Skrinning Hipokratik: 1. Tujuan
Skrinning Hipokratik: 1. Tujuan
1. TUJUAN
2. TINJAUAN PUSTAKA
Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk menapis aktivitas suatu
obat/bahan yang belum diketahui sebelumnya baik yang berasal dari bahan alami maupun
senyawa sintetis atau semisintetis. Cara ini didasarkan atas bahwa obat bila berinteraksi
dalam materi biologis dalam tubuh akan menghasilkan efek tertentu tergantung pada
dosis yang diberikan. Penapisan farmakologi pendahuluan dilakukan menurut metode
Malon-Robichoud mengenai penapisan hipokratik yang dimodifikasi. Prinsipnya adalah
melihat gejala-gejala yang timbul pada hewan percobaan setelah diberi suatu obat
Skrining ini dapat membedakan suatu obat/bahan yang berguna dan yang tidak berguna
dengan cepat dan biaya yang relatif murah. Darinya akan dihasilkan profil
farmakodinamik obat/bahan. Selain itu dapat diketahui efek farmakologi pada suatu obat
yang belum diketahui sebelumnya, sehingga diperoleh perkiraan efek farmakologi
berdasarkan pendekatan data parameter-parameter yang diketahui.
Prinsip dasar penapisan atau skrining farmakologi ini ialah mencari persen
aktivitas yang terjadi pada setiap kelompok efek–efek tersebut, kemudian dapat ditarik
kesimpulan berdasarkan persen aktivitas yang paling besar. Semakin besar persen
aktivitas pada suatu efek maka zat atau obat uji semakin mempunyai kecenderungan
berasal dari kelompok efek tersebut.
Uji ini merupakan tahap awal penelitian farmakologi atau zat-zat yang belum
diketahui efeknya serta untuk mengetahui apakah obat tersebut memiliki efek fisiologis
atau tidak sehingga disebut sebagai penapisan hipokratik (penapisan awal). Penapisan ini
masih merupakan prediksi.
Sistem saraf biasanya dibagi menjadi susuna saraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang). Serta susunan saraf perifer, yang terbagi menjadi 2, yaitu susunan syaraf
motoris (yang bekerja sekehendak kita) serta susuna saraf otonom yang bekerja menurut
aturannya sendiri.
1. Parasimpatomimetik
Parasimpatomimetika atau kolinergika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan parasimpatis, karena melepaskan
neurohormon asetilkolin di ujung-ujung neuronnya. Efek-efek yang muncul setelah
pemberian kolinergika adalah:
Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar
ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dll.
Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah.
Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan
sekresi dahak diperbesar.
Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya
tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin.
Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya.
2. Simpatomimetik
Simpatomimetika atau adrenergika adalah zat-zat yang dapat menimbulkan
(sebagian) efek yang sama dengan stimulasi susunan sipaticus dan melepaskan
noradrenalin di ujung-ujung sarafnya. Efek-efek yang ditimbulkan adalah:
Vasokonstriksi otot polos dan menstimulsi sel-sel kelenjar dengan bertambahnya
antar lain sekresi liur dan keringat.
Menurunkan peristaltik usus.
Memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
Bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
3. Simpatolitik
Simpatolitika atau adrenolitika adalah zat-zat yang melawan sebagian atau
seluruh aktivitas susunan saraf simpatis. Efeknya melawan efek yang ditimbulkan oleh
simpatomimetika.
4. Analgetik
Anlagetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
5. Vasodilator
Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh
darah secara langsung.
6. Vasokonstriktor
Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan vasodilator.
7. CNS Activation
Zat-zat yang dapat merangsang SSP. Efek-efek yang ditimbulkan adalah:
Konvulsi.
Meningkatkan laju pernapasan.
Misal pada tikus, efek yang diitmbulkan antara lain:
Aktivitas motorik meningkat
Temperatur rektum naik
Rasa ingin tahu meningkat
8. CNS Depressant
Zat-zat yang dapat menekan SSP. Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan
CNS activation. Misal pada tikus, efek yang ditimbulkan antara lain:
Aktivitas motorik menurun
Laju pernapasan menurun
Hilang refleks pinal
Paralisa kaki
Hilang daya cengkeram
9. Muscle Relaxant
Efek yang ditimbulkan mirip dengan CNS depressant.
= 0,023 kg x 3 mg/KgBB
0,3 mg/ml
= 0,23 ml
Respirasi meningkat 0 2 3 3 2 1
Respirasi menurun 0 0 0 0 0 0
Gerak berputar 1 1 1 1 1 1
Ekor bergelombang 0 0 0 0 0 0
Agresif 1 1 1 1 1 1
3. Relaksasi otot
4. Simpatomimetik
5. Parasimpatomimetik
6. Analgetik
8. Vasokontriksi
Perhitungan % aktivitas
2. Simpatolitik
% aktivitas = 6 X 100 %
10
= 60 %
3. Relaksasi otot
% aktivitas = 33,5 X 100 %
37,5
= 89,3 %
4. Simpatomimetik
% aktivitas = 9 X 100 %
15
= 60 %
5. Parasimpatomimetik
% aktivitas = 11 X 100 %
15
= 73,33 %
6. Analgetik
% aktivitas = 12,5 X 100 %
12,5
= 100 %
7. Vasodilatasi
% aktivitas = 0 X 100 %
0
= 0%
8. Vasokontriksi
% aktivitas = 0 X 100 %
0
= 0%
10. Parasimpatolitik
-
B. PEMBAHASAN
Respon kualitatif yang terjadi yaitu pada saat 5 menit pertama terlihat ekor
mencit berdiri, aktivitas motorik meningkat, agresif, rasa ingin tahu meningkat, tremor,
dan konvulsi. Selanjutnya pada menit ke 10 dan 15 efek obat lebih banyak terlihat. Efek
yang teramati pada menit tersebut diantaranya ditandai dengan menggeliat dan laju
respirasi yang semakin meningkat. Pada menit ke 30 rasa ingin tahu menurun, tremor,
refleks balik hilang, masih menggeliat, temperature rectum meningkat dan jatuh dari
rotaroad. Pada menit ke-60 efek tremor masih dapat terlihat dan efek lain yang terjadi
yaitu reflex telinga hilang, konvulsi, temperature rectum meningkat dan katalepsi.
Respon kuantitatif agak sulit diamati, karena salah satunya faktor yang
mempengaruhi adalah alat yang terbatas. Respon yang dapat diamati diantaranya
laju pernapasan mencit yang semakin bertambah, selain itu tonus tubuh mencit juga
meningkat. Hal ini dapat dilihat ketika mencit diletakkan di atas kawat kemudian
kawat tersebut diputar dimulai dari 450-1800 mencit dapat bertahan selama
beberapa menit. Pada data pengamatan berdasarkan persentase, efek yang paling besar
adalah analgetik (100%). Efek-efek lainnya terjadi dengan persentase bervariasi, antara
lain penekan SSP (73,3%), relaksasi otot (89,3%), parasimpatomimetik (73,33%),
simpatolitik (60%), simpatomimetik (60 %), vasokonstriksi (0%), vasodilatasi (0%),
parasimpatolitik (-%) dan stimulansi SSP (83,53%).
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.Nyeri adalah gejala penyakit atau
kerusakan yang paling sering. Analgetika merupakan senyawa yang dapat menekan
fungsi saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa
mempengaruhi kesadaran. Analgesik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang
persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi
menjadi dua golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik . Meskipun
sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan untuk
diagnosis, tetapi pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakkan. Kebanyakan
menyiksa dan karena itu berusaha untuk membebaskan rasa nyeri. Seluruh kulit luar
mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam bagian luar tubuh peka
terhadap rasa nyeri.
Ketidakakuratan hasil yang diperoleh mungkin saja terjadi dalam percobaan ini
dikarenakan kesalahan-kesalahan yang terjadi, mungkin disebabkan karena pengamatan
dari efek terapi mencit yang subjektif, agak susah untuk dapat menentukan apakah terjadi
perubahan signifikan pada mencit. Selain juga dikarenakan keterbatasan alat yang
tersedia. Mencit tersebut juga mungkin saja kurang memberikan efek terapi yang
seharusnya ada oleh karena sifat mencit yang agak resisten.
6. KESIMPULAN
Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk menapis aktivitas suatu
obat/bahan yang belum diketahui sebelumnya baik yang berasal dari bahan alami
maupun senyawa sintetis atau semisintetis.
Kriteria yang digunakan sebagai parameter untuk pengamatan ini ialah aktivitas
penekan sistem saraf pusat, simpatolitik, relaksasi otot, simpatomimetik,
parasimpatomimetik, analgetik, vasodilatasi, vasokontriksi, stimulasi system saraf
pusat, dan parasimpatolitik.
Berdasarkan parameter-parameter yang diamati pada percobaan, obat yang
disuntikan merupakan golongan Analgetik yang bekerja dengan cara
merelaksasikan otot. Hal ini dapat dilihat dari parameter yang paling besar bila
dikalikan dengan faktor bobot yaitu tonus tubuh meningkat dan respirasi
meningkat. Efek lain yang mendukung yang menunjukkan bahwa obat yang
diberikan adalah golongan analgetik yaitu ekor naik/berdiri, gerak berputar dan
paralisa kaki. Efek lain yang mendukung yang menunjukkan bahwa obat yang
diberikan adalah golongan relaksan otot adalah menggeliat, rasa ingin tahu
menurun, reflex telinga hilang, jatuh dari rotaroad dan tonus tubuh menurun.
Mencit yang diujicobakan dalam percobaan skrinning hipokratik ini tidak
mengalami peningkatan urinasi, maupun diare yang mengakibatkan berat
badannya menurun. Mencit tersebut juga tidak mengalami sekresi saliva
meningkat sehingga obat ini bukan golongan parasimpatomimetik.
Faktor yang mempengaruhi hasil eksperimen dalam hal ini kondisi mencit yaitu
keadaan kandang, suasana kandang baru yang asing, pengamatan hewan dalam
kandang, dan keadaan ruangan tempat hidup hewan percobaan ( cuaca ) dan juga
factor-faktor lainnya seperti kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan oleh
praktikan (human error).
7. JAWABAN PERTANYAAN-PERTANYAAAN
1. Apa beda skrining buta dan skrining spesifik?
Jawab :
Skrining buta adalah program skrining terhadap senyawa baru yang tidak
diketahui aktivitas farmakologinya. Sedangkan skrining spesifik adalah program
skrining yang dilakukan pada senyawa yang telah dapat diperkirakan khasiatnya.
3. Apakah toksisitas bahan obat dapat diramalkan menggunakan cara skrining ini?
Jelaskan.
Jawab :
Bisa. Karena dari skrining hipokratik ini diperoleh seberapa besar aktivitas dari
berbagai kriteria yang diamati. Bila pada skrining hipokratik ini pada dosis yang
besar dapat memberikan efek yang sangat berlebihan, maka bisa dinyatakan
berefek toksik.
4. Jelaskan tahap-tahap penelitian yang harus dilalui untuk suatu obat baru agar
dapat digunakan secara klinis?
Jawab :
Pengembangan dan penilaian obat ini meliputi 2 tahap uji :
1. Uji Praklinik
Serangkaian uji praklinik yang dilakukan antara lain :
a. Uji Farmakodinamika
b. Uji Farmakokinetik
Untuk mengetahui ADME
Merancang dosis dan aturan pakai.
c. Uji Toksikologi
Mengetahui keamanannya
d. Uji Farmasetika
2. Uji Klinik
Uji dilakukan pada manusia. Dibagi menjadi 4 Fase :
a. Uji Klinik Fase I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya
pada manusia.
b. Uji Klinik Fase II
Pada fase ini dicobakan pada pasien sakit.
c. Uji Klinik Fase III
- Pada manusia sakit, ada kelompok kontrol dan kelompok pembanding
- Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah pasien maupun keragaman
(misal : intra ras)
- Setelah terbukti efektif dan aman obat siap untuk dipasarkan
d. Uji Klinik Fase IV
- Uji terhadap obat yang telah dipasarkan (post marketing surveilance)
- Mamantau efek samping yang belum terlihat pada uji-uji sebelumnya
DAFTAR PUSTAKA
Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program Studi Farmasi FKIK
Katzung, Bertram G, (2004), Basic & clinical pharmacology, 9th Edition, Lange Medical
Books/Mcgraw-Hill: New York, Hal : 6, 152 (e-book version of the text).
Tan, Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia