahir di masa Dinasti Mamluk pada abad ke-15 dan sebelumnya

pernah memiliki kekhalifahan Abbasiyah di Bagdad, hal ini sangat bermanfaat bagi

perkembangan karir akademik Al-Suyūṭī. Selama periode ini pemerintah

memberikan ruang positif bagi pertumbuhan penelitian ilmiah, dan banyak sarjana

terkemuka yang dihasilkan pada periode tersebut.

Karena Al-Suyūṭī berasal dari kalangan ulama cendekiawan, ayahnya selalu

berusaha menjadikannya seorang ulama dan orang yang saleh sejak kecil. Sejak

kecil, ayahnya selalu mengajaknya ke berbagai majlis ilmu. Beliau wafat pada tahun

911H/1505 M Dia dimakamkan di Husy Qurshun di Luar Bab Al-Qarafah di Kairo.


14
Muhammad Firmansyah, Skripsi: Munafik Dalam Tafsir Jalalain (Studi Kajian Surat
Al-Baqarah Ayat 8-20), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2022,
47-49.
Jalaluddin asy-Suyuthi memiliki banyak karya, karya yang berkaitan dengan

tafsir diantaranya adalah: Setengah dari Tafsīr Jalālain, Al-Dūrr al-Mansūr Fī Tafsīr

bī al-Ma’ṡur, Syarh al-Isti’azah Wa al-Basmalah, Al-Itqān Fī al-‘Ulūm al-Qur’ān,

Majma’ al-Bahrain Wa Matla‘al-Badrain, Hasyiyah Anwar al-Tanzil, Mufhamat al-

Aqran Fī Mubhamat Al-Qur’ān, Terjemah Al-Qur’an al-Musannad, Lubāb al-Nuqūl

Fī Asbāb al-Nuzūl.

Karakteristik Tafsir Jalalain

Penulis awal Tafsir Jalalain adalah Jalaluddin Al-Mahalli, ia mengawali

penulisan tafsirnya dari surah al-Kahfi yang terletak di pertengahan juz lima belas

terus ke belakang sampai surah yang terakhir, yaitu surah an-Nas. Setelah

menafsirkan dari surah al-Kahfi sampai surah an-Nas, dilanjutkan dengan

menafsirkan surah al-Fatihah. Setelah menafsirkan surah al-Fatihah, beliau berniat

untuk menafsirkan surah yang lain sampai selesai. Namun beliau meninggal pada

tahun 864 H/1445 M.15

Kemudian dilanjutkan oleh Asy-Syuyuthi, beliau menyempurnakan

penafsiran yang dilakukan oleh gurunya tersebut. Asy-Syuyuthi menyelesaikan

konsep tafsirnya selama 40 hari, sejak Ramadhan 870 H yang penyelesaian

seutuhnya selesai setahun kemudian. Sistematika penulisan kitab Tafsir Jalalain

mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Penyajiannya tidak terlalu jauh dari

gaya bahasa Al-Qur’an.16

Apabila dilihat dari sumber penafsirannya, tafsir jalalain menggunakan

sumber penafsiran bi al-Ra’yu atau logika. Sumber tafsir yang kedua adalah al-ra’yu

(pikiran manusia). Istilah ra’yu dekat maknanya dengan ijtihad (kebebasan

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka


15

Pelajar, 1988), 13.

16
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1988), 13.
penggunaan akal) yang didasarkan atas prinsip-prinsip yang benar.17 Dikatakan

sumber penafsirannya ar-Ra’yu Karena dalam menafsirkan ayat demi ayat

menggunakan hasil pemikiran atau ijtihad para mufasir (meskipun tidak menafikan

riwayat).

Tafsir Jalalain termasuk kepada tafsir bil-Ra’yi Mahmud, artinya tafsir yang

menggunakan sumber logika yang terpuji. Dalam artian tafsir ini sesuai dengan

tujuan syari’at, jauh dari kesesatan, dibangun atas dasar qaidah-qaidah kebahasaan

yang benar dan Tidak mengabaikan kaidah-kaidah penafsiran yang sangat penting

seperti memperhatikan asbabun nuzul, ilmu munasabah dan lain-lain saran yang

dibutuhkan oleh mufassir.

Adapun mengenai metode yang digunakan tafsir Jalalain adalah

metode Ijmali (global) Sebagaimana diungkapkan oleh al-Suyuthi.18 Metode tafsir

ijmali sangat efektif untuk para pemula atau efektif untuk kalangan yang tidak

membutuhkan uraian yang detail tentang pemahaman suatu ayat. Maka tafsir yang

menggunakan metode Ijmali (global) sangat membantu dan tepat sekali untuk

digunakan. Sebaliknya tafsir yang memberikan uraian panjang lebar membuat

kalangan tersebut bosan karena tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

mereka.19

Adapun mengenai corak tafsir Jalalain yang lebih condong untuk

menyebutnya dengan corak sastra, budaya, dan kemasyarakatan. Karena

didalamnya tidak hanya terdapat penjelasan mengenai kebahasaan, akan tetapi juga

17
Thameem Ushama, Methodologies of the Qur‟anic Exegesis, Hasan Basri dan
Amroeni(Penj.), Metodologi tafsir Al-Qur‟an Kajian Kritis, Objektif & Komprehensif,
Jakarta: Riora Cipta, 2000, 13-14.
18
Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir al-Qur’an al-’Adzim, Dar
Ihya’ al-Kutub al-’Arabiyah, t.th, 70.
19
Dr. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an,Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000, 53.
banyak membahas cerita-cerita kemasyarakatan pada zaman dahulu, sebagaimana

kisah-kisah israiliyyat yang terdapat didalamnya.

Adapun mengenai madzhab dari Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam

Jalaluddin al-Mahalli keduanya memiliki madzhab yang sejalur. Dalam bidang fiqih

menganut madzhab Syafi’iyah sedangkan dalam bidang teologi keduanya beraliran

Asy’ariyyah.

Ad-Daakhil Dalam Tafsir Jalalain

Dalam kitab Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji

Tathbiqiyyah) karya Az-Zahrah Lubaihi dapat diklasifikasikan bahwa Ad-Daakhil

dalam tafsir Al-Jalalain terbagi menjadi tiga, yaitu: Israiliyyat, Hadist Do’if atau

Hadist Maudu’, dan Ro’yi atau Ta’wil. Secara spesifik dibagi menjadi 10 Israiliyyat, 9

Hadist Do’if atau Hadist Maudu, dan 4 Ro’yi atau Ta’wil. Berikut contoh dan

keterangannya:

Israiliyyat

Ad-Daakhil dalam penafsiran surat Al-Baqoroh ayat 60 yang berbunyi:

‫ِر‬ ‫ِل ِمِه‬ ‫ِإِذ‬


‫ َفُقْلَنا َأْض ب َبَعَص اَك اَحْلَج َر‬، ‫َو اْس َتْس َق ى ُموَس ى َق ْو‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami

berfirman, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!"”.

Imam Al-Suyuti berkata dalam merincikan batu: “Dan dialah yang lari

dengan pakaiannya, ringan dan persegi seperti kepala manusia, marmer atau krom

(logam). Penjelasan Ad-Daakhil: ada pula yang mengatakan bahwa bentuk batu

tersebut seperti kepala kacang, dan dikatakan panjangnya sepuluh hasta, dan

memiliki dua bagian yang terbuka di tempat gelap dan lain-lainnya daripada

penambahan-penambahan Bani Israil, yang mana tidak ada dalil dalam Al-Qur'an
yang mereka sebutkan untuk mendeskripsikan sifat batu tersebut. Apabila yang

dimaksud dengan sebuah batu atau sejenisnya, Dan contoh batu apapun itu, maka

tida menunjukkan sebuah kemampuan, dan menunjukkan sebuah I’jaz.

Sebagian besar dari riwayat-riwayat ini muncul dan saling bertentangan, dan

tidak didasarkan dari penetapan batu ini sebagai masalah agama, dan lebih aman

untuk melimpahkan ilmunya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Uraian tentang batu

yang disebutkan Imam Al-Suyuti dan para ahli tafsir lainnya dianggap ad-daakhil

dalam penafsiran Al-Qur'an dan penjelasan atau pernyataannya, dan tidak memiliki

sambungan atau terusan yang benar dari Nabi SAW, dan dalam perkataan-

perkataan seperti itu, tidak bisa digunakan atau diandalkan ta’wil.20

Ad-Daakhil dalam penafsiran pada potongan surat Al-Baqoroh ayat 71 yang

berbunyi:

‫َقاُلوا اۡل ـَئ ـَن ِج ۡئ َت ِباۡل َح ـِّق‌ َفَذ ُحَبۡو َه ا َو َم ا َك اُدۡو ا َيۡف َعُلۡو َن‬
Artinya: Mereka berkata, "Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang

sebenarnya." Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan

(perintah) itu.”

Imam Suyuti menceritakan bahwa mereka telah meminta sapi tersebut dan

menemukannya bersama anak laki-laki yang taat kepada ibunya, maka mereka

membelinya dengan kasturi penuh emas. Penjelasan Ad-Daakhil: Ini adalah salah

satu Israiliyyat yang dengan jelas ditunjukkan oleh Al-Qur’an sebagai sebuah

kebohongan. Seandainya hal itu benar adanya, maka sangat penting untuk

menyampaikannya karena adanya himbauan atau perintah untuk menghormati

orang tua agar kita mempertimbangkan dan mengakuinya. Maka baiknya, agar kita

20
Az-Zahroh Lubaihi, Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji
Tathbiqiyyah), Universitas Echahid Hamma Lakhdar, El-Oued, 2014-2015, 71-71.
mentafsirkan ayat tersebut denga napa yang telah dikatakan Allah, dan jangan kita

saling bertengkar atau berurusan dengan hal-hal yang disebutkan oleh para

mufassir disini dari cerita-ceritanya.21

Ad-Daakhil dalam penafsiran dari potongan surat Al-A’raf ayat 145 yang

berbunyi:

‫َو َك َتۡب َنا َله ىِف اۡل َاۡل َو اِح‬

Artinya: “Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lauh-lauh (Taurat).”

Disini dikatan bahwa lauh-lauh (tempat tulis) kitab Taurat dari bidara surga,

atau zamrud, atau dari 7 atau 10 zamrud. Penjelasan Ad-Daakhil: telah terjadi

perbedaan periwayatan tentang tempat tulis tersebut, dan mereka saling

mensifatinya dengan menyambung dan menukil dari Israiliyyat yang menyusup ke

dalam penafsiran, dan ini tidak ditemukan segala sesuatunya pada Rasulullah SAW.

Penjelasan Ad-Daakhil: telah berbeda atau menyimpang periwayatan-

periwayatan tentang “papan tulisan” ini, dan Sebagian dari mereka mensifatinya

melalui atau dari Israiliyyat yang telah masuk atau bocor kedalam penafsiran, dan

tidak ditemukan sesuatu dari semua ini yang berasal dari Rasulullah SAW.

Maka kewajiban kita adalah agar kita teguh terhadap Al-Qur’an yang

terpercaya dan tidak melewati atau melampauinya. Tidak bisa ditambahkan atau

dikurangkan tentang keaslian atau keotentikan “papan tulisan” tersebut dan hal ini

sama sekali tidak menjadi perhatian kami, karena tidak disebutkan mengenai hal ini

dari nash yang benar (Al-Qur’an).

21
Az-Zahroh Lubaihi, Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji
Tathbiqiyyah), Universitas Echahid Hamma Lakhdar, El-Oued, 2014-2015, 72.
Penafsiran ayat ini juga bergantung kepada semua yang mereka riwayatkan

atau ceritakan, seperti dari apa papan tulisan itu terbuat?, berapa panjang dan

lebarnya?, bagaimana penulisannya?. Maka hal ini tidak wajib atas kita untuk

mengimaninya dan untuk kita agar meniadakan pencarian atau penelitian

tentangnya. Karena perncarian atau penilitian tersebut tidak memberikan manfaat

dan tidak memberikan tujuan.

Yang wajib kita Imani adalah bahwa Allah menurunkan “papan tulisan”

tersebut kepada Nabi Musa yang mana itu adalah Kitab Taurat, yang didalamnya

terdapat pengetahuan tentang halal dan haram, baik dan buruk, dan hal-hal yang

sesuai dengan syari’at pada zamannya.22

Hadist Do’if Atau Hadist Maudu’

Ad-Daakhil dalam penafsiran dari potongan surat yusuf ayat 94 yang

berbunyi:

‫َفِاۡن ُك ۡن َت ِف َش ٍّك َّمِّمۤا َاۡن َز ۡل َنۤا ِاَلۡي َك َفۡس ـَٔـِل اَّلِذۡي َن َيۡق َرُءۡو َن اۡل ِكٰت َب ِم ۡن َقۡب ِل ۚ‌َك‬

Artinya: “maka jika engkau (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa

yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang yang membaca

kitab sebelummu.”

Imam Suyuti berkata “sesungguhnya itu sudah pasti dan tetap ketika mereka

memberi tahu saya dengan kejujurannya. Rasulullah SAW berkata :

" ‫“ال أشك و ال أسأل‬

(saya tidak ragu dan saya tidak bertanya.). Hadist ini dikeluarkan Imam Thobari

didalam tafsirnya daan Abdul Razaq dalam bukunya dari Qitadah.


22
Az-Zahroh Lubaihi, Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji
Tathbiqiyyah), Universitas Echahid Hamma Lakhdar, El-Oued, 2014-2015, 73-74.
Penjelasan Ad-Daakhil: Hadist yang dikatakan oleh imam suyuti tersebut

merupakan hadist yang do’if (lemah) sanadnya, dan merupakan Ad-Daakhil dari

terputusnya sanad antara Qitadah dan Nabi Muhammad SAW karena Qitadah tidak

bertemu dengan Rasulullah SAW.23

Ad-Daakhil dalam penafsiran dari potongan surat An-Nahl ayat 103 yang

berbunyi:

‌‫َو َلـَق ۡد َنـۡع َلُم َاَّنُه ۡم َيُقۡو ُلۡو َن ِاَمَّنا ُيَعِّلُم ه َبَش ٌر‬
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata,

"Sesungguhnya Al-Qur'an itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepadanya

(Muhammad).”

Imam Suyuti berkata Dia (penguasa) yang beragama Kristen, dan nabi biasa

untuk mengunjunginya. Kabar ini dikeluarga oleh Ibnu Jarir didalam tafsirnya, dan

Imam Suyuti mengaitkannya didalam Ad-Duur Al-Mantsur kepada Ibnu Abii

Haatim dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu ‘Abbas berkata:

‫"كان رسول اهلل اال اهلل يعلم قينا مبكة امسه بلعام وكان عجمي اللسان فكان املشركون‬
‫ إمنا يعلمه‬:‫يرون رسول اهلل ص لى اهلل علي ه و سلم يدخل علي ه وخيرج من عنده فقالوا‬
".‫بلعام‬
(Rasulullah Saw pernah mengajar seorang penguasa di Makkah yang Bernama

Bal’am, dan dia bukan orang fasih (Arab), maka orang-orang musyrik melihat

Rasulullah SAW masuk dan keluar darinya, maka mereka berkata: “hanya orang

terpelajar yang mengajarnya”.) Lalu Allah menurunkan ayat tersebut.

Az-Zahroh Lubaihi, Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji Tathbiqiyyah) ,


23

Universitas Echahid Hamma Lakhdar, El-Oued, 2014-2015, 92.


Penjelasan Ad-Daakhil: Hadist ini dianggap Daakhil karena do’ifnya (lemah).

Karena didalam sanadnya Muslim bin Kaysan Al ‘Awar termasuk Do’if (lemah). Hal

ini diperbincangkan Para ulama Al-Jarh dan Al-Ta’dil. Imam Suyuti pun melemahkan

sanad hadist ini.24

Ro’yi Atau Ta’wil

Ad-Daakhil dalam penafsiran dari potongan surat Al-Fatihah ayat 3 yang

berbunyi:

‫الَّر ٰمْحِن الَّر ِح ْيِم‬


Artinya: “Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,”

Imam Suyuti mengatakan: Orang yang memiliki kasih saying atau belas

kasihan (rahmat) adalah orang yang menghendaki kebaikan bagi dirinya sendiri.”

Penjelasan Ad-Daakhil: Disini Imam Suyuti merujuk kepada metode

Asy’ariyah didalam menta’wilkan sifat rahmat milik Allah SWT dengan

meletakannya pada kehendak kebaikan untuk dirinya sendiri. Kehendak Allah SWT

terhadap kebaikan merupakan suatu keseharusan rahmat. Maka Rahmat itu perlu

agar berkehendak kebaikan kepada oaring yang dikasih sayangi atau dibelas kasihi.

Jika hakikat Rahmat tidak ada, maka teringkari keseharusannya yaitu

kehendak kebaikan. Seperti juga perkataan sumpah serapah, marah, dan kebencian

merupakan hal-hal keseharusan dalam hukuman. Maka apabila hakikat sifat-sifat

tersebut tidak, maka tidak ada juga keseharusannya. Hal ini membuktikan bahwa

24
Az-Zahroh Lubaihi, Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji
Tathbiqiyyah), Universitas Echahid Hamma Lakhdar, El-Oued, 2014-2015, 95-96.
perlunya kebenaran tanpa kebenaran adalah hal yang tidak masuk akal. Faktanya,

tidak ada keberadaan yang terlepas dari persyaratan.25

Kesimpulan

Didalam Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin asy-

Suyuthi terdapat Ad-Daakhil dalam pernafsiran ayat-ayat suci Al-Qur’an. Dan ini

telah terbuktikan dan dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu: Israiliyyat,

Hadist Do’if atau Hadist Maudu’, dan Ro’yi atau Ta’wil. Hal-hal ini dapat ditinjau

dari adanya sanad yang terputus, perawi yang tidak memenuhi syarat, menafsirkan

ayat dengan logika atau akal, menggunakan hadist yang tingkatnya lemah, dan

faktor-faktor lainnya.

Oleh karena itu, apabila kita ingin menukil tafsir dari Kitab Tafsir Jalalain

alangkah baiknya kita menganalisis terlebih dahulu mengenai sumber

penafsirannya ataupun perawi, sanad, hadist, dan aspek lainnya yang bisa jadi

disana terdapat Ad-Daakhil. Hal ini sangat penting bagi kita untuk menghindari

dampak-dampak negatif dari pada Ad-Daakhil dalam tafsir.

Referensi

Nirwana, Andri. AN, Ita Purnama Sari, Suharjianto, Syamsul Hidayat, Kajian Kritik

pada Bentuk dan Pengaruh Positif al-Dakhil dalam Tafsir Jalalain tentang

Kisah Nabi Musa dan Khidir, AL QUDS: Jurnal Studi Alquran dan Hadis, Vol.

5, No 2, 2021.

Rifai, Ahmad “Kesalahan dan Penyimpangan dalam Tafsir”, Al-Amin: Jurnal Kajian

Ilmu dan Budaya Islam, Vol. 2, No. 2, 2019.

25
Az-Zahroh Lubaihi, Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji
Tathbiqiyyah), Universitas Echahid Hamma Lakhdar, El-Oued, 2014-2015, 109.
Sari, Ita Purnama, Skripsi: Al-DakhiL Dalam Tafsir JalaLain Surat Al-Kahfi Ayat 60-82,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2021.

Abdussalam, Muhammad Alwi, Skripsi: Ad-Dhaakil Fii Tafsir (Studi Tafsir Al-

Kasysyaf), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2020.

Misbah, Muhammad, “Dakhil Ayat Kisah Dalam Al-Quran: Studi Analisis Kisah

Harut Dan Marut Dalam Tafsir Ad-Durr Al-Mantsur Karya Jalaluddin As-

Suyuthi”, Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur'an dan Tafsir, Vol. 11 No.2.

Idola, Nora, Skripsi: Ad-Dakhil Dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab

(Kajian Perspektif Tentang Ayat-Ayat Kisah Dan Hukum), Universitas Islam

Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau, 2022.

Firmansyah, Muhammad, Skripsi: Munafik Dalam Tafsir Jalalain (Studi Kajian Surat

Al-Baqarah Ayat 8-20), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta,

2022.

Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1988).

Ushama, Thameem, Methodologies of the Qur‟anic Exegesis, Hasan Basri dan

Amroeni(Penj.), Metodologi tafsir Al-Qur‟an Kajian Kritis, Objektif &

Komprehensif, Jakarta: Riora Cipta, 2000.

Al-Suyuthi, Jalaluddin dan Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir al-Qur’an al-’Adzim, Dar

Ihya’ al-Kutub al-’Arabiyah, t.th.

Lubaihi, Az-Zahroh, Ad-Daakhil Fii Tafsiri Al-Jalalain (Diraasatu Namaadziji

Tathbiqiyyah), Universitas Echahid Hamma Lakhdar, El-Oued, 2014-2015.

Anda mungkin juga menyukai