Anda di halaman 1dari 48

Dokter Pembimbing:

dr. Fauzi Abdilah Susman, SpAn

Disusun oleh :
Cendy Andestria - 2015730020

REFERAT
BANTUAN HIDUP DASAR & BANTUAN HIDUP
LANJUT
BANTUAN HIDUP DASAR

• Usaha untuk memperbaiki dan / atau


memelihara jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi serta kondisi darurat yang terkait.
Bantuan hidup dasar terdiri dari penilaian
awal, penguasaan jalan napas, ventilasi
pernapasan dan kompresi dada.
• Langkah resusitasi : ABC  CAB
2010
A : Airway
B : Breathing
C : Circulation

2015
C : Circulation
A : Airway
B : Breathing
• Membuka jalan napas dan ventilasi pada pasien
dapat menunda dimulainya kompresi.
• Kebanyakan orang henti jantung dengan
ventrikel fibrilasi atau ventrikel takikardi sebagai
dasar penyebabnya. Oleh karena itu, terapi
yang harus cepat dilakukan dengan RJP atau
dengan defibrilasi awal.

“look, listen, and feel” sudah tidak di lakukan.


Prosedur Awal

1. Amankan lokasi kejadian (diri, lingkungan, pasien)


2. Cek respon (dengan memanggil pasien dengan suara
keras sambil menepuk bahu korban)
3. Jika korban/pasien tidak ada respon (tidak sadar)
segera teriak untuk mendapatkan pertolongan terdekat
atau mengaktifkan sistem ta.nggapan darurat

Prosedur BHD
CAB
• Posisikan
korban/pasien di
tempat yang rata
dan keras.
• Posisi penolong
sejajar bahu,
disamping dada
korban/pasien.
• Perhatikan apakah Raba dengan menggunakan jari
napas terhenti/tersengal telunjuk dan tengah.
dan periksa denyut nadi
Dengan cara raba tulang
(secara bersamaan)
krikoid lalu geser jari ke
• Apakah denyut benar- lateral arteri carotis berada
benar terasa dalam 10 antara tulang krikoid
detik? dengan muskulus
sternokledomastoideus
Bernapas
Bernapas Napas
tidak normal,
normal, terhenti/tersengal
denyut nadi
denyut nadi , denyut nadi
teraba
teraba tidak teraba

Berikan napas buatan :


1 napas buatan dalam 5 – 6
RJP
atau sekitar 10 -12 napas • Mulai siklus 30 kompresi
buatan/ menit. dan 2 napas buatan
• Aktifkan sistem tanggapan • Gunakan AED segera
darurat (jika belum setelah tersedia
dilakukan) setelah 2
Pantau hingga menit.
tenaga medis datang • Terus berikan napas
buatan, periksa denyut
nadi ± tiap 2 menit. Jika
nadi tidak teraba lanjut
RJP.
• Jika kemungkinan terjadi
overdosis opioid, berikan
nalokson
C - Circulation

Letakkan tangan di
pertengahan tulang dada/ 1/3
dari processus xiphoideus
C - Circulation
Jika nadi tidak teraba lakukan RJP (HIGH QUALITY RJP)
 Lakukan kompresi dada 100 – 120 x/menit
 Kedalaman minimal 5 cm (2 inchi) dan tidak lebih dari 6 cm (2,4 inchi)
 Push hard, push fast (tekan kuat dan cepat)
 Berikan kesempatan dada mengembang penuh (tetap menjaga posisi
tidak bertumpu di atas dada di antara kompresi)
 Meminimalisir interupsi saat kompresi dada
 Jangan memberikan napas terlalu cepat dan banyak
 Ganti kompresor setiap 2 menit/ 5 siklus
 Pada korban yang mengalami serangan jantung dan terlihat terjatuh,
defibrilator dapat diberikan sedini mungkin (bila alat ada)
C - Circulation

JANGAN menghentikan kompresi jika tidak perlu, Interupsi


kompresi tidak lebih dari 10 detik pada :
 Cek irama atau cek nadi
 Melakukan defibrilasi
 Pergantian penolong (antara kompresor dan ventilator)
 Pemasangan advance airway (ETT)
A - Airway (bebaskan jalan napas)

• Periksa jalan napas

Cross finger Finger sweep

Membebaskan
jalan napas, bila
pasien tersedak

Heimlich Manouver
A - Airway (bebaskan jalan napas)

Head Tilt Chin Lift Jaw Trust


Dorong dahi kebelakang Topang dagu keatas Dapat dilakukan pada
(kepala menengadah) orang yang dicurigai
dengan satu tangan fraktur cervical
A - Airway (bebaskan jalan napas)

OPA /Guedel /Mayo


•Menahan lidah agar tidak jatuh ke dinding
posterior pharyng
•Memfasilitasi suctioning daerah pharyng
•Mencegah pasien menggigit tracheal tube
•Digunakan pada pasien tidak sadar, nafas
spontan, dengan /tanpa refleks muntah
•KI : sadar, reflex muntah +
A - Airway (bebaskan jalan napas)

NASOPHARYNGEAL AIRWAY
• Digunakan pada pasien dengan nafas spontan,
yang masih memiliki refleks batuk dan muntah
• Tidak merangsang muntah
• Kontraindikasi pada fraktur basis cranii
• U/ dewasa 7 mm atau jari kelingking kanan
A - Airway (bebaskan jalan napas)

LARYNGEAL MASK
AIRWAY
• Merupakan alat alternatif dari sungkup muka
dalam situasi emergensi
• Digunakan dalam situasi Difficult airway
• Juga dapat digunakan selama resusitasi
pada pasien tidak sadar
• Pemasangan tidak menggunakan
laringoskop
A - Airway (bebaskan jalan napas)

ENDOTRAKEAL TUBE
• Prosedur pengamanan jalan nafas
tertinggi
• Digunakan untuk memberikan oksigenasi
dan ventilasi
• Siapkan “STATICS”
A - Airway (bebaskan jalan napas)

KRIKOTIROIDOTOMI
• Dilakukan bila terdapat edema glotis, fraktur
laring, perdarahan orofaring yang berat (keadaan
dimana pemasangan ETT tidak dapat dilakukan
B – Breathing (bantuan napas)

Penilaian pernapasan spontan harus segera dilakukan saat menilai jalan


napas. Bantuan napas berhasil bila nilai volume tidal mencapai 400 – 700
mL

Terlalu besar volume/terlalu cepat kecepatan aliran inspirasi akan


menyebabkan distensi lambung, yang dapat menyebabkan regurgitasi dan
aspirasi. Udara ekspirasi memiliki FiO2 16 %- 17%

Apnu dapat dinilai dari kurangnya gerakan dada, tidak adanya suara nafas, dan
kurangnya aliran udara.

Pernapasan agonal adalah napas yang terisolasi atau terengah-engah yang terjadi
tanpa adanya pernapasan normal pada korban yang tidak sadar. Napas ini bisa
terjadi setelah jantung berhenti berdetak dan dianggap sebagai tanda serangan
jantung  perlu dilakukan perawatan korban seolah-olah dia sama sekali tidak
bernapas.
B – Breathing (bantuan napas)

Dari MULUT KE MULUT (FiO2 16 – 17%)


• Beri napas buatan sebanyak dua kali sampai
dada terlihat mengembang (visible chest rise)
• Hidung korban harus ditutup dengan hati-hati
dengan jempol dan jari telunjuk penolong dan
sebelum memberikan ventilasi,penolong harus
menarik napas diantara ventilasi.
• Jangan memberikan napas terlalu cepat dan
banyak. Distensi lambung  muntah  aspirasi
• Pemberian napas > 1 detik tiap napas
• Perbandingan kompresi : ventilasi 30 : 2
• Apabila sudah kembali ke sirkulasi spontan
(ROSC) pemberian napas setiap 5 – 6 detik ( 10
– 12 x/menit), evaluasi tiap 2 menit
B – Breathing (bantuan napas)

Dari MULUT KE HIDUNG


• Pada saat meniupkan hawa ke lubang hidung tutup
mulut pasien rapat – rapat
• Pada trauma maksilaofagus berat

Dari MULUT KE STOMA


• Setelah trakeostomi/stoma menjadi jalan napas
korban  napas diberikan melalui tabung stoma atau
trakeostomi
B – Breathing (bantuan napas)

DARI MULUT KE SUNGKUP (FiO2 16%)


• Sungkup muka harus menutupi hidung dan mulut korban
(ukuran hari tepat u/ menghindari kebocoran)
• Penolong menempatkan ibu jari pada bagian sungkup
muka yang terletak di hidung korban dan meletakkan jari
telunjuk dari tangan yang sama pada bagian sungkup
muka yang terletak di dagu korban. Tiga jari lainnya dari
tangan yang sama kemudian diletakkan di sepanjang
pinggiran rahang.
• Dapat menggunakan BVM (Bag-Valve-Mask Ventilation)
BANTUAN HIDUP LANJUT

• Tindakan yang dilakukan secara simultan


dengan spontan sehingga perfusi dan
oksigenasi jaringan dapat segera dipulihkan dan
dipertahankan. BHL memiliki tiga tahapan, yaitu
terapi obat dan cairan, electrokardiografi, dan
terapi fibrilasi
D  drug
E  electrocardiography
F  terapi fibrilator
Pemberian Obat dan Cairan

• Terapi obat dan cairan merupakan terapi yang paling penting


setelah teknik kompresi dada dan defibrilasi.
• Dalam melakukan terapi obat dan cairan tentunya harus
dipikirkan juga jalur masuknya obat dan cairan. Jalur yang
sering digunakan dalam resusitasi adalah jalur intravena dan
intraosseous.
• Perpaduan penggunaan vasopresin dan epinefrin tidak
memberikan manfaat apapun dalam serangan jantung.
Pemberian epinefrin dapat diberikan segera setelah serangan
jantung.
Obat-Obatan
ADRENALIN
• Obat yang harus segera diberikan pada pasien yang mengalami
henti jantung selama kurang dari dua menit. Adrenalin termasuk
golongan katekolamin yang bekerja pada reseptor alfa dan beta
sehingga menyebabkan vasokonstriksi perifer melalui reseptor
alfa adrenergik
• Dosis yang diberikan untuk dewasa adalah 0.5-1.0 mg secara
intravena atau dapat diencerkan dengan akuades menjadi 10 ml.
• Adrenalin juga dapat diberikan intratrakea melalui pipa endotrakea
(1 ml adrenalin 1:1.000 diencerkan dengan 9 ml akuades steril).
Pemberiannya dapat diulang setelah 3-5 menit pemberian
pertama dengan dosis sama seperti dosis pertama
AMIADARON
 Anti-aritmia yang memiliki efek pada kanal natrium, kalium,
kalsium, dan juga memblokade reseptor alfa dan beta adrenergik.
 Pemberian amiodaron setelah pemberian adrenalin dapat
meningkatkan ROSC dibandingkan dengan tidak diberikan
amiodaron
 Amiodaron diberikan kepada pasien dengan fibrilasi ventrikel atau
ventrikel takikardi tanpa nadi.
 Dosis pemberian amiodaron adalah sebagai berikut: 300 mg bolus
untuk pemberian pertama kali dan kemudian dapat ditambah 150
mg  dilanjutkan infus 15 mg/kgBB selama 24 jam
ATROPIN
 Sulfas atropine meningkatkan konduksi atrioventricular dan
automatisitasnodus sinus dengan efek vagolitik.
 Indikasi : bradikardia yang disertai dengan hipotensi, ventricular
ektopi, atau gejala yang berhubungandengan iskemia
miokardium.
 Terapi rutin pada kasus henti jantung tida direkomendasikan.
 Dosis pada kasus bradikardia : 0.5 mg IV setiap 3-5 menit
dengan total dosis yang diberikan 3 mg
 Dosis pemberian atropin pada kasus irama tanpa denyut nadi : 1
mg IV setiap 3-5 menit dengan total dosis 3 mg.
 Pemberian atropine dapat menyebabkan irama sinus takikardia
setelah resusitasi
KALSIUM
 Kalsium memegang peranan penting dalam aktivitas saraf
dan otot normal.
 Diberikan pada pasien dengan hiperkalemia, hipokalsemia,
dan overdosis obat calsium channel blocker
 Diberikan pada kasus henti jantung yang disebabkan oleh
karena obat-obatan yang menekan otot jantung.
 Efek samping : cedera miokardiak & otak (kematian sel-sel
miokardiak & otak) , nekrosis jaringan dengan ekstravasasi.
 Dosis : 5-10 ml dari 10% kalsium klorida dihidrat. Atau
sediaan kalsium dengan dosis 10 ml dari 10% kalsium
glukonas
LIDOKAIN
 Termasuk dalam golongan natrium channel blocker yang
biasanya digunakan sebagai alternatif anti-aritmia.
 Dosis : dosis awal diberikan 1 mg/kgBB bolus yang dapat
ditambah 0.5 mg/kgBB selama resusitasi
 Efek samping : bicara tidak jelas (slurred speech), penurunan
kesadaran, kejang, hipotensi, bradikardi, dan asistol.
 Penggunaan lidokain secara rutin tidak disarankan. Namun
dapat dipertimbangkan untuk digunakan segera setelah
ROSC dari serangan jantung akibat fibrilasi ventrikel atau
takikardi ventrikel.
MAGNESIUM
 Merupakan vasodilator dan berperan sebagai kofaktor dalam
regulasi natrium, kalium, dan kalsium melewati membran sel.
 Magnesium diberikan pada kasus hipomagnesemia,
hypokalemia, henti jantung yang disebabkan oleh toksisitas
digoxin, kasus fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel tanpa
nadi teraba (sirkulasi spontan pada pasien dengan henti
jantung dan juga tidak memberikan perbaikan klinis atau
neurologis).
 Dosis : 5 mmol magnesium yang dapat diulang 1 kali
kemudian diberikan intravena sebanyak 20 mmol/4 jam
 Efek samping : lemah otot dan gagal napas pada
penggunaan kalsium yang berlebihan.
Jalur Obat-obatan dan Cairan

1. Jalur Intravena Perifer


 Jika tidak ada akses, harus diupayakan untuk membuat jalur
intravena perifer di vena jugular antekubital atau vena jugular
eksterna.
 Lokasi intravena perifer berhubungan dengan
keterlambatannya pengiriman obat ke jantung 1 – 2 menit
karena aliran darah di perifer secara drastis menurun saat
CPR dan pemberian obat dengan jalur ini harus diikuti dengan
pemberian cairan intravena secara bolus 20 mL pada dewasa
atau elevasi ektremitas 10 – 20 derajat agar kerja obat lebih
dipercepat
2. Jalur Intraosseous
 Bila kanulasi intravena sulit dilakukan, infus
intraosseous dapat dilakukan saat keadaan darurat
pada dewasa dan anak.
 Pemberian obat-obatan melalui jalur ini akan sedikit
lebih lambat dibandingkan dengan jalur intravena
sehingga dosis obat yang diberikan harus sedikit
lebih banyak.
 Risiko terjadinya osteomyelitis dan sindrom
kompartemen (bila terus-menerus).
 pemasangan jalur intraosseous di tibia  jarum
ditusukkan 2-3 cm dibawah tuberositas tibia dengan
sudut 90° menuju bagian tengah tulang atau sedikit
inferior untuk menjauhi epifisis
3. Jalur Endotrakeal
 Jalur endotrakeal dapat dilakukan selama terdapat pipa
endotrakeal dan pasien tidak sedang menggunakan LMA
 Tidak direkomendasikan untuk rutin dilakukan pada keadaan
darurat.
 Obat-obatan yang dapat melalui jalur intrapulmonum :
lidokain, epinephrine, atropine, naloxone, dan vasopressin
(kecuali natrium bikarbonat) (selain ini dapat menyebabkan
kerusakan pada mukosa atau alveolar)
 Dosis yang diberikan 3-10 kali lebih banyak dibanding dengan
dosis yang dianjurkan untuk jalur intravena, kemudian obat –
obatan tersebut dilarutkan dalam 10 ml normal salin.
 Menurut AHA 2015, tidak ada cukup bukti yang mendukung
penggunaan atropine secara rutin untuk mencegah terjadinya
bradikardia pada intubasi pediatrik darurat
4. Jalur Vena Sentral
 Sebaiknya dilakukan segera setelah kembalinya sirkulasi
spontan sehingga tekanan vena sentral dapat dikontrol.
 Jalur yang sering digunakan : vena kava superior melalui
vena jugularis interna kanan
Elektrokardiografi

• Alat pantau elektrokardiografi (EKG) adalah alat pantau


standar yang wajib disediakan di masing-masing unit
gawat darurat karena diagnostik henti jantung mutlak
harus ditegakkan melalui pemeriksaan EKG. Gambaran
EKG sangat menentukan langkah-langkah terapi
pemulihan yang akan dilakukan.
• Ada tiga pola EKG pada henti jantung, yaitu asistol
ventrikel, Pulseless Electrical Activity (PEA), dan fibrilasi
ventrikel
Asistol Ventrikel

Asistol ventrikel merupakan ketiadaan denyut


jantung dengan gambaran EKG yang isoelektris.
Paling sering disebabkan oleh hipoksia, asfiksia,
dan blok jantung
Pulseless Electrical
Activity
• PEA merupakan gambaran EKG yang sering ditemukan pada anak-
anak dan biasanya dikaitkan dengan prognosis yang buruk.
• suatu keadaan dimana tidak terabanya denyut nadi ketika irama
jantung masih terdeteksi oleh EKG.
• Jenis –jenis PEA : elektromekanik (EMD) (paling sering muncul),
disosiasi pseudoelektromekanik, irama idioventrikular, irama
ventricular escape, irama bradiasistolik, dan irama idioventrikular
postresusitasi

Disosiasi Elektromekanik Irama Idioventrikular

Irama Ventricular Escape


Fibrilasi Ventrikel
• Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan gerak getar ventrikel
jantung secara kontinu dan tidak teratur sehingga tidak bisa
memompakan darah ke seluruh tubuh.
• Penyebab dari fibrilasi ventrikel dibedakan menjadi dua,
primer dan sekunder.
• Penyebab primer yang paling sering adalah iskemik otot
jantung, reaksi obat, tersengat listrik, dan kateterisasi pada
jantung yang iritatif. Sedangkan penyebab sekunder adalah
usaha resusitasi pada asistol karena asfiksia, tenggelam, dan
akibat perdarahan.

Fibrilasi Ventrikel
Takikardi Ventrikel
• Merupakan takikardi yang bersumber dari ventrikel.
• Definisi : ventrikular ekstrasistol yang timbul berurutan
dengan kecepatan >100 kali/menit, takikardi ventrikel juga
memiliki kompleks QRS yang lebar.
• Potensi menjadi aritmia yang fatal sangat tinggi akibat
menurunnya curah jantung dan gagal sirkulasi

Takikardi Ventrikel
Defibrilasi (Terapi Fibrilasi)

• Terapi fibrilasi merupakan usaha untuk segera mengakhiri


disaritmia takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menjadi irama
sinus normal dengan menggunakan syok balik listrik. Syok balik
listrik menghasilkan depolarisasi serentak semua serat otot
jantung dan setelah itu jantung akan berkontraksi spontan,
asalkan otot jantung mendapatkan oksigen yang cukup dan tidak
menderita asidosis.
• Kasus fibrilasi ventrikel merupakan kasus henti jantung yang
paling sering muncul.
• Jantung yang terfibrilasi akan mengkonsumsi oksigen lebih
banyak sehingga akan memperburuk iskemia miokardium
• Defibrillator menyalurkan energi listrik dalam dua bentuk,
yaitu monofasik dan bifasik.
• Gelombang monofasik menyalurkan energi hanya searah dari
satu elektroda ke elektroda lainnya/
• Gelombang bifasik membalikkan arah energi dengan
mengubah polarisasi elektroda dari bagian dimana energi
tersebut disalurkan sehingga gelombang monofasik
membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan
gelombang bifasik.
• Gelombang bifasik biasanya digunakan pada implantable
cardioverter defibrillator (ICD) yang kemudian dapat
diadaptasi menjadi eksternal defibrillator
• Terdapat hubungan antara ukuran tubuh dan energi yang
dibutuhkan untuk defibrilasi. Anak-anak membutuhkan energi
yang lebih sedikit dibanding dewasa dengan serendah-
rendahnya 0.5 J/kgBB. Namun, ukuran tubuh tidak terlalu
berpengaruh pada dewasa.
• Beberapa studi menunjukkan bahwa defibrilasi yang sukses
dengan menggunakan energi yang rendah (160-200 J).
• Pada defibrillator yang menggunakan gelombang bifasik,
dikenal ada dua jenis gelombang bifasik yaitu biphasic
truncated exponential waveform dan rectilinear biphasic
waveform.
• Untuk defibrillator dengan jenis biphasic truncated exponential
waveform, maka energi yang disediakan berkisar antara 150-
200 J dengan tingkat kesuksesan lebih dari 90%.
• Untuk defibrillator jenis rectilinear biphasic waveform, energi
yang disediakan 120 J dengan tingkat kesuksesan yang sama
dengan biphasic truncated exponential waveform.
• Gelombang monofasik direkomendasikan pemberian energi
sebesar 360 Joule untuk dewasa, sedangkan gelombang
bifasik direkomendasikan pemberian energi sebesar 200
Joule. Energi dapat ditingkatkan bertahap apabila keadaan
takikardi ventrikel atau fibrilasi ventrikel tidak membaik
setelah kejutan pertama.
• Penggunaan gelombang bifasik lebih direkomendasikan
dibandingkan dengan gelombang monofasik karen
penggunaan defibrillator dengan energi besar akan
meningkatkan potensi kerusakan otot jantung
• Sebelum memulai terapi fibrilasi,
defibrillator harus diperiksa dan
dicoba terlebih dahulu
kemampuannya memberikan
energi mulai dari rendah hingga Posisi Anterolateral
tinggi.
• Lokasi pedal defibrillator diletakkan
dengan posisi anterior-lateral
dengan satu pedal diletakkan di
ICS keenam pada midaxillary line
kiri, sedangkan pedal lainnya Posisi Anteroposterior. Terbagi
diletakkan di ICS kedua menjadi posisi antero-left
parasternal kanan. infrascapular (B) dan antero-
right infrascapula
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai