Anda di halaman 1dari 66

MODUL PRAKTIKUM

ANALISIS PRODUK AGROINDUSTRI

Oleh:

Niken Ayu Permatasari


Dwi Setyaningsih
Purwoko
Sapta Rahardja
Muslich

2020
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2

MATERI PRAKTIKUM ANALISIS PRODUK AGROINDUSTRI


TAHUN 2020 – 2021
Minggu ke- Materi
1 Good Laboratory Practices
2 Karakterisasi produk berbasis gula
3-4 Karakterisasi produk berbasis pati
5 Karakterisasi produk berbasis minyak atau lemak
6 Karakterisasi produk berbasis protein hewani
7 Karakteristisasi produk berbasis protein nabati
UTS
8 Karakterisasi produk berbasis minyak atsiri
9 Karakterisasi produk herbal dan rempah
10 Karakterisasi produk bahan penyegar
11 Karakterisasi produk buah, sayur dan bunga
12 Karakterisasi produk berbasis serat alami
13 Karakterisasi produk berbasis polimer alami
14 Karakterisasi produk berbasis rumput laut
UAS

Aturan Umum :
• Mahasiswa wajib mengikuti 100% praktikum.
• Mahasiswa yang sakit atau berhalangan karena suatu sebab harus dapat menunjukkan keterangan
tertulis yang sah.
• Mahasiswa yang tidak mengikuti praktikum karena sakit, harus dapat menunjukkan surat
keterangan dokter dan praktikan yang tidak melakukan praktikum tanpa alasan-alasan yang sah,
tidak diberi kesempatan untuk mengikuti praktikum susulan.
• Dosen pengajar / asisten akan menolak atau mengeluarkan mahasiswa yang akan / sedang
praktikum, apabila ternyata melanggar tata tertib praktikum.
• Laporan harus sesuai dengan yang diminta dan diserahkan paling lambat 1 minggu sesudah
praktikum kepada dosen pengajar / asisten yang bertugas.
3

TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Sebelum memulai praktikum dengan sesuatu percobaan, terlebih dahulu harus dibuat persiapan
sebagai berikut :
a. Mempelajari modul praktikum untuk percobaan yang akan dilakukan.
b. Membuat rencana kerja dari percobaan yang akan dilakukan.
2. Tiap praktikan yang mengerjakan percobaan secara kelompok, masing-masing anggota harus
mengetahui semua cara kerja dan hasil percobaannya.
3. Jika ada kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, seperti : terbakar, terkena asam-asam pekat,
terminum pereaksi-pereaksi tertentu atau terhirup gas-gas berbahaya segeralah hubungi
penanggung jawab praktikum
4. Untuk penghematan, pakailah bahan secukupnya saja. Kerja harus dilakukan dengan tepat, karena
mengulangi kegagalan akan memerlukan pembuatan bahan baru
5. Botol-botol persediaan bahan harus ditutup kembali dengan tutup aslinya untuk mencegah
tercampurnya satu bahan pereaksi dengan bahan yang lain
6. Waktu pengambilan bahan yang berupa serbuk atau kristal, harus dijaga supaya tidak ada yang
berhamburan di atas meja
7. Pakailah pipet yang sesuai dengan bahan yang diperlukan. Isilah pipet yang berskala dengan
bahan secukupnya, kalau ada lebihnya janganlah dikembalikan ke dalam botol persediaan
8. Kertas saring bukan untuk menulis atau untuk mengeringkan alat-alat, tetapi hanya dapat dipakai
sebagai penyaring
9. Perlakukan bahan kimia dengan semestinya :
a. Gunakan masker dan sarung tangan jika hendak menggunakan bahan-bahan beracun atau asam
dan basa pekat
b. Jangan memipet bahan-bahan beracun dengan mulut, pergunakan bola karet yang sesuai
c. Bekerjalah pada lemari asam atau di ruangan terbuka bila menggunakan zat-zat yang
berbahaya
d. Perhatikan “tanda-tanda peringatan” pada botol reagen sampel
e. Hindari kontaminasi terhadap reagen, jangan memipet langsung dari larutan induk
10. Berhati-hatilah menggunakan alat, karena jika rusak belum tentu dapat diganti dengan cepat atau
dengan semestinya (sesuai dengan alat yang dirusak)
11. Jangan memakai atau menyentuh peralatan yang belum tahu benar prosedur pemakaiannya.
Laporkan bila terdapat peralatan yang tidak bekerja dengan sempurna, jangan mencoba
memperbaikinya sendiri
4

12. Pada setiap kali praktikum, praktikan harus memakai jas laboratorium dan membawa lap atau
tissue. Selama praktikum berlangsung, praktikan harus bekerja dengan sungguh-sungguh,
cekatan, tenang, cermat, rapi, tertib dan bersih.
13. Praktikan tidak diperkenankan meninggalkan ruangan bila masih ada alat-alat dan meja yang
masih kotor. Setiap meninggalkan ruangan praktikum harus ada izin dari asisten/dosen pengajar.
14. Praktikan yang memecahkan alat-alat gelas diharuskan mengganti alat sesuai dengan aslinya.
15. Tidak diperkenankan untuk makan, minum atau merokok selama berada di Laboratorium dan
sebaiknya cucilah tangan sebelum meninggalkan laboratorium
16. Bahan praktikum yang belum selesai (diamati diluar jam praktikum) harus diberi label dengan
jelas agar tidak di ganggu praktikan lain
17. Praktikum yang tidak melakukan seluruh percobaan yang diberikan selama masa praktikum, tidak
diperkenankan mengikuti ujian.
5

GOOD LABORATORY PRACTICES

Good Laboratory Practices (GLP) adalah aturan-aturan, prosedur-prosedur, dan praktek-praktek di


laboratorium yang cukup untuk menjamin mutu dan integritas data analitis yang dikeluarkan oleh
laboratorium tersebut. Peraturan-peraturan yang menyangkut GLP ini dikeluarkan pada bulan Desember
1978 oleh U.S. Food and Drug Administration (US-FDA) yang pada prinsipnya meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Organisasi dan personalia (personil, manajemen fasilitas pengujian, dan unit jaminan mutu).
2. Fasilitas (umum, fasilitas pemeliharaan hewan percobaan, fasilitas suplai hewan, fasilitas untuk
menangani bahan-bahan penguji dan pengontrol, laboratorium, fasilitas penyimpanan spesimen dan
data, fasilitas administratif dan personil).
3. Peralatan (disain peralatan, perawatan dan kalibrasi).
4. Pengoperasian fasilitas pengujian (prosedur pengoperasian yang baku, larutan-larutan dan pereaksi,
pemeliharaan hewan percobaan).
5. Bahan-bahan penguji dan pengontrol (karakterisasi bahan penguji dan pengontrol, penanganan bahan
penguji dan pengontrol).
6. Manual pengoperasian laboratorium.
7. Pencatatan data dan pelaporan (pelaporan, penyimpanan dan penarikan kembali catatan dan data).

Prinsip umum bekerja di laboratorium kimia


 Semua bahan kimia dianggap berbahaya, sehingga hindari kontak antara bahan dengan pekerja. Wadah
bahan kimia selalu tertutup dan gunakan ruang asap (fume hood) untuk bahan berbahaya.
 Gunakan jas lab, sarung tangan, pelindung mata dan lain-lain yang diperlukan saat bekerja
 Membuat perencanaan metode, pereaksi yang digunakan, keamanannya, dan pencatatan data. Jika ada
metode yang belum dimengert harus ditanyakan kepada teknisi, dosen atau orang yang mengerti hal
tersebut. Untuk alat-alat tertentu, hubungi teknisi atau dosen yang ditunjuk untuk mengoperasikannya.
 Baca dan ikuti petunjuk yang ada pada setiap label bahan kimia. Membawa bahan kimia dengan benar,
tidak hanya memegang lehernya saja tetapi harus ada penopang dari bawah.

Bekerja dengan bahan kimia


o Simpan bahan kimia dalam jumlah yang sekecil mungkin diatas meja kerja dan tidak diletakkan pada
tempat yang memungkinkan jatuh atau terguling. Ruang asap (fume hood) bukan tempat menyimpan
bahan kimia.
o Jangan memipet dengan mulut
6

o Penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat membahayakan pernafasan dilakukan pada tempat yang
memiliki ventilasi baik (Ruang asap). Contoh bahan kimia yang membahayakan antara lain Asetil
Klorida, Amonium Hidroksida, Bromin, Klorin, Kloroform, Flourin, Asam Bromat, H2S, Fosfo
Klorida, Fosfo Oksilorida, SO2, CO, dan lain-lain.

Bahan-bahan berbahaya dan cara-cara penangannanya


1. Bahan-bahan yang merusak kulit, antara lain adalah :
a. Asam-asam kuat (pekat) : H2SO4 (Asam Sulfat) , HNO3 (Asam Nitrat), HCl (Asam Klorida), HF
(Asam Fluorida)
b. Basa-basa kuat : NaOH (Natrium hidroksida), KOH (Kalium hidroksida)
c. Asam/Basa lemah : CH3COOH (Asam asetat), (COOH)2, NH4OH (Amonium)
d. Lain-lain : H2O2 (peroksida pekat), brom cair, persenyawaan krom, persulfat, kapur klor,
(NH4)2S, AgNO3 (perak nitrat)
Bila zat-zat ini perlu diukur dengan tepat, maka gunakanlah pipet volume.
Hindarkan kontak langsung ke kulit atau mata, gunakan masker dan sarung tangan dan pada saat
memgambil bahan jangan sampai ada yang tercecer di luar botol.
Jangan memasukkan NaOH dan KOH ke dalam air yang bukan untuk melarutkan bahan dan jangan
menengok ke dalam cawan atau beker gelas yang sedang dipanaskan.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan jika terkena bahan-bahan di atas adalah segera mungkin
mengguyur dengan air yang mengalir pada bagian yang terkena.
2. Gas – gas beracun, antara lain adalah : CO (karbon monoksida), H2S (Hidrogen Sulfida), Uap Hg (Air
raksa), HCN (asam sianida), AsH3 (Arsen hidrida), NO2 (Nitrogen dioksida), Cl2 dan Br2 (Klor dan
Brom), CS2 (Karbon disulfida), C6H6 (benzena), CHCl3 (Kloroform), dan CCl4 (Karbontetraklorida).
Untuk menghindari kemungkinan termakannya bahan-bahan kimia, maka dilarang makan/minum dan
merokok di dalam laboratorium, karena merokok bukan hanya menimbulkan kebakaran tetapi juga
dapat menyebabkan terisapnya zat-zat racun.
3. Zat-zat yang meledak, antara lain : Mn2O7 (campuran KMnO4 dan H2SO4), nitrida-nitrida logam berat
serta hidrogen, endapan hitam yang lambat maun terbentuk dalam larutan perak beramonia, asam
perklorat dengan adanya zat-zat organik, natrium peroksida dengan karbon, belerang atau zat-zat
organik dan serbuk Mg bila dipanaskan dengan zat-zat yang lembab. Campuran nitrat dan klorat juga
sering meledak jika dipanaskan.
7

Perlindungan terhadap mata dilakukan dengan menggunakan kacamata kerja (Safety goggles) ketika :
 Bekerja dengan oksidator kuat, bahan kimia yang menyebabkan iritasi dan mudah meledak
 Mencampur bahan kimia yang dapat menimbulkan reaksi kuat (ledakan, panas, dll)
 Bekerja dengan alat bertekanan tinggi
 Jangan melihat langsung ke dalam botol berisi bahan kimia berbahaya, tetapi lihat lewat botol
kacanya
 Hati-hati ketika melarutkan atau mengencerkan asam dan basa kuat
 Larutan basa encer sekalipun dapat menyebabkan kerusakan mata yang permanen

Cara menimbanga bahan kimia beracun yang menyebkan iritasi (Se, Hg, Akrilamid) adalah
Timbang wadah bertutup
Bawa ke dalam ruang asap, isi dengan bahan kimia
Timbang wadah + isi, dan hitung berat isi berdasarkan berat wadah kosong
Jika harus dilarutkan, lakukan dalam ruang asap
Proteksi, lakukan pembacaan label, menggunakan sarung tangan ataupun masker

Apabila terjadi kecelakaan dan keadaan darurat dalam laboratorium kimia, yang perlu segera dilakukan
adalah sebagai berikut
 Laporkan kecelakaan yang terjadi pada dosen penanggung jawab ataupun teknisi
 Jika kulit atau mata terkena bahan kimia, basuh dengan air mengalir selama beberapa menit. Jika
masih terasa sakit/terbakar, segera periksakan ke dokter. Jika yang terkena mata harus segera di
periksakan ke dokter
 Jika kulit terkena fenol, basuh dengan air bersabun, kemudian olesi bagian yang terkena dengan
gliserol dan segera ke dokter
 Lepas cincin, gelang, jam tangan sebelum tangan/jari bengkak
 Bersihkan tumpahan bahan kimia dengan hati-hati. Gunakan pelindung tubuh
 Jika jas lab terkena tumpahan bahan kimia, lepaskan dan bilas dengan air bersih
 Jika terjadi kebakaran, jangan panik:
a. Gunakan alat pemadam kebakaran yang tersedia
b. Jika kebakaran disebabkan oleh sejumlah kecil (50 ml) pelarut organik, biarkan sampai api mati,
jauhkan botol-botol yang berisi bahan kimia, siapkan alat pemadam kebakaran (jika diperlukan)
c. Jika jas/baju terbakar, lepaskan dan padamkan api dengan bantuan lap basa
8

Analisis jenis/jumlah bahan baku dan produk antara lain


1. Gravimetri berdasarkan berat
2. Titrimetri/volumetric berdasarkan volume
3. Spektrofotometri berdasarkan intensitas warna larutan yang akan ditentukan konsentrasinya.
Terdiri dari visible, UV, UV-visible, IR (infra red)
4. Khromatografi berdasarkan perbedaan distribusi molekul fase bergerak cair/gas (eluen) dan fase
diam padat/cair (adsorben). Terdiri dari gas (GC) dan liquid (HPLC)

Teknik menimbang :
 Perhatikan kapasitas maksimum timbangan
 Berat yang boleh ditimbang ¾ dari kapasitas maksimum
 Periksa apakah sudah mendatar (lihat water pas)
 Tetapkan titik nol, bila baru dihidupkan sudah tertera angka yg nilainya besar artinya timbangan
kotor atau ada yg salah.
 Waktu menimbang pinggan tidak boleh bergerak (lihat angkanya)
 Segala penimbangan yang menjadi bagian dari satu penetapan, harus dilakukan dengan neraca
yang sama
 Benda yang panas tidak boleh ditimbang, harus dibiarkan sampai dingin terlebih dahulu
 Bahan yang ditimbang tidak boleh langsung di pinggan neraca, gunakan kaca arloji, gelas piala
kecil, botol timbang atau bahan lain yang tidak bereaksi dengan bahan yang ditimbang
 Cairan ditimbang dalam botol timbang
 Tidak menimbang benda melebihi kapasitas maksimum neraca
 Segera bersihkan bila ada bahan yang tumpah/tercecer
 Selesai menimbang benda diturunkan, semua angka dinolkan dan listrik diputuskan
 Bagian dalam dan sekitar neraca dibersihkan
 Timbangan tidak boleh dipindahtempatkan
Usahakan agar tidak menggunakan kertas untuk menimbang karena kertas berpori, akan kemungkinan
bahan akan terserap dan mempengaruhi ketelitian penimbangan
9

KARAKTERISASI PRODUK BERBASIS GULA

PENDAHULUAN
Gula merah merupakan hasil olahan dari nira dengan cara menguapkan airnya, kemudian dicetak. Gula
merah adalah gula yang berbentuk padat dan berwarna coklat tua Gula merah diperoleh dari hasil
pengolahan nira. Nira yang dipergunakan dapat berasal dari tebu, nipah, aren, kelapa, dan siwalan.
Pembuatan gula merah meliputi proses pemisahan kotoran, penguapan dan pengadukan, pengujian
kemasakan dan pencetakan. Komponen utama gula merah adalah sukrosa. Selain mengandung sukrosa,
gula merah juga mengandung gula pereduksi, air mineral, lemak dan protein. Jumlah komponen tersebut
bervariasi tergantung dari baha baku nira yang digunakan (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi nira dari berbagai jenis nira palma

Jenis Nira dari Tanaman


Komponen
Aren Siwalan Nipah Kelapa

Bahan kering (g/l) 140-180 100-150 170-180 150-200


Sukrosa (g/l) 130-170 60-100 130-180 120-180
Gula pereduksi (g/l) 2-4 2 7-9 7-10
Protein (g/l) 410 4-5 1-6
Lipid (g/l) 10 360 0.4
Abu (g/l) 1200 110 1–4
N (mg/l) 10 1900 300–510
P (mg/l) 100 60 60-100
K (mg/l) 30 1200-2000
Ca (mg/l) 10-20
Mg (mg/l) 30-50

pH 8 6.5 7.5 7.2

Mutu gula merah terutama ditentukan oleh penampilannya, yaitu bentuk, warna dan kekerasan. Kekerasan
dan warna sangat dipengaruhi oleh mutu nira. Gula merah memiliki tekstur dan struktur yang kompak,
serta tidak terlalu keras sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan empuk. Selain itu gula merah
juga memiliki aroma dan rasa yang khas. Gula juga ada yang berbau karamel, karamel ini disebabkan
10

karena adanya reaksi karamelisasi akibat panas selama pemasakan. Karamelisasi juga yang menyebabkan
timbulnya warna coklat pada gula.

Gula semut merupakan diversifikasi produk gula merah yang berbentuk serbuk, dikenal dengan nama
Palm sugar. Gula semut dapat dibuat dari nira atau dari gula merah cetak. Jenis produk ini sebenarnya
sama manfaatnya dengan gula merah cetak, hanya karena berbentuk kristal-kristal kecil membuat
penggunaannya menjadi lebih praktis, selain itu lebih lama umur simpannya sebab tingkat kekeringannya
lebih tinggi. Proses pembuatan gula semut dari nira hampir sama dengan proses pembuatan gula cetak.
Perbedaannya adalah pada saat nira telah cukup pekat, pemasakan diangkat dari tungku tidak dilakukan
pencetakan melainkan didinginkan dan selanjutnya diaduk dengan cepat sehingga terbentuk serbuk.
Pembuatan gula semut membutuhkan nira dengan mutu yang lebih baik dari pada pembuatan gula merah.
Hal ini dikarenakan pada pembuatan gula semut harus melewati tahap kristalisasi. Nira dengan kadar
sukrosa rendah akan sulit mengkristal.

Ada tiga cara untuk membuat gula semut. Cara pertama adalah pembuatan gula semut dari gula merah
cetak, gula merah diiris tipis-tipis, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama dua sampai tiga
hari. Setelah kering irisan gula merah dihancurkan dan diayak untuk mendapatkan serbuk gula. Cara
kedua adalah dengan melarutkan gula merah cetak ke dalam air, kemudian disaring untuk menghilangkan
kotoran dan selanjutnya dipekatkan melalui pemanasan. Cara ketiga adalah menggunakan bahan baku
nira segar, kemudian disaring dan selanjutnya dipekatkan melalui pemanasan.

BAHAN DAN ALAT


Bahan : gula semut, gula merah, gula sirup, gula kristal, gula batu, maltodextrin, xylitol, sorbitol, larutan
triethanolamine (TEA) 0,1 mol/L, larutan HCl 0,1 mol/L, larutan dapar triethanolamine/HCl (TEA/HCl
dapar)
Alat : refraktometer, polarimeter, tabung polarimeter, penangas air, kuarsa penguji, labu ukur 100 ml,
kaca penutup, kertas saring, pipet tetes, spektrofotometer, oven vakum, filter membran 0,45 µm, pompa
vakum, desikator

PROSEDUR
a. Total Padatan Terlarut
 Pengujian total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer. Prisma
refractometer terlebih dahulu dibilas dengan aquades dan diseka dengan kain yang lembut.
 Sampel diteteskan ke atas prisma refraktometer dan diukur derajat Brix-nya.
11

b. Polarisasi (SNI 3140-2 2011 gula kristal rafinasi)


 Timbang (26,000 ± 0,001) g contoh ke dalam labu ukur 100 mL yang kering dan tambahkan air
bersuhu 20 ºC sebanyak 60 mL;
 Larutkan dengan cara diaduk perlahan tanpa pemanasan dan tambahkan air suling sampai dibawah
tanda garis;
 Letakkan dalam penangas air bersuhu kira-kira 20 ºC sehingga suhu larutan kira-kira 20 ºC,
keringkan bagian atas dari labu dengan kertas saring kemudian tepatkan sampai tanda garis
dengan air suling bersuhu 20 ºC mengunakan pipet tetes dan tutup untuk menghindari evaporasi;
 Biarkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk mencapai keseimbangan suhu;
 Buka penutup labu dan timbang labu yang berisi larutan sampai ketelitian ± 0,001 g
 Tutup kembali labu ukur dengan penutup yang bersih dan kering kemudian digoyang dengan
tangan;
 Isi tabung polarimeter dengan larutan contoh dan catat suhu ruang (t q);
 Letakkan tabung pada sel kompartemen dan catat pembacaan polarisasinya (pl);
 Pengukuran polarisasi kuarsa penguji ;
a) letakkan tabung standar kuarsa pada sel kompartemen dan catat pembacaan polarisasinya (Qt);
b) koreksi nol pada polarimeter;
c) catat pembacaan polarisasi pada peralatan dengan sel kompartemen kosong (P 0);
d) koreksi tabung polarimeter, bersihkan tabung dan catat pembacaan polarisasi terhadap tabung
polarimeter dalam keadaan kosong pada suhu ruang(PR)
 Perhitungan
Nilai polarisasi larutan gula terkoreksi pada suhu 20 ºC menggunakan circular polarimeter adalah:

Nilai polarisasi larutan gula terkoreksi pada suhu 20 ºC menggunakan quartz wedge instruments
adalah: 

Keterangan:
P20 adalah polarisasi terkoreksi larutan gula pada suhu 20 ºC, dinyatakan dalam ºZ
PL adalah pembacaan polarimeter terhadap larutan gula pada suhu ruang, dinyatakan dalam ºZ;
PR adalah pembacaan polarimeter terhadap tabung polarimeter kosong pada suhu ruang,
dinyatakan dalam ºZ;
12

Q20 adalah nilai polarisai (sertifikat) standar kuarsa penguji pada suhu ruang 20 ºC, dinyatakan
dalam ºZ;
Qt adalah pembacaan polarimeter terhadap standar kuarsa penguji pada suhu ruang 20 ºC,
dinyatakan dalam ºZ;
P0 adalah pembacaan polarimeter terhadap polarimeter kosong (sel kompartemen kosong) pada
suhu ruang, dinyatakan dalam ºZ;
tp adalah suhu kuarsa uji, dinyatakan dalam derajat celsius (ºC);
tr adalah suhu larutan contoh, dinyatakan dalam derajat celsius (ºC); dan
tq adalah suhu ruang polarimeter selama pembacaan, dinyatakan dalam derajat celsius (ºC); dan
c adalah faktor tabung polarimeter:
c = 0,000467 jika tabung polarimeter dibuat dari gelas borosilikat;
c = 0,000462 jika tabung polarimeter dibuat dari windows glass;
c = 0,000455 jika tabung polarimeter dibuat dari stainless steel.

CATATAN Jika polarimeter yang digunakan dalam satuan ºS maka pembacaan polarimeter yang
dihasilkan harus dikonversi ke dalam satuan ºZ dengan cara mengalikan ºS dengan faktor
0,99971.

c. Warna Larutan (SNI 3140-2 2011 gula kristal rafinasi)


Gula kristal rafinasi dilarutkan dalam larutan dapar sehingga memberikan larutan gula dengan pH 7,0.
Larutan kemudian disaring dengan filter untuk menghilangkan kekeruhan. Larutan hasil penyaringan
diukur absorbansnya pada panjang gelombang 420 nm dan warna larutan tersebut dihitung.
Persiapan Contoh
 Timbang (50,0 ± 0,1) g contoh uji yang telah dihomogenkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL
kemudian tambahkan (50,0 ± 0,1) g larutan dapar TEA/HCl dan larutkan dengan cara
menggoyangkan pada suhu ruang;
 Saring larutan dengan filter membran 0,45 µm menggunakan pompa vakum; dan
 Tampung filtrat dalam Erlenmeyer kering dan bersih

Deareasi
 Masukkan filtrat hasil penyaringan ke dalam oven vakum (vacuum desicator) pada suhu ruang
selama 1 jam atau ke dalam penangas ultrasonic selama 3 menit; dan
 Ukur refractometric dry substance (RDS) larutan menggunakan refractometer
13

Pengukuran Warna
 Tentukan titik nol absorbans pada panjang gelombang 420 nm dengan menggunakan larutan
blanko dari larutan dapar TEA/HCl yang telah mengalami penyaringan dan deaerasi; dan
 Masukkan larutan contoh ke dalam kuvet yang sebelumnya telah dibilas dengan larutan contoh
dan tentukan absorbansnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (AS).

Perhitungan Densitas
Hitung konsentrasi zat padat contoh dalam larutan (c) dari pengukuran RDS; RDS terkoreksi dihitung
dengan cara mengalikan RDS dengan faktor 0,989. Gunakan RDS terkoreksi untuk menentukan
densitas (ρ) pada larutan uji dari Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan antara % RDS dengan densitas


% RDS Densitas (ρ) (kg/m3)
47 1213,3
48 1218,7
49 1224,2
50 1229,7
51 1235,2
52 1240,7
53 1246,3

Untuk menghitung konsentrasi larutan (c) menggunakan rumus sebagai berikut:


Zat padat (g/ml) = RDS terkoreksi x ρ
105
Warna larutan (IU) = 1000 x As atau
b x c
Warna larutan (IU) = 108 x As
b x (RDS terkoreksi) x ρ
Keterangan:
As adalah absorbans contoh;
b adalah tebal kuvet, dinyatakan dalam centimeter (cm);
c adalah konsentrasi zat padat, dinyatakan dalam gram per milliliter (g/mL).dan
ρ adalah densitas, dinyatakan dalam kg per meter kubik (kg/m3)
14

d. Bagian tidak larut dalam air (SNI 01-3743-1995 Gula Palma)


Bagian yang tidak larut dalam air adalah zat-zat kotoran seperti pasir, potongan daun serangga dan
lain-lain.
 Timbang 20 gram contoh, masukkan dalam gelaspiala, tambah 200 ml air panas, aduk hingga larut
 Dalam keadaan panas, tuangkan ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang
 Bilas gelas piala dan kertas saring dengan air panas
 Keringkan kertas saring dalam oven suhu 1050C selama 2 jam, dinginkan dan timbang sampai
bobot tetap.
Perhitungan:
Bagian yang tidak larut dalam air = W1 – W2 x 100 %
W
Keterangan:
W = bobot contoh
W1 = bobot kertas saring berisi bagian yang tidak larut dalam air setelah dikeringkan
W2 = bobot kertas saring kosong

e. Gula Pereduksi (Metode DNS)


Pereaksi DNS
Timbang 10,6 g DNS dan 19,8 g NaOH, dilarutkan ke dalam 1416 ml aquades. Setelah larut sempurna
tambahkan 306 g potasium sodium tartrat, 7,6 g phenol (sebelumnya dicairkan lebih dulu pada suhu
50oC) dan 8,3 g Sodium metabisulfit.
Titrasi 3 ml larutan ini dengan HCl 0,1 N menggunakan indikator phenolptalein, volume titran
sebanyak 5 – 6 ml. Tambahkan NaOH bila dibutuhkan sebanyak 2 g untuk setiap ml penggunaan HCl
0,1 N pada titrasi tadi.

Standar Glukosa
Standar glukosa dibuat pada selang 50 – 250 ppm.

Cara Analisa
 Pipet 1 ml contoh masukan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 3 ml pereaksi DNS. Letakan di
dalam air mendidih selama 5 menit (tepat), kemudian dinginkan hingga suhu kamar.
 Baca contoh dengan spectrofotometer pada panjang gelombang 550 nm
 Tetapkan juga blanko seperti cara di atas, tetapi sebagai pengganti contoh digunakan aquades
 Ukur dan catat absorbansi atau % transmitance
15

 Kurva standar dibuat dengan membuat larutan glukosa konsentrasi 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm,
dan 250 ppm
 Nilai yang dapat dipakai pada selang transmitance 20% - 80%

f. Total Gula (Metode Fenol)


 Pipet 1.0 ml larutan sampel (mengandung 20-50 ppm glukosa)
 Tambahkan 0.5 ml larutan fenol 5% dan dikocok.
 Kemudian 2.5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat. Biarkan hingga dingin.
 Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 490 nm.
 Kurva standar diukur pada konsentrasi 10-60 ppm glukosa.

g. Derajat Polimerisasi dan Dextrose Equivalent


Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi pati atau produk
modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan derajat polimerisasi (DP). DP
menyatakan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa
sehingga maltose memiliki DP 2 dan DE 50. Semakin besar DE berarti semakin besar juga persentase
pati yang berubah menjadi gula pereduksi.
Perhitungan:
Derajat polimerisasi (DP) = (Total Gula) / (Total Gula Pereduksi)
Dextrose Equivalent (DE) = {(Total Gula Pereduksi) / (Total Gula)} x 100
16

KARAKTERISASI PRODUK BERBASIS PATI

PENDAHULUAN
Di Indonesia, umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat yang penting setelah beras dan jagung.
Tanaman umbi-umbian yang sudah bisa dijadikan sebagai sumber pangan dan bahan baku industri adalah
umbi kayu (singkong) dan ubi jalar. Penguasaan kedua jenis umbi tersebut relatif lebih luas dibandingkan
umbi-umbian lain (umbi minor), padahal potensi umbi minor cukup baik untuk dikembangkan. Jagung,
sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan beraneragam umbi-umbian seperti talas, kimpul, suweg, uwi, gembili, iles-
iles, garut, ganyong masih belum termanfaatkan secara optimal. Sebagai sumber karbohidrat, umbi-
umbian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri dalam bentuk (1) tepung umbi, (2) pati umbi dan
(3) hidrolisat pati dan produk dari pati ( starch-based products).

Pati (C6H10O5)n merupakan salah satu jenis polisakarida yang dapat diperoleh dari berbagi macam
tumbuh-tumbuhan, terutama dari jagung, ubi kayu, ubi jalar, kentang, padi, gandum, sorgum dan lain-
lain. Meskipun bentuk kristalnya berbeda-beda, dalam banyak hal pati dapat saling mengganti. Bahan ini
penting dalam industri pangan, lem, tekstil, kertas, Lumpur pengeboran, permen, glukosa, dekstrosa,
HFS, fermentasi dan lain-lain. Beberapa contoh produk berbasis pati antara lain mie, bihun dan roti.

Proses pengolahan pati secara tradisional dapat dibagi menjadi tiga tahap (1) Pengolahan pendahuluan:
pencucian, pengupasan dan penghancuran. Penghancuran berfungsi untuk memecah dinding sel agar butir
pati di dalamnya dapat terlepas. Pemarutan tidak melepas semua sel pati, sehingga untuk memperbanyak
sel yang pecah dilakukan peremasan. (2) Ekstraksi pati: penyaringan, pengendapan dan pemurnian.(3)
Pengolahan penyelesaian: pengeringan dan pengepakan.

Rendemen pati dipengaruhi oleh getah atau gum yang dimiliki oleh beberapa umbi-umbian seperti talas
dan ubi jalar, pada batang seperti sagu atau buah seperti pada pisang. Getah ini dapat menghambat proses
penyaringan, juga menghambat pengendapan pati serta menyebabkan warna pati tidak putih bersih
karena granula pati dikelilingi oleh getah.

Bahan Dan Alat


Bahan : Sumber pati dari umbi-umbian dan serealia (singkong dan jagung), mie kering, mie instant,
bihun jagung dan bihun beras.
Alat : Pisau, parut, kain saring, baskom, nampan pengering dan oven.
17

PROSEDUR
Pembuatan Tepung Umbi-umbian
 Persiapan bahan baku dimulai dari pembersihan kotoran, pengupasan dan pengecilan ukuran umbi
yang dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau.
 Lakukan perendaman umbi-umbi tersebut ditambahkan pemutih berupa natrium bisulfit dengan
konsentrasi 1,5 g/l selama 5-10 menit.
 Selanjutnya dikeringkan pada cahaya matahari kemudian pada oven suhu 50 0C selama 24 jam (sampai
kering).
 Giling dan ayak pada saringan 80 mesh.

Pembuatan Tepung Serealia


 Bersihkan biji-bijian dari kotoran. Rendam dalam air untuk steeping.
 Gilinglah serealia dengan menggunakan waring blender
 Ayak pada saringan 80 mesh.

Pembuatan/Ekstraksi Pati Umbi-umbian


 Timbang bahan masing-masing sebanyak 1 kg
 Kupas masing-masing kulit dan umbinya
 Parut umbi kemudian tambahkan air sedikit demi sedikit sambil dilumatkan dan peras dengan
menggunakan kain saring, penambahan air sampai perasan menjadi jernih (catat penambahan air yan
diperlukan).
 Diamkan semalam sampai pati mengendap
 Buang cairan diatasnya. Keringkan pati di bawah sinar matahari atau oven pengering
 Timbang bobot pati yang diperoleh
 Hitung rendemen dan buat neraca massa ekstraksi pati dari seluruh bahan

Pembuatan/Ekstraksi Pati Serealia


 Timbang sebanyak 1 kg jagung yang pipil (gunakan jagung yang mengandung pati tinggi)
 Rendam selama 48 jam 50oC dengan larutan Na-bisulfit 0.2%, kemudian dicuci.
 Jagung dilumatkan dengan blender kemudian tambahkan air sedikit demi sedikit sambil dilumatkan
dengan tangan dan peras dengan menggunakan kain saring, penambahan air dan pemerasan dilakukan
berulang kali sampai diperoleh air perasan yang berwarna jernih.
18

 Diamkan semalam sampai pati mengendap. Cuci dengan larutan NaOH 0.1N untuk memisahkan
protein, dan netralkan dengan air. Dekantasi hingga memisah fraksi pati.
 Buang cairan diatasnya. Lakukan penetralan secara berulang jika dibutuhkan
 Keringkan pati di bawah sinar matahari atau oven pengering 50 oC.
 Timbang bobot pati yang diperoleh. Hitung rendemen dan buat neraca massa ekstraksi pati dari
seluruh bahan

Karakterisasi Produk Berbasis Pati


a. Bentuk Granula dan Sifat Birefringence
1. Letakan sedikit contoh pada gelas objek, contoh tidak boleh terlalu tebal karma akan
menyulitkan pengamatan, lalu tambahkan satu tetes air, kemudian tutup dengan cover glass, bila
ada air yang berlebih keringkan dengan tisu.
2. Amati bentuk granula menggunakan mikroskop. Untuk pengamatan di bawah mikroskop
polarisasi cahaya, objek diuji dengan meneruskan cahaya melalui alat polarisator, sehingga
cahaya terpolarisasi sempurna dan akan nampak sifat “birefringence” dari pati.
3. Gambar masing-masing bentuk granula pati, bandingkan dengan yang ada di pustaka.

b. Derajat Putih
Pengukuran derajat putih pati dilakukan dengan menggunakan Whiteness merk Kett (Shimadzu).
Kalibrasi dilakukan dengan standar warna putih (BaSO4). Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam
wadah khusus, diputar sehingga terletak dibawah lensa dan diukur derajat putihnya yang berkisar
antara 0-100%. Nilai derajat putih dapat ditentukan dengan melihat posisi jarum penunjuk persen
derajat putih.

c. Kejernihan Pasta
1. Siapkan pasta pati (1%) dengan cara mensuspensikan 50 mg sample dalam 5 ml air (gunakan
tabung reaksi berulir)
2. Celupkan ke dalam air mendidih selama 30 menit. Kocok tabung setiap 5 menit
3. Dinginkan sample pada suhu kamar
4. Bacalah nilai transmittance (%T) pada spektrofotometer pada panjang gelombang 650 nm.
Gunakan akuades sebagai blanko.
19

d. Kelarutan dan Swelling Power


1. Timbang 0,5 g pati dimasukan ke dalam erlenmeyer 100 ml yang berisi 50 ml air destilata, beri
tanda batas permukaan air pada dinding labu.
2. Kemudian dimasukan ke dalam sheker water bath pada suhu 700C selama 2 jam. Bila volume air
berkurang tambahkan lagi akuades sampai batas tera, kocok lagi
3. Ambil 30 ml larutan jernihnya diambil dan ditempatkan dalam cawan petri yang sudah diketahui
bobot tetapnya.
4. Cawan dan contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C sampai bobot konstan.
5. Hitung pertambahan bobotnya.
Penambahan bobot x 50
Kelarutan (%) = ------------------------------ x 100
0,5 x 30
Bobot pasta yang mengendap
Swelling power(%) = ------------------------------------------ x 100
Bobot sampel x (100 - %kelarutan)

e. Freeze-thaw stability
1. Siapkan 5 ml pasta pati 5 %.
2. Untuk satu siklus freeze-thaw process, simpan dalam freezer -20 0C selama 18 jam, kemudian
ditaruh pada suhu kamar selama 6 jam
3. Kemudian sampel disentrifugasi selama 10 menit 3000 rpm
4. Volume air yang terpisah setelah siklus freeze-thaw di ukur dan dinyatakan dalam ml.

f. Sifat Amilografi
Sifat amilografi merupakan analisis untuk mengetahui profil gelatinisasi pada tepung dengan
bantuan alat Rapid visco analyzer (RVA) yang meliputi pengukuran suhu awal gelatinisasi, peak
viscosity, break down viscosity, set back viscosity dan viskositas akhir. Suhu awal gelatinisasi
merupakan suhu dimana granula pati mulai pecah yang bersifat irreversible. Peak viscosity atau
viskositas puncak merupakan titik maksimum viskositas selama proses pemanasan pasta pati.
Semakin tinggi nilai viskositas puncak maka semakin tinggi kekentalan suatu pati. Break down
viscosity atau penurunan viskositas karena pemanasan merupakan penurunan viskositas yang terjadi
ketika suspensi pati dipanaskan. Break down viscosity menunjukkan kestabilan pati selama
dilakukan proses pemanasan. Semakin tinggi break down viscosity pada pati maka semakin rendah
kestabilan pati terhadap pemanasan yang artinya pasta pati kehilangan sifat kekentalannya.
20

Set back viscosity adalah viskositas dimana terjadi pembentukan kembali ikatan-ikatan hidrogen
yang telah terputus antara molekul amilosa dan amilopektin ketika proses pendinginan. Semakin
tinggi nilai set back viscosity maka kemampuan pasta pati dalam proses retrogradasi semakin kuat.
Viskositas akhir menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah
proses pemanasan dan pendinginan dan menandai ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi
selama pengadukan.

Pengukuran sifat amilografi ini dilakukan untuk mempelajari cooking properties pada tepung
sehingga mempermudah pengolahan tepung menjadi suatu produk olahan. Aplikasi atau
pemanfaatan tepung menjadi suatu produk dipengaruhi oleh kemampuannya untuk membentuk
karakteristik yang sesuai dengan produk akhir yang diinginkan.

Gambar 1. Profil RVA Pati


21

KARAKTERISTIK PRODUK BERBASIS MINYAK DAN LEMAK

PENDAHULUAN
Minyak dan lemak dari sumber tertentu mempunyai ciri khas berbeda dari sumber lainnya yang
tergantung pada komposisi dan distribusi asam lemak pada molekul trigliseridanya. Lemak dibentuk oleh
unit struktural dengan adanya hidrofobisitas. Lemak larut dalam pelarut organik tapi tidak dalam air.
Jenis-jenis minyak bersumber dari minyak nabati antara lain minyak kelapa, minyak sawit, minyak
kacang tanah, minyak jagung, minyak kedelai dan lain sebagainya. Minyak kelapa digolongkan kedalam
asam laurat yang mempunyai karakteristik khas yaitu mengandung asam laurat (40- 50%), asam lemak
berantai C6 ,C8 dan C10 dalam jumlah sedang dan jumlah asam lemak tak jenuh rendah. Minyak kelapa
sawit mengandung 0,2-1,0% bagian yang dapat tersabunkan, yaitu tokofenol sterol, fosfaida dan alkohol.
Minyak kelapa sawit termasuk minyak oleat- linoleat, dimana komposisi minyaknya asam lemak jenuh,
palmintat 32-47% dan asam lemak tidak jenuh oleat 40-52% serta linoleat 5-11%.

Minyak kacang tanah mengandung fosfolipid dan komponen- komponen yang tidak dikehendaki lebih
sedikit daripada minyak kasar kedelai dan biji kapas. Minyak jagung mengandung 12-18% asam lemak
jenuh dan 82- 88% asam lemak tidak jenuh. Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh
gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida kurang lebih 98,6%,sedangkan sisanya merupakan
bahan non minyak seperti abu, zat warna atau lilin. Minyak jagung termasuk golongan minyak asam
oleat- linoleate. Kedelai sangat kaya akan lemak, yaitu mengandung sekitar 18-23%dengan nilai gizi yang
baik. Lemak kedelai terdiri dari trigliserida (90- 95%) dari komponen minyak lainnya, seperti sterol,
tokoferol, pigmen dan fosfolipid.

Shortening adalah lemak padat yang memiliki sifat plastis dan kestabilan tertentu, dan pada umumnya
bewarna putih dan sering disebut “Mentega Putih”. Shortening ini merupakan lemak atau minyak yang
digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti membuat adonan roti/ melembutkan roti, bahan untuk
membuat butter cream, dan juga untuk menggoreng. Shortening terbuat dari 100% lemak, baik lemak
nabati atau hewani ataupun campuran keduanya yang sudah dimurnikan dan dihilangkan baunya. Secara
umum, shortening dibedakan menjadi dua jenis yaitu Solid Shortening, atau shortening yang memiliki
sifat plastis dan berbentuk padat dan Liquid Shortening, atau shortening yang berbentuk cair.

Margarin dibuat dari minyak nabati, atau minyak hewani. Bisa juga mengandung susu, garam dan
pengemulsi. Margarin mengandung lebih sedikit lemak daripada mentega, sehingga margarin banyak
digunakan sebagai pengganti mentega. Margarin merupakan produk turunan dari minyak kelapa sawit dan
22

mengandung lemak tak jenuh yang aman bagi kesehatan. Minyak kelapa sawit yang berbentuk cair
terlebih dahulu melewati proses penyuntikan hidrogen hingga padat. Memiliki kandungan air sekitar 16%,
margarin memiliki titik leleh yang cukup tinggi sekitar 37 - 42° C. Hal tersebut yang membuat margarin
aman disimpan dalam suhu ruang tanpa harus takut meleleh. Karena berbahan dasar minyak kelapa sawit,
margarin memiliki warna kuning lebih cerah dibanding mentega yang biasanya kuning pucat. Tidak
adanya aroma susu layaknya mentega menjadi salah satu kekurangan margarin.

Bubuk Krimer (Non dairy creamer) adalah produk emulsi lemak dalam air yang diproses melalui minyak
nabati yang dihidrogenasi. Karena krimer bukan susu, maka tidak terdapat kandungan laktosa, sehingga
krimer dapat dikonsumsi oleh siapapun termasuk oleh orang yang terkena Lactose Intolerance. Krimer
nabati proses pembuatannya ada yang memakai coconut oil, ada yang memakai minyak sawit/palm oil.
Ada kelebihan dan kekurangan masing-masing bila memakai coconut oil dan palm oil, yaitu terletak pada
kegurihan, bau dan masa expired. Apabila pembuatan bubuk krimer memakai palm oil biasanya lebih
tahan lama dan tidak berbau dalam jangka waktu lama.

BAHAN DAN ALAT


Bahan : minyak sawit, minyak kelapa, shortening, margarin, krimer, alkohol netral 95%, indikator PP,
KOH 0,1 N, kloroform, pereaksi Hanus, KI 15%, aquades, Na2S2O3 0,1 N, larutan pati 1%, larutan
campuran asam asetat glasial dan kloform (3:2), KI jenuh, natrium tiosulfat 0,1 N, indikator kanji.
Alat : gelas arloji, erlenmeyer, buret, tabung reaksi, thermometer, penangas

PROSEDUR
a. Bau/aroma
 Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering
 Cium contoh uji untuk mengetahui baunya
 Jika tercium bau khas minyak, maka hasil dinyatakan “normal” dan jika tercium selain bau khas
minyak, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.

b. Asam lemak bebas


Penentuan kadar asam lemak bebas dalam minyak ini bertujuan untuk menentukan kualitas minyak.
Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sample semakin
tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses
hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
 Sebanyak 5 sampai 10 gram contoh ditimbang dalam Erlenmeyer 250 ml.
23

 Ditambahkan 25 ml alkohol netral 95% dan dipanaskan sampai mendidih.


 Setelah ditambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein, larutan dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N
sampai berwarna merah muda yang tidak hilang dalam beberapa detik.

AxNxB
Asam lemak bebas (%) =
10 x G

A = jumlah KOH untuk titrasi (ml)


N = normalitas larutan KOH
B = bobot molekul asam lemak dominan (oleat = 282)
G = bobot contoh (g)

c. Bilangan Iod
Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak atau lemak mempunyai kemampuan untuk
mengabsorpsi sejumlah iod, terutama apabila dibantu dengan suatu carrier seperti iodium bromide,
membentuk suatu senyawa yang jenuh. Jumlah iod yang diabsorpsi menunjukkan derajat
ketidakjenuhan minyak atau lemak. Bilangan iodin yang tinggi menunjukkan ketidakjenuhan
minyak atau lemak yang tinggi pula dan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan yang tidak jenuh.
 Contoh minyak diambil sebanyak 0,25 gram dan dilarutkan dalam 10 ml kloroform. Ke dalam
campuran ini kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi Hanus.
 Erlenmeyer ditutup dan reaksi dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap sambil beberapa kali
dikocok untuk mengikat Brom, kemudian ditambahkan 10 ml Kl 15% sambil terus dikocok.
 Selanjutnya aquades yang telah didihkan ditambahkan sembanyak 100 ml. iod yang tersisa pada
larutan ditritasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna larutan tersebut berwarna kuning
pucat.
 Selanjutnya ke dalam larutan tersebut ditambahkan beberapa tetes indikator larutan pati 1% dan
titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan perlakuan yang sama.

(a-b) x N x 12,69
Bilangan Iod = G

a = ml larutan Na2S2O3 untuk blanko


b = ml larutan Na2S2O3 untuk contoh
N = normalitas larutan Na2s2O3
G = berat contoh (gram)
24

d. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka
peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Asam lemak tidak jenuh yang
mempunyai ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak dapat mengikat oksigen pada ikatan
rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Jika sejumlah minyak dilarutkan dalam campuran asam
asetat dan kloroform (3:2) yang mengandung Kl, maka akan terjadi pelepasan iod (I 2). Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi. Iod yang
bebas ditritasi dengan natrium tiosulfat dengan indikator amilum sampai warna biru pertama kali
hilang.
I2 + 2 Na2S2O3 2 Nal + Na2S2O6
 Sebanyak 5 gram cotoh dilarutkan dalam 30 ml larutan campuran asam asetat glasial dan kloform
(3:2).
 Setelah semua minyak larut, kemudian ditambahkan larutan Kl jenuh sebanyak 0,5 ml sambil
dikocok.
 Selanjutnya ditambahkan 30 ml air destilata, kemudian ditritasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N
dengan indikator kanji.
 Blanko dibuat dengan cara yang sama.

Bilangan Peroksida = (S-B) x N x 8 x 100


(mg O/100 g contoh) G

S = ml titer untuk contoh


B = ml titer untuk blanko
N = normalitas Na2S2O3
8 = setengah berat molekul oksigen
G = berat contoh

e. Melting point (untuk margarin/shortening)


 Timbang sampel sebanyak 5-10 gram
 Sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi yang sudah terdapat thermometer
 Isi beaker glass dengan air ± 150mL, letakkan diatas penangas
 Masukkan sampel yang telah siap kedalam beaker glass dan nyalakan penangas
 Amati perubahan yg terjadi pada sampel dari fase padat menjadi fase cair
 Catat berapa suhu dan waktu yang diperlukan untuk mencairkan sampel tersebut
 Secara sederhana dapat digambarkan seperti gambar disamping
25

KARAKTERISASI PRODUK BERBASIS PROTEIN HEWANI

PENDAHULUAN
Protein hewani, yaitu protein yang berasal dari hasil-hasil hewani seperti daging (sapi, kerbau kambing,
dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu (terutama susu sapi), dan hasil-hasil perikanan (ikan, udang,
kerang, dan lain-lain). Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi, karena
mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap yang susunannya mendekati apa yang
diperlukan oleh tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (dapat digunakan
oleh tubuh) juga tinggi.

Penentuan protein dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan cara menganalisis nitrogen (N). Metode
yang digunakan menurut Kjelhdal, meliputi tiga tahap yaitu tahap hidrolisis, distilasi dan titrasi. Hasil
yang diperoleh merupakan kadar Nitrogen kasar. Untuk memperoleh kadar protein, harus dikalikan
faktor. Nilai faktor berbeda-beda tergantung jenis protein berasal. Protein merupakan gabungan dua atau
lebih asam amino yang penyusun utamanya adalah atom karbon, hidrogen dan nitrogen. Jumlah atom
nitrogen kurang lebih 15.68 persen. Uji kadar protein susu dengan menggunakan metode Kjeldahl,
hasilnya dikalikan dengan dengan faktor 100/15.68 = 6.38. Prinsip analisis protein yaitu proses distruksi,
distilasi dan titrasi.

katalis
Susu + H2SO4 ---------------> (NH4)SO4 + H2O + SO2 + CO2 ------------------------------ (distruksi)
(NH4)2SO4 + 2NaOH ------------> 2(NH4) OH + Na2SO4
2(NH4)2OH ----------------> 2 NH3 + Na2SO4 -------------------------------------------------- (distilasi)
2(NH3) + 2HCl ---------------> 2NH4Cl
2(NH3) + 2 HCl --------------> 2NH4Cl
HCl (sisa) + 2NaOH ---------> NaCl + H2O -------------------------------------------------- (titrasi)

BAHAN DAN ALAT


Bahan : Susu bubuk full cream, susu skim, susu kental manis, susu pasteurisasi, susu UHT, Butter, Keju,
es krim, yoghurt, kefir, berbagai jenis daging dan ikan, etil alkohol 68%, katalisator (campuran CuSO4
dan Na2SO4) atau serbuk Selenium, H2SO4 pekat, NaOH 50 %, HCl 0.02 N, indikator Mengsel, NaOH
0.02 N, HCl 0.02 N
Alat : Kjeldahl apparatus, erlenmeyer, buret, lactometer
26

PROSEDUR
a. Uji Penampakan Daging dan Ikan
Fisik Daging
Daging segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Dagingnya berwarna merah terang dan lemaknya
berwarna kekuningan, 2) Tekstur dagingnya kenyal, 3) Daging berwarna alamiah, yaitu merah sedikit
kekuningan, 4) Berbau khas daging, 5) Terlihat kenyal dan padat, 6) Berserat halus dan sedikit
berlemak, 7) Lemak berwarna kekuningan.
Amati warna daging secara visual. Amati bentuk dan ukuran serat daging. Bandingkan antara beberapa
jenis daging yang ada.

Fisik Ikan
Ciri Ikan Segar (SNI 01-2729.1-2006)

Parameter Ikan Segar Ikan Busuk

Mata Pupil hitam menonjol dengan kornea Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti
jernih, bola mata cembung dan putih susu, bola mata cekung dan keruh
cemerlang
Insang Warna merah tua, tak berlendir, tidak Warna merah cokelat sampai keabu-
tercium bau yang menyimpang (off abuan, bau menyengat, lendir tebal
odor)
Tekstur Elastis dan jika ditekan tidak ada Daging kehilangan elestisitas nya atau
daging bekas jari, serata padat atau kompak lunak dan jika ditekan dengan jari maka
bekas tekanannya lama hilang

Keadaan Warnanya sesuai dengan aslinya dan Warnanya sudah pudar dan memucat,
kulit dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih lendir tebal dan menggumpal serta
lendir dan transparan dan baunya segar khas lengket, warnanya berubah seperti putih
menurut jenisnya susu

Keadaan Perut tidak pecah masih utuh dan Perut sobek, warna sayatan daging kurang
perut dan warna sayatan daging cemerlang serta cemerlang dan terdapat warna merah
sayatan jika ikan dibelah daging melekat kuat sepanjang tulang belakang serta jika
daging pada tulang terutama rusuknya dibelah daging mudah lepas

Bau Spesifik menurut jenisnya, bau rumput Bau menusuk seperti asam asetat dan
laut, pupil mata kelabu tertutup lendir lama kelamaan berubaha menjadi bau
seperti putih susu, bola mata cekung busuk yang menusuk hidung
dan keruh

Keadaan mata : lihat warna dan bentuknya.


27

Keadaan insang : buka tutup insang, lihat warnanya, ada tidaknya lendir, apakah melekat satu
sama lain.
Keadaan sisik : amati sisik apakah mengkilat atau suram, berlendir atau tidak, sisik mudah
dicabut atau tidak.
Keadaan daging : amati konsistensinya, kenyal, keras atau lembek dengan cara ditekan
dengan menggunakan jari.

Uji Eber
Uji ini berdasarkan adanya kebusukan daging/ikan yang ditandai timbulnya NH 3 dipermukaan dan
dapat dibuktikan dengan reaksi Eber, yaitu reaksi antara NH3 bebas dari hasil pembusukan dengan uap
HCl membentuk asam salmiak (NH4Cl). Reagen eber terdiri dari eter : HCl : alkohol = 1 : 1 : 3.
 Masukkan 3-5 ml reagen Eber ke dalam tabung reaksi.
 Potong daging atau ikan sebesar kacang tanah, kemudian ditusuk dengan lidi atau kawat.
 Ujung lidi atau kawat yang lain ditusukkan pada gabus atau karet penyumbat tabung reaksi.
Masukkan ke dalam tabung reaksi dan disumbat (jangan sampai menyentuh cairan dan dinding
tabung reaksi).
 Perhatikan timbulnya asap putih dari daging ke permukaan reagen Eber.

Uji H2S
Pembusukkan daging/ikan dapat ditandai oleh timbulnya H2S sebagai hasil pemecahan protein. Uji ini
didasarkan pada reaksi antara H2S dengan Pb-asetat membentuk PbS berwarna gelap.
 Potongan daging/ikan sebesar kacang tanah, taruh dalam cawan petri.
 Tutup dengan kertas saring, tetesi kertas saring tepat di atas potongan daging/ikan dengan Pb-
asetat 10%.
 Tutup cawan petri tidak terlalu rapat (sedikit terbuka).
 Tunggu kira-kira 3-5 menit, perhatikan terbentuknya warna gelap/coklat pada kertas saring bekas
tetesan Pb-asetat. Tterbentuknya warna coklat/gelap menunjukkan bahwa daging/ikan mulai
membusuk.

b. Uji alkohol
Pada uji alkohol, susu yang mutunya baik/masih baik tidak menggumpal seperti halnya hasil daripada
uji didih. Hanya pada uji alkohol hasilnya dapat cepat terlihat. Adanya pembentukkan lapisan
gumpalan susu sedikit atau banyak pada sisi dinding tabung menunjukkan hasil test positif. Bila tidak
ada perubahan, hasil test negatif. Ini berarti susu tahan terhadap perlakuan panas.
28

• Tuangkan ke dalam tabung reaksi (test tube) 2 ml etil alkohol 68%.


• Tambahkan ke dalamnya 2 ml susu contoh.
• Campur dengan cara membalikkan tabung beberapa kali.
• Amati dan catat hasilnya.

b. Berat jenis
Untuk menentukan berat jenis susu digunakan alat hydrometer khusus yang disebut lactometer.
Lactometer terbuat dari gelas dibagian bawahnya berbentuk bola yang berat dan bagian tangkainya
diberi skala. Alat ini bekerja berdasarkan hukum Archimedes. Lactometer dibuat dan disesuaikan
penggunaannya pada suhu tertentu. Misalnya lactometer yang bertanda 60˚F (15.6˚C) pada ujung
tangkainya, hanya dapat digunakan untuk mengukur BJ susu yang suhunya 60˚F. Lactometer Quevene
adalah jenis lactometer yang sering digunakan untuk menentukan BJ susu, derajat yang ada yaitu 15 –
40 yang menunjukkan desimal angka berat jenis. Contoh pada pengukuran BJ susu pada BJ susu pada
60˚F, miniskus menunjukkan 32, artinya BJ susu = 1,032.

C.L.R
BJ ( specific gravity ) = +1
1000

 Usahakan/biarkan susu sementara waktu, sehingga suhu susu mencapai sekitar 60˚F (15.6˚C) / 50 –
70˚F.
 Kocok baik-baik susu contoh. Hindarkan dari pembentukan buih.
 Tuangkan susu ke dalam gelas ukur sampai 2-3 cm dari batas silinder. Buih jangan disertakan.
 Pegang lactometer yang sudah dibersihkan pada tangkainya dan secara perlahan-lahan masukkan ke
dalam susu. Gelas ukur harus tegak/vertikal, dan lactometer dibiarkan mengapung secara bebas.
 Baca dan catat tepi atas permukaan cairan/miniskus dan suhu/temperature susu pada waktu yang
bersamaan.
LR (Lactometer Reading) = …………………………….…
T (Temperatur ) = ………………….……………
CLR (Corrected LR ) = ………………….……….…...
SG/Berat Jenis susu = ………………….……….……
Catatan :
Untuk setiap derajat di atas 60˚F factor koreksi sebesar 0,1 ditambahkan ke LR sebagai CLR juga
sebaliknya CLR = LR dikurangi faktor koreksi.
Contoh :
1). LR = 29 pada 65˚F
29

CLR = 29 + 5 x 0,1 = 29,5


S.G = 1,0295
2). LR = 29 pada 54˚F
CLR = 29 – 6 x 0,1 = 28,4
S.G = 1,0284

Di Indonesia untuk penentuan BJ. diusulkan menggunakan lactodensimeter, 27,5˚C. Mutu susu yang
didasarkan pada kadar minimum berat jenis, kadar lemak, kadar protein, jumlah kuman dalam susu dapat
dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Mutu susu

Mutu B.J %Lemak %Protein Jumlah Kuman


a. kelas I 1,0280 3,5 3,2 Maks. 500.000
b. kelas II 1,0275 3,0 3,0 Maks. 750.000
c. kelas III 1,0270 2,8 2,8 Maks. 1.000.000

c. Kadar protein
 Timbang sampel susu 0.1 g, tambahkan 1.0 g katalisator (campuran CuSO 4 dan Na2SO4) atau
serbuk Selenium.
 Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat, panaskan di ruang asam sampai jernih (katalisator Se) atau hijau
muda katalisator campuran CuSO4 dan Na2SO4.
 Setelah selesai destruksi, didinginkan terlebih dahulu kemudian dituang ke dalam labu distilasi pada
Kjeldahl Apparatus.
 Tambahkan 10 ml NaOH 50 % (sampai berwarna hitam).
 Pasang penampung Erlenmeyer berisi 25 ml HCl 0.02 N dan indikator Mengsel (warna merah
ungu).
 Lakukan distilasi sampai volume distilat dua kali lipat.
 Distilat dititrasi dengan NaOH 0.02 N sampai warna hijau.
 Lakukan titrasi blanko sebanyak 25 ml HCl 0.02 N
Kadar Nitrogen dihitung :
(A – B) x 0.02 N x 0.14
Kadar N = ------------------------------------------- x 100 %
W
30

A : jumlah titran HCl 0.02 blanko


B : jumlah titran HCl 0.02 N sampel
W : bobot sampel (mg)
Kadar protein kasar = % N x 6.38
31

KARAKTERISASI PRODUK BERBASIS PROTEIN NABATI

PENDAHULUAN
Protein merupakan gugus polimer dari asam-asam amino pembentuknya yang diikat oleh ikatan peptida.
Sifat dan karakteristik produk protein sangat tergantung dari jenis dan variasi asam amino penyusunnya
yang sangat berkaitan dengan sumbernya. Protein konvensional merupakan protein yang berupa hasil
pertanian dan peternakan pangan serta produk-produk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya, sumber
protein konvensional ini dibagi lagi menjadi dua golongan yaitu protein nabati dan protein hewani.
Protein nabati, yaitu protein yang berasal dari bahan nabati (hasil tanaman), terutama berasal dari biji-
bijian (serealia) dan kacang-kacangan. Sayuran dan buah-buahan tidak memberikan kontribusi protein
dalam jumlah yang cukup berarti. Berbagai produk berbasis protein nabati kedelai antara lain adalah
tahu, kecap, tempe, susu kedelai. Sifat dan karakter produk tersebut sangat dipengaruhi oleh proses
pengolahannya.

BAHAN DAN ALAT


Bahan : tahu, tempe, berbagai jenis kacang-kacangan, Bovine Serum Albumin (BSA), Coomassie
Brilliant Blue G-250, asam fosfat 85%, NaOH 2 N, HCl 6 N, etanol 95%.
Alat : penetrometer, Spektrofotometer UV-Vis, erlenmeyer, biuret

PROSEDUR
a. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu sifat penting dalam produk agroindustri karena dapat mempengaruhi
keberterimaan konsumen. Faktor faktor yang dapat mempenagruhi produk antara lain komposisi dan
sumber bahan serta proses pengolahan. Terdapat dua cara dalam mengukur tekstur yaitu dengan
organoleptik melalui indera manusia dengan cara memijit, mengunyah, menyentuh, memijit dan
sebagainya serta pengukuran melalui alat texture analyzer atau penetrometer.
 Secara organoleptik, lakukan pengujian kekerasan pada contoh.
 Lakukan juga pengujian tekstur dengan alat penetrometer.
 Penusukan dilakukan sebanyak 10 kali pada 10 tempat, waktu diukur dengan stopwatch.
 Angka yang diperoleh dirata-ratakan, dan satuan yang digunakan adalah mm per 10 detik dengan
beban tertentu yang dinyatakan dalam gram.

b. Isolasi Protein
• Rendam bahan dengan air selama 10 jam kemudian dicuci. Pisahkan kulit arinya.
32

• Hancurkan bahan dengan blender perbandingan 1:5 dengan air.


• Atur sampai mencapai pH 8 dengan NaOH 2 N sambil diaduk pada suhu 50 0C.
• Endapkan selama 30 menit, supernatant diatur pH-nya dengan HCl 6 N sampai pH 4 sambil
diaduk pada suhu ruang.
• Endapkan pada suhu ruang selama 30 menit. Cuci endapan dengan aquades dan tambahkan NaOH
2 N sampai pH 8.
• Endapan dikeringkan. Ukur kadar protein dengan metode Bradford.

c. Metode Bradford Dye-Binding


Saat Coomassie Brilliant Blue G-250 berikatan dengan protein, pewarna berubah warna dari
kemerahan hingga kebiru-biruan, dan daya serap maksimal pewarna bergeser dari 465 ke 595 nm.
Perubahan dalam absorbansi pada 595 nm sebanding dengan konsentrasi protein sampel. Metode
pengikatan warna Bradford mengandalkan sifat amfoter protein. Ketika protein terlarut diasamkan
sampai pH kurang dari titik isoelektrik dari protein yang dianalisis, pewarna ditambahkan dan terikat
secara elektrostatik. Efisiensi pengikatan ditingkatkan dengan interaksi hidrofobik molekul pewarna
dengan polipeptida yang memiliki residu bermuatan positif dalam protein. Pada metode Bradford,
pewarna yang terikat pada protein memiliki perubahan dalam spektrum serapan relatif terhadap
pewarna yang tidak terikat.
 Coomassie Brilliant Blue G-250 dilarutkan 95% etanol dan diasamkan dengan 85% fosfat
 Sampel yang mengandung protein (1–100 μg / ml) dan larutan BSA standar dicampur dengan
Reagen Bradford.
 Absorbansi pada 595 nm dibaca terhadap blanko.
 Konsentrasi protein dalam sampel diperkirakan dari kurva standar BSA.

Pembuatan kurva standar


 Buat larutan standar BSA atau kasein dalam air dengan konsentrasi 5 mg/ml.
 Masukkan ke dalam tabung reaksi 0 (blanko), 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8. dan 1.0 ml larutan protein
standar. Tambahkan air sampai volume total masing-masing 4 ml.
 Tambahkan 6 ml pereaksi Biuret ke dalam masing-masing tabung reaksi. Campur rata.
 Simpan tabung pada suhu 37 0C selama 10 menit atau pada suhu kamar selama 30 menit sampai
terbentuk warna ungu yang sempurna.
 Ukur absorbansi pada panjang gelombang 595 nm.
33

KARAKTERISASI PRODUK MINYAK ATSIRI

PENDAHULUAN
Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil/volatile oil).
Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir
(pungent taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, dan tidak larut dalam air.
Fungsi minyak atsiri dalam tanaman antara lain adalah:
1. Membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan
2. Mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan
3. Sebagai cadangan makanan dalam tanaman
Adapun minyak atsiri yang telah diekstrak dari bahan alam, umumnya digunakan dalam industri untuk
pembuatan kosmetik, parfum, antiseptic, flavoring agent dalam bahan makanan dan minuman, dan
sebagainya.

Minyak atsiri merupakan salah satu sisa proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk akibat reaksi
antara berbagai persenyawaan kimia dengan air. Minyak tersebut disintesa dalam sel glandular pada
jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari
pohon pinus. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat
menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia
menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun.
Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring,
industri komestik dan wewangian.

Beberapa contoh tanaman sumber minyak atsiri yang tumbuh di Indonesia dan bagian tanaman yang
mengandung minyak atsiri:
 Akar : Akar wangi, Kemuning
 Daun : Nilam, Cengkeh, Sereh lemon, Sereh Wangi, Sirih, Mentha, Kayu Putih, Gandapura,
Jeruk Purut, Karmiem, Krangean, Kemuning, Kenikir, Kunyit, Kunci, Selasih, Kemangi.
 Biji : Pala, Lada, Seledri, Alpukat, Kapulaga, Klausena, Kasturi, Kosambi.
 Buah : Adas, Jeruk, Jintan, Kemukus, Anis, Ketumbar.
 Bunga :Cengkeh, Kenanga, Ylang-ylang, Melati, Sedap malam, Cemopaka kuning, Daun seribu,
Gandasuli kuning, Srikanta, Angsana, Srigading.
 Kulit kayu : kayu manis, Akasia, Lawang, Cendana, Masoi, Selasihan, Sintok.
 Ranting : Cemara gimbul, Cemara kipas.
34

 Rimpang : Jahe, Kunyit, Bangel, Baboan, Jeringau, Kencur, Lengkuas, Lempuyang sari,Temu
hitam, Temulawak, Temu putri.
 Seluruh bagian: Akar kucing, Bandotan, Inggu, Selasih, Sudamala, Trawas.

Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara penyulingan/ekstraksi, pengepresan, ekstraksi dengan pelarut
dan enfleurasi. Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari pemilihan varietas,
kondisi bahan baku, peralatan, metode penyulingan, serta cara penyimpanan produk. Jika semua
persyaratan tersebut tidak terpenuhi, hasil dari produk minyak atsiri yang didapat tidak akan sesuai.

Kelarutan minyak dapat dilihat dari seberapa jauh minyak tersebut dapat larut dalam alkohol sampai
jernih dengan perbandingan tertentu. Alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi
minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen terpen teroksigenasi. Kelarutan minyak
dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada
umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut
daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau
makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak
mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak
atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik.

Kadar asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Kadar asam yang semakin besar
dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Senyawa - senyawa asam tersebut dapat merubah
bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan
adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada
botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika
kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi
dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa
asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara
sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa - senyawa asam yang terbentuk.

Komponen - komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam
karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut
kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak
bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak.
35

Prinsip jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram
minyak.

Bilangan ester adalah bilangan yang menyatakan berapa mg KOH yang diperlukan untuk menyabunkan
ester yang terdapat dalam 1 gram minyak. Jadi, bilangan ester merupakan suatu ukuran kadar ester yang
terdapat dalam minyak. Penetapan bilangan ester dapat terganggu jika dalam lemak terdapat suatu
anhidrida. Teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi bilangan ester adalah dengan cara merefluks
campuran minyak dengan KOH berlebih, sampai terbentuk sabun. Kelebihan KOH yang ditambahkan
selanjutnya dititrasi. Tahap reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1) Trigliserida + KOH → Gliserol + R–COOK (sabun)
2) KOH (sisa) + HCl → KCl + H2O

BAHAN DAN ALAT


Bahan : minyak atsiri dari berbagai sumber, parfum, massage oil, lilin aromaterapi, obat kumur, hand
sanitizer, pengharum ruangan, etanol, dietil eter, aquades, alkohol 90%
Alat : tabung reaksi, pipet, kertas berwarna putih, penangas air, piknometer, refraktometer, polarimeter

PROSEDUR
a. Warna minyak
Pengujian warna minyak didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penglihatan
langsung terhadap contoh minyak.
• Pipet 10 ml contoh minyak masukkan ke dalam tabung reaksi, hindari adanya gelembung udara
• Sandarkan tabung reaksi berisi contoh minyak pada kertas berwarna putih
• Amati warnanya dengan mata langsung, jarak pengamatan antara mata dan contoh 30 cm.

b. Bobot jenis
Prinsip pengujian ini adalah dengan perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume
dan suhu yang sama.
• Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.
• Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya.
• Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m).
• Isi piknometer dengan air suling yang telah dididihkan pada dan dibiarkan pada suhu 20 oC, sambil
menghindari adanya gelembung-gelembung udara.
• Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama 30 menit.
36

• Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya.


• Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya
(ml).
• Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan
arus udara kering.
• Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara.
• Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama 30 menit.
Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut.
• Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2).
20 m2 – m
Bobot jenis d =
20 m – m
dengan:
m adalah massa, piknometer kosong (g)
m1 adalah massa, piknometer berisi air pada 20oC (g)
m2 adalah massa, pikonometer berisi contoh pada 20oC (g)

c. Indeks bias ( SNI 06-3735 – 1998 )


Metode ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi
suhu yang tetap.
• Alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu saat pembacaan akan dilakukan.
• Suhu harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2oC.
• Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan
suhu dimana pengukuran akan dilakukan.
• Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil.
t t1
Indeks bias n = n + 0,0004 (t1 – t)
D D
dengan:
t1
n adalah pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan
D
t
n adalah indeks bias pada suhu 20o
D
37

t1 adalah suhu yang dilakukan pada suhu pengerjaan


t adalah suhu referensi (20oC)
0,0004 adalah faktor koreksi untuk indeks bias setiap derajat

d. Putaran optik ( SNI 06-3735 – 1998 )


Pada setiap jenis minyak yang mempunyai atom kiral akan memutar bidang polarisasi cahaya. Bila
arah ke kanan (dextro rotary) bertanda positif, dan jika berputar ke arah kiri (levo rotary) bertanda
negatif.
 Sumber cahaya dinyalakan sampai diperoleh kilauan penuh pada alat polarimeter.
 Tabung polari diisi dengan minyak sampai penuh dan diusahakan jangan sampai ada gelembung
udara.
 Tabung ditempatkan dibawah alat pemeriksa diantara analyzer dan polarizer.
 Analyzer diputar sampai diperoleh lapang pandang yang terletak antara gelap dan terang.
 Baca putaran optik dari minyak pada alat polarimeter.
 Dengan cara yang sama dilakukan terhadap air suling (blanko).
Putaran Optik = Pembacaan contoh – pembacaan blanko

e. Kelarutan dalam alkohol 90% ( SNI 06-3735 – 1998 )


 Satu ml minyak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml alkohol 90% dan
dikocok sampai jernih.
 Jika tidak jernih tambahkan alkohol lagi sampai jernih (tiap penambahan dengan 1 ml alkohol
90%).
 Perhitungan = ml minyak : ml alkohol

f. Sisa penguapan ( SNI 06-3735 – 1998 )


Sisa penguapan minyak atsiri adalah banyaknya sisa dari minyak tersebut setelah mengalami
penguapan dinyatakan dalam persen bobot/bobot (% b/b). senyawa yang tidak menguap didapat
dengan menguapkan minyak atsiri diatas penangas air.
 Cawan porselen yang telah dikeringkan ditimbang.
 Masukkan contoh sebanyak 5 gram, kemudian uapkan diatas penangas air hingga beratnya konstan.

W2 x 100%
Sisa penguapan ( % b/b ) =
W1
38

W2 = berat sisa penguapan (gram)


W1 = berat contoh (gram)

g. Kadar asam
 Sebanyak 4 gram sampel dimasukkan dalam labu penyabunan atau Erlenmeyer 100 ml.
 Tambahkan 5 ml alkohol netral dan 5 tetes larutan PP.
 Asam lemak bebas dititrasi dengan larutan baku KOH 0.1 N.
 Isi labu harus digoyangkan terus selama titrasi berlangsung, warna merah muda yang timbul
pertama kali dan tidak hilang dalam 10 detik menunjukkan titik akhir titrasi.

Kadar asam (%) = ml KOH x N KOH x 56,1


M

56,1 = BM KOH
G = gram minyak

h. Bilangan ester
 Ke dalam larutan contoh minyak hasil titrasi bilangan asam ditambahkan 10 ml larutan KOH 0,5 N
dalam etanol dan ditutup dengan pendingin balik,
 panaskan selama 1 jam dihitung sejak larutan mulai mendidih.
 setelah 1 jam, minyak didinginkan pada suhu kamar sekitar 15 menit
 ditambahkan larutan indikator pp 1% dalam etanol sebanyak 3 tetes.
 Kelebihan KOH dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N. Dengan carasama dilakukan terhadap blanko.
Perhitungan :
(b  a) xNHClx56,1
Bilangan ester =
BobotContoh( gram)
Keterangan :
a = jumlah ml HCl 0,5N untuk titrasi contoh
b = jumlah ml HCl 0,5 N untuk titrasi blanko
N HCl = normalitas larutan HCl
56,1 = bobot molekul KOH
39

KARAKTERISTIK PRODUK HERBAL DAN REMPAH

PENDAHULUAN
Herbal adalah tanaman atau tumbuhan yang mempunyai kegunaan atau nilai lebih dalam pengobatan.
Dengan kata lain, semua jenis tanaman yang mengandung bahan atau zat aktif yang berguna untuk
pengobatan bisa digolongkan sebagai herbal. Herbal kadang-kadang disebut juga sebagai tanaman
obat, sehingga dalam perkembangannya dimasukkan sebagai salah satu bentuk pengobatan alternatif.
Obat herbal adalah obat yang bersifat organik atau alami, sama seperti tubuh kita. Obat herbal murni
diambil dari saripati tumbuhan yang mempunyai manfaat untuk pengobatan, tanpa ada campuran
bahan kimia buatan (sintetis) dan tanpa campuran hewan. Obat herbal harus berasal dari tumbuhan
(nabati) misalnya jahe, temulawak, kunyit, bawang putih, ginseng dan lain-lain. Jika suatu obat telah
mengandung unsur hewani maka ia tidak dapat disebut sebagai herbal lagi, melainkan masuk dalam
katagori obat tradisional/jamu yang masih dapat bercampur dengan bahan-bahan yang berasal dari
hewan seperti telur atau tripang.

Rempah-rempah Indonesia banyak digunakan untuk produk obat tradisional, produk kecantikan atau
kosmetik, farmasi, bumbu masak, parfum, sabun, dan masih banyak lagi. Indonesia yang beriklim
tropis menjadikannya sebagai daerah yang memiliki berbagai tanaman rempah-rempah dan juga
menjadi tempat yang mudah membudidayakan rempah-rempah. Beberapa sumber rempah-rempah
antara lain cengkeh, kemiri, kemukus, kayu manis, kapulaga, vanili dan lain sebagainya.

Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai
upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit.
Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah
meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan
industri farmasi yang memproduksi obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat bahan
Alam Indonesia dikelompokkan menjadi : jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu adalah
obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan
cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara
tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam
40

bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup
dengan bukti empiris. Berbeda dengan obat-obatan modern, standar mutu untuk jamu didasarkan pada
bahan baku dan produk akhir yang pada umumnya belum memiliki baku standar yang sesuai dengan
persyaratan. Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk
memperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi
persyaratan yang tertera pada monografi yang bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan
berdasarkan uraian mikroskopik serta identifikasi kimia berdasarkan kandungan senyawa yang
terdapat didalamnya. Uji mikroskopik dilakukan dengan mikroskopik yang derajat perbesarannya
disesuaikan dengan keperluan. Uji mikroskopik serbuk jamu tidak hanya dapt dilakukan melihat
bentuk anatomi jaringan yang khas, tetapi dapat pula menggunakan uji histokimia dengan penambahan
pereaksi tertentu pada serbuk sediaan jamu uji, dan zat kandungan simplisia uji akan memberikan
warna spesifik, sehingga mudah di deteksi.

Obat herbal tersetandart adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam
yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini
membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi
dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-
penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikutis tandar kandungan bahan berkhasiat, standar
pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas
akut maupun kronis.

Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern
karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji
klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui,
pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan
uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana
pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena
manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah. Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus
cangkang kapsul, keras atau lunak. Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat
tambahan lain. Kapsul adalah bentukan, yag memiliki bodi berongga alastis dan ukuran yang berbeda,
serta mengandung sejumlah bahan obat padat (berbentuk serbuk, digranulasi, dipeletisasi atau di
tabletasi).
41

BAHAN DAN ALAT


Bahan: berbagai jenis rempah (kunyit, temulawak, lengkuas, daun jeruk, kumis kucing, lada hitam,
lada putih, bunga lawing, kayu manis dan lain sebagainya), berbagai jenis produk rempah dan herbal
(dalam bentuk bubuk dan kapsul), KOH 10 % b/v dalam etanol 95%, aquades, Pereaksi Mollish,
Pereaksi Luff, Pereaksi fehling A dan B, larutan iodin 0,1 N.
Alat: oven, pisau, wadah, cawan porselen, timbangan analitik, desikator, beaker glass, batang
pengaduk, botol semprot

PROSEDUR
a. Pengenalan tanaman herbal dan rempah
Praktikan membuat penjelasan berbagai tanaman herbal dan rempah disertai gambar dan
kegunaannya.

b. Pembuatan simplisia kering


 Membersihkan rempah pada air mengalir sampai benar-benar bersih, sekaligus melakukan
sortasi dan meniriskan menggunakan keranjang berlubang.
 Memotong-motong rempah menjadi potongan tipis (1-3 mm). Untuk rimpang seperti jahe, perlu
untuk memblansir dalam air panas (80-90 oC) selama 6 menit, menyelupkan dalam air dingin
dan meniriskan.
 Mengeringkan rempah pada oven dengan suhu 60-70 oC selama 3-5 jam dan menjaga agar tidak
terkontaminasi jamur.
 Menghaluskan rempah dengan blender kering atau hammer mill dan mengayak sehingga
diperoleh ukuran yang seragam.
 Menyimpan rempah/bubuk rempah dalam wadah yang kering dan tertutup rapat.

c. Pengujian mutu produk jamu herbal dan kapsul


Uji organoleptik
Siapkan sampel jamu berbentuk serbuk dan kapsul. Lakukan uji organoleptik meliputi, warna, rasa,
bau, dan bentuk. Catat hasil pengamatan

Penetapan kadar air


 Timbang cawan porselin kosong yang kering. Timbang ± 2 gram sampel dan masukkan dalam
cawan porselin tersebut. Panaskan dalam oven 105°C selama 1 jam, dinginkan. Menimbang
cawan tersebut dan catat hasilnya (a)
42

 Oven kembali cawan tersebut selama 30 menit, dinginkan


 Menimbang cawan tersebut dan catat hasilnya (b)
 Besarnya penyimpangan yang diperbolehkan antara penimbangan pertama dan kedua adalah
tidak boleh lebih dari 0,25%. Jika belum memenuhi, ulangi prosedur pada poin (e) dan (f).

d. Uji keseragaman bobot kapsul


 Timbang 20 kapsul sekaligus, catat hasilnya
 Timbang lagi satu persatu kapsul, catat hasilnya
 Keluarkan isinya dan timbang cangkang satu persatu, catat hasilnya
 Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata kapsul
 Dari 20 kapsul , tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan
dalam kolom B, yang tertera pada tabel 4 berikut :

Tabel 4. Bobot rata-rata isi kapsul dan penyimpangan isinya


Penyimpangan terhadap bobot isi rata- rata
Bobot rata- rata isi kapsul
A B
120 mg atau kurang ± 10 % ± 20 %
lebih dari 120 mg ± 7.5 % ± 15 %

e. Identifikasi reaksi kimia sediaan jamu


 Reaksi Identifikasi tehadap Dioksiantrakinon. Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung
reaksi, lalu di tetesi dengan KOH 10 % b/v dalam etanol 95%, jika mengandung dioksantrakinon
akan menghasilkan warna merah.
 Reaksi Identifikasi terhadap Karbohidrat. Serbuk dikocok dengan air lalu dimasukkan dalam
tabung reaksi kemudian di tetesi :
a) Pereaksi Mollish, jika mengandung karbohidrat akan menghasikan cincin ungu
b) Pereaksi Luff, jika mengandung karbohidrat akan mengahsilkan endapan merah
c) Pereaksi fehling A dan B, jika mengandung KArbohidrat akan menghasilkan endapan
kuning jingga.
 Reaksi identifikasi terhadap Pati dan eleuron. Serbuk ditempatkan di atas kaca objek, kemudian
di tetesi dengan larutan iodin 0,1 N, jika mengandung pati akan berwarna biru dan warna kuning
43

coklat jika mengandung aleuron. Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditetesi
dengan pereaksi Luff dan dipanaskan, jika mengandung pati akan menghasilkan endapan merah
bata.
44

KARAKTERISTIK PRODUK BAHAN PENYEGAR

PENDAHULUAN
Keberadaan teh, kopi dan coklat pada masyarakat Indonesia saat ini cukup populer. Di Indonesia kopi,
teh dan coklat lebih populer sebagai bahan penyegar. Bahan penyegar adalah semua bahan yang nabati
yang dapat merangsang pemakainya. Pada umumnya bahan-bahan tersebut mengandung zat
perangsang. Kopi, teh dan coklat digolongkan sebagai bahan penyegar karena mengandung alkaloid
yang bersifat merangsang. Kopi dan teh mengandung kafein,sedangkan coklat mengandung
theobromin. Produk kopi dan coklat diolah dari biji buah,sedangkan produk teh diolah dari daun. Teh
dan kopi yang dikonsumsi kebanyakan adalah hasil olahan instant yang dikemas dalam botol atau
kemasan. Begitu pula dengan coklat. Teh dan kopi dalam kemasan tersebut kini menjadi lebih populer
daripada teh dan kopi seduh. Kebiasaan minum teh dan kopi di Indonesia menjadikan teh dan kopi
layaknya air putih dan melupakan budaya dari teh dan kopi itu sendiri.

Bahan penyegar adalah semua bahan nabati yang dapat merangsang pemakainya, baik digunakan
untuk merokok (furnitori), menyirih (mastikatori) ataupun dalam minuman. Mengapa disebut penyegar
karena bias merangsang respon syaraf untuk lebih aktif sehingga menghasilkan efek segar. Yang
termasuk bahan penyegar antara lain kopi, teh, coklat dan tembakau. Pada umumnya bahan – bahan
tersebut mengandung zat perangsang yang temasuk golongan alkaloid.

Tanin sangat memegang peranan penting di dalam penentuan mutu teh hitam maupun teh hijau.
Selama pengolahan teh hitam, terutama pada tahap pemeraman atau fermentasi, tannin dioksidasi dan
hasil oksidasi ini akan terkondensasi. Hasil kondensasi tanin inilah yang menentukan warna seduhan
teh tersebut. Tanin setelah dilarutkan dalam air, kemudian dititrasi dengan oksidator yang akan
membentuk gugus warna kuning terang.

BAHAN DAN ALAT


Bahan: daun teh, buah kopi, buah coklat, daun tembakau, berbagai produk olahan teh, kopi bubuk,
cocoa liquor, cocoa powder, cocoa butter, pasta cokelat, aquades. larutan indigokarmin, KMnO4 0.01
N, larutan gelatin, larutan garam asam, kaolin powder, KMnO4 0.02 N, KI 20 %, H2SO4 6 N, Na2S2O3
0.02 N, indikator amilum 1 %
Alat: gelas piala, saringan teh, penangas/kompor, cawan petri, oven, tabel Coffee Quality Guide,
blender kering, diagram flavor note wheel, VRS Apparatus.
45

PROSEDUR
a. Analisis seduhan
 Timbang 5 g produk kering, kemudian tambahkan 150 ml air mendidih, diaduk dan didiamkan
selama 5 menit.
 Lakukan penyaringan menggunakan saringan teh.
 Ampas dikeringkan dan ditimbang, hitung berapa bahan yang terekstrak.
 Seduhan diamati secara organoleptik meliputi warna, aroma, rasa sepat, rasa segar, endapan
yang terbentuk.

b. Kadar sari
 Timbang 10 g produk kering masukkan ke dalam gelas piala 300 ml, tambahkan 200 ml air
kemudian dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit dan biarkan dingin.
 Setelah dingin ditimbang dan ditambahkan air sampai pada bobot semula.
 Seduhan diaduk dan disaring.
 Filtrat dimasukkan ke dalam cawan petri dan diuapkan di atas penangas air sampai kering.
 Pengeringan dilanjutkan di dalam oven pengering 105 OC selama 1 jam, dinginkan dalam
desikator dan ditimbang.
Bobot endapan setelah pengeringan
Kadar sari = --------------------------------------------------------------- x 100 %
Bobot sampel daun teh

c. Uji defect
 Lakukan analisa mutu kopi beras berdasarkan kerusakannya (identity the coffee defect).
 Ambil kopi beras sebanyak 50-100 gram.
 Pilah-pilah kopi beras tersebut menurut jenis cacat/kerusakan seperti yang ditampilkan pada
Coffee Quality Guide.
 Tentukan mutu kopi beras yang ada berdasarkn nilai cacat seperti pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Syarat penggolongan mutu kopi


46

d. Cupping test
 Giling biji hingga kehalusan medium coarse atau medium.
 Rebus air panas 96 °C.
 Cium aroma dari bubuk kopi (analisa pertama). Catat pada flavor note wheel.
 Seduh 8,5 gram bubuk dengan 150 ml air panas.
 Diamkan seduhan selama 4 menit.
 Cium kembali aroma setelah diseduh (analisa kedua). Catat pada flavor note wheel.
 Dengan sendok cupping, pinggirkan bubuk yang ada di permukaan, lalu cium aroma (analisa
ketiga). Catat pada flavor note wheel.
 Sisihkan bubuk di permukaan ke wadah lain.
 Ambil satu sendok cupping air seduhan, sesap hingga memenuhi mulut. Catat pada flavor note
wheel.

e. Kadar tanin
 Sebanyak 1 g sampel contoh di dalam gelas piala direbus dalam 80 ml akuades selama 30 menit.
 Filtrat disaring dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian ditera (filtrat 1).
 Sebanyak 2 ml filtrat 1 ditambah 150 ml akuades dan 5 ml larutan indigokarmin, kemudian
dititrasi dengan KMnO4 0.01 N hingga warna berubah menjadi kuning emas pada permukaan
cairan, misal diperlukan a ml.
 Sebanyak 20 ml filtrat 1 ditambah 10 ml larutan gelatin, 20 ml larutan garam asam dan 2 g
kaolin powder. Selanjutnya dikocok hingga dengan kuat beberapa menit dan disaring (filtrat 2).
Sebanyak 5 ml cairan dipipet ditambah larutan indigokarmin dan 150 ml akuades dan dititrasi
menggunakan larutan KMnO4 0.01 N, misal diperlukan sebanyak b ml.
Perhitungan:
N (P1x N x a – P2 x N x b) 0.0042
Kadar tanin (%) = ------- x -------------------------------------------- x 100 %
0.1 berat contoh awal
Keterangan:
A : ml KMnO4 titrasi cairan a
B : ml KMnO4 titrasi cairan b
P1 : pengenceran larutan a
P2 : pengenceran larutan b
N : normalitas KmnO4
47

f. Analisis bahan mudah menguap (VRS/Volatile Reducing Substance)


Uji VRS adalah uji untuk menentukan jumlah bahan menguap yang mudah direduksi, yang terdapat
pada cairan atau benda padat. Penetapan ini dilakukan dengan menggunakan alat VRS atau VRS
Apparatus. Prinsip penentuan ini adalah dengan proses aerasi, bahan yang menguap akan terlepas
dan bagian yang mudah direduksi akan direduksi oleh KMnO4. Jumlah KMnO4 yang dipergunakan
oleh blanko dikurangi jumlah KMnO4 yang dipergunakan oleh contoh, yang ditentukan secara
titrasi dengan Na2S2O3, merupakan jumlah zat menguap yang mudah direduksi yang terdapat pada
cairan atau bahan tersebut.
 Sebanyak 1 g contoh dimasukkan ke dalam labu aerasi “VRS Apparatus”, kemudian
ditambahkan 10 ml air distilasi.
 Pada labu reaksi ditambahkan larutan KMnO4 0.02 N.
 Alat di aerasi selama 40 menit untuk mereaksikan senyawa volatil pada sampel ke dalam labu
reaksi.
 Pindahkan larutan KMnO4 pada labu reaksi ke dalam Erlenmeyer 20 ml, bilas labu reaksi
dengan akuades. Tambahkan 3 ml KI 20 % dan 5 ml H2SO4 6 N.
 Titrasi menggunakan Na2S2O3 0.02 N dengan indikator amilum 1 % sampai warna biru hilang.
 Buat blanko menggunakan akuades.

Kadar VRS (meq) = (a – b) ml x N Na2S2O3 x 1000


Keterangan :
a = ml titran blanko
b = ml titran sampel.
48

KARAKTERISTIK PRODUK BUAH, SAYUR DAN BUNGA

PENDAHULUAN
Sayuran dan buah-buahan mempunyai sifat fisik yang berbeda. Perbedaan tingkat kematangan juga
menyebabkan perbedaan sifat fisik. Sifat fisik buah dan sayur antara lain : warna, aroma, rasa, bentuk,
ukuran, dan kekerasan, umumnya diamati secara subyektif. Komposisi setiap macam sayuran dan buah-
buahan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perbedaan varietas, keadaan cuaca tempat
tumbuh, pemeliharaan tanaman, dan kondisi penyimpanan. Sayuran dan buah-buahan mempunyai kadar
air yang tinggi yaitu sekitar 75-95%, umumnya rendah dalam kadar protein dan lemak. Sayuran
dikonsumsi dengan cara yang bervariasi, baik sebagai bagian dari menu utama maupun sebagai makanan
sampingan. Kandungan nutrisi antara sayuran yang satu dan sayuran yang lain pun berbeda. Umumnya
sayuran mengandung vitamin, provitamin, mineral, serat dan karbohidrat yang bermacam-macam.
Beberapa jenis sayuran bahkan dianggap mengandung zat antioksidan, antibakteri, antijamur, maupun zat
anti racun. Walaupun berkadar air tinggi, buah-buahan tidak dianggap sayur-sayuran karena biasanya
dikonsumsi langsung karena rasanya yang manis dan tidak cocok untuk disayur. Beberapa sayuran dapat
pula menjadi bagian dari sumber pengobatan, bumbu masak, atau rempah-rempah.

Buah yang dipetik sebelum masak, perkembangannya belum penuh. Buah seperti ini tidak mampu
mengembangkan rasa manis atau lezatnya rasa dan aromanya dengan penuh. Oleh karena itu, petani yang
baik akan memetik buah-buahannya pada waktu yang paling tepat dan baik untuk dimakan. Petani yang
baik hanya akan memetik buah yang sudah masak di pohon dan membiarkan yang masih belum cukup
umur. Namun, beberapa buah tertentu seperti pisang, dipetik dalam kondisi belum masak namun telah
matang. Buah ini disebut buah klimakterik. Kemasakan akan diperoleh selama proses transportasi atau
penyimpanan karena terbentuknya gas etilen. Masaknya buah disebabkan oleh terjadinya perubahan
kimiawi yang sangat kompleks. Selama proses pematangan, warna, rasa, tekstur, dan aroma buah
mengalami perubahan. Pisang misalnya, mula-mula berwarna hijau, kemudian kuning keemasan, lambat-
laun berubah kecoklatan, kemudian layu, melunak, lewat masak dan akhirnya busuk. Buah yang masih
muda berwarna hijau karena mengandung klorofil. Pada waktu buah menjadi tua, klorofil berubah
menjadi pigmen alamiah yang berwarna kuning, merah, atau lainnya sesuai dengan jenis buah. Warna
merupakan petunjuk tingkat kemasakan buah. Warna hijau menandakan buah yang masih muda, kecuali
apel hijau, melon, anggur, gosberi, sejenis mangga, plum hijau, dan pisang. Warna yang menyala
kekuning-kuningan, merah muda, atau merah tua merupakan tanda bahwa kualitas buah bagus. Hampir
semua orang pernah mengalami kesukaran memperoleh buah-buahan terbaik. Sering terjadi buah-buahan
49

yang dipasarkan telah mengalami kerusakan selama pemrosesan atau selama perjalanan mulai dari
kerusakan kecil, memar, atau bahkan hancur sama sekali.

Sayuran dan buah-buahan sebagai tanaman hortikultura memiliki umur kurang dari satu tahun dan
merupakan tanaman musiman yang mempunyai arti penting dalam menambah variasi pada makanan,
disamping kontribusi sebagai sumber mineral (P, Ca dan Fe) dan vitamin (A dan C). Warnanya
ditentukan oleh kandungan zat warna yang disebut khlorofil, karotenoid dan flavonoid. Warna tersebut
dapat dijadikan indikasi kesegaran dalam konsumsi. Pada praktikum ini akan diamati sifat fisik dan
organoleptik buah dan sayuran, sifat kimia dan karakteristik produk olahan buah dan sayur.

Nilai dari kekerasan buah dan sayur dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah dan sayur tersebut. Nilai
kekerasan buah dan sayur cenderung menurun selama penyimpanan akibat proses pematangan. Beberapa
hal yang menyebabkan penurunan kekerasan buah dan sayur adalah suhu, tempat penyimpanan, respirasi
dan transpirasi.

Suhu dingin sangat mempengaruhi perubahan nilai kekerasan buah dan sayur. Semakin rendah suhu
penyimpanan semakin lambat penurunan nilai kekerasan buah dan sayur. Salah satu bentuk penilaian
bahwa suatu produk pertanian masih layak simpan untuk dikonsumsi adalah ketika tekstur buah dan sayur
masih cukup keras. Pada penyimpanan dengan suhu ruang, buah dan sayur cepat menjadi lunak.
Penurunan tingkat kekerasan ini terjadi akibat proses pematangan sehingga komposisi dinding sel berubah
menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah dan sayur menurun. Perubahan
kekerasan ini dapat dijadikan indikator tingkat kematangan buah dan sayur.

Derajat keasaman buah ditentukan oleh nilai pH. Nilai pH pada buah berbeda beda tergantung jenis dan
varietasnya dan juga tingkat kematangan buah tersebut. pH didalam buah berkaitan dengan kadar asam
yang terkandung didalamnya. Makin asam buah tersebut, maka makin kecil pula nilai pHnya.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan alat berupa pHmeter ataupun kertas pH.

BAHAN DAN ALAT


Bahan: buah klimakterik, buah non klimakterik, sayur daun, sayur batang (rebung, asparagus), bunga
potong sedap malam, keripik buah, keripik sayur, buah dalam kaleng, gula pasir, asam sitrat, pewarna
makanan, air matang
Alat: pisau, penetrometer, mortar, pH-meter, refractometer, jangka sorong/mikrometer sekrup, oven,
desikator
50

PROSEDUR
a. Uji kekerasan
• Kekerasan sayuran dan buah-buahan dapat diukur dengan penetrometer.
• Penusukan dilakukan sebanyak 10 kali pada 10 tempat, waktu diukur dengan stopwatch.
• Angka yang diperoleh dirata-ratakan, dan satuan yang digunakan adalah mm per 10 detik dengan
beban tertentu yang dinyatakan dalam gram.

b. Penentuan nilai pH
• Penentuan nilai pH dilakukan dengan pH-meter.
• Sebanyak 100 gram cairan atau buah-buahan dihancurkan dalam mortar (untuk bahan yang kadar
airnya rendah dapat ditambahkan air destilata sebanyak 100 ml).
• Hancuran yang diperoleh diukur pHnya, pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali dan hasilnya
kemudian dirata-ratakan.

c. Penentuan Kadar Gula (Soluble Solids)


Salah satu metode penentuan kadar gula yang sederhana adalah memanfaatkan sifat
refraksi dari gula, yaitu dengan menggunakan refraktometer.
 Kadar gula sayuran atau buah-buahan dapat diukur menggunakan refraktometer.
 Sedikit cairan bahan diteteskan pada refraktometer, kemudian dilihat kadar gulanya.
 Kadar gula dari bahan dinyatakan dalam brix.

d. Sifat fisik dan organoleptik


• Menggunakan indra untuk melihat bentuk, rasa dan aroma bahan serta membandingkan bentuk
acuan.
• Mengukur panjang, lebar, dan tinggi masing-masing bahan dengan menggunakan penggaris,/jangka
sorong/mikrometer sekrup dan mengulanginya sebanyak tiga kali.

e. Jumlah bagian yang dapat dimakan


Buah/sayur ditimbang, setelah itu dengan menggunakan pisau dipisahkan bagian-bagian kulit, daging
dan bijinya, dan masing-masing bagian ditimbang. Tentukan persentase bagian yang dapat dimakan
dan yang terbuang.
51

f. Analisis produk buah dalam kaleng (SNI 01-3834-2004)


Keadaan/isi
Periksa isi contoh secara organoleptik terhadap warna, bau, rasa dan tekstur.

Ruang kosong dalam kaleng (head space)


 Ukur jarak antara permukaan contoh dengan tepi kaleng
 Lakukan pengukuran dari 5 tempat, satu kali dari titik tengah permukaan kaleng, baca skala pada
alat.
 Ukur tinggi kaleng bagian dalam.
Perhitungan :
Ruang kosong head space = (b/c) x 100%
Dimana:
b = jarak rata-rata antara permukaan contoh dengan tepi kaleng
c = tinggi kaleng bagian dalam

Jumlah gula dalam media


 Siapkan refraktometer.
 Bersihkan prisma refraktometer dengan menyeka permukaannya menggunakan kapas yang dibasahi
etanol teknis, biarkan hingga kering.
 Teteskan larutan yang akan diperiksa pada permukaan prisma, pasang tutupnya, kemudian baca
hasil pengukuran yang tertera pada skala (°Brix).

g. Analisis produk keripik sayuran


Keadaan/isi
Periksa isi contoh secara organoleptik terhadap warna, bau, rasa dan tekstur.

Keutuhan
 Keutuhan adalah bagian dari keripik yang utuh, dinyatakan utuh bila tidak pecah, kurang dari 70%
setiap keripik, dan dinyatakan tidak utuh bila pecah sampai remuk;
 Keutuhan dinilai berdasarkan yang utuh dari keseluruhan isi kemasan dan dilakukan dengan
memisahkan yang utuh laiu ditimbang.

Kadar air
 Timbang 2 g contoh dalam wadah yang sudah diketahui bobotnya.
52

 Keringkan pada oven suhu 1050C sampai bobot konstan


 Dinginkan dalam desikator
Perhitungan:

Berat awal bahan – berat akhir bahan x 100 %


Kadar Air (%) =
Berat awal bahan

h. Pewarnaan bunga sedap malam


• Pilih bunga yang segar
• Buang daun yang menempel pada tangkai bunga
• Pangkal tangkai bunga potong menyerong
• Gula dilarutkan dalam air matang, tambahkan asam sitrat sampai larut kemudian tambahkan
pewarna.
• Rendam tangkai bunga pada larutan pewarna. Untuk setiap 1 liter pewarna dapat ditambahkan gula
6% dan asam sitrat 1 g (pH 3,50).
• Setelah warna bunga berubah sesuai dengan yang diinginkan, cuci tangkai bunga dengan air
kemudian keringkan dengan kertas tissue
• Tangkai bunga dipotong menyerong kurang lebih 1 cm
53

KARAKTERISTIK PRODUK BERBASIS SERAT ALAMI

PENDAHULUAN
Serat alami telah menunjukkan keunggulan dalam beberapa tahun terakhir. Keunggulan dari serat alami
dibandingkan dengan serat sintetis adalah harganya murah, densitas rendah, mudah lepas, bahan
terbarukan dan terbiodegradasi dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Akibatnya, ada peningkatan
upaya untuk mengeksplorasi serat alam baru dan penggunaan serat tanaman oleh sektor industri yang
berbeda, seperti komposit untuk aplikasi otomotif dan untuk menggantikan serat sintetis.

Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, dan proses geologis. Serat
jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam:
 Serat tumbuhan/serat pangan; biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan kadang-kadang
mengandung pula lignin. Contoh dari serat jenis ini yaitu katun dan kain ramie. Serat tumbuhan
digunakan sebagai bahan pembuat kertas dan tekstil. Serat tumbuhan juga penting bagi nutrisi manusia.
 Serat kayu, serat yang berasal dari batang tumbuhan berkayu.
 Serat hewan, umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari serat hewan yang dimanfaatkan oleh
manusia adalah serat ulat (sutra) dan bulu domba (wol).
 Serat mineral, umumnya dibuat dari asbestos. Saat ini asbestos adalah satu-satunya mineral yang secara
alami terdapat dalam bentuk serat panjang.

Banyak diantara serat-serat alam ini, telah dikembangkan sebagai penguat dalam bahan komposit.
Bahan-bahan komposit serat alam telah meningkat penggunaan karena harganya relatif murah, mampu
untuk didaur ulang dan dapat bersaing dengan baik berdasarkan kekuatan per berat dari material.

BAHAN DAN ALAT


Bahan: kapas, jerami, rotan, ijuk, serat nanas, eceng gondok, sabut kelapa, kain, benang dan berbagai
jenis kertas, erlenmeyer, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, air panas, H2SO4 0,325 N, aceton/alkohol
Alat: mikroskop, otoklaf, oven, jangka sorong/mikrometer sekrup, Paper tensile strength tester, Paper
tearing tester
54
55

a. Pengamatan mikroskop serat


• Lakukan pengukuran panjang dan diameter serat dibawah mikroskop.
• Gambarkan struktur serat yang tampak pada mikroskop dan bandingkan dengan pustaka.

b. Kadar serat kasar


• Masukkan bahan sebanyak 1 gram ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml H 2SO4
0,325 N.
• Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 105˚C selama 15 menit.
• Dinginkan bahan, kemudian tambahkan 50 ml NaOH 1,25 N.
• Hidrolisis kembali bahan di dalam otoklaf bersuhu 105˚C selama 15 menit. Saring bahan
menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui beratnya).
• Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas
+ 25 ml aceton/alkohol.
• Angkat dan keringkan kertas saring + bahan dalam oven bersuhu 110˚C selama ±1-2 jam.
Kadar Serat (%) = (berat kertas saring+bahan) - kertas saring x 100 %
Berat awal bahan

c. Gramatur (SNI 14-0439-1989)


• Gramatur adalah massa lembaran kertas atau karton (g) yang dibagi dengan satuan luasnya (m2)
dan diukur pada kondisi standar.
• Contoh uji dipotong dengan ukuran 10 x 10 cm sebelum dilakukan penimbangan.
• Pengambilan dan penimbangan contoh dilakukan dalam kondisi standar.
• Gramatur dihitung dengan persamaan berikut
Gramatur = m / A
Keterangan:
m = massa contoh uji (g)
A = luas contoh uji (m2)

d. Ketebalan (SNI 14-4977-1999)


 Ketebalan kertas adalah jarak tegak lurus antara kedua permukaan kertas atau karton dan dikur
pada keadaan standar.
 Contoh uji dipotong dengan dimensi 10 x 10 cm, kemudian dilakukan pengukuran pada lima
titik berbeda dengan mikrometer sekrup.
56

 Hasil pengukuran kelima titik dicatat dan diambil nilai rata-ratanya

e. Ketahanan Tarik (SNI 14 4737 1998)


 Ketahanan tarik menyatakan daya tahan lembaran kertas atau karton terhadap gaya tarik yang
bekerja pada ujung kedua kertas atau karton dan diukur pada keadaan standar.
 Contoh uji dipotong dengan dimensi 20 x 1,5 cm kemudian dijepitkan ke kedua penjepit
(klem).
 Tuas ditarik ke bawah sehingga alat Paper tensile strength tester menarik klem penjepit bawah
ke arah bawah dan contoh uji akan tegang lalu putus.
 Angka skala dalam kgf atau kN/m (1 kgf per 15 mm = 0,6538 kN/m atau kPa) yang
ditunjukkan oleh jarum penunjuk dicatat.
Y = T x 0,6538
Indeks Tarik (N.m/g) = Y (kN/m) / Gramatur (g/m2)
Keterangan:
Y = ketahanan tarik (kN/m)
T = nilai beban tarik (kgf)

Gambar 2. Paper tensile strength tester

f. Ketahanan Sobek (SNI 14-0436-1998)


 Ketahanan sobek menggambarkan gaya (gf atau mN) yang diperlukan untuk menyobek kertas atau
karton pada kondisi standar.
57

 Contoh uji dipotong dengan dimensi 76 x 63 mm dan disimpan pada kondisi standar.
 Contoh uji diletakkan pada penjepit sampel dan dilakukan penyobekan awal dengan menggunakan
sampel yang telah tersedia pada alat uji yang telah dikalibrasi sebelumnya.
 Kemudian, tekan alat penahan sehingga pendulum mengayun dan menyobek kertas. Angka skala
dalam gf atau mN (1 gf = 9,087 mN) yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk dicatat.
 Ketahanan sobek dihitung dengan rumus berikut,
X = (F x p) / n
Indeks sobek (N.m2/g)= X (mN) / Gramatur (g/m2)
Keterangan:
X = ketahanan sobek (mN)
F = pembacaan skala rata-rata (mN)
n = jumlah lembar contoh uji
p = faktor pendulum (biasanya 2, 4, 8,16, 32, 64)

Gambar 3. Paper tearing tester


58

KARAKTERISTIK PRODUK BERBASIS POLIMER ALAMI

PENDAHULUAN
Polimer merupakan molekul yang terbentuk dari penggabungan molekul-molekul sederhana (monomer)
menjadi bentuk rantai yang panjang. Polimer terbentuk dari hasil polimerisasi. Polimerisasi merupakan
proses penggabungan beberapa molekul sederhana atau monomer menjadi molekul besar atau
polimer. Banyak barang-barang yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan hasil
polimerisasi contohnya plastik, karet, serat, nilon, pipa air dan lain-lain.

Penggolongan polimer dapat digolongkan berdasarkan asalnya yaitu


 Polimer alam merupakan polimer yang terbentuk secara alami dalam tubuh mahluk hidup. Contoh
polimer alam dapat dilihat pada tabel berikut. Sifat-sifat polimer alam kurang menguntungkan.
Contohnya, karet alam biasanya cepat rusak, dan tidak elastis. Hal tersebut dapat terjadi karena karet
alam tidak tahan terhadap minyak bensin atau minyak tanah serta tidak tahan lama diudara terbuka.
Contoh lain, sutera dan wol merupakan senyawa protein bahan makanan bakteri, sehingga wol dan
sutera cepat rusak. Umumnya polimer alam mempunyai sifat hidrofilik (suka air), sukar dilebur dan
sukar dicetak, sehingga sangat sukar mengembangkan fungsi polimer alam untuk tujuan-tujuan yang
lebih luas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Jenis-jenis polimer alami dapat dilihat padaTabel 6
berikut.

Tabel 6. Jenis polimer alami


No Polimer Monomer Polimerisasi Contoh
1 Pati/amilum Glukosa Kondensasi Biji-bijian, akar umbi
2 Selulosa Glukosa Kondensasi Sayur, kayu, kapas
3 Protein Asam amino Kondensasi Susu, daging, telur, wol, sutera
4 Asam nuleat Nukleotida Kondensasi Molekul DNA dan RNA (sel)
5 Karet alam Isoprena Adisi Getah pohon karet

 Polimer buatan (sintesis) merupakan polimer yang tidak terdapat di alam tetapi hasil sintesis dari
monomer-monomernya. Contohnya plastik, nilon, PVC dan lain-lain.
59

Berdasarkan jenis monomernya terdiri dari


 Homopolimer yaitu polimer yang tersusun dari monomer-monomer yang jenisnya sama. Contohnya
polietena, PVC, polistirena, dan teflon
 Kopolimer yaitu polimer yang tersusun dari monomer-monomer yang berbeda jenis. Contohnya
dakron dan nilon.

Berdasarkan sifatnya terhadap panas terdiri dari


 Termoplastik yaitu polimer yang tidak memiliki ikatan silang sehingga dapat dipanaskan berulang-
ulang. Polimer termoplastik ini tidak tahan panas sehingga dapat meleleh dan dapat dicetak ulang jika
dipanaskan. Contohnya polietena, PVC, dan polistirena.
 Termosetting yaitu polimer yang memiliki ikatan silang sehingga tidak dapat dicetak ulang jika
dipanaskan. Contohnya bakelit dan melamin.

Ada dua jenis reaksi pembentukan polimer (polimerisasi) yaitu :


 Polimerisasi adisi merupakan polimerisasi yang terjadi melalui penggabungan monomer-monomer
yang memiliki ikatan rangkap secara adisi membentuk molekul baru sehingga ikatan rangkap menjadi
jenuh (ikatan tunggal) dengan bantuan zat pengaktif atau katalisator. Contoh reaksi polimerisasi adisi
pembentukan karet alam
 Polimerisasi kondensasi merupakan polimerisasi yang terjadi ketika monomer bergabung dengan
monomer lain membentuk polimer sambil melepaskan molekul-molekul sederhana yaitu H₂O atau
NH₃. Monomer yang dapat berpolimerisasi secara kondensasi memiliki gugus fungsional. Contoh
reaksi polimerisasi kondensasi pembentukan dakron dan nilon 66.

Lateks adalah bahan yang berupa getah yang dihasilkan dari penyadapan kulit batang tanaman karet
(Hevea brasiliensis) dan merupakan bahan baku karet alam. Lateks mengandung polimer berupa
poliisoprena dengan derajat polimerisasi antara 200-4000. Molekul poliisoprena ini diliputi oleh molekul
protein sehingga membentuk suatu sistem koloid dalam air. Kestabilan sistem koloid ini dipengaruhi oleh
banyak hal diantaranya pH, adanya goncangan atau gangguan mekanis lateks, dan adanya zat anti
koagulan. Penggumpalan lateks di industri biasanya dilakukan dengan penambahan asam formiat. Lateks
memiliki pH 6,5-7, dan densitas 0,95 g/cm3. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan
mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut
harus diturunkan sampai pH 4,7. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan
pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan.
60

Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah salah satu jenis produk olahan yang berasal dari lateks/getah tanaman
karet Hevea brasiliensis yang diolah secara teknik mekanis dan kimiawi dengan pengeringan
menggunakan rumah asap serta mutunya memenuhi standard. Beberapa faktor penting yang memengaruhi
mutu akhir pada pengolahan RSS diantaranya adalah pembekuan atau koagulasi lateks, pengasapan dan
pengeringan. Karet lembaran asap bergaris digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan ban
kendaraan bermotor. Pada RSS mutu 1, bila terdapat gelembung-gelembung berukuran kecil (seukuran
jarum pentul) masih diperkenankan, asalkan letaknya tersebar merata. RSS mutu 2, lembaran masih
menerima gelembung udara serta noda kulit pohon yang ukurannya agak besar (dua kali ukuran jarum
pentul). Pada RSS mutu 3, bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar (tiga kali ukuran jarum
pentul), ataupun noda-noda dari kulit tanaman karet, masih ditolerir. Pada RSS mutu 4, yang
diperkenankan adalah bila terdapat gelembung udara kecil-kecil sebesar 4 kali ukuran jarum pentul, karet
agak rekat atau terdapat kotoran kulit pohon asal tidak banyak. Dibanding dengan kelas RSS yang lain
RSS 5 adalah yang terendah standarnya. Bintik-bintik, gelembung kecil, noda kulit pohon yang besar,
karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum kering masih termasuk dalam batas toleransi.

BAHAN DAN ALAT


Bahan: Ribbed Smoke Sheet, lateks, karet gelang, pektin, chitosan, asam formiat, pelarut benzene, air,
aseton, karbon tetra klorida, toluene, minyak tanah dan bensin, etanol 95%, NaCl 2,5%, indikator
fenolftalein, NaOH 0,1 N, NaOH 0,2 N, HCl 0,2 N, campuran CuSO4 dan Na2SO4 atau serbuk Selenium,
H2SO4 pekat, NaOH 50 %, HCl 0.02 N, indikator Mengsel, NaOH 0.02 N, HCl 0.02 N
Alat: piknometer, gelas ukur, gelas piala, labu distilasi, Kjeldahl Apparatus, Erlenmeyer, chromameter.

PROSEDUR
a. Penentuan Densitas Lateks
 Masukkan 25 ml lateks pada piknometer/gelas ukur
 Hitung berat lateks tersebut dengan mempertimbangkan berat piknometer/gelas ukur
 Hitung densitas lateks (massa per volume lateks)

b. Penentuan Mutu Penampakan RSS (Ribbed Smoked Sheet)


Amati penampakan visual terhadap karet RSS adanya gelembung udara, penyimpangan warna dan
kontaminan kotoran.
61

c. Penentuan pH Koagulasi dan Banyak Asam Formiat


• Masukkan 25 ml lateks ke dalam gelas piala (bobot diketahui), kemudian secara perlahan
ditambahkan asam formiat.
• Hentikan penambahan asam pada saat pertama terlihat menggumpal.
• Ukur pH lateks dengan kertas pH dan lanjutkan penambahan asam formiat sampai lateks
menggumpal seluruhnya.
• Hitung kebutuhan asam formiat yang digunakan.

d. Kelarutan
Ambil sedikit contoh kering (karet kering/karet gelang) kemudian uji dan bandingkan kelarutannya
dalam pelarut benzene, air, aseton, karbon tetra klorida, toluene, minyak tanah dan bensin.

e. Karakterisasi Pektin
Berat ekivalen (BE)
• Pektin sebanyak 0,5 g ditambahkan 2 mL etanol 95% dan dilarutkan dalam NaCl 2,5%.
• Campuran ditetesi dengan indikator fenolftalein sebanyak 5 tetes dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N
hingga terbentuk warna merah muda.
• Volume titran yang digunakan dicatat untuk menghitung berat ekivalen pektin menggunakan
rumus:
BE = bobot sampel (mg)
V NaOH (ml) x N (NaOH) ml

Kadar metoksil
• Larutan hasil analisis berat ekivalen (BE) ditambahkan larutan NaOH 0,2 N sebanyak 25 mL,
diaduk dan didiamkan selama 30 menit dalam keadaan tertutup pada suhu kamar.
• Selanjutnya ditambahkan 25 mL larutan HCl 0,2 N, ditetesi dengan pp sebanyak 5 tetes kemudian
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda.
• Volume titran yang terpakai selanjutnya digunakan untuk menentukan kadar metoksil:
Kadar metoksil = V NaOH (ml) x N (NaOH) ml x 31 x 100%
Bobot sampel (mg)

Kadar asam galakturonat


Kadar asam galakturonat dihitung dari mili berat ekivalen (mek) NaOH yang diperoleh dari penentuan
bilangan ekivalen dengan rumus :
62

Kag = (mEq NaOH dari BE + mEq metoksil) x176 x 100%


Bobot sampel (mg)

f. Karakterisasi Chitosan
Kadar protein
 Timbang sampel 0.1 g, tambahkan 1.0 g katalisator (campuran CuSO 4 dan Na2SO4) atau serbuk
Selenium.
 Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat, panaskan di ruang asam sampai jernih (katalisator Se) atau hijau
muda katalisator campuran CuSO4 dan Na2SO4.
 Setelah selesai destruksi, didinginkan terlebih dahulu kemudian dituang ke dalam labu distilasi pada
Kjeldahl Apparatus.
 Tambahkan 10 ml NaOH 50 % (sampai berwarna hitam).
 Pasang penampung Erlenmeyer berisi 25 ml HCl 0.02 N dan indikator Mengsel (warna merah
ungu).
 Lakukan distilasi sampai volume distilat dua kali lipat.
 Distilat dititrasi dengan NaOH 0.02 N sampai warna hijau.
 Lakukan titrasi blanko sebanyak 25 ml HCl 0.02 N
 Kadar Nitrogen dihitung :
(A – B) x 0.02 N x 0.14
Kadar N = ------------------------------------------- x 100 %
W

A : jumlah titran HCl 0.02 blanko


B : jumlah titran HCl 0.02 N sampel
W : bobot sampel (mg)

Pengukuran derajat putih


Pengukuran derajat putih menggunakan alat chromameter. Selanjutnya derajat putih dengan
menggunakan persamaan berikut:
𝑫𝒆𝒓𝒂𝒋𝒂𝒕 𝑷𝒖𝒕𝒊𝒉 = 𝟏𝟎𝟎 − [(𝟏𝟎𝟎 − 𝑳) 𝟐 + 𝒂 𝟐 + 𝒃 ] 𝟏/2
63

KARAKTERISTIK PRODUK RUMPUT LAUT

PENDAHULUAN
Rumput laut (seaweed) adalah jenis ganggang yang berukuran besar (macroalgae) yang termasuk
tanaman tingkat rendah dan termasuk divisi thallophyta. Rumput laut memiliki sifat morfologi yang
mirip, karena rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun
walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk tersebut sebenarnya hanyalah thallus. Bentuk thallus
rumput laut bermacam-macam antara lain, bulat seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti
kantong dan rambut dan sebagainya. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis
ganggang merah (Rhodophyceae) karena mengandung agar-agar dan karagenan. Senyawa yang
terkandung dalam produk tersebut tergolong polimer. Produk ini banyak diaplikasikan secara luas
pada berbagai produk antara lain pangan, obat dan kosmetika yang berfungsi thickener, film forming,
pembentuk gel, pembentuk body produk, media pertumbuhan mikroba, dan lain lain.

Agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gelyang sangat kuat. Senyawa ini
dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut kelas Rhodophyceae terutama genus Gracilaria, Gelidium.
Agar merupakan senyawa polisakarida dengan rantai panjang yang disusun daridua pasangan molekul
agarose dan agaropektin. Fungsi utama agarose adalah untuk mencegah terjadinya dehidrasi dari
makanan yang ditambahkan. Agar-agar bubuk merupakan komoditas yang diekspor dan beberapa
pengusaha sudah mengusahakan dalam skala industri. Di Indonesia agar agar sudah mulai di produksi
pada tahun 1930, dan sekarang beberapa industri pengasil agar-agar sudah banyak memproduksi,
Untuk mengekspor bubuk agar-agar mutu produk harus memenuhi persyaratanuntuk bubuk agar-agar
di Indonesia umumnya menggunakan jenis glacelaria.

Karagenan adalah senyawa hidrokoloid, merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang
diekstrak dari rumput laut jenis karagenofit seperti Eucheuma sp, Hypnea sp. Karagenan dibedakan
menjadi 3 macam yaitu iota karagenan, kappa karagenan dan lambda karagenan. Ketiganya berbeda
dalam sifat gel. Kappa karagena menghasilkan gel yang kuat,sedangkan iota karagenan membentuk gel
yang halus dan mudah dibentuk.

Alginat merupakan hidrokoloid yang diekstrak dari alga coklat atau Phaeophyceae. Rumput laut
penghasil alginat diantaranya adalah genus Sargassum dan Turbinaria. Alginat menjadi penting karena
penggunaannya yang luas dalam industri karena sifatnya sebagai pembentuk gel, bahan
pengemulsi. Di dalam bidang kosmetik dan farmasi, alginate dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat,
64

garam sodium alginat dan kalsium alginat.Natrium alginat sebagai food grade harus bebas dari
selulose dan warnanya sudah dilunturkan, sehingga menjadi putih. Sedangkan untuk yang mutu
industrial untukwarna masih diperbolehkan adanya beberapa bagian dari selulose dengan warna coklat
sampai mengarah ke putih dengan kisaran pH 3.5-10, viskositas larutan 1% alginat, kadar air 5-20%
dengan ukuran partikel 10-200 standar mesh.

BAHAN DAN ALAT


Bahan: rumput laut, agar-agar, karagenan, natrium alginat,
Alat: oven, tanur, pH meter

PROSEDUR
a. Karakteristik rumput laut
Organoleptik
Amati karakteristik organoleptik contoh meliputi penampakan, bau dan tekstur. Catat hasilnya.

Kadar air
 Timbang 2 g contoh dalam wadah yang sudah diketahui bobotnya.
 Keringkan pada oven suhu 1050C sampai bobot konstan
 Dinginkan dalam desikator
Perhitungan:

Berat awal bahan – berat akhir x 100 %


Kadar Air (%) = bahan
Berat awal bahan

b. Karakteristik agar-agar
Kadar air
 Timbang 2 g contoh dalam wadah yang sudah diketahui bobotnya.
 Keringkan pada oven suhu 1050C sampai bobot konstan
 Dinginkan dalam desikator
Perhitungan:

Berat awal bahan – berat akhir bahan x 100 %


Kadar Air (%) =
Berat awal bahan
65

Kadar abu
 Panaskan cawan porselin dalam oven selama ±30 menit
 Dinginkan dalam desikator selama ± 30 menit, timbang sampai diperoleh bobot konstan
 Timbang sampel sebanyak 0,5 – 1 gram dan masukkan ke dalam cawan
 Pijarkan dalam tanur sampai terbentuk abu berwarna putih
 Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang sampai diperoleh bobot konstan
 Kadar abu dari bahan dapat dihitung dengan rumus :
bobot endapan (g)
% Kadar abu = x 100%
bobot sampel (g)

Penentuan nilai pH
 Penentuan nilai pH dilakukan dengan pH-meter.
 Sebanyak 100 gram contoh ditambahkan air destilata sebanyak 100 ml.
 Larutan yang diperoleh diukur pHnya, pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali dan hasilnya
kemudian dirata-ratakan.

c. Karakteristik karagenan
Kadar air
 Timbang 2 g contoh dalam wadah yang sudah diketahui bobotnya.
 Keringkan pada oven suhu 1050C sampai bobot konstan
 Dinginkan dalam desikator
Perhitungan:

Berat awal bahan – berat akhir bahan x 100 %


Kadar Air (%) =
Berat awal bahan

Kadar abu
 Panaskan cawan porselin dalam oven selama ±30 menit
 Dinginkan dalam desikator selama ± 30 menit, timbang sampai diperoleh bobot konstan
 Timbang sampel sebanyak 0,5 – 1 gram dan masukkan ke dalam cawan
 Pijarkan dalam tanur sampai terbentuk abu berwarna putih
 Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang sampai diperoleh bobot konstan
 Kadar abu dari bahan dapat dihitung dengan rumus :
66

bobot endapan (g)


% Kadar abu = x 100%
bobot sampel (g)

Penentuan nilai pH
 Penentuan nilai pH dilakukan dengan pH-meter.
 Sebanyak 100 gram contoh ditambahkan air destilata sebanyak 100 ml.
 Larutan yang diperoleh diukur pHnya, pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali dan hasilnya
kemudian dirata-ratakan.

d. Karakteristik natrium alginat (Food Chemical Codex, 1981)


Kadar air
 Timbang 2 g contoh dalam wadah yang sudah diketahui bobotnya.
 Keringkan pada oven suhu 1050C sampai bobot konstan
 Dinginkan dalam desikator
Perhitungan:

Berat awal bahan – berat akhir bahan x 100 %


Kadar Air (%) =
Berat awal bahan

Kadar abu
 Panaskan cawan porselin dalam oven selama ±30 menit
 Dinginkan dalam desikator selama ± 30 menit, timbang sampai diperoleh bobot konstan
 Timbang sampel sebanyak 0,5 – 1 gram dan masukkan ke dalam cawan
 Pijarkan dalam tanur sampai terbentuk abu berwarna putih
 Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang sampai diperoleh bobot konstan
 Kadar abu dari bahan dapat dihitung dengan rumus :
bobot endapan (g)
% Kadar abu = x 100%
bobot sampel (g)

Warna secara visual


Amati warna contoh secara visual, catat hasilnya dan bandingkan dengan literatur.

Anda mungkin juga menyukai