64 1990
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma
Daftar Isi :
2. Editorial
Artikel
PENDAHULUAN
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebab- gram Pemberantasan Filariasis telah mencakup 1860 daerah
kan oleh sejenis cacing darah-jaringan dari Genus Filaria, yang kantong endemis filariasis meliputi 21 dari 27 propinsi seluruh
penularannya pada manusia melalui gigitan berbagai spesies Indonesia. Hasil yang dicapai cukup meinuaskan prevalensi
nyamuk. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan rakyat yang penyakit secara nyata turun dari 13,3% pada tahun 1970 menjadi
penting terutama bagi daerah pedesaan di luar pulau Jawa-Bali 3,29% pada tahun 1987. Walaupun angka penurunan ini belum
karena mengakibatkan berkurangnya kemampuan kerja masya- menggambarkan keadaan yang sebenamya, tapi dapat disimpul-
rakat dan cacat yang ditimbulkannya. Kantong-kantong daerah kan bahwa Program Pemberantasan Filariasis yang telah di-
endemis biasanya merupakan daerah dataran rendah yang ber- laksanakan jelas memberikan dampak yang nyata dalam me-
awa dengan di sana-sini dikelilingi oleh daerah yang bersemak nekan potensi penularan sekaligus melindungi dan meringankan
kerugian masyarakat terhadap berkurangnya kemampuan kerja.
belukar dan berhutan. Diperkirakan ada sekitar 5.000 daerah
Dengan tidak adanya bantuan dana sejak tahun 1987/1988,
kantong filariasis yang mengancam kira-kira sejumlah 20 juta
maka praktis kegiatan operasional pemberantasan Filariasis ter-
penduduk, di antaranya sekitar 2 juta orang terinfeksi mikro-
henti, sehingga dapat diperkirakan untuk masa-masa mendatang
filaria dalam darahnya, kira-kira 200.000 penduduk menderita potensi penularan filariasis akan meningkat kembali dan rakyat
serangan akut dan 100.000 orang menanggung cacat (elephan- pedesaan di daerah endemis filariasis akan tetap menanggung
tiasis) sepanjang hidupnya. Pendatang barn ke daerah endemis penderitaan akibat penyakit ini.
yang belum mempunyai daya imunitas terhadap filariasis akan Di samping faktor sumber daya untuk menunjang pem-
lebih mudah mendapat serangan akut serta akibat menahun berantasan 'filariasis, cukup banyak faktor-faktor teknis-epi-
selanjutnya. demiologis penyakit yang belum terpecahkan sehingga metode
Di Indonesia ditemukan tiga spesies cacing Filaria yang me- pemberantasan yang efektif dan efisien belum ditemukan.
rupakan penyebab penyakit ini, yaitu Wuchereria bancrofii,
Brugia malayi dan Brugia timori dan berpuluh-puluh spesies
nyamuk yang berperan sebagai vektor penular penyakit. Fila-
riasis-malayi disamping mempunyai gejala-gejala yang lebih
TUJUAN
berat memberikan masalah tersendiri dengan adanya hospes
binatang (kucing dan kera) sebagai sumber penularan. Tentang Program Pemberantasan Filariasis bertujuan untuk melin-
bionomik dan perilaku vektor nyamuk masih banyak yang belum dungi masyarakat dari ancaman penyakit filariasis agar terhindar
diketahui sehingga sampai saat ini metode vektor kontrol yang dari serangan penularan dan terbebas dari penderita akibat
tepat guna belum ditemukan. penyakit.
Sejak tahun 1970 (Pelita I) dengan kerja sama WHO, US Secara operasional tujuan tersebut digambarkan dengan me-
Namru dan Bagian Parasitologi UI mulai dilaksanakan peneliti- makai indikator Microffilaria rate (dalam %) dan Acute Disease
an dan percobaan lapangan untuk pemberantasan filariasis Rate (dalam %), yaitu :
dan sejak tahun 1975 (Pelita II) Program Pemberantasan Fila- 1. Menurunkan M -f rate sampai kurang dari 2%;
riasis secara intensif mulai dilaksanakan. Sampai saat ini Pro- 2. Menurunkan ADR sampai menjadi 0%
Dibacakan pada Simposium Filariasis, Seminar Penyakit Menu/ar, Pusat Penelitian
Penyakit Menular Departemen Kesehatan RI., 21 Maret 1988.
4. Hospes binatang
Untuk Brugia malayi yang zoonotik, sumber penularan pe- 2) Agar dapat diteliti metode diagnosis epidemiologisayang lebih
nyakit selain manusia juga ikut berperan binatang liar seperti kera tepat-guna sehingga dapat ditentukan potensi penularan suatu
dan kucing. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana metode daerah. Apakah metode survai darah jari yang melibatkan
intervensi terhadap hospes binatang ini. Untuk ini perlu di- sampel yang cukup banyak masih relevan?
ketahui sejuah mana peranan hospes binatang tersebut dan 3) Agar dapat diteliti faktor-faktor apa yang berperan sehingga
daerah-daerah endemis Brugia malayi mana yang bersifat zoono- hanya orang-orang tertentu saja yang memperlihatkan manifes-
tik. tasi klinik akut atau menimbulkan cacat elephantiasis.
4) Agar dapat diteliti obat alternatif sebagai pengganti obat DEC,
KESIMPULAN DAN SARAN yang tetap efektif tapi dengan efek samping lebih ringan dan
praktis penggunaannya.
Selama empat periode Pelita (dari tahun 1970 sd tahun 5) Agar dapat.diteliti pengobatan atau tindakan yang tepat bagi
1987) telah dilakukan upaya-upaya pemberantasan filariasis di penderita cacat elephantiasis yang tidak mempan oleh obat DEC.
Indonesia dengan kegiatan pokok berupa pengobatan massal 6) Agar dapat diteliti apakah metode pengobatan masal yang
penduduk dengan obat DEC. Daerah-daerah endemis yang ter- juga melibatkan penduduk yang tidak terserang masih efektif
cakup dalam kegiatan pemberantasan baru sebagian saja dari dan dapat dipertahankan.
seluruh daerah endemis yang ada. Walaupun demikian dari hasil 7) Agar dapat diteliti lebih lanjut tentang bionomik spesies
yang dicapai terlihat ada kecenderungan penurunan penularan nyamuk penular, sehingga akan dapat ditemui metode vektor
sehingga banyak penduduk di daerah endemis dapat terhindar kontrol yang tepat guna untuk menunjang pemberantasan fila-
dan tertolong dari ancaman kerugian yang ditimbulkan penyakit riasis.
ini. 8) Agar dapat diteliti lebih lanjut daerah-daerah endemis Brugia-
Dalam menuju suksesnya pemberantasan filariasis, ditemu- malayi yang zoonotik, seberapa jauh peranan hospes binatang
kan masalah-masalah yang memerlukan pemecahan selanjutnya diketahui bagaimana metode intervensi terhadap hospes penular
dan dalam makalah ini diajukan berupa saran-saran sebagai ber- tersebut.
ikut : 9) Dalam keterbatasan sumber daya diharapkan adanya cara
1) Agar dapat diteliti metode menegakkan diagnosis dini ter- yang lebih tepat guna untuk melanjutkan pemberantasan fila-
utama bagi penderita yang tidak memperlihatkan tanda-tanda riasis agar kerugian-kerugian berupa hilangnya tenaga kerja
dan gejala-gejala klinik yang jelas. masyarakat tidak berlanjut.
ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
perbedaan pada manifestasi klinis dan parasitologis yang dialami
Gejala klinis filariasis yang dialami oleh penduduk di daerah penderita dalam petjalanan penyakitnya, bukan tidak mungkin
endemis filariasis, seperti : demam, limfangitis dan limfadenitis, bahwa gejala klinis yang dialami penderita merupakan fase
biasanya terjadi secant berulang. Penderita yang menunjukkan penting; di man gejala klinis merupakan refleksi respon imun
adanya gejala di atas atau salah satu gejala tersebut, dapat di- dari hospes terhadap parasitnya.1
temukan bersama-sama dengan keadaan mikrofilaremik atau Penelitian di bidang imunologi menunjukkan bahwa respon
amikdofilaremik dalam peredaran darahnya. Dengan adanya imun baik yang humoral dan seluler terhadap mikrofilaria pada
Tabel 2.
filaremik.
Kelompok Titer lgG anti MF B. malayi
penduduk p. Buton. Komponen yang dikenal menonjol oleh
kelompok amikrofilaremik adalah komponen 125 Kd dan 25 Kd, Amikrofilaremik
yang dikenal oleh 42,8%dan 71,4% dari kelompok ini; sedangkan tanpa gejala klinis 0,696 + 0,245
kelompok mikrofilaremik yang mengenal sebanyak 25% dan dengan gejala klinis 0,722 + 0,328
12,5%. Mikrofilaremik
tanpa gejala Minis 0,718 + 0,219
Gambaran pengenalan komponen protein mikrofilaria B.
dengan gejala Minis 0,497 + 0,152
malayi oleh IgG penduduk p. Buton, kelompok Elephantiasis.
Elephantiasis 0,822 + 0,305
Pada gambar V terlihat hanya 12 komponen protein mikro-
Limfedema 0,648 + 0,075
filaria B. malayi yang dikenal oleh kelompok ini. Komponen
yang dikenal menonjol oleh kelompok ini adalah komponen Kontrol 0,177 + 0,02
100 Kd dan 25 Kd, yang dikenal oleh 83% dan 33% dari
kelompok ini. * Penduduk Riau
Penduduk non endemis dari Sukabumi (kontrol) mengenal
komponen 70 dan 25 Kd, masing-masing 7,6% dan 15,7%. Tabel 3
Djoenaidi Widjaja
Department of Neurology, Faculty of Medicine, University of Airlangga
Dr. Soetomo Hospital, Surabaya
INTRODUCTION than the arms and their distal segments more than the proximal
Distal (dying back) axonopathies associated with nutritional ones.
deficiency are peripheral neuropathies due to lack of an essential 2) Exclusion of other polyneuropathies e.g. diabetes mellitus,
nutrient or nutrients in the diet. The most important of these uremia, leprosy, Guillain Barre syndrome etc.
nutrients are the B vitamins, more specifically thiamine, nico- 3) History of nutritional deficiency e.g. eat only once or twice
tinic acid, pyridoxine, pantothenic acid and cyanocobalamin. a day or excessive intake of carbohydate and low protein.
It seems that besides these vitamins, the total amount of calories 4) Electro-neuromyographic parameters indicative for polyneu-
(if less than 1000 calories per day) which we eat are also ropathy.
important for the production of this disease. Dietary imbalance, 5) No cells or enhancement of protein on cerebrospinal fluid
for instance an excessive intake of carbohydrate relative to examination.
protein or the supply of thiamine, is conducive to the develop- Electrocardiogram, X -photo of the chest, blood, urine, faeces
ment of distal axonopathy. and cerebrospinal fluid were routinely examined, including
The development of nutritional deficiency may be influ- blood sugar, serum creatinine, B.U.N. and serologic tests for
enced by factors which enhance the need for nutrients, such syphilis.
as exercise growth, pregnancy, infection, or by disorders of the On admission all patients were graded into 4 groups.
gastrointestinal tract (e.g. diarrhea) and liver, which can inter- Stage I :
fere with the absorption and synthesis of essential nutrients.1 2 Motoric function :
In the low socio-economic patients food that consist mainly • Slight paresis (-1) of both dorsal flexors of the feet. Arms
of machine-milled rice (hand milled rice is now not available in are not affected.
the market) with low protein (like meat or other food), together Reflexes :
with poor sanitation and infectious diseases are the main factors • Achilles tendon reflex is slightly decreased (-1).
which enhance or precipitate nutritional polyneuropathy. Based • Knee tendon and arm reflexes are normal.
on this assumption, this study was conducted. Stage II :
Motoric function :
MATERIAL AND METHOD
• Slight paresis (-1) of both legs.
The material consisted of low-socio-economic patients admit-
• The arms are not affected.
ted to the Neurologic Department of Dr. Soetomo Hospital
Reflexes :
Surabaya and middle-socio-economic patients of the Neurologic
• Achilles & knee tendon reflexes are slightly or moderately
Pavillion of the Dr. Soetomo Hospital Surabaya, between
decreased (-1 or -2).
January 1985 until December 1985.
The criteria for inclusion of this study are : • The arm reflexes are normal.
1) Symmetrical impairment or loss of motor, sensory and reflex Stage III :
functions, usually affecting the legs earlier and more severely Motoric function :
A Slight or moderate paresis (-1 or -2) of both legs or arms.
Dibacakan pada Pertemuan Ikatan Dokter Ahli Saraf Indonesia (IDASI) Semarang,
1986
Type of Poly- Neurology ward Neurology pavillion Month Neurology ward Neurology pavilion
neuropathy. (1015 patients) (519 patients)
January 1 -
Nutritional 44(4,3%) 3(0,65%) February 5 -
Guillain Barre Syndrome 12(1,2%) 6(1,1%) March 7 -
Diabetes Mellitus 6(0,6%) 2(0,4%) April 12 -
Uremia 1(0,1%) - May 6 -
June 9 -
July 1 1
Total 63(6,2%) 11(2,1%) August 1 1
i September 2 1
Total 35 9 2 1
Total 44 3
Nine patients were schoolchildren, 8 were labourers, 5 were CRANIAL NERVE PALSY
peasant's labourers, 1 was a shoemaker, 1 was a boxer, 1 was
Two patients of the low socio-economic showed laryngeal
a tailor and 19 patients were unemployed or had no fixed job.
paresis (stage HI).
Middle socio-economic patients :
Three patients were school-children.
Table 8. Clinical stage
Table 6. Occupation
Occupation Neurology ward Neurology pavillion Cranial nerve Neurology ward Neurology pavillion
Abnormal Normal
- H-reflex 5(100%) -
- Distal latency time :
- Peroneal nerve 4( 80%) 1(20%)
- Posterior tibial nerve 4( 80%) 1(20%)
- Median nerve 2(40%) 3(60%)
- Motor nerve action poten-
Tabel 12. ENMG result of stage II (1 patient) tial :
- Peroneal nerve 5 (100%) -
- Posterior tibial nerve 4( 80%) 1(20%)
- Median nerve 1( 20%) 4(80%)
- Distal sensoric nerve
action potential :
- Surat nerve 5 (100%) -
- Median nerve 5(100°,x) -
and peroneal nerve distal latency time was only 42,8% abnormal Abnormal Normal
(table 13).
H-reflex 21 (100%) -
Table 13. ENMG Finding of stage III (14 patients) - Distal latency time :
- Peroneal nerve 14 (66,7%) 7 (33,3%)
Disturbed (abnormal) Normal - Posterior tibial nerve 12 (57,1%) 9 (42,9%)
- Median nerve 3 (14,3%) 18 (85,7%)
- Motor nerve action potential :
- H-reflex 14 (100%) - - Peroneal nerve 10 (47,6%) 11 (52,4%)
- Distal latency time : - Posterior tibial nerve 7 (33,3%) 14 (66,7%)
- Peroneal nerve 10 ( 71,4%) 4 (28,6%) - Posterior tibial nerve 1 ( 4,8%) 20 (95,2%)
- Posterior tibial nerve 6 ( 42,8%) 8 (57,2%)
Distal sensoric nerve action
- Median nerve 1 ( 7,1%) 13 (92,9%)
potential :
Motor nerve conduction - Surat nerve 16 (76,2%) 5 (23,8%)
velocity : - Median nerve 8 (38,1%) 13 (61,9%)
- Peroneal nerve 5 ( 35,7%) 9 (64,3%)
- Posterior tibial nerve 3 ( 21,4%) 11 (78,6%)
- Median nerve - 14 (100%) nitrogen. (table 16)
- Distal sensoric action Table 16. Adult requirement for different nutrients
potential :
- Surat nerve 10 ( 71,4%) 4 (28,8%)
- Median nerve 3 ( 21,4%) 11 (78,8%) Adult daily requirement
in foods. Essential nutrient for man
dr. Djunaedi Hidayat, dr. Sjaiful Fahmi Daili, dr. Mochtar Hamzah
Bagian I/mu Penyakit Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
ABSTRAK
Untuk mengetahui pola preskripsi yang dikaitkan dengan diagnosa, telah dilakukan
penelitian pendahuluan berupa suatu survai eksploratif dan studi kasus terhadap pola
penggunaan obat di tiga rumah sakit umum kelas C, dua rumah sakit umum kelas
D dan enam puskesmas di Jawa.
Baik di rumahsakit umum tersebut maupun puskesmas, terungkap bahwa obat
antibakteri sistemik dan vitamin-mineral merupakan jenis obat terbanyak dipreskripsi
untuk kasus rawat jalan, di samping analgetik-antipiretika.
Dikaitkan dengan diagnosis, masih banyak preskripsi antibakteri sistemik yang dapat
digolongkan irasional, misalnya cukup banyak penggunaannya untuk kasus influenza,
gejala sakit dan kasus lain dengan infeksi bakterial yang masih belum jelas. Sedangkan
tingginya frekuensi preskripsi vitamin-mineral memberi kesan pemanfaatannya lebih
cenderung sebagai terapi tambahan.
21 dari 597 kasus rawat jalan atau sebanyak 3,5%, sehingga kasus yang tercatat mutlak memerlykan substitusi. vitamin
kemungkinan besar antibakteri tersebut juga digunakan untuk mungkin karena kesukaran mendiagnosa atau karena sebab
kasus-kasus di luar infeksi usus (tabel 5 dan 11). lain yang tidak terungkap pada penelitian ini. Seperti juga pada
Preskripsi trisulfa pada rumahsakit ini masih cukup banyak, rumahsakit umum kelas C, vitamin diberikan untuk kasus-
bahkan melebihi preskripsi ampisilin. Hal ini mungkin disebab- kasus kehamilan dan the pane. Sedangkan jenisNitamin-mineral
kan oleh perbedaan harga yang cukup mencolok. Dan seperti yang dipreskripsi umumnya golongan vitamin B, misalnya Vita-
juga di rumahsakit kelas C, antibakteri suntikan yang paling
banyak dipreskripsi adalah prokain-penisilin. Tabel 12. Preskripsi vitamin-mineral (Rx -vit.) untuk 6 jenis diagnosis penyakit
di unit swat jalan Rumahsakit umum kelas D.
Tabel 11. Preskripsi anti-bakteri sistemik (Rx-AB) untuk 6 Janis diagnosis pe-
nyakit di unit rawat jalan Rmnahsakit umum kelas D. Kasus ( N 5 9 7 ) Rx-vit (n-496)
Kasus (N - 597) Rx-AB (n -620) No. Diagnosis Jumlah % Rata-rata/
Jumlah Rx-vit.(+)
No. Diagnosis Jumlah Rx-AB(+ ) Jumlah % Rata-rata/ kasus
kasus
Jenis obat lain yang juuga banyak dipreskripsi adalah anal- KEPUSTAKAAN
getik-antipiretika. Penggunaan di puskesmas meliputi jumlah 1. Abdulchalid C dkk. Penelitian Perencanaan, Pengadaan dan Pengunaan
56,3% dari 1761 kasus yang diteliti (tabel 17). Janis yang banyak Obat Inpres di Kabupaten/Kotamadya, Rumahsakit dan Puskesmas, Laporan
digunakan adalah metampiron, parasetamol dan Aetosal yang 1981/1982. Puslit Farmasi, BPPK — Dep. Kes. RI.
2. Goodman & Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics, Vlth ed.
umumnya diberikan sebagai preparat tunggal, kecuali metam- London Macmillan Co., 1980.
piron yang jugs banyak diberikan dalam bentuk preparat kombi- 3. Kadarwati U dkk. Pola resistensi kuman terhadap 6 jenis antibiotika di
nasi tetap (obat jadi) (tabel 10). Frekuensi penggunaan anal- wilayah Jakarta Timur. Laporan Penelitian 1984/1985. Puslitbang Farmasi,
getika terbanyak adalah untuk penyakit influenza, yaitu 29,0% BPPK - Dep. Kes. RI.
4. Gan, Gan.Pola penggunaan antimikroba oleh Dokter Pmktek Swasta dalam
dari seluruh preskripsi analgetika di puskesmas (Tabel 18). lingkungan Asuransi Kesehatan, Mijalah Kesehatan Masyarakat 1976.
Influenza merupakan jenis penyakit terbanyak yang ditemukan 5. Ball AP et al. Antibacterial Drugs Today. ADIS Press, New York 1977.
di puskesmas, sehingga dapat dipahami bahwa penggunaan anal- 6. Burket LW. Oral Medicine Diagnosis and Treatment, Burket, LW. (ed.),
getika paling tinggi dibandingkan penggunaannya untuk pe- 1977; hal. 550 - 6.
7. Djais S. Pidato Pengukuhan Gum Besar FKG - UI, 7 Oktober 1978.
nyakit lain.
No. Type Rumah Sakit Jumlah Kunjungan Pasien Rujukan banyak 82,8% dan sisanya pasien kunjungan spontan (17,2%).
Dari kunjungan pasien dengan ke 5 jenis penyakit kanker
1. 2 RSU Kls A 48.077 36.284 (75%) terbanyak pada 7 RSU klas B2, ditemukan 83,9% kunjungan
2. 7 RSU Kls B2 97.456 77.812 (80%) rujukan. Pada ke 3 RSU klas B1 jumlah pasien rujukan me-
3. 3 RSU Kls B1 28.762 15.319 (53%) nurun menjadi 61,2%, sedangkan pada 12 RSU klas C, hanya
4. 12 RSU Kls C 27.632 12.437 (45%)
48,3% merupakan kunjungan rujukan. (tabel 5,6 dan 7).
24 Rumah Sakit Umum 201.927 141.852 (70,2%) PEMBAHASAN
Pada tabel 2 ini tampak bahwa ada 2 RSU klas A total Dalam literatur tidak banyak ditemukan studi mengenai
pasien yang berkunjung sebanyak 48.077. Di antaranya 36.284 kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit, walaupun Soetopo
merupakan kunjungan rujukan atau 75% dari seluruh kunjung- dkk meneliti masalah ini berkaitan dengan pasien rawat inap
an. Dari 7 RSU klas B2 ditemukan 97.456 kunjungan dengan di beberapa rumah sakit kabupaten.3 Dalam studi lain Soetopo
77.812 (80%) pasien rujukan. Dari 3 RSU klas B1 terdapat dkk. tidak memberikan perhatian khusus kepada jenis penyakit
28.762 kunjungan yang di antaranya 15.319 (53%) pasien dari pasien yang mengunjungi rumah sakit.4 Angka yang di-
kunjungan rujukan. Sedangkan dari jumlah 12 RSU klas C kumpulkan rumah sakit-rumah sakit besar di berbagai daerah
terdapat sejumlah 27.632 kunjungan dengan 12.437 (45%) di selama dasawarsa terakhir menunjukkan peningkatan jumlah
antaranya kunjungan rujukan. penderita kanker sampai 2 - 8% setahun.
Selama periode Juli 1987 — Desember 1987 dari kunjung- Pemerintah telah menempatkan masalah kanker pada prio-
an ke Unit Rawat Jalan 24 Rumah Sakit Umum terdapat ritas ke 6 dalam tahun 1984 setelah penyakit menular dan pe-
kunjungan rujukan dan spontan dari 5 jenis penyakit kanker nyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi.5
terbanyak, yaitu 2810 (17,4%) pasien dengan kanker payudara. Dalam survei rumah tangga yang dilaksanakan dalam tahun
Urutan ke dua diduduki pasien dengan kanker kulit sebanyak 1980, ditemukan 3,4% dari kematian diakibatkan oleh kanker
1780 (11,0%),- kemudian pasien dengan kanker serviks uteri dan ini menempati urutan ke 9 diagnosis sebab kematian.2
sebanyak 1461 (9,0%) dan kanker nasofaring dengan jumlah Studi yang dilakukan Asmino dkk., juga mengaitkan pe-
1321 kunjungan (8,2%). Pada tempat ke 5 neoplasma jaringan layanan kesehatan primer di rumah sakit sebagai upaya me-
limfoid sebanyak 1062 (6,6%) kunjungan. nemukan penderita dengan penyakit kanker secara dini. Namun
tidak ditemukan besarnya kunjungan pasien kanker ke unit
Pada tabel 4 terlihat bahwa kunjungan rujukan pasien ke rawat jalan di rumah sakit.6
lima jenis penyakit kanker pada ke 2 RSU klas A pada periode Jumlah kunjungan pasien pada Unit Rawat Jalan ke 24 RSU,
yang sama yaitu Juli 1987 sampai Desember 1987 adalah se- menunjukkan bahwa pasien dengan kanker berbagai jenis me-
Usman Suwandi
Pusat Penelitian dan Pcngembangan P.T. KALBE FARMA Jakarta
PENDAHULUAN kan. Keadaan ini memang hams sudah dimengerti dan disadari,
Sintesa senyawa kemoterapi dan bioaktif menggunakan sebelum memulai isolasi dan purifikasi produk basil fermentasi.
mikroorganisme merupakan cabang bioteknologi mikroba dan Oleh karena itu purifikasi biasanya memerlukan proses bertahap
bisnis fermentasi yang sangat penting. Ini terlihat dengan dan sangat jarang atau Akan sia-sia bila mengharapkan adanya
banyaknya berbagai aktivitas penelitian dan pengembangan suatu zat atau cara isolasi tunggal untuk melakukan purifikasi
industri fermentasi dengan bantuan mikroba untuk mempro- produk fermentasi. Sebelum menentukan cara dan bahan-bahan
duksi antibiotik, antitumor, vitamin, vaksin, asam amino dan yang digunakan, terlebih dahulu perlu mengetahui sifat-sifat
senyawa bioaktif lainnya. Antibiotik merupakan salah satu se- produk yang akan diisolasi. Sifat-sifat ini penting untuk menentu-
nyawa penting dibuat oleh sintesis mikroba dengan cara fermen- kan teknik purifikasi yang diperlukan, antara lain sifat stabilitas-
tasi. Saat ini kira-kira telah dipasarkan 150 senyawa antibiotik nya terhadap panas dan terhadap berbagai solven organik, ukur-
yang diproduksi dengan proses fermentasi dan penggunaannya an atau berat molekulnya, polaritas dan sebagainya. Selain
tersebar luas di berbagai bidang seperti medis, veteriner, industri sifat-sifat tersebut, informasi adanya senyawa lain di dalam biak-
makanan dan pertanian. Antibiotik digunakan karena aktivitas an juga akan membantu untuk mengeliminasi zat-zat yang tak
yang dimilikinya antara lain sebagai antibakteri, antifungi, anti- diinginkan tersebut dan lokasi produk intrasel atau ekstrasel
koksidial, antiprotozoa, anthelmintik, pestisida, antivirus, anti- akan menentukan tahap proses purifikasi.
tumor, atau insektisida. Teknik isolasi dan purifikasi produk fermentasi sering tidak
Antibiotik secara langsung atau tidak langsung meningkat- sama antara senyawa satu dengan yang lain dan masing-masing
kan taraf hidup manusia dan menambah harapan hidup rata- mempunyai metode spesifik tergantung pada sifat produknya.
rata manusia. Indonesia sebagai negara berkembang di mana Namun demikian ada prinsip umum dan kesamaan mengenai
penyakit infeksi masih relatif tinggi, kebutuhan antibiotik tak teori dan model untuk isolasi dan purifikasi produk fermentasi.
dapat dihindarkan. Sejauh ini kebutuhan antibiotik masih di- Belter (1979) telah membagi proses isolasi produk fermentasi
impor dan belum ada yang memulai bisnis fermentasi untuk menjadi 4 bagian.2
memproduksi antibiotik. Padahal negara kita dengan kekayaan 1) Removal of insolubles
alamnya sangat berpotensi untuk mengembangkan fermentasi 2) Primary isolation of product
antibiotik. 3) Purification
Dalam industri fermentasi, isolasi produk yang dikehendaki 4) Final product isolation.
kadang-kadang menimbulkan masalah dan sering memerlukan Setiap tahap isolasi dan purifikasi tersebut mempunyai fungsi
banyak alat, tenaga dan waktu. Masalah utama untuk purifikasi berlainan tetapi tujuannya sama yaitu untuk mengeliminasi
produk fermentasi adalah karena konsentrasi produk sangat zat-zat lain yang ada dalam biakan dan meningkatkan konsen-
rendah dan kompleksnya unsur-unsur yang ada dalam biakan trasi serta kualitas produk. Untuk mendapatkan gambaran per-
fermentasi. Campuran heterogen ini mengandung organisme, an setiap tahap dapat dilihat pada tabel 1. 2
sisa-sisa media, senyawa antara dan lain-lain dengan konsentrasi
mungkin lebih besar daripada produknya sendiri. Selain itu
dalam biakan fermentasi tersebut mungkin terdapat senyawa- PEMISAHAN PADATAN DARI CAIRAN.
senyawa yang mempunyai ukuran, muatan, struktur atau sifat- Tahap penting untuk mendapatkan antibiotik dari substrat
sifat lain yang sama dengan produk yang akan diisolasi, sehingga fermentasi ialah pemisahan sel, bagian sel atau zat-zat tak larut
lainnya dari cairan medium. Produk mungkin
akan lebih mempersulit proses purifikasi produk yang diingin-
ABSTRAK
PENDAHULUAN
r
54 Cermin Dunia Kedokteran No. 64, 1990
Informasi Obat
Facid®
Composition 3. Safety and effectiveness in children have not been esta-
Each tablet contains : blished.
Famotidine 20 mg or 40 mg Drug Interactions
Each ampoule of 2 ml contains : Facid® at usual therapeutic doses do not interfere with the
Famotidine 20 mg elimination of drugs that are metabolised by the mixed-
Pharmacology function oxidase system in the liver, such as warfarin, pheny-
Facid® is a new histamine 112-receptor antagonist. It is toin. propranolol, diazepam, chlordiazepoxide and others.
highly potent in inhibiting basal and pentagastrin-gastric acid Adverse reactions
secretion, and has a long duration for the treatment of gastro- Headache, dizziness, constipation, diarrhoea, thrombo-
intestinal ulcers and related disorders. Facid® decreases basal cytopenia and arthralgia.
and pentagastrin-stimulated pepsin output. Facid® does not
have antiandrogenic effects in animals or humans, and does Dosage & Administration
not affect hepatic metabolism of drugs. 1. Active duodenal ulcer
The oral bioavailability of Facid® is about 45% and is not − Acute therapy : 40 mg once daily at bedtime or
dose-dependent. After a 20 mg oral dose, mean peak plasma 20 mg twice daily for 4 to 8 weeks. However, the
concentrations are between 50 and 60 mcg/L. A plasma con- duration of treatment may be shortened if endoscopy
centration of 13 mcg/L was required for 50% inhibition of reveals that the ulcer has healed.
tegragastrin-stimulated gastric acid secretion. The elimination − Maintenance therapy : 20 mg once daily at the bed-
half-life is between 2.5 and 4 hours, but the duration of time.
action is up to 12 hours after a 40 mg oral dose. The apparent 2. Pathological Hypersecretory Conditions (such as Zollinger-
volume of distribution is 1.1 to 1.4 L/kg, and protein binding Ellison syndrome) : start with 20 mg 6-hourly and dosage
is relatively low (15 to 22%). Facid® is excreted in the urine adjusted to individual patient needs.
by both glomerular filtration and tubular secretion and in the 3. Dosage in impaired renal function :
faeces. From 25 to 30% of orally administered doses are 60 ≥ C1CR ≥ 30 : half normal dose.
recovered unchanged in the urine. C1CR < 30 : one-quarter normal dose.
Indications Presentation
1. Short-term treatment of active duodenal ulcer. Tablet 20 mg : Box of 3 strip of 10 tablets.
2. Maintenance therapy for duodenal ulcer patients at reduced Reg. No.: DKL 8911610010 Al
dosage after healing of acute ulcers. Box of 10 strips of 10 tablets.
3. Treatment of pathological hypersecretory conditions (e.g. Reg. No.: DKL 8911610010 Al
Zollinger-Ellison syndrome, systemic mastocytosis). Tablet 40 mg : Box of 3 strips of 10 tablets.
Contraindications No. Reg. : DKL 8911610010 B1
Hypersensitivity to famotidine. Box of 10 strips of 10 tablets.
Warning & Precautions No. Reg. : DKL 8911610010 B 1
1. Dosage should be adjusted in patients with impaired renal Store below 30° C. Protect from light.
function. P.T. Kalbe Farma, Jakarta, Indonesia
2. Safety for use in pregnancy and nursing mothers has not VSO
been established.
Sampah
Dalam rangka "bersih itu sehat dan bersih itu indah", Bapak Pembantu Bupati
dan aparat kesehatan di Labuhan Baji giat memerangi sampah.
Tetapi yang mengherankan beliau adalah masih ditemukannya kaleng atau dus
bekas minuman, plastik-plastik, bekas sandal jepit dan lain-lain, walaupun di sepanjang
jalan daun-daun atau ranting-ranting pohon yang gugur tak ditemukan lagi. Setiap
beliau mengambil sendiri sampah-sampah tersebut dan diletakkan di tempat sampah,
penduduk terheran-heran dan bertanya apakah itu juga sampah? Agaknya selama ini
mereka tidak menganggapnya sebagai sampah. Baru setelah setiap jenis sampah yang
baru ditemukan, dipamerkan di papan pengumuman desa dengan judul "bentuk- bentuk
sampah", terciptalah Labuhan Bajo menjadi derah yang bersih dan indah.
Dr. Emiliana Tjitra
Jakarta
TENSI DIARE
Seorang ibu tergopoh-gopoh membawa anaknya balita yang diare dengan dehi-
Seorang mahasiswa kedokteran drasi sedang ke R.S.
mendapat kesempatan pertama untuk Ibu : "Tolong dokter, masih cor terus walaupun sudah diberi obat dua kali dari A
melakukan pemeriksaan terhadap se- (sambil menunjukkan bekas bungkus oralit untuk 200 cc air)."
orang pasien, didampingi oleh senior- Dokter : "Kenapa baru dua kali? Sedangkan anaknya mencret terus."
nya. Beberapa lama dia melakukan pe- Ibu : "Biasanya A memberi obat 3 kali sehari, wajar kalau baru bisa saya beri dua
ngukuran tekanan darah. kali karena belum sehari diberi obat."
Setelah selesai, dia ditanya oleh Dokter : ????? (cepat mengetahui permasalahannya). "Apakah ibu diberi petunjuk
seniornya, “Berapa tensinya, Dik?” cara memberi obat ini?"
Dengan agak gugup dia menjawab, Ibu : "Ya, 1 bungkus diminum untuk 200 cc air masak."
“Lumayan, Dok!” Dokter : "Benar ibu, tapi obat ini bukan seperti obat lainnya. Harus diminum terus
sesuai dengan cairan yang ke luar dan kemampuan anak. Jadi tidak benar
Hadi C hanya 3 kali sehari. Pantas jadi begini! Beruntung ibu cepat membawa ke-
Yogyakarta mari!"
SAKIT MAAG Ibu : "Oh ......................(menyadari kekeliruannya)."
Pasien : “Saya sakit apa dokter ?” Dr. Emiliana Tjitra
Dokter : “Nggak apa-apa. Anda Cuma Jakarta
sakit maag. Anda segera sembuh jika
makan teratur dan minum obat yang NOSTALGIA INPRES
akan saya berikan resepnya nanti seca- Waktu masih bertugas di pedalaman Kalimantan Timur 6 — 9 tahun yang lalu
ra teratur pula. Dan ingat, jangan ma- bila ada seseorang sakit sampai tidak kuat berjalan, saya sering dipanggil ke rumah
kan makanan yang mengiritasi”. penduduk. Maklum tranportasi masih susah. Sebelum saya memeriksa dan memberikan
Pasien : “Selama ini makan saya ter- injeksi/obat-obatan mereka umumnya akan bertanya dulu berapa ongkosnya. Setelah
atur lho dok. Pagi, saya makan nasi. Si- saya berikan penjelasan semampunya atau bila tidak punya tidak perlu membayar,
ang makan hati, dan malam makan mereka banyak yang memilih prodeo.
angin”. Selesai memberikan injeksi dan obat-obatnya saya segera pulang dengan lebih
Dokter : ?????? dahulu berjalan kaki menuju ke sepeda motor yang diparkir kurang lebih 50 meter
Imtikhananik dari rumah-rumah penduduk. Maklum hams lewat jalan setapak dan kadang-kadang
Yogyakarta lewat sebatang kayu bila air pasang.
Suatu ketika tetangga sisakit meneriaki saya dimuka pintu rumahnya : “Pak
DIALOG mantri!” “Punya obat cacing?” “Berapa bayarnya?”
Dari balik tirai kamar periksa Dr. Eko Hartono
terdengar pembicaraan sbb. : Klaten
Dokter : “..... jadi sudah tahu ya, ma- KEMANA SAJA ?
kan harus bergizi memenuhi syarat Suatu ketika, seorang hipokondriak (yang selalu ke dokter dengan bermacam-
empat sehat, lima sempurnya !” macam keluhan,) ditanya oleh dokter 'langganan'nya :
Pasien : “Kurang dok, empat sehat, "Wah pak, kemana saja sudah dua bulan kok tidak kunjung datang di tempat praktek
lima sempurna, dan enam....... tekor!” saya ?"
Dokter : . . . . . ? ! ? . . . . . . . . Jawabnya : "Anu dok, .........sedang sakit!"
Juvelin Juvelin
Jakarta Jakarta
ABSTRAK
SITUASI OBAT DI INDONESIA SKRINING CA SERVIKS GOLONGAN DARAH DAN PENYA-
Nilai pemasaran produk farmasi di Penelitian di salah satu rumah sakit KIT JANTUNG ISKEMIK
Indonesia selama tahun 1989 diperkira- di Australia menunjukkan bahwa 138 Untuk melihat apakah golongan da-
kan sekitar $ 390 – 450 juta; nilai ini di antara 1044 (13,2%) wanita yang rah seseorang mempengaruhi risiko
cenderung statis, diduga disebabkan didiagnosis karsinoma serviks selama penyakit jantung iskemik, 7662 orang
oleh lemahnya daya beli masyarakat tahun 1982-1986, hasilusap serviks- dari 24 orang di Inggris diikuti selama
dan terbatasnya dan pemerintah. nya (yang diambil dalam 36 bulan 8 tahun.
Perusahaan yang terbesar – Kalbe sebelum diagnosis) ternyata negatif.
Farma – nilai penjualannya sebesar Ternyata kota-kota yang mem-
Wanita dengan ‘interval cancer’ ini punyai prevalensi golongan O tinggi,
$ 10,7 juta atau Rp. 19.222 juta, atau lebih banyak ditemukan pada golong-
sekitar 4,4% dari pasaran total; disusul mempunyai angka kejadian penyakit
an usia muda (35-69 tahun). jantung iskemik yang juga tinggi.
oleh Squibb dan yang ke tiga ialah
Sanbe Farma dengan nilai penjualan Pada penelitian kembali atas se- Tetapi secara individual, kejadian pe-
sebesar Rp. 15.682 juga (3,6% dari pa- diaan usap serviks pasien-pasien ter- nyakit jantung iskemik lebih tinggi
saran total). sebut di atas, sebagian besar disebab- pada orang-orang yang bergolongan
Perusahaan multinasional – meski- kan oleh pengambilan sampel yang darah A (relative risk 1,21 ; 95%
pun mengalami penurunan sebesar 70% tidak optima, yang tidak memper- confidence limit 1,01 – 1,46). Angka
dibandingkan dengan pada awal tahun lihatkan sel-sel endoserviks, sel meta- kejadian ini tidak tergantung pada
1970-an, tetap dominan dengan me- plastik, atau keduanya. status sosial, tekanan darah dan ke-
nguasai + 40% dari total pasar dan tujuh Oleh karena itu, bila ternyata se- biasaan merokok; sedangkan kadar
di antaranya tercatat dalam se- diaan usap vagina tidak mengandung kolesterol darah sedikit lebih tinggi
puluh perusahaan farmasi terbesar di sel-sel endoserviks, pemeriksaan ulang di kalangan golongan darah A.
tahun 1989. dianjurkan dalam waktu satu tahun. BMJ 1990; 300 : 1679-82
Bila nilai dilihat dari jenis obat, anti- BMJ 1990; 300 : 1622-6 Brw
biotika masih menduduki tempat utama Brw PISANG UNTUK DISPEPSIA
dengan + 25% total pasar; Amcillin
(ampisilin, Dumex) menduduki tempat Dispepsia merupakan keluhan yang
pertama dengan penjualan sebesar relatif sering dijumpai. Peneliti di India
RISIKO OVULASI SELAMA LAK-
Rp.3.500 juta, disusul dengan Erythro- mencoba memberikan tepung pisang
cin (eritromisin, Abbott) dengan TASI
pada kasus-kasus dispepsia non ulkus,
Rp. 3.131 juta dan Rimactane (rifampi- Enampuluh wanita di Baltimore (AS)
dan ternyata setelah 8 minggu, 15 di
sin, Ciba-Geigy) dengan Rp.3.020 juta. dan 41 wanita di Manila (Filipina) di- antara 20 pasiennya melaporkan per-
Ponstan (asam mefenamat, Warner- minta mencatat pola menyusui bayinya; baikan gejala, dibandingkan dengan
Lambert) merupakan produk yang kemudian dibandingkan dengan aktivi-
hanya 4 dari 20 pasien yang mendapat-
paling tinggi lonjakan penjualannya, tas hormonalnya. kan plasebo.
dengan peningkatan sebesar 30% di- Wanita di Baltimore rata-rata lebih Lancet 1990; 335 : 612-3
bandingkan tahun sebelumnya. jarang menyusui bayinya, tetapi lebih Hk
S crip 1990; 1483 : 17
lama dan ternyata waktu sampai terjadi DETEKSI ENSEFALITIS HERPES
kembalinya ovulasi ialah rata-rata 27 SIMPLEX
Brw minggu pada wanita di Baltimore, dan
38 minggu pada wanita di Manila. Herpes-simplex-virus DNA (HSV-
KAFEIN DAN FERTILITAS DNA) dalam cairan serebrospinal dapat
Pada 6 bulan pertama postpartum,
Penelitian atas 2817 wanita me- ibu yang amenorrhoe mempunyai ke- dideteksi melalui reaksi berantai poli-
nunjukkan bahwa kafein yang terkan- mungkinan ovulasi < 10% bila me- merase dan hibridisasi.
dung dalam teh, kopi dan minuman nyusui sebagian, dan 1-5% bila me- Cara ini positif pada seluruh empat
kola tidak mempengaruhi fertilitas; lagi- nyusui penuh bayinya. pasien ensefalitis herpes simplex, dan
pula konsumsi kafein bukan meerupa- negatif pada seluruh enam pasien in-
kan faktor penyebab pada 1818 wanita Lancet 1990; 335 : 25-9 feksi susunan saraf pusat lain.
infertil yang diselidiki. Hk Lancet 1990; 335 : 440-41
Lancet 1990; 335 : 136-7 Hk
Hk
1. Filariasis terutama ditemukan di daerah : e) Duapuluhlima mg. Dosis tunggal untuk anak selama 4
a) Perkotaan di dataran tinggi. hari dilanjutkan dengan dosis standar.
b) Perkotaan di dataran rendah. 7. Kegiatan pemberantasan filariasis dapat diserahkan pada
c) Pedesaan di dataran tinggi. puskesmas setempat bila :
d) Pedesaan di dataran rendah. a) M -f rate kurang dari 2%.
e) Di semua daerah. b) ADR kurang dari 2%.
2. Vektor filariasis terpenting di daerah perkotaan : c) ER kurang dari 2%.
a) Culex pipiens fatigans d) Telah tersedia DEC di puskesmas.
b) Culex quinquefasciatus. e) Semua salah.
c) Anopheles maculatus. 8. Ulkus dekubitus tersering ditemukan di daerah :
d) Anopheles whartoni. a) Tuberositas ischii.
e) Mansonia uniformis. b) Trochanter major.
3. Binatang yang tidak dapat berperan sebagai reservoir c) Sacrum.
filaria : d) Maleollus.
a) Kera. e) Tumit.
b) Kucing. 9. Ulserasi yang mulai mengenai otot diklasifikasikan ke
c) Nyamuk, dalam stadium :
d) Cacing. a) 1.
e) Semua dapat. b) 2.
4. Hal yang tidak dilakukan pada pemeriksaan darah filaria : c) 3.
a) Darah diambil malam hari. d) 4.
b) Darah diambil dari vena. e) 5.
c) Dibuat sediaan darah tebal. 10. Pembentukan jaringan granulasi dan epitelialisasi dapat
d) Diwamai dengan Giemsa. dirangsang dengan cara :
e) Semuanya dilakukan. a) Preparat seng.
5. Faktor-faktor di bawah ini menghambat pemberantasan b) Radiasi inframerah.
filariasis, kecuali : c) Short-wave diathermy
a) Lingkungan yang berawa-rawa. d) Oksigen hiperbarik.
b) Dianggap penyakit keturunan. e) Semua benar.
c) Penduduk menolak diambil darahnya.
d) Efek samping pengobatan.
e) Semua benar.
6. Cara pengobatan dietilkarbamazin yang tidak
dianjurkan :
a) Lima mg./kgbb. dosis tunggal selama 15 hari untuk
filariasis bancrofti.
b) Lima mg./kgbb. dosis tunggal selama 10 had untuk
filariasis malayi.
c) Lima mg./kgbb. dosis tunggal selama 5 hari untuk
filariasis timori.
d) Limapuluh mg. dosis tunggal untuk dewasa selama 4
hari dilanjutkan dengan dosis standar.