Anda di halaman 1dari 18

PERANG SALIB

MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dengan Dosen Pengampu mata kuliah :
Ratu Suntiah, M.Ag.
Momon, M.Ag.

Disusun oleh :
Kelompok 8
Prodi Pendidikan Fisika
Kelas A
1. Agus Firman Muhidin
NIM 1142070004
2. Anisa Tifany
NIM 1142070087
3. Eis Nurzakiyah
NIM 1142070024

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wataala yang telah


memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua. Sholawat dan
salam tercurah kepada Nabi Agung Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam
sehingga kami mampu membuat/menyelesaikan makalah yang berjudul, Perang
Salib.
Dengan disusunnya makalah ini di harapkan kita sebagai insan pemuda/i
Muslim dapat lebih mengetahui mengenai sejarah khususnya mengenai Perang
Salib dan dapat mengambil pelajaran dari peristiwa ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu kami baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyusunan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak inilah sebuah peribahasa yang dapat
kami sampaikan dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari juga bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan terdapat kesalahan
dalam penyusunannya. Maka dari itu kritik dan saran membangun kami nantikan
untuk perbaikan di kemudian hari.

Akhirnya dengan segala kekuatan dan kemampuan kami serahkan


kembali kepada Allah Subhanahu Wataala. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandung, April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Perang Salib................................................................................3
B. Latar Belakang Terjadinya Perang Salib.......................................................5
C. Proses Berlangsungnya Perang Salib............................................................6
D. Kesudahan Perang Salib................................................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A. Simpulan.....................................................................................................12
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses hidup dalam kehidupan akan selalu dihadapkan pada banyak
pilihan, salah dan benar akan selalu bertarung untuk mendapatkan posisi.
Terlebih di zaman ini, tidak sedikit orang berlomba-lomba untuk meraih
sesuatu tanpa memperdulikan halal-haram, prosesnya benar atau salah, demi
mendapatkan sesuatu yang dianggapnya penting. Hal itu juga berdampak pada
pasang-surutnya kehidupan dimana setiap orang tidak akan selalu berada pada
posisinya. Dunia pasti akan selalu berputar, adakalanya orang yang berada di
atas, karena suatu alasan posisinya dapat bertukar dengan orang yang di
bawah. Itulah yang dinamakan dengan kehidupan, sesuatu yang fana dan tidak
kekal. Sudah banyak contoh yang dapat kita amati dalam kehidupan seharihari mengenai konsep dunia berputar ini. Kita sebagai umat muslim pun
merasakan sendiri bahwa kita saat ini tengah berada di bawah, sedangkan
umat non-muslim yang dulunya berada di bawah kini sedang berada di atas.
Dahulu, Islam telah mencapai masa kejayaan yang luar biasa. Di mulai
dari masa Rasulullah, khulafaur rosyidin yang dilanjutkan dengan dinasti
Umayyah I hingga Abbasiyah II, kejayaan yang telah dicapai tidak hanya
dalam aspek sosial ekonomi saja, akan tetapi ekspansi wilayah kekuasaan
Islam juga tidak kalah menggemilangkan. Perluasan daerah Islam bahkan
telah mencapai dataran Eropa yang saat itu berada pada kekuasaan bangsa
barat yang tidak bisa dianggap remeh.
Namun kejayaan tersebut kemudian berangsur-angsur memudar
dikarenakan perpecahan di tubuh umat Islam sendiri. Selain itu gesekan antara
umat Muslim dan umat Kristen menyebabkan kekuasaan Islam di dunia
semakin goyah. Ketidakpuasan akan kepemimpinan umat Muslim dan adanya
rasa iri dari umat Kristen terhadap umat Muslim menyebabkan adanya
peperangan yang disebut dengan Perang Salib. Perang Salib ini menimbulkan
kerugian yang tidak sedikit bagi umat Muslim namun bagi umat Kristen
Perang Salib ini mengantarkan mereka ke zaman Renaissans yang akhirnya
membawa mereka keluar dari kegelapan. Namun hal penting ini seringkali
1

kurang diketahui, khususnya oleh umat Muslim sendiri. Melatarbelakangi dari


hal tersebut, kami disini akan memaparkan mengenai bagaimana Perang Salib
itu sendiri supaya kita dapat lebih memahami mengenai peristiwa ini dan
dapat mengambil manfaat darinya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Perang Salib?
2. Faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya Perang Salib?
3. Bagaimana proses terjadinya Perang Salib?
4. Bagaiamana pengaruh dari Perang Salib?
C. Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Perang Salib.
2. Untuk mengetahui faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya Perang
Salib.
3. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya Perang Salib.
4. Untuk mengetahui bagaiamana pengaruh dari Perang Salib.

BAB II
PEMBAHASAN

A Pengertian Perang Salib


Perang Salib (The Crusades) merupakan perang keagamaan selama
dua abad yang terjadi sebagai reaksi umat kristen di Eropa terhadap umat
Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sejak tahun 632 M
hingga meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan tempat suci
umat Kristen telah diduduki umat Islam seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol,
dan Sicilia. Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen
mempergunakan Salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa
peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci (Crusades) dan bertujuan
untuk membebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orangorang Islam. Bagi orang-orang Eropa, Perang Salib dikaitkan dengan
kebangkitan kembali agama, dan bahkan dikaitkan dengan suatu gerakan
kerohanian besar dimana dunia Kristen Barat mengalami kesadaran identitas
yang baru. (Azra, 1994 : 240)
Perang Salib awalnya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara
Islam dan Kristen. Penguasa Islam Alp Arselan yang memimpin gerakan
ekspansi yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Manzikart pada tahun
464 H (1071 M) menjadikan orang-orang Romawi terdesak. Tentara Alp
Arselan yang berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil
mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang terdiri dari
tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis, dan Armenia. (Yatim, 1998
: 76)
Peristiwa besar di atas menanamkan benih permusuhan dan kebencian
orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan
Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk dapat merebut
Baitul Maqdis pada tahun 471 H dari Kekuasaan Dinasti Fathimiyah yang
berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi
umat Kristen yang ingin berziarah ke sana. Peraturan ini dirasakan sangat
menyulitkan mereka.

Atas seruan Paus Urbanus II, seluruh raja-raja Kristen di Eropa bersatu
dan mengerahkan rakyatnya terlibat dalam Perang Salib. Pada tahun 1096,
150.000 orang yang terdiri dari sebagian besar orang-orang Prancis dan
Norman memenuhi panggilan dari Paus Urbanus II dan berkumpul di
Konstantinopel. Tidak semua orang yang mengikuti Perang Salib didorong
keimanan terhadap agama mereka. Beberapa pemimpin jamaah salib,
diantaranya Bohemond ikut berperang dikarenakan dorongan nafsu untuk
memperkaya diri. Ada yang ikut karena kepentingan perdagangan dan ada
juga yang ikut karena untuk memperbaiki nasib sosial mereka. (Amin, 2009 :
234)
Namun bagi umat Islam pada umumnya Perang Salib tidak lebih dari
suatu insiden perbatasan, suatu kelanjutan dari pertempuran-pertempuran yang
telah berlangsung di Suriah dan Palestina selama setengah abad belakangan,
bilamana tidak ada penguasa tertinggi yang cukup kuat untuk menjaga
ketentraman. Orang-orang Islam yang terlibat hanyalah mereka yang dekat
dengan daerah pertempuran di wilayah Turki, Palestina, dan Mesir. Sultan
Barkiyaruq mengeluarkan ajakan untuk berjihad melawan orang-orang Eropa
awal tahun 1098 sebelum jatuhnya Antioch, tidak mendapat tanggapan yang
efektif.
Rakyat Muslim mengungsi ke Damaskus dan Irak ketika Yerusalem
jatuh dan terjadi pembunuhan besar-besaran, pada bulan Juli 1099 M. Khalifah
al-Mustazhir mendorong para ulama untuk mendesak para amir dan pangeran
supaya bergabung dalam jihad, tidak ada hasilnya pula. Bahkan al-Ghazali
yang berada di Yerusalem tahun 1096 M dan 1097 M, tidak menyinggung
sedikitpun mengenai Perang Salib. Walaupun begitu, masih bisa didapati
beberapa syair yang menyebut-nyebut Perang Salib. (Suntiah, 2014 : 150)
Perang Salib berlangsung selama 200 tahun lamanya, dari mulai 10951293 M, dengan 8 kali penyerbuan. Perang tersebut bertujuan untuk merebut
kota suci Palestina, tempat tapak

tuhan berpijak, dari tangan kaum

muslimin. Peperangan ini memakan korban baik jiwa maupun harta dan
kebudayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Perang tersebut juga merupakan
peristiwa yang sangat menyedihkan di pantai timur Laut Tengah, yang
merusak hubungan antara dunia Timur dan dunia Barat. (Sunanto, 2004 : 182)

D. Latar Belakang Terjadinya Perang Salib


Terjadinya Perang Salib antara kedua belah pihak, Timur-Islam dengan
Barat-Kristen disebabkan oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik, dan
sosial ekonomi.
1. Faktor Agama. Pihak Kristen merasa tidak bebas menunaikan ibadah ke
Baitulmakdis, sejak Dinasti Seljuk merebutnya dari Dinasti Fathimiyah
tahun 1070 M. Para penguasa Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang
dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke
Baitulmakdis, bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh
karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik.
Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat
berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai
kawasan itu sebelumnya. (Suntiah, 2014 : 150)
2. Faktor Politik. Kekalahan Bizantium tahun 1071 M di Manzikart
(Malazkird atau Malasyird, Armenia) dan Asia Kecil jatuh ke bawah
kekuasaan Seljuk, mendorong Kaisar Alexius I Comneus (Kaisar
Constantinopel) meminta bantuan kepada Paus Urbanus II untuk
mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti
Seljuk. Sementara itu kondisi kekuasaan Islam sedang melemah sehingga
orang-orang kristen di Eropa berani ikut dalam Perang Salib. Ketika itu
Dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan , dan Dinasti
Fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam
di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena
adanya pertentangan segitiga antara khalifah Fathimiyah di Mesir, khalifah
Abbasiyah di Baghdad, dan Amir Umayyah di Cordova yang
memproklamasikan dirinya sebagai khalifah. Situasi yang demikian
mendorong para penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu
daerah kekuasaan Islam seperti dinasti kecil di Edessa dan Baitul Maqdis.
(Amin, 2009 : 235)
3. Faktor Sosial Ekonomi. Pedagang-pedagang besar di pantai timur Laut
Tengah, terutama yang berada di Kota Venezia, Genoa, dan Pisa berambisi
untuk menguasai kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur dan Selatan
Laut Tengah sehingga menanggung sebagian dana perang salib dengan

maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan mereka


apabila pihak kristen Eropa memperoleh kemenangan. Disamping itu,
stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok,
yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serta ksatria, dan rakyat jelata. Rakyat
jelata yang merupakan mayoritas merupakan kelas terendah dan kehidupan
mereka sangat tertindas dan terhina. Ketika pihak gereja menjanjikan akan
memberi kebebasan dan kesejahteraan apabila mereka mengikuti Perang
Salib, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan melibatkan
diri dalam perang tersebut. Selain stratifikasi sosial, saat itu di Eropa juga
berlaku hukum waris bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima
harta warisan. Apabila anak tertua meninggal maka harta warisan tersebut
harus diserahkan kepada gereja. Hal ini telah menyebabkan populasi orang
miskin semakin meningkat. Akibatnya anak-anak yang miskin sebagai
konsekuensi hukum waris yang mereka taati itu beramai-ramai pula
mengikuti seruan pihak gereja dengan harapan yang sama, yaitu untuk
mendapatkan perbaikan ekonomi.(Amin, 2009 : 236)
E. Proses Berlangsungnya Perang Salib
Diantara sejarawan terdapat perbedaan pendapat dalam menetapkan
periodisasi Perang Salib. Ahmad Syalabi membagi periodisasi Perang Salib
atas tujuh periode sedangkan Philip K. Hitti memandang Perang Salib
berlangsung terus-menerus dengan kelompok-kelompok yang bervariasi.
Selain itu, garis damarkasi antara gerakan satu dengan lainnya tidak jelas.
Walaupun begitu, Hitti menyederhanakan pembagian Perang Salib dalam tiga
periode.
1

Periode Pertama (Periode Penaklukan : 1096-1144 M)


Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II
berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato
Paus Urbanus II pada konsili Clermont tanggal 26 November 1095 M.
Pidato itu bergema ke seluruh penjuru Eropa sehingga seluruh negra
Kristen mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan.
Gerakan yang dipimpin oleh Pierre IErmite, spontanitas diikuti oleh
berbagai kalangan masyarakat (rakyat jelata) yang tidak mempunyai

pengalaman berperang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan. Sepanjang


jalan menuju Konstantinopel, mereka melakukan keonaran, perampokan,
dan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizantium. Pasukan
Salib akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Seljuk dengan
mudah.
Angkatan berikutnya, pasukan Salib dipimpin oleh Godfrey,
Bohemond, dan Raymond sebagai ekspedisi militer yang terorganisir.
Mereka menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) pada tanggal 7 Juni
1099 M dengan terlebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus,
Antiokia, Aleppo, dan ar-Ruha (Edessa). Mereka juga berhasil
merebutTripoli, Syam (Suriah), dan Acre. Sebagai akibat kemenangan itu,
berdiri beberapa kerajaan Latin-Kristen di Timur yaitu Kerajaan Latin I di
Edessa (1098 M) diperintah oleh Raja Baldwin, Kerajaan Latin II di
Antiokia (1098 M) diperintah Raja Bohemond, Kerajaan Latin III di
Baitulmakdis (1099 M) diperintah oleh Raja Godfrey, dan Kerajaan Latin
IV di Tripoli (1109 M) diperintah oleh Raja Raymond. (Suntiah, 2014 :
151-152)
2

Periode Kedua (Periode Reaksi Umat Islam : 1144-1192 M)


Kaum Muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi
kekuatan kaum Salib yang telah menguasai beberapa wilayah kekuasaan
Islam. Imaduddin Zanki, gubernur Mosul, membendung serangan pasukan
Salib dan berhasil merebut kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa (arRuha) pada tahun 1144 M. Beliau wafat tahun 1146 M dan putranya,
Nuruddin Zanki meneruskan cita-citanya membebaskan negara-negara
Islam di Timur dari cengkraman kaum Salib, berhasil merebut kembali
kota-kota : Damaskus (1147 M), Antiokia (1149 M), dan Mesir (1169 M).
Nuruddin Zanki wafat tahun 1147 M, komando pasukan Islam selanjutnya
di bawah pimpinan Salahuddin al-Ayyubi (Saladin) di Mesir, pada tanggal
2 Oktober 1187 M berhasil membebaskan Baitulmakdis (Jerusalem) yang
telah dikuasai kerajaan latin selama 88 tahun.
Keberhasilan Salahuddin al-Ayyubi itu membangkitkan semangat
kaum Salib dengan mengirimkan ekspedisi militer yang lebih kuat pada
tahun 1189 M, dipimpin oleh raja-raja Eropa yang besar yaitu : Frederick I

( Barbarossa, kaisar Jerman), Richard I (The Lion-Hearted, raja Inggris),


dan Philip II (Agustus, raja Perancis). Meskipun mendapat tantangan berat
dari Salahuddin al-Ayyubi, mereka berhasil merebut Akka dan dijadikan
ibukota kerajaan Latin, namun tidak berhasil memasuki Palestina.
Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Salahuddin al-Ayyubi dengan
pasukan Philip dan Richard yang diakhiri dengan gencatan senjata dan
membuat suatu perjanjian (disebut Shulh al-ramlah) pada tanggal 2
Nopember 1192 M. Inti perjanjian damai itu adalah daerah pedalaman
menjadi milik kaum muslimin dan umat Kristen yang akan ziarah ke
Baitulmakdis terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre
dan Jaffa berada di bawah kekuasaan tentara Salib. Tak lama setelah
perjanjian disepakati, Salahuddin al-Ayyubi wafat pada bulan Safar 589
H/Februari 1193 M. (Suntiah, 2014 : 152-153)
3

Periode

Ketiga

(Periode

perang

saudara

kecil-kecilan

atau

kehancuran di dalam pasukan Salib : 1193-1291 M)


Periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk
memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material daripada
motivasi agama. Tujuan utama mereka untuk membebaskan Baitulmakdis
terlupaka, terbukti dari pasukan Salib yang dipersiapkan menyerang Mesur
(1202-1204 M) Ternyata membelokkan haluan menuju Constantinopel.
Tentara Salib yang dipimpin oleh raj Jerman, Frederick II, berusaha
merebut Mesir terlebih dahulu sebelum ke Palestina dengan harapan
mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthy dan tahun 1219 M
berhasil menduduki Dimyat. Raja al-Malik al-Kamil dari Dinasti
Ayyubiyah membuat perjanjian dengan Frederick II, yang isinya antara
lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil
melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin
disana dan tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Pada masa
Mesir diperintah al-Malik al-Shalih, Palestina dapat direbut kembali oleh
kaum Muslimin tahun 1247 M.
Pada Periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan
wanita yang terkenal gagah berani yaitu Syajar ad-Durr. Ia berhasil
menghancurkan pasukan raja Louis IX dari Perancis dan sekaligus

menangkap raja tersebut. Pahlawan wanita inipun telah mampu


menunjukkan

sikap

kebesaran

Islam

dengan

membebaskan

dan

mengizinkan raja Louis IX kembali ke negerinya. Setelah Mesir dikuasai


Dinasti Mamalik, pimpinan perang dipegang oleh Baybars yang berhasil
meerebut kembali seluruh benteng yang dikuasai tentara Salib. Pada tahun
1286 M, kota Yaffa dapat dilakukkan, tahun 1289 M menaklukan kota
Tripoli ( Libanon ) dan kota Akka dikuasai pada tahun 1291 M. Sejak saat
itu tentara Salib habis diseluruh benua Timur. (Yahya, 1987 : 33)
F. Pengaruh Perang Salib
Pihak Islam pada akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang
sangat melelahkan, berlangsung tahun 1096 1291 M. Islam mengalami
kerugian yang luar biasa setelah Perang Salib karena peperangan itu terjadi di
kawasan dunia Islam (Turki, Palestina, dan Mesir). Sebaliknya bagi pihak
Kristen,

mereka

menderita

kekalahan

dalam

Perang

Salib,

namun

mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat


berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju.
Kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam
menyebabkan lahirnya Renaissans di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa
ke Barat terutama dalam bidang militer, seni, perindustrian, perdagangan,
pertanian, astronomi, kesehatan dan kepribadian. (Supriyadi, 2008 : 175)
Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik
berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti
penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan
senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk
kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang
untuk memberi semangat kepada pasukan militer dimedan perang.
Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun
sekaligus peralatan tenun di dunia Timur. Dalam bidang pertanian, mereka
menemukan system pertanian yang sama sekali baru dinunia Barat dari dunia
Timur-Islam seperti model Irigasi yang peraktis dan jenis tumbuh-tumbuhan
yang beraneka ragam. Dan mereka menemukan gula yang dianggap penting

oleh mereka. Dalam bidang perdagangan, mereka menggunakan mata uang


sebagai alat ukur barang, sebelumnya mereka menggunakan system barter.
Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam sejak abad ke-9 telah
mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat. Mereka juga
mneiru rumah sakit dan tempat pemandian. Berita perjalanan Marcopolo
dalam mencari benia Amerika di abad ke-13 sebagai langkah awal bagi
perjalanan Coloumbus ke Amerika tahun 1492 M. sikap dan kepribadian umat
Islam di Timur telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai
kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.
(Suntiah, 2014 : 154-155)
Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib. Di
pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil,
ada sebuah suku yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan
langsung dari sebuah kelompok tentara Salib yang terpisah dari induk
pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya
Perang Salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju
perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan
dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang
menghabiskan 25 tahun (1842 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya
bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara
Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian dan buktibukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat
kebiasaan suku ini pada tahun 1935 M.
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan
paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orangorang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan
juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Orthodox Timur. Kekerasan
terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel
pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama
terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang
Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas.
Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau

10

bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos
masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai tingkat
kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk
terakhir kalinya pada tahun 1291 M dan sesudah penghancuran bangsa
Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib
Albigensian, ide perang Salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan
oleh pembenaran lembaga kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang
terjadi di Katolik Eropa. Orde ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah
orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini
menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentaratentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte
pada tahun 1798 M.

11

BAB III
PENUTUP

A Simpulan
Dari beberapa penjelasan di atas mengenai Perang Salib, maka dapat
ditarik beberapa buah kesimpulan yaitu :
1. Perang Salib merupakan peperangan yang terjadi antara umat Muslim
dengan umat Kristen yang berlangsung dari mulai tahun 1095 M sampai
1293 M. Disebut dengan perang salib karena umat Kristen memakai
atribut Salib di peralatan perangnya dan menyimbolkan bahwa perang itu
adalah perang suci.
2. Ada 3 faktor yang melatarbelakangi terjadinya Perang Salib yaitu faktor
Agama, hal ini karena umat kristen merasa dibatasi untuk beribadah ke
baitul maqdis. Lalu faktor politik, hal ini mengenai inginnya umat kristen
untuk menguasai kembali daerah yang dikuasai oleh umat muslim. Selain
itu faktor perpecahan dari tubuh umat muslim sendiri memberikan peluang
kepada umat kristen untuk menyerang. Yang terakhir adalah faktor sosial
ekonomi, hal ini mengenai keinginan para pedagang eropa untuk
menguasai sejumlah kota dagang yang berada dibawah kekuasaan umat
muslim. Selain itu faktor stratifikasi sosial masyarakat Eropa mendorong
kelas rakyat jelata untuk memperbaiki nasibnya melalui perang salib.
3. Perang salib menurut Philip K. Hitti, dibagi kedalam 3 periode yaitu
periode pertama yang dikenal dengan periode penaklukan (tahun 10961144 M), periode kedua yakni periode reaksi umat Islam (tahun 1144-1192
M), dan periode ketiga yaitu periode perang saudara kecil-kecilan atau
kehancuran di dalam pasukan Salib (tahun 1193-1291 M)
4. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Perang Salib dimenangakan
oleh umat Islam, akan tetapi dampak negatif yang ditimbulkan oleh perang
salib sangat banyak, termasuk dalam segi perekonomian, karena Perang
Salib terjadi di daerah kekuasaan Islam, meskipun umat Kristen juga tidak
kalah merugi. Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam
Perang Salib, namun mereka telah mendapatkan hikmah yang tidak ternilai
harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan

12

peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Bahkan kebudayaan


dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan
lahirnya renaissans di Barat.
G. Saran
Dari apa yang kami dapat dari makalah ini, kami pun menyarankan
kepada para pembaca untuk bersama-sama menggali kembali puing-puing
sejarah peradaban Islam untuk menambah ilmu pengetahuan dan untuk
dijadikan referensi dan pelajaran bagi kita untuk kehidupan yang lebih baik di
masa yang akan datang.
Selain hal di atas, kami juga menyadari bahwa makalah ini belum bisa
dikatakan sempurna, karena itu kami mengharapkan saran ataupun kritik dari
para pembaca untuk kemajuan kita bersama.

13

DAFTAR PUSTAKA
.

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : AMZAH.


Azra, Azyumardi. 1994. Ensiklopedia Islam Jilid 4. Jakarta : Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik. Jakarta : Prenada Media.
Suntiah, Ratu dan Maslani. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Inters
Media Foundation.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Yahya, Harun. 1987. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta :
CV Bina Usaha.
Yatim, Badri. 1998. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai