Sir William Muir lahir pada 27 April 1819 dan meninggal 11 Juli 1905 ialah seorang
orientalis berbangsa Scot, pengkaji Islam yang kritis dan seorang missionaris kristen
Banyak di kalangan muslimin yang hafal al-Qur’an, Tradisi arab yang sudah melekat
pada umat Nabi Muhamad, mempermudah dalam menghafal. kebiasaan-kebiasaan
mereka dalam bersyair dan mencatat pada lembaran-lembara sehingga dengan kecintaan
yang begitu besar mereka dapat dengan mudah menghafal al-quraan bersama. Pada
umumnya para penghafal al-quraan atau penulis ini ditunjuk oleh Nabi Muhammad
sehingga lembaran(suhuf) dari yang disampaikan Nabi Muhammad itu tertulis semua.
Ketika Nabi Muhammad wafat, semula jika ada permasalahan diselesaikan atas
bantuan Nabi Muhammad kini para sahabat dalam memutuskan suatu masalah dengan
teks/lembran-lembaran yang sudah dicatat sebelumnya. dalam keadaan pengkodisian al-
quran banyak masalah yang dialami oleh zaid bin sabit dari perbedaan cara membaca
yang timbul dari perbedaan naskah zaid,tetapi hal ini khalifah yaitu Usman dapat
menetralkan situasi pada saat itu. Sehingga Muir menjelaskan” demikianlah islam yang
mengenal satu kitab itu,ialah bukti yang nyata sekali,bahwa apa yang ada di depan kita
pada saat ini tidak lain adalah teks yang telah dihimpun atas perintah usman pada saat
itu”. Sebelumnya masalah yang dihadapi usman dalam mengumpulkan lembaran/suhuf
dari zaid ia di tuduh oleh golongan syiah, karena ia merubah kumpulan suhuf itu (al-
quraan) dan mengabaikan beberapa ayat yang mengagungkan Ali. Tetapi ini dapat
dipatahkan oleh ia tidak mungkin ingin merubah kesucian al-quraan tersebut. Secara
positif muir memastikan tentang persisnya Qur’an yang kita baca sekarang, serta
menegaskan bahwa semua yang dibaca oleh Muhammad adalah wahyu yang benar
dan sempurna diterima dari Tuhan.
jadi kesimpulan dari pendapat Muir bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu bukan
hanya hasil ketelitian saja, bahkan - seperti beberapa kejadian yang terbukti
kelengkapanya, dan bahwa penghimpunnya tidak bermaksud mengabaikan apapun dari
wahyu. Dan berdasarkan bukti-bukti bahwa setiap ayat al-quraan memang teliti sekali
dan cocok dengan apa yang di baca Nabi Muhammad sebelumnya.
b) Psikologi Nabi
Apabila beliau menjumpai seseorang telah meraih suatu kejayaan maka beliau
dengan hangat menyambut sambil menjabat tangannya dan merangkulnya. Beliau dengan
lemah lembut menyatakan rasa simpati terhadap orang-orang yang lemah dan miskin.
Beliau berlaku sangat kasih sayang terhadap anak-anak kecil yang kerap kali
mengerumuni beliau. Tanpa merasa enggan beliau mengucapkan salam terhadap anak-
anak yang sedang bermain-main di tepi jalan. Di musim paceklik dimana banyak orang
kelaparan beliau mengajak orang-orang makan bersama dan beliau selalu berusaha
mencari kemudahan bagi orang lain. Kebaikan, kedermawanan dan kelemahlembutan
tabiat beliau menembus dan menghiasi semua akhlak karimah beliau.
Muhammad [s.a.w.] seorang kawan yang sangat setia. Beliau mencintai Abu
Bakar lebih dari mencintai saudara sendiri. Kasih sayang terhadap Ali seperti saudara
kandung sendiri. Zaid seorang sahaya beragama Kristen begitu lekat mencintai
Muhammad [s.a.w.] sehingga ia enggan kembali kepada ibunya yang sedang sakit dan
merindukannya dan memilih tinggal di Mekkah bersama beliau [s.a.w.]. Sambil
melekatkan diri kepada Muhammad [s.a.w.] Zaid berkata: ‘Saya tidak akan meninggalkan
engkau! Engkaulah ibu dan bapak saya!’ Persahabatan Muhammad berakhir sampai Zaid
meninggal dunia, dan anaknya, Usamah diperlakukan secara istimewa oleh Muhammad
[s.a.w.] demi menghormati ayahnya.
Utsman dan Umar juga mempunyai hubungan yang istimewa dengan Muhammad
[s.a.w.]. Di waktu Bai’at Ridwan di Hudaibyah demi keselamatan menantu yang
istimewa itu beliau bertekad untuk menyerahkan jiwa-raga beliau sebagai bukti hubungan
persahabatan yang sangat kuat dan erat sekali. Masih banyak lagi contoh kecintaan
Muhammad tanpa ragu terhadap para sahabat beliau. Kecintaan beliau kepada siapapun,
tidak syak lagi, sungguh pada tempatnya, dan kecintaan yang hangat dan sangat
mendebarkan hati sungguh menjadi teladan bagi semua.”
Selanjutnya ia menulis:
“Di kala kekuatan dan kekuasaan sudah sampai ke puncaknya juga Muhammad [s.a.w.]
tetap adil dan sederhana. Perlakuan lemah lembut terhadap musuh-musuh juga beliau
tidak menguranginya sedikitpun, sehingga merekapun dengan senang hati menerima
da’wa beliau.
Di Madinah, Abdullah bin Ubay bersama rekan-rekanya yang munafik yang selama
bertahun-tahun melakukan pelanggaran dan hambatan-hambatan terhadap kegiatan Missi
beliau dan selalu melukai perasaan hati beliau [s.a.w.], memberi ma’af kepada mereka
juga merupakan teladan cemerlang yang patut ditiru.
Untuk kebenaran Muhammad [s.a.w.] ada satu tanda pendukung kebenaran yang
sangat kuat yaitu siapapun yang beriman dan masuk Islam pada awal permulaan da’wa
beliau, mereka itu orang-orang yang memiliki perangai dan prilaku yang bermutu tinggi.
Bahkan kawan-kawan dekat dan kaum keluarga beliau juga, yang betul-betul mengetahui
seluk-beluk kehidupan beliau [s.a.w.], mereka tidak dapat melihat sedikit pun suatu
kelemahan beliau seperti yang biasa dilakukan orang munafik, dimana gerak-gerik dan
perangai di luar berlainan dengan yang diperbuat di dalam rumah tangga sendiri.” [18]
VI. Kesimpulan
pandangannya terhadap kitab suci al-quraan itu memang benar adanya.tidak ada
yang perlu diragukan dari al-qur’an. Karna sudah dijelaskan sejak awal diturunkannya
wahyu kepada nabi Muhammad saw, beliau sampaikan dan ajarkan pada sahabat-
sahabatnya, hingga sampai saat ini keaslian al-qur’an selalu terjaga. Kita telah
mengetahui Al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur. Rasulullah menerima Al-
Qur’an melalui malaikat Jibril kemudian beliau ,membacakan serta. mendiktekannya
kepada para sahabat yang mendengarkannya.
Pada periode pertama sejarah pembukuan Al-Qur’an dapat dikatakan bahwa setiap ayat
yang diturunkan kepada Rasulullah selain beliau hafal sendiri juga dihafal dan dicatat
oleh para sahabat. Dengan cara tersebut Al-Qur’an terpelihara di dalam dada dan ingatan
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.
Tugas mencatat wahyu itu telah selesai semuanya menjelang wafatnya Rasulullah
SAW. Semua naskah yang berserakan itu telah terkumpul dan terpelihara dengan baik,
akan tetapi belum disusun dalam satu mushaf. mushaf al Imam atau lebih dikenal dengan
mushhaf Utsmany, karena disalin pada masa khalifah Usman bin Affan. Dan mushaf
Ustmany inilah yang sampai di tangan kita pada hari ini.
Kemurnian al-qur’an pun akan dijamin oleh allah sampai hari kiamat nanti.
Sehingga semoga pendapat dari seorang Orientalis ini dapat membuat kita semakin yakin
akan kebenaran al-qur’an. Yang pasti kita sebagai umat islam perlu mengimani bahwa al-
quraan yang di sampaikan Nabi Muhammad SAW itu memang benar-benar wahyu Allah
SWT.