Kebudayaan hanya dapat berkembang di dalam masyarakat. Hal itu jelas bahwa tanpa
adanya subyek yakni masyarakat tentu budaya tidak akan pernah ada dan berkembang. Di
saat kebudayaan ini berkembang tentu menjumpai adanya budaya baru dari luar budaya
induknya. Hal tersebut dapat menjadi salah satu kekuatan untuk mengakulturasi atau
terjadinya proses percampuran budaya atau malah menjadi salah satu faktor untuk degradasi
budaya (penurunan budaya).
Folklore merupakan salah satu wujud dari hasil kebudayaan. Hal tersebut dikarenakan
Folklore juga mrupakan hasil cipta manusia yang kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya dengan metode yang berbeda-beda. Tentu sebagai hasil dari kebudayaan, folklore
banyak yang mengalami asimilasi dengan budaya lain. Pada setiap suku bangsa pastilah
memiliki hasil kebudayaan folklore yang berbeda-beda. Folklore dengan sendirinya dapat
hidup di tengah-tengah masyarakat, yang mulanya diturunkan secara lisan dari generasi ke
generasi.
Pernah dengar cerita " Kemat Jaran Goyang " yang di dalamnya menceritakan kisah
cinta pemuda dan pemudi desa Gegesik Kec. Jagapura Kab. Cirebon tepatnya kisaran tahun
1940 -- 1950 an, yang bernama Baridin dan Ratmina ? Siapa sangka cerita rakyat pinggiran
pantai utara khususnya di Cirebon, menjadi cerita legenda yang turun temurun di ceritakan,
bukan persoalan kemat jaran goyangnya yang dibacakan Baridin untuk melumpuhkan hati
Ratmina, tapi kesuguhan hati Baridin yang terlanjur sakit hati karena cintanya di tolak oleh
Ratmina, hingga bertegat kuat, tuk membalas sakit hatinya dengan jalan pintas yang
mengegerkan sepanjang Pantai Pantura.
Terlalu sakit yang dirasakan Baridin saat itu, bukan saja di tolak cintanya oleh
Ratmina, namun ibunya yang bernama Mbok Wangsi, dengan berbekal Sarung kumal dan
pisang, datang pada orang tua Ratmina yang bernama Bapak Dam, untuk melamar anaknya
yang bernama Ratmina untuk menjadi istri Baridin yang tukang bajak sawah, namun apa
hasilnya, baik Ratmina maupun bapak Dam, menolak mentah=mentah lamaran Mbok Wangsi
buat Baridin bahkan keduanya mengusir dan menghina habis-habisan Mbok Wangsi.
Apa yang di alaminya ibunda Baridin, lantas diceritakan kalau lamaranya di tolak dan
bahkan di caci maki dan di usirnya, maka dari situlah, mata dan hati Baridin seakan gelap
gulita, sakitnya luar biasa, akhirnya dengan mengucap sebisa-bisanya Baridin, berupa niatan
untuk ,mengemat atau menjatukan hati Ratmina pun dilakukan, tentunya dengan
melaksanakan puasa mati geni 40 hari lamanya.
Tepat di hari ke 40, ajian atau rapalan yang kemudian terkenal dengan nama Kemat
Jaran Goyang tersebut, kembali dibacakan oleh Baridin, rupanya benar saja, do'a dan
harapan orang sakit cepat di kabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, paginya Ratmina
mencari-cari Baridin, di sepanjang jalan desa yang di lalui apabila bertemu dengan orang
lewat selalu yang di tanyakan keberadaan Baridin, hingga menyelusuri pematang-pesawahan,
dimana Baridin sedang melakukan laku lampah di di hari ke terakhirnya.
Menyimak cerita rakyat Pantura tentang kisah cinta Baridin dan Ratminah, di
kolerasikan dengan jaman now atau jaman kekinian, sepertinya cerita diatas hanyalah
dongeng dan isapan jempol belaka, kenapa ? Dijaman milinea ini, apa masih ada yang
percaya terhadap Ajian / kemat atau ilmu pellet sekalipun ? apa masih ada pomeo di
masyarakat sekarang "Cinta di Tolak Dukun Bertindak ", kalaupun ada, sungguh sesat dan
kasihan melihatnya, karena sekarang anak-muda jaman now pada bilang " cinta di tolak,
dealer bertindak " nah loohh...
Lantas, apa masih ada generasi jaman now yang mau berpuasa mutih 40 hari lamanya
yang pada hari terakhir hari mati geni, tidak makan dan tidak tidur selama 24 jam ?
sepertinya tidak bakal ada yang kuat, puasa wajid aja terkadang bocor-bocor, gimana mau
melakukan puasa dasyat itu, kalau pun ada nekad namanya, memangnya dunia selebar daun
kelor.
Kembali ke Baridin dan Ratmina, ada pesan lisan yang bisa menjadi bahan
perenungan diri, terutama kaum perempuan, bahwa tidaklah baik menjadi perempuan yang
menyombongkan paras dan hartanya, bila tak suka pada lelaki, tolaklah dengan halus dan
sopan, jangan sampai menghina dan mencaci makinya apalagi sampai buang air ludah di
jalan, bahaya neng.... Sapa tahu neng nya pergi, ludahnya di ambil dan jadi media ilmu
pelet... nah loh...kalau masih musim itu juga.
Kisah cinta mereka yang bak Romi dan Juliet sudah menjadi pembicaraan hangat
dimana-mana, bahkan ada yang turut mempopulerkanya, yaitu sebuah grup tarling Putra
Sangkala Cirebon Pimpinan H. Abdul Adjid (Alm.). kasetnya laris manis, hingga di youtube
juga tersebar rekamannya dan enak untuk di dengarkan dari masa ke masa.