Makalah AIK 2 Kelompok 2
Makalah AIK 2 Kelompok 2
SHALAT
OLEH:
KELOMPOK 2
Kelas :B
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul...................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................... iii
Bab I. Pendahuluan .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................... 2
Bab II. Shalat ...................................................................................... 3
A. Shalat Fardlu ............................................................................ 3
1. Pengertian .......................................................................... 3
2. Bacaan dan Gerakan Shalat ............................................... 3
3. Zikir dan Do’a Ba’da Shalat .............................................. 18
4. Hal-Hal yang Tidak Disyari’atkan dalam Shalat ............... 24
B. Dasar Hukum, Kedudukan Dan Hikmah Shalat Fardlu Serta
Ancaman Meninggalkannya.................................................... 25
1. Dasar Hukum Shalat .......................................................... 25
2. Kedudukan Shalat dalam Islam .......................................... 26
3. Hikmah-Hikmah Shalat ...................................................... 27
4. Ancaman-Ancaman Meninggalkan Shalat ......................... 28
C. Shalat- Shalat Sunnah ............................................................. 30
1. Pengertian ........................................................................... 30
2. Jenis-jenis shalat sunnah .................................................... 30
3. Shalat yang Tidak Disunnahkan ........................................ 35
Bab III. Penutup ................................................................................... 37
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 37
3.2 Saran .......................................................................................... 37
Daftar Pustaka ...................................................................................... 39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban
kita sebagai mahluk yang paling sempurna yaitu shalat, atau terkadang tau
tentang kewajiban tapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan.
Dalam istilah lain, sholat adalah satu macam atau bentuk ibadah
yang di wujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu di
sertai ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Istilah sholat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa
di atas, karena di dalamnya mengandung do’a-do’a, baik yang berupa
permohonan, rahmat, ampunan dan lain sebagainya. Shalat merupakan
salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh berakal, dan
harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Sahlat merupkan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan
atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa
yang mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama, dan barang
siapa yang meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam)
Adalah suatu kenyataan bahwa tak seorang pun yang sempurna,
apalagi maha sempurna, melainkan seseorang itu serba terbatas, sehingga
dalam menempuh perjalanan hidupnya yang sangat komplek itu, ia tidak
akan luput dari kesulitan dan problema. Oleh karena itu kita perlu
mengetahui apa itu sholat, syarat rukunnya, jenis-jenisnya dan sebagainya.
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali,
berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus
dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat
maupun sakit. dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun
sempit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat sunah.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sholat (sholat fardlu)?
2. Bagaimana bacaan dan gerakan sholat, zikir dan do’a ba’da sholat serta
hal-hal yang tidak di syari’atkan dalam sholat?
3. Bagaimana dasar hukum, kedudukan, hikmah dan ancaman meninggalkan
shalat fardlu?
4. Apa yang dimaksud dengan shalat sunnat (Rawatib)?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian sholat (sholat fardlu)
2. Untuk mengetahui bacaan dan gerakan sholat, zikir dan do’a ba’da sholat
serta hal-hal yang tidak di syari’atkan dalam sholat
3. Untuk mengetahui dasar hukum, kedudukan, hikmah dan ancaman
meninggalkan shalat fardlu.
4. Untuk mengetahui pengertian shalat sunnat (Rawatib).
2
BAB II.
SHALAT
A. Shalat Fardlu
a. Pengertian
Menurut bahasa, shalat berarti do'a sedang menurut syara' berarti
menghadap jiwa dan raga kepada Allah; karena taqwa hamba kepada
tuhannya, mengagungkan kebesarannya dengan khusyu' dah ikhlas dalam
bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut cara-cara dan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Artinya: " Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab
(Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-ankabut : 45).
3
a. Syarat-Syarat Wajib Shalat, yaitu syarat-syarat diwajibkannya
seseorang mengerjakan shalat. Jadi jika seseorang tidak memenuhi
syarat-syarat itu tidak diwajibkan mengerjakan shalat. yaitu :
1. Islam, Orang yang tidak Islam tidak wajib mengerjakan shalat.
2. Suci dari Haidl dan Nifas, Perempuan yang sedang Haidl (datang
bulan)atau baru melahirkan tidak wajib mengerjakan shalat.
3. Berakal Sehat, Orang yang tidak berakal sehat seperti orang
gila,orang yang mabuk, dan Pingsan tidak wajib mengerjakan
shalat, sebagaimana sabda Rasulullah.
4
c. Mulai keluar darah haid (datang bulan) bagi anak perempuan
5. Telah sampai da’wah kepadanya, Orang yang belum pernah
mendapatkan da’wah/seruan agama tidak wajib mengerjakan
shalat.
6. Terjaga, Orang yang sedang tertidur tidak wajib mengerjakan
shalat.
5
2. Suci dari hadats besar dan hadats kecil. Hadats kecil ialah tidak
dalam keadaan berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi
dari junub. Dalilnya adalah Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam:
6
Artinya: “Telah berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia
kencing di masjid Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri untuk
memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam, ‘Biarkanlah dia dan
tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air,
sesungguhnya kamu diutus dengan membawa
kemudahan dan tidak diutus dengan membawa
kesulitan.” (HR. Al-Bukhari).
4. Menutup aurat, Aurat harus ditutup rapat-rapat dengan sesuatu
yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit. Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
7
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka
palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Al-Baqarah: 144)
8
Artinya: “Kunci shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan
yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah
takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah
salam.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits
shahih )
3. Berdiri bagi yang sanggup. berdasarkan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala,
9
Artinya: “Menilik hadits shahih dari wali yang berkata: Saya shalat
bersama Rasulullah SAW dan beliau meletakkan tangan
kanannya pada tangan kirinya di atas dadanya” (HR. Ibnu
Khuzaimah)
Riwayat lain, sabda Nabi SAW:
Artinya: “Menilik hadits Abu Qatadah bahwa Nabi SAW dalam shalat
zuhur pada kedua raka’at permulaan membaca induk kitab
(Al-Fatihah) dan dua surat. Serta pada dua raka’at lainnya
membaca Al-Fatihah saja. Dan beliau memperdengarkan
10
kepada kami akan bacaan itu, dan pada raka’at pertama
diperpanjang tidak seperti dalam raka’at kedua. Demikian
juga dalam shalat Ashar dan Subuh”. (HR. Bukhari-Muslim)
7. Ruku’ dengan thuma’ninah mengangkat kedua tangan seperti dalam
takbir permulaan sambil mengucapkan kalimat takbir; bagi orang yang
shalat dengan berdiri minimal adalah menunduk kira-kira dua telapak
tangannya sampai kelutut dan yang sempurna yaitu betul-betul
menunduk sampai datar/lurus antara tulang punggung dengan lehernya
(90 derajat) serta meletakan dua telapak tangan ke lutut. Lalu berdoa
ketika ruku’.
Ruku’ ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
11
Artinya: ” … kemudian bangkitlah (dari ruku’) sampai kamu tegak
lurus berdiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“Hadits dari Abu Hurairah ra, mengatakan bahwa Rasulullah SAW
kalau shalat itu bertakbir ketika berdiri, lalu bertakbir ketika ruku’, lalu
membaca “ Sami’ Allahu liman hamidah” ketika mengangkat
punggungnya dari ruku’, lalu ketika berdiri beliau membaca “Rabbana
wa lakal hamdu”. (HR. Muttafaqun Alaih).
9. Sujud dengan thuma’ninah; sambil bertakbir lalu meletakkan kedua
lutut dan jari kaki di atas tanah, lalu kedua tanganmu, kemudian dahi
dan hidungmu sambil membaca do’a dalam sujud..
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
Artinya: “Kemudian sujudlah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam
sujud.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
10. Mengangkat kepala sambil bertakbir lalu duduk di antara dua sujud
dengan thuma’ninah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
Artinya: “Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang
tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.”
(HR. Ahmad, dengan isnad shahih)
11. Lalu sujud untuk yang kedua kalinya dengan bertakbir dan membaca
do’a seperti sujud pertama, kemudian angkat kepala sambil bertakbir
12. Dan duduk sebentar, lalu berdiri untuk raka’at kedua dengan
menekankan tangan ke tanah.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua, duduk
dan menekan tangan kepada tanah lalu berdiri”. (HR. Bukhari).
13. Dan kerjakan raka’at kedua sebagaimana dalam raka’at pertama,
tetapi tidak lagi membaca do’a iftitah.
12
14. Setelah selesai sujud kedua kalinya, maka duduk diatas kaki kirimu
dan tumpukkan kaki kananmu serta letakkan kedua tanganmu di atas
kedua lutut. Julurkan jari-jari tangan kiri, sedang tangan kanan
menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah, serta
mengacungkan jari telunjuk dan sentuhkan ibu jari pada jari tangah
(Disebut duduk Tasyahud Awal) sambil membaca do’a Tasyahud
Awal:
“Dari Ibnu Mas’ud ra, berkata: bahwa Nabi SAW bersabda: Bila
kamu duduk dalam tiap-tiap dua raka’at, bacalah “Attahiyyatu Lillahi
Washshalatu Waththaibatu, Assalamu’alaika Ayyuhannabiyyu
Warahmatullahi Wabarakatuh, Assalamu’alaina Wa’ala
Ibadillahishshalihin. Asyhadu allailaha illallah, Wa Asyhadu anna
Muhammadarosullullah”, lalu pilihlah do’a yang disukai dan
berdo’alah dengan itu kepada Tuhannya” (HR. Ahmad-Nasa’i)
Lalu diteruskan dengan membaca salawat Nabi.
15. Kemudian berdiri untuk raka’at berikutnya dengan bertakbir sembari
mengangkat tangan, seperti pada raka’at pertama tetapi tanpa do’a
iftitah dan surat Al-Qur’an.
16. Adapun duduk dalam raka’at akhir (Tasyahud Akhir), caranya
memajukan kaki kiri, sedang kaki kanan bertumpu dan dudukmu
bertumpu pada pantat.
14
pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR. Abu Daud,
At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih).
18. Tertib (Melakukan rukun-rukun shalat secara ber-urutan) Oleh karena
itu janganlah seseorang membaca surat Al-Fatihah sebelum takbiratul
ihram dan jangan-lah ia sujud sebelum ruku’. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
15
Artinya: “Dari Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata,
“Dahulu kami berbicara di waktu shalat, salah seorang
dari kami berbicara kepada temannya yang berada di
sampingnya sampai turun ayat: ‘Dan hendaklah kamu
berdiri karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’,
maka kami pun diperintahkan untuk diam dan dilarang
berbicara.” (Muttafaq ‘alaih)
16
telah lupa wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Apa-kah yang
dikatakan Dzul Yadain itu betul?’ Para sahabat menjawab,
‘Benar.’ Maka beliau pun menambah shalatnya dua rakaat lagi,
kemudian melakukan sujud sahwi dua kali.” (Muttafaq ‘alaih)
3. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah
disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di
tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat beberapa
saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat, “Kembalilah
kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum
melaksanakan shalat.” (Muttafaq ‘alaih)
4. Lantaran orang itu telah meninggalkan tuma’ninah dan i’tidal.
Padahal kedua hal itu termasuk rukun.
5. Banyak melakukan gerakan, karena hal itu bertentangan dengan
pelaksanaan ibadah dan membuat hati dan anggota tubuh sibuk
dengan urusan selain ibadah. Adapun gerakan yang sekadarnya
saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, membetulkan
pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang semisalnya,
maka hal itu tidaklah membatalkan shalat.
6. Tertawa sampai terbahak-bahak. Para ulama sepakat mengenai
batalnya shalat yang disebabkan tertawa seperti itu. Adapun
tersenyum, maka kebanyakan ulama menganggap bahwa hal itu
tidaklah merusak shalat seseorang.
7. Tidak berurutan dalam pelaksanaan shalat, seperti mengerjakan
shalat Isya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, maka shalat Isya
itu batal sehingga dia shalat Maghrib dulu, karena berurutan dalam
melaksanakan shalat-shalat itu adalah wajib, dan begitulah perintah
pelaksanaan shalat itu.
8. Kelupaan yang fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali
lipat, umpamanya shalat Isya’ delapan rakaat, karena perbuatan
17
tersebut merupakan indikasi yang jelas, bahwa ia tidak khusyu’
yang mana hal ini merupakan ruhnya shalat.
18
Artinya: “… ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat
(pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan
pengampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku, serta
jangan ingkar (pada nikmat-Ku)” (QS. Al Baqarah:
152)
2. Macam- Macam Dzikir
a. Dzikir Dengan Lidah
Dzikir dengan lidah dilakukan dengan mengucapkan
kalimat-kalimat dzikir, baik dengan suara jelas (jahar) atau
samar (sir).
b. Dzikir Dengan Fikiran
Merenungkan ciptaan Allah merupakan dzikir yang sangat
tinggi nilainya, disamping dapat memantapkan iman, juga
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.
c. Dzikir Dengan Perasaan
Dizkir dengan pesaaan dilakukan dengan berbaik sangka
kepada Allah, dan merasakan indahnya rahmat yang telah
dikucurkan-Nya buat kita, sehingga dapat merubah
perasaan negatif menjadi positif
d. Dzikir Dengan Keyakinan
Dzikir dengan keyakinan adalah mantapnya aqidah tauhid
dalam perjalanan hidup.
e. Dzikir Dengan Perbuatan
Dzikir dengan perbuatan dilakukan dengan sikap taat dan
patuh terhadap aturan Allah, baik dalam hal „aqidah,
ibadah maupun mu‟amalah.
3. Dasar Hukum Berdzikir
a. Firman Allah surat Shaad: 18;
19
Artinya: “Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-
gunung untuk tasbih bersama Daud pada waktu
pagi dan sore”. (Shaad: 18)
b. Firman Allah surat Al-Mukmin: 55;
20
b. Do’a
1. Pengertian Do’a
Menurut bahasa do'a berasal dari kata "da'a" artinya
memanggil. Sedangkan menurut istilah syara' do'a berarti
"Memohon sesuatu yang bermanfaat dan memohon terbebas
atau tercegah dari sesuatu yang memudharatkan.
Berdoa harus dengan sikap yang khusyu’ dan
tadharru dalam menghadapkan diri kepada-Nya merupakan
hakikat pernyataan seorang hamba yang sedang mengharapkan
tercapainya sesuatu yang dimohonkan. Dengan tadharu‟ dapat
menambah kemantapan jiwa, sehingga doa kepada Allah akan
senantiasa dipanjatkan, baik dalam keadaan senang maupun
dalam keadaan susah, dalam penderitaan maupun dalam
kebahagiaan, dalam kesulitan maupun dalam kelapangan.
Mengingat doa adalah ibadah maka ada beberapa etika
yang harus kita terapkan dalam berdoa. Berikut penulis
ramukan etika dalam berdoa dari beberapa ayat dalam Al-
Quran.
a. Bertobat sebelum berdoa
b. Disunnatkan menghadap kiblat
c. Hendaklah mengangkat kedua tangan
d. Seyogyanya doa-doa itu diawali dan diakhiri dengan puji-
pujian kepada Allah SWT.
e. Mengakui keagungan Allah SWT dengan segala
kerendahan diri dan hati (QS. 6/Al-An‟am: 42).
f. Mengucapkan doa dengan suara yang sedang (tidak keras
dan juga tidak berbisik) dan lembut. "Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut.
Sungguh Dia tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas." (QS. 7/Al-„Arofi 55)
21
g. Memanjatkannya dengan perasaan takut (tidak akan
diterima) dan berharap (untuk dikabulkan). "Berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap.
Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang
yang berbuat kebaikan." (QS. 7/Al-A‟rof: 56).
h. Tidak perlu berpantun, dan/atau dengan
pengucapan berirama. Cukuplah dengan kata-kata yang
baik yang mencerminkan kerendahan kedudukan kita
sebagai hamba di hadapan Allah SWT.
i. Mengulang doa sampai dua atau tiga kali, yakni doa
tentang sesuatu yang kita prioritaskan memohonkannya
kepada Allah SWT.
j. Ditutup dengan bacaan sholawat, kemudian dilanjutkan
dengan bacaan tahmid.
k. selesai berdo‟a sebaiknya kita mengusapkan kedua tangan
ke muka.
Adapun struktur atau kerangka do‟a secara
sederhana ada tiga bagian :
a. pendahuluan, yaitu membaca basmalah dan hamdalah
b. materi do‟a, boleh menggunakan bahasa Arab atau bahasa
apa saja yang dimengerti
c. pada waktu kita menutup do‟a, hendaklah mengucapkan
hamdalah dan shalawat atas nadi SAW.
2. Dasar Hukum Berdo’a
a. Firman Allah surat al-Mukmin ayat 60
22
b. Sabda Nabi SAW:
23
5. Membaca do’a: lebih utama do’a yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadits dan boleh do’a yang ia suka
24
“Dari Anas ra; Sesungguhnya Nabi SAW tidak melakukan qunut
kecuali bila mendoakan kepada suatu kaum (yang bermanfaat
kepada mereka), atau berdoa kepada suatu kaum (yang berbahaya
bagi mereka) . (Disahihkan oleh Ibnu Huzaimah)” (An-Nuri
1995:525-526)
25
Artinya: “Dari Malik bin Huwairits ra, bahwa Rasulullah SAW
bersabda: Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku
melakukan shalat.” (HR. Bukhari)
2. Kedudukan Shalat dalam Islam
Ada empat hal yang akan diuraikan sebagai kedudukan shalat
di dalam Islam, yaitu:
a. Sebagai Arkanul Islam
26
“Amalan yang mula-mula dihisab dari seseorang hamba pada hari
kiamat ialah shalat. Jika ia baik, baiklah keseluruhan amalnya,
sebaliknya jika jelek, jeleklah pula semua amalannya”. (HR.
Thabrani)
3.Hikmah-Hikmah Shalat
a. Dapat mencegah perbuatan keji dan munkar
Sebagaimana firman Allah:
27
badan kalian? Mereka menjawab; tidak, Ya Rasulullah. Sabda
beliau; Seperti itulah shalat lima waktu, Allah menghapus segala
dosa-dosa kecil. (HR. Muslim)”
4. Ancaman-Ancaman Meninggalkan Shalat
a. Dikecam sebagai orang kafir
Sabda Nabi SAW dari Buraidah ra:
28
meremukkan tulang-tulang dada.
2. Dinyalakan api di dalam kuburnya dan api itu akan membelit dan
membakar tubuhnya siang dan malam tiada henti-henti.
3. Akan muncul seekor ular yang bernama “Sujaul Aqra” Ia akan
berkata, kepada si mati dengan suaranya bagai halilintar: “Aku
disuruh oleh Allah memukulmu sebab meninggalkan sholat dari
Subuh hingga Dhuhur, kemudian dari Dhuhur ke Asar, dari Asar ke
Maghrib dan dari Maghrib ke Isya’ hingga Subuh”. Ia dipukul dari
waktu Subuh hingga naik matahari, kemudian dipukul dan
dibenturkan hingga terjungkal ke perut bumi karena meninggalkan
Sholat Dhuhur. Kemudian dipukul lagi karena meninggalkan Sholat
Asar, begitulah seterusnya dari Asar ke Maghrib,
dari Maghrib ke waktu Isya’ hingga ke waktu Subuh lagi.
Demikianlah seterusnya siksaan oleh “Sajaul Aqra” hingga hari
Qiamat.
Barang siapa yang (sengaja) meninggalkan solat fardhu lima
waktu:
Isya’, Allah Ta’ala akan berseru kepada mereka: “Hai orang yang
meninggalkan sholat Isya’, bahwa Aku tidak lagi ridha’ engkau
tinggal dibumiKu dan menggunakan nikmat-nikmatKu, segala
yang digunakan dan dikerjakan adalah berdosa kepada Allah
Ta’ala”.
Kehinaan bagi yang meninggalkan sholat :
29
Di dunia
1. Allah Ta’ala menghilangkan berkat dari usaha dan rezekinya.
2. Allah Ta’ala mencabut nur orang-orang mukmin (sholeh) dari pada
(wajah) nya.
3. Ia akan dibenci oleh orang-orang yang beriman.
Ketika Sakaratul Maut
1. Ruh dicabut ketika ia berada didalam keadaan yang sangat haus.
30
Shalat sunnah rawatib ialah shalat sunnah yang dikerjakan
sebelum dan sesudah shalat fardhu. Seluruh dari shalat
rawatib ini 22 raka'at.
2 raka'at sebelum shalat Subuh (sesudah shalat shubuh
tidak ada sunnat ba'diyah)
2 raka'at sebelum shalat Zhuhur
2 raka'at sesudah shalat Zhuhur.
2 raka'at sesudah shalat Maghrib.
2 raka'at sesudah shalat Isya.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra, berkata: Aku hafal sepuluh rakaat
dari Nabi SAW; Dua rakaat sebelum Zuhur, dua
rakaat sesudahnya, dua rakaat setelah Maghrib di
rumahnya, dua rakaat setelah isya’ndi rumahnya, dua
rakaat sebelum subuh”. (HR. Mttafaqun alaih)
Shalat-shalat tersebut, yang dikerjakan sebelum shalat
fardhu dinamakan “Qabliyah” dan sesudahnya disebut
"Ba’diyah".
2.Shalat Sunnah Ghairu Rawatib
Sedangkan shalat sunnah ghairu rawatib ialah shalat sunnah
yang tidak ter-masuk di dalam shalat rawatib yang tersebut di
atas, antara lain:
a. Shalat Tahyatul Masjid
Tahiyatul masjid ialah shalat dua rakaat menghormati
masjid, dilakukan setelah masuk masjid dan sebelum
duduk
31
Sabda Rasulullah saw.
إذا جاء احدكم المسجد فليصل سجد تين من قبل ان يجلس
Artinya
"Jika salah seorang diantaramu masuk di masjid, maka
hendaklah ia shalat dua raka'at sebelum duduk ".(HR.
Bukhari-Muslim)
b. Shalat Sunnah Tarawih
Shalat malam yang dikerjakan pada bulan ramadhan.
Shalat ini hukumnya sunnah muakkad, boleh
dikerjakan sendiri-sendiri atau berjama'ah. Shalat
tarawih ini dilakukan sesudah shalat isya sampai
waktu fajar. Bilangan raka'atnya ada 8 raka'at sampai 20
raka'at.
c. Shalat Sunnah Witir.
Shalat witir hukumnya sunnah, yakni shalat sunnah
yang sangat diutamakan. Dalam hadits dinyatakan yang
artinya:
"Dari Ali .r.a berkata : "Shalat witir itu bukan wajib
sebagaimana shalat lima waktu, tetapi Rasulullah saw.
telah mencontohkannya dan bersabda: "sesungguhnya
Allah itu witir (Esa) dan suka kepada witir, maka
shalat witirlah wahai ahli Qur'an". (H.R. Abu Daud dan
At-Tirmidzi).
Waktunya sesudah shalat isya sampai terbit fajar,
biasanya shalat witir itu dirangkaikan dengan shalat
tarawih. Bilangan raka'at nya 1, raka'at 3, 5, 7, 9, dan 11.
d. Shalat Id atau Shalat Hari Raya
Shalat Hari Raya ada dua, yaitu hari Raya Fitrah dan
hari Raya Adha. Waktu shalat id dimulai dari terbit
matahari sampai tergelincirnya.
32
Hukumnya sunnah muakkad bagi laki-laki dan perempuan
mukim atau musafir. Boleh dikerjakan sendirian dan
sebaiknya dilakukan berjama'ah.
e. Shalat Istiqarah
Shalat istiqarah ialah shalat sunnah dua raka'at untuk
memohon kepada Allah ketentuan pilihan yang lebih
baik diantara dua hal atau lebih yang belum dapat
ditentukan baik buruknya. Shalat istiqarah lebih utama
dikerjakan seperti shalat tahajud yakni dimalam hari.
Hukumnya sunnah muakkad bagi yang sedang
menghajatkan petunjuk itu.
33
g. Shalat Dhuha
Shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu matahari
sedang naik, hukumnya sunnah. Permulaan shalat
Dhuha ini kira-kira matahari sedang naik setinggi
kurang lebih 7 hasta dan berakhir diwaktu matahari
lingsir. Sekurang-kurangnya shalat ini dua raka'at,
sebanyak-banyaknya 8 raka'at.
Dari Zaid bin Arqam r.a. berkata :
‘Abu Hurairah na berkata : " Kekasihku Rasulullah saw
berpesan pada saya supaya berpuasa tiga hari tiap-tiap
bulan dan shalat dhuha dua raka'at, dan shalat witir
sebelum tidur". (H.R. Bukhari dan Muslim).
h. Shalat Gerhana
Shalat gerhana ialah shalat dan khutbah yang dilaksanakan
ketika terjadi gerhana matahari atau bulan, sebagaimana
disebutkan dalam hadits Nabi SAW:
34
i. Shalat Istisqa’
Shalat Istisqo’ ialah shalat dua rakaat dan khutbah yang
dilaksanakan di lapangan, guna meminta turun hujan.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Rasulullah SAW keluar (pergi) untuk meminta hujan,
kemudian beliau berpaling membelakangi orang banyak,
beliau menghadap ke kiblat, dan beliau membalikkan kain
selendang”. (HR.Muslim)
3.Shalat yang Tidak Disunnahkan
Yang dimaksud dengan shalat yang tidak disunnahkan ialah berbagai
bentuk shalat yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW,
dengan kata lain tidak ada dalil atau tuntunannya, tetapi sering dijumpai
prakteknya pada masyarakat umu, sebagai berikut:
a. Shalat Qabla Jum’at
Tidak terdapat hadits tentang shalat sunnah yang dilakukan secara
serentak sesudah adzan pertama dan sebelum adzan kedua atau
sebelum imam naik mimbar.
b. Shalat Nisfu Sya’ban
Memang ada beberapa keterangan tentang shalat nisfu sya’ban ini,
tetapi dalil-dalil itu adalah dha’if, palsu dan munkar, sebagaiman
dijelaskan oleh beberapa imam berikut ini:
1. Imam Taqiyuddin As-Subki ulama Syafe’I, bahwa shalat malam
Nisfu Sya’ban dan shalat di bulan Rajab adalah bid’ah yang
jelek
2. Imam Nalmuddinal Ghiththi ulama Syafe’I menerangkan bahwa
berjaga-jaga di malam nisfu sya’ban dan mengerjakan shalat
nisfu sya’ban adalah bid’ah
c. Shalat Tasbih.
Berdasarkan penjelasan beberapa ahli hadits dan fiqh, maka Prof. Dr.
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy dalam Pedoman Shalat: 506
menyimpulkan: “Shalat Sunnah tasbih ini, adalah suatu shalat yang
35
diperselisihan ulama. Ada yang menyunnahkannya, ada yang
membid’ahkannya. Riwayat yang menerangkan kesunnahannya,
dicela oleh ahli hadits. Karena itu, utamalah kita meninggalkannya.
d. Shalat Taubat
Hadits tentang shalat taubat yang diberikan oleh Muhammad bin
Nair dari Abi Dzar, katanya: Nabi SAW pernah ditanya: Ya
Rasulullah, bagaimanakah sewajarnya diperbuat oleh orang yang
berdosa, bila ingin taubat dari dosanya? Rasulullah SAW
menjawab: Lebih dahulu ia mandi pada malam senin sesudah shalat
witir. Kemudian ia shalat dua belas rakaat, setiap rakaat dibacanya
surat Al-Fatihah dan Qul Yaa Ayyuhal kaafirun satu kali dan Qul
Huwallahu Ahad sepuluh kali. Selanjutnya shalat lagi empat rakaat,
setelah salam ia sujud dan membaca ayat kursi satu kali, kemudian
duduk membaca istighfar seratus kali dan besoknya ia berpuasa.
Pada waktu berbuka ia lakukan shalat dua rakaat dengan membaca
surat Al-Fatihah dan Qul Huwallahu Ahad lima kali.
Hadits ini palsu karena tidak pernah diucapkan oleh Rasulullah
SAW tidak pernah diriwayatkan oleh Abu Zaar dan juga tidak
pernah diriwayatkan oleh Zaid bin Wahab. Di dalam sannadnya
terdapat beberapa orang majhul (tidak dikenal). Pemalsu hadits ini
telah mengada-ada dan melakukan kejahatan terhadap agama.
Berkata Ibnu Abbas al-Hafizh: Hadits ini adalah bathil dan
mungkar. Berdasarkan hadits tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa shalat taubat dengan cara tersebut tidak pernah disunnahkan
Rasulullah SAW.
36
BAB III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut bahasa, shalat berarti do'a sedang menurut syara' berarti
menghadap jiwa dan raga kepada Allah; karena taqwa hamba
kepada tuhannya, mengagungkan kebesarannya dengan khusyu' dah
ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam menurut cara-cara dan syarat-syarat
yang telah ditentukan.
2. Tata cara bacaan dan gerakan shalat yaitu Berniat, Takbiratul Ihram,
Berdiri bagi yang sanggup, Membaca do’a iftitah, Membaca surat Al-
Fatihah , Membaca salah satu surat dari pada al-Qur’an, Ruku’, I’tidal,
Sujud, duduk di antara dua sujud, duduk Tasyahud Awal, duduk dalam
raka’at akhir (Tasyahud Akhir), dan Bersalam
3. Dzikir adalah mengingat Allah dengan cara menyebut sifat-sifat
keagungan dan kemuliaan-Nya seperti tahmid, tahlil dan tasbih.
Sedangkan do'a berarti "Memohon sesuatu yang bermanfaat dan
memohon terbebas atau tercegah dari sesuatu yang memudharatkan.
4. Hikmah-Hikmah Shalat yaitu Dapat mencegah perbuatan keji dan
munkar, Dapat dijadikan sarana memohon pertolongan dari Allah,
Dapat mengingat Allah, dan Dapat menghapuskan dosa
5. Jenis-jenis shalat sunnah yaitu Shalat Sunnah Rawatib, Shalat Tahyatul
Masjid, Shalat Sunnah Tarawih, Shalat Sunnah Witir., Shalat Id atau
Shalat Hari Raya, Shalat Istiqarah, Shalat Dhuha, Shalat Gerhana,
Shalat Tahajjud, Shalat Istisqa’
B. Saran
37
beriman dan orang yang kafir, sholat sebagai syariat dari Allah dalam
kehidupan, semoga dapat difahami, diamalkan dan diaplikasikan dengan
benar dalam kehidupan kita. Kebenaran datang dari Allah semata dan
kesalahan-kesalahan takkan lepas dari kami sebagai manusia yang
memiliki banyak kekurangan. Maka teruslah berusaha untuk menjauhi
segala yang menjadi larangannya dan melaksanakan segala perintahnya,
meneladani Nabi kita Nabi Muhammad SAW.
38
DAFTAR PUSTAKA
39